Disclaimer: Naruto bukan punya saya

Warning: Mature contents in later chapters :)


Chapter 1: Her Once Upon A Time

"Hei, tolong ambilkan bolanya!" teriak seorang laki-laki berambut gelap dari pinggir lapangan. Matanya yang sama gelapnya dengan rambutnya mengarah pada seorang gadis yang sedang duduk sendirian dibawah sebuah pohon besar yang terletak tak jauh dari lapangan tersebut. Kedua tangannya berada di pinggang dan ia terlihat tak sabar.

Gadis itu perlahan-lahan menurunkan buku yang sedang ditekuninya dan menoleh ke arah si laki-laki. Ia mengikuti pandangan lelaki tersebut dan melihat bola sepak yang berhenti tak jauh dari kakinya.

Mata gadis itu pun kemudian kembali pada si laki-laki berambut hitam dan teman-temannya yang menunggu dirinya untuk menendang bola itu kembali ke lapangan. Keragu-raguan langsung menyapu dirinya saat ia menyadari siapa laki-laki itu beserta teman-temannya.

Sasuke Uchiha bersama teman-temannya yang populer.

"HEI, KENAPA LAMA SEKALI? CEPATLAH!" teriak salah seorang teman Sasuke yang berambut pirang.

Mendengar teriakan laki-laki itu, si gadis sontak berdiri dari tanah kemudian dengan malu-malu menghampiri bola tersebut. Buku yang sedari tadi ia baca terpeluk aman di dadanya. Ia tidak pernah jago dalam olahraga. Ia pun tidak yakin apakah tendangannya akan mencapai lapangan.

"Wow, lihat siapa itu! Itu si Hyuuga!" seru seorang laki-laki yang lain dari lapangan sambil menunjuk ke arah Hinata.

"Wah wah," si gadis dapat mendengar Sasuke tertawa. "Ayo kita lihat apa dia bisa menendang bola." Katanya keras-keras kemudian serta merta mendapat sorakan dari teman-temannya. "Hei Hyuuga cepat tendang bolanya kesini!"

Si gadis bisa mendengar cemohan-cemohan yang mulai bermunculan dari orang-orang di lapangan. Sambil menggigit bibir, dia pun mengambil ancang-ancang kemudian menendang bola tersebut.

Hanya saja kakinya tidak mengenai sasaran.

Kehilangan keseimbangan, si gadis pun jatuh terjengkang. "Ouu!" serunya.

Tawa meledak dari grup laki-laki yang sedari tadi mengamati si gadis Hyuuga. Beberapa diantara mereka berteriak-teriak, "Ya ampun, bodohnya." Beberapa yang lain mencemoh, "Lihat, bahkan menendang bola saja dia tidak bisa. Dasar idiot!"

Si gadis Hyuuga hanya terdiam menelan cemohan demi cemohan yang dilemparkan padanya. Secepat mungkin ia mengumpulkan buku, kotak makan siang, serta tasnya yang tergeletak di dekat batang pohon, kemudian melesat menuju gedung SMA tempat kelasnya yang berikutnya berada.

Jika saja ia menoleh sekali lagi kearah grup laki-laki yang masih tertawa itu, ia akan melihat seorang laki-laki berambut merah yang tidak ikut tertawa bersama teman-temannya. Laki-laki itu kemudian berjalan menuju tempat dimana si gadis Hyuuga itu tadi duduk untuk mengambil bola sepak yang tadi tertendang keluar oleh Sasuke.

Hanya saja, ia tidak cuma menemukan bola sepak saja dibawah pohon itu.

Sebuah amplop berwarna putih tergeletak tak jauh dari tempat ia mengambil si bola sepak.

Akal sehat menyuruhnya untuk mengabaikan surat itu, namun keingintahuan bersikeras menyuruhnya untuk melakukan sebaliknya.

Pada akhirnya, si laki-laki berambut merah itu pun menyerah pada keingintahuannya.


Toilet yang biasanya merupakan sarang para gadis Konoha Gakuen untuk bertukar gosip atau membetulkan make-up pada jam makan siang tersebut secara ajaib kosong melompong. Hinata Hyuuga pun tidak bisa lebih bersyukur lagi. Gadis itu cepat-cepat menghampiri wastafel untuk mencuci tangan. Ia melirik sedikit ke arah kaca dan melihat seorang gadis pucat dengan mata berwarna lavender menatap kembali padanya.

Dia menghela napas.

Perlahan-lahan ia memperbaiki seragamnya yang tadi agak kusut akibat berlari tanpa henti dari halaman sekolah sampai ke toilet. Rambutnya pun tidak lebih baik. Ia mencoba menyisir rambutnya yang kusut dengan jari, kemudian melihat bayangan dirinya sekali lagi.

Dan ia menghela napas sekali lagi.

Memang benar, berapa kali pun ia melihat ke cermin, penampilannya tidak akan berubah. Ia akan tetap selalu menjadi si ceroboh Hinata Hyuuga dengan tampang konyol.

Ia menggigit bibirnya saat mengingat kejadian di lapangan tadi. Dia pasti akan jadi bahan cemohan Sasuke beserta kroni-kroninya selama seminggu di kelas. Dia bersyukur ia hanya terjatuh dan tidak terjadi hal memalukan lain seperti roknya yang tersingkap atau apalah. Kalau tidak, laki-laki itu semua pasti sudah mengata-ngatainya dengan kalimat-kalimat yang lebih kejam.

Semua ini bermulai sejak SMA. Dulu waktu SMP hal semacam ini sangat mustahil terjadi. Karena Hinata Hyuuga selama dua puluh empat jam penuh berada di bawah pengawasan sepupunya, Neji Hyuuga.

Neji adalah orang yang kejam. Siapapun yang berani menganggu dia, Hinata, ataupun Hanabi akan langsung babak belur olehnya. Sikap ksatrianya itu pun akhirnya membuatnya memiliki banyak pengagum serta... yah lebih banyak musuh juga.

Sayangnya, pada saat menginjak SMA Neji Hyuuga mendapat beasiswa olahraga dan mendapat rekomendasi untuk mengikuti program atlet sepak bola prodigy di Universitas Akatsuki. Hinata belum pernah melihat Neji yang begitu semangat sampai matanya berubah. Ia pun seketika tahu bahwa ia akan melewatkan masa SMA-nya tanpa kehadiran si watchdog.

Keadaan tidak menjadi lebih baik lagi ketika kedua orang tua Hinata bercerai sehingga membuat ibunya angkat kaki dari rumah mereka. Di pengadilan ibu mereka memenangkan hak asuh atas Hanabi, sedangkan Hinata... yah Hinata harus bersabar dengan tinggal bersama ayah mereka.

Karena saat SMP Hinata selalu bersama Hanabi dan Neji, dia pun tidak pernah repot-repot untuk mencari teman. Sebuah keputusan yang amat sangat disesalinya di SMA.

Ketidakhadiran Hanabi dan Neji membuat Hinata seolah-olah dihidangkan diatas piring emas pada pem-bully top di Konoha Gakuen. Seperti musuh besar Neji, Sasuke Uchiha.

Sepupu Neji Hyuuga yang tidak punya teman itu memang kelihatan seperti sebuah sasaran empuk bagi semua musuh-musuh Neji untuk balas dendam pada lelaki itu. Semua orang tahu bahwa Neji melindungi Hanabi dan Hinata seolah-olah itu tujuan hidupnya. Dan ia bisa jadi gila seandainya kedua gadis tersebut terluka sedikit saja.

Maka mereka pun mulai mem-bully Hinata Hyuuga pada setiap kesempatan dengan pikiran si gadis berkulit pucat itu akan mengadu pada sepupunya. Namun sayangnya, Hinata tidak pernah mengadukan sepatah kata pun pada Neji. Ia tidak ingin Neji memiliki beban lain dalam pikirannya saat lelaki itu sedang berkonsenterasi meraih mimpinya. Ia terlalu sayang pada Neji untuk membiarkan itu terjadi.

Neji dan Hinata sama-sama seorang Hyuuga. Tidak ada alasan bahwa Hinata tidak bisa menjadi sekuat Neji. Atau setidaknya hal itulah yang terus diyakininya. Ia tahu bahwa ia terus membohongi dirinya sendiri dengan pikiran suatu saat ia akan bisa sekuat sepupunya tersebut dan melindungi dirinya sendiri.

Hinata memejamkan mata saat kejadian di lapangan tadi sekali lagi terulang dalam benaknya.

Dengan kondisinya sekarang, dimana Hinata bahkan tidak bisa melihat ke mata orang-orang yang mem-bully-nya, melindungi dirinya sendiri rasanya terdengar seperti mimpi yang terlalu muluk.


Kelas itu masih kosong ketika Hinata sampai dan mengambil bangku yang paling belakang. Ia memang selalu mengambil bangku paling pojok, karena dengan begitu akan lebih sedikit orang yang akan menyadari keberadaannya. Satu hal yang Hinata tidak sukai disekolahnya, itu adalah perhatian yang berlebihan.

Hinata duduk dibangkunya dan mulai mengeluarkan buku Matematika serta tempat pensilnya. Ia suka datang lebih awal ke semua kelasnya. Selain untuk menghindari saat-saat canggung ketika masuk kelas dengan seluruh mata tertuju padanya, Hinata juga selalu mengulang semua pelajaran dari kelas sebelumnya atau mencoba untuk mempelajari bab yang akan dipelajari di kelas hari ini agar membantunya memahami apa yang akan dikatakan gurunya nanti di depan kelas.

Meskipun Hinata berasal dari keluarga yang cukup berada, ia sebisa mungkin ingin menggunakan sedikit uang ayahnya di universitas nanti. Jalan satu-satunya adalah mendapatkan beasiswa, yang berarti ia harus menghiasi ijazahnya dengan nilai-nilai bagus.

Pintu kelas tiba-tiba bergeser, membuat Hinata mendongak dari catatan matematika-nya. Seorang cewek berambut cokelat masuk ke kelas dan segera mengambil tempat duduk pada deretan kedua dari depan. Hinata tahu perempuan itu, tapi ia tidak pernah bicara padanya. Tenten. Dari rumor yang selalu didengarnya, Hinata tahu bahwa perempuan itu seorang junior di klub karate namun sudah sanggup mengalahkan pelatih mereka. Tidak ada orang di Konoha Gakuen yang berani cari gara-gara dengannya. Bahkan Sasuke pun tahu lebih baik daripada membuat Tenten kesal.

Tidak seperti Hinata, ketika gadis itu sudah mengambil bangkunya, ia secara otomatis mengeluarkan iPod dan mulai tenggelam pada musik apapun itu yang sedang bermain di telinganya. Jelas sekali perempuan itu tidak akan mengajak Hinata berbicara. Begitu juga sebaliknya.

Saat Hinata kembali berkonsenterasi pada matematika-nya lagi, bel tanda makan siang berakhir pun berbunyi, dan lebih banyak orang mulai berdatangan berkelompok-kelompok ke kelas.

Hinata menyadari saat Sakura Haruno, salah satu cewek populer di angkatan mereka, masuk ke kelas itu bersama kroni-kroninya. Orang-orang mungkin bisa tertipu dengan penampilan luar Sakura. Gadis itu memang terlihat seperti tipikal gadis pesolek yang tidak peduli dengan nilai-nilainya disekolah. Namun sebetulnya dia itu murid terpintar di angkatan mereka.

Menjadi seorang pendiam seperti Hinata terkadang ada keuntungannya sendiri. Karena tidak banyak orang yang peduli padanya, tanpa disadari Hinata terkadang menguping pembicaraan orang. Sehingga ia tidak pernah ketinggalan gosip apapun di Konoha Gakuen.

Misalnya gadis yang masuk ke kelas setelah Sakura ini, Ino Yamanaka. Jika ada satu orang yang sangat dibenci Sakura di Konoha, itu adalah Ino. Hinata tidak tahu pasti mengapa mereka bermusuhan. Tapi ia punya dugaan bahwa mungkin itu sesuatu yang berhubungan dengan fakta bahwa Ino adalah pacarnya Sasuke. Yang secara otomatis membuat gadis itu menjadi musuh banyak orang.

Tapi secara pribadi menurut Hinata, meskipun Ino itu pacarnya Sasuke, namun sikap gadis itu sangat berbeda dengan sikap pacarnya. Jika Sasuke itu bajingan sok berkuasa dan kurang ajar, maka Ino-lah yang menyeimbangi kelakuan pria itu dengan bersikap baik pada orang lain. Belakangan ini mulai beredar gosip bahwa Sasuke hanya menggunakan Ino seperti perhiasan indah yang bisa ia pamerkan ke teman-temannya saat pesta-pesta.

Ino dan teman-temannya pun mengambil tempat duduk di dekat Hinata. Ino-nya sendiri duduk di bangku sebelah Hinata.

Akibatnya Hinata bisa mendengar setiap kata yang mereka bicarakan.

"Kalian ngomong apa sih? Awas kalau kalian ngomong begitu di depan Sasuke! Bisa-bisa dia ngambek." Tawa teman-temannya pun meledak.

"Ino... Ino... Sasuke pun tahu kalau banyak cowok yang mengincarmu! Bukannya dia justru malah senang kalau tahu dia memiliki sesuatu yang dimiliki orang lain?" kata seorang temannya yang Hinata tahu bernama Kay.

"Ya. Semua orang tahu betapa bangganya dia memilikimu, sayang." Grup perempuan itu pun terkikik.

"Berhentilah bicara begitu tentang Sasuke! Dia itu orangnya sangat cemburuan!" Ino mendesis. Teman-temannya pun ber-'awww' ketika Ino menceritakan kisah bagaimana Sasuke menonjok seorang pria yang mengedipkan mata ke arah Ino ketika mereka pergi kencan kemarin.

Tanpa terasa suasana kelas sudah makin ramai. Disana sini orang-orang membicarakan rencana-rencana mereka sehabis pulang sekolah hari itu. Untuk beberapa orang, kelas matematika ini adalah kelas terakhir pada hari jumat itu. Tidak heran jika semua orang bersemangat agar pelajaran rumit seperti matematika itu cepat berakhir.

Meskipun suasana di kelas sudah ramai ditambah dengan obrolan yang jelas terdengar dari sebelahnya, Hinata masih bisa berkonsenterasi dengan matematika di hadapannya. Setelah beberapa menit berlalu, Hinata pun bertanya-tanya, kenapa guru matematika mereka, Ms. Anko belum datang-datang?

Pintu kelas bergeser lagi, dan seisi kelas yang tadinya berisik pun langsung terdiam. Hinata mendongak karena mengira Ms. Anko sudah tiba. Tapi yang masuk ternyata tiga orang yang Hinata tahu berada pada puncak teratas rantai makanan di Konoha Gakuen.

Sasuke Uchiha, Naruto Uzumaki, dan... Gaara Sabaku.

Jika Sasuke sudah membuat Hinata takut, maka si Gaara Sabaku ini bisa memberi Hinata mimpi buruk selama sebulan penuh. Dia berada dalam daftar teratas orang yang paling-tidak-ingin Hinata bikin kesal.

Gaara Sabaku bisa dibilang orang paling jahat yang pernah bersekolah sepanjang sejarah Konoha Gakuen. Sudah rahasia umum bahwa ayahnya adalah bos mafia yang sangat ditakuti bahkan oleh polisi-polisi sekalipun. Hinata pernah mendengar bahwa lelaki itu pernah tertangkap membawa senjata api ke sekolah. Dia juga pernah kepergok minum minuman keras di atap sekolah saat seharusnya dia berada di kelas musik. Selain itu, semua orang juga tahu kalau lelaki berambut merah itu sangat temperamental. Ia tidak segan-segan mematahkan tangan orang yang membuatnya kesal. Hinata bahkan pernah mendengar cowok itu pernah masuk penjara anak-anak beberapa kali. Namun karena uang ayahnya, ia tidak tinggal lama di dalam situ.

Hanya kekuasaan ayahnya lah yang membuat Gaara Sabaku masih dapat menjalani kehidupan SMA yang normal sampai sekarang. Masih menjadi misteri mengapa orang seperti dia mau bersekolah di Konoha Gakuen.

Pada tahun pertama, ketika cowok itu pertama kali menginjakkan kakinya di sekolah ini, saat itulah Sasuke langsung sadar betapa besar potensi yang dimiliki si rambut merah tersebut. Maka tanpa tedeng aling-aling Sasuke pun langsung mencaplok cowok itu ke dalam kelompoknya, dan membuat Sasuke merasa makin berkuasa di sekolah.

Hinata terlonjak ketika mendadak sebuah tas dibanting dihadapannya. "Apa yang kau lakukan disini?" si gadis Hyuuga mendongak dan melihat Sasuke memelototinya. "Cepat menyingkir!" bentaknya. "Hanya aku yang boleh duduk disamping Ino!"

Tapi dia duluan yang duduk disini! Pikir Hinata dalam hati.

Seluruh kelas terdiam saat mendengar Sasuke membentak si gadis Hyuuga. Meskipun pemandangan Sasuke yang suka menakut-nakuti si Hyuuga sudah biasa di Konoha Gakuen, tapi orang-orang tetap selalu penasaran dengan apa yang dilakukan si Uchiha pada gadis malang itu.

"Apa? Pantatmu sudah nempel di bangku itu?" cemoh pria itu, membuat teman-temannya tetawa.

"B-Bukan..." Hinata memulai, tapi Sasuke sudah merampas tas gadis itu dan melemparnya ke depan.

"Sana ambil tasmu."

Hinata menggertakkan giginya, sambil menundukkan kepala ia menutup buku matematikanya, kemudian ia berdiri dan menuju bangku tempat Sasuke melempar tasnya. Pandangan mata seluruh kelas mengikutinya.

Semua ini memang salahnya. Dia seharusnya tahu begitu Ino mengambil bangku tersebut, dia harus segera mengosongkan bangku di sebelah gadis itu karena Sasuke pasti akan duduk di sana. Tapi bukannya mengosongkan bangku itu dia malah terbengong-bengong dan dengan bodohnya menguping pembicaraan Ino dan teman-temannya.

Hinata mengerjap-ngerjapkan mata untuk menahan agar air matanya tidak jatuh. Jika sampai setetes saja air matanya terlihat, maka kelas matematika hari itu akan menjadi neraka baginya. Setelah yakin tidak ada lagi yang memperhatikannya, Hinata mengangkat kepalanya sedikit untuk memperhatikan orang-orang di kelasnya.

Mereka semua sudah kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing seakan-akan tadi tidak terjadi apa-apa. Dari belakang Hinata dapat mendengar Ino yang pura-pura marah pada Sasuke karena kekasaran cowok itu. Namun begitu Sasuke mengalihkan pembicaraan pada acara apa yang akan mereka lakukan weekend nanti, Ino pun langsung melupakan insiden yang baru saja terjadi.

Hinata menghela napas.

Mungkin membela orang sepertinya memang terlalu merepotkan. Lagipula siapa yang mau melawan Sasuke dan kroni-kroninya hanya untuk gadis menyedihkan seperti dirinya?

Tidak ada gunanya terus-terusan mengasihani dirinya seperti ini, pikir Hinata. Dia masih punya limit fungsi geometri yang lebih penting untuk dipikirkan.

Limit sinus x per x dimana x mendekati nol sama dengan limit x per sinus x sama dengan satu.

"Gaara kau mau duduk dimana?" suara Sasuke terdengar dari belakang, dan membuyarkan sedikit konsentarasi Hinata.

Lalu, limit tangen x per x dimana x mendekati nol...

"Entahlah. Mungkin aku mau duduk di bangkumu." Meskipun kalimat tersebut diucapkan dengan maksud untuk melucu, Hinata tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merinding mendengar nada suara lelaki itu yang begitu dingin.

Gelak tawa terdengar dari teman-temannya. Hinata bahkan bisa mendengar Sasuke ikut tertawa.

Sama dengan limit x per tangen x...

"Jangan mimpi. Duduk saja di sini, di depanku." Jantung Hinata nyaris loncat ke kerongkongannya. Duduk di depan Sasuke artinya duduk dibelakangku! pikirnya panik. Seketika ia lupa berapa nilai dari limit x per tangen x. Konsenterasinya langsung jatuh pada pembicaraan orang-orang di belakangnya.

"Yah, apa boleh buat..." dia berhenti sebentar sebelum melanjutkan, "Tidak ada bangku lagi."

Hinata bisa mendengar suara bangku dibelakangnya bergeser dan bunyi beberapa buku yang dijatuhkan diatas meja. Gaara Sabaku benar-benar duduk dibelakangnya.

Dari pertama mulai bersekolah di SMA Konoha, belum pernah Hinata berada sedekat ini dengan si Gaara Sabaku. Mereka jarang sekali punya kelas yang sama, kecuali home economics dan matematika. Si rambut merah biasanya selalu bolos pelajaran home economics, yang membuat Hinata lega sekaligus heran mengapa dia mengambil kelas itu jika ia tak pernah mau datang. Dan saat matematika, pria itu biasanya berkumpul bersama teman-temannya di tengah kelas. Lalu apa yang membuat hari ini berbeda?

Semua ini gara-gara Ino! desis Hinata dalam hati.

Mungkin ini hanya imajinasinya, tapi Hinata bisa merasakan pandangan Gaara pada belakang lehernya. Karena ia tiba-tiba merinding. Atau mungkin saja ia menatap pada sebuah titik disebelah Hinata. Tapi ia tidak berani menengok ke belakang untuk mengecek apa cowok itu benar-benar melihat kearahnya. Jari-jarinya mulai gemetaran dan tiba-tiba ia merasa mual. Pasti ada sesuatu yang salah pada dirinya. Ia juga mulai merasa udara disekitarnya tiba-tiba menjadi tipis sehingga ia sulit bernapas. Rasanya ingin sekali ia lari keluar dari kelas itu untuk menghirup udara segar. Namun jika ia tiba-tiba lari, pasti perhatian sekelas akan tertuju padanya. Bisa-bisa ia pingsan di tempat.

Saat Hinata merasa makan siangnya siap keluar dari kerongkongannya, pintu kelas bergeser dan masuklah seorang wanita tinggi berambut ungu pendek. Akhirnya Ms. Anko datang juga! teriak Hinata dalam hati. Dan tepat saat guru matematika berwajah galak itu minta maaf atas keterlambatannya, si gadis Hyuuga merasa sesuatu yang berat tiba-tiba terangkat dari pundaknya dan ia pun bisa bernapas dengan normal kembali.

Ms. Anko kemudian menyuruh kelasnya membuka bab tentang limit, dan seketika pikiran tentang seorang laki-laki berambut merah yang duduk di belakangnya lenyap dari pikiran Hinata.

Mungkin memang aku yang berpikir terlalu berlebihan tentang cowok itu, pikir Hinata.


Tidak seperti beberapa orang beruntung yang lain, Hinata Hyuuga masih punya kelas terakhir setelah matematika. Ia tidak keberatan dengan separuh murid Konoha Gakuen yang sudah membanjiri lapangan parkir untuk mengambil mobil mereka. Lebih banyak murid di luar artinya lebih sedikit murid di dalam, yang berarti Hinata Hyuuga dapat berjalan dengan tenang menuju loker barunya.

Ketenangan jumat sore ini memang hanya didapat Hinata seminggu sekali. Biasanya jika ia berjalan di koridor sekolah, ia harus senantiasa menghindari tubrukan orang-orang yang sibuk dengan urusannya sendiri; ada yang berjalan, berlari, sampai lempar-lemparan bola football.

Koridor sepi seperti ini rasanya seperti mimpi.

Karena terlalu asyik dengan keheningan yang damai itu, tanpa sadar Hinata akhirnya sampai di wilayah lokernya.

Terima kasih untuk Sasuke Uchiha, Hinata akhirnya mendapat loker baru dari Mr. Sarutobi si kepala sekolah. Si Uchiha itu dengan santainya menulisi pintu loker Hinata dengan kata-kata Hyuuga pelacur menggunakan spidol permanen. Bahkan janitor pun menyerah untuk menggosok tulisan-tulisan itu. Mengumpulkan semua keberaniannya, Hinata akhirnya memohon pada Mr. Sarutobi untuk diberikan loker baru. Pria tua itu mengabulkan permintaan Hinata dan memberi peringatan pada Sasuke untuk tidak merusak properti sekolah lagi, yang tentu saja diabaikan oleh Sasuke.

Namun untuk sekarang Hinata bisa lega karena Sasuke tidak tahu dimana loker barunya. Jangankan Sasuke, Hinata-nya sendiri bahkan belum sempat ke lokernya karena Mr. Sarutobi baru memberikan kombinasi nomor kunci lokernya setelah makan siang tadi.

Hmm... 028, 028, seharusnya disekitar sini...

Jalanan diantara loker itu sepi, kecuali seseorang. Hinata tidak dapat melihat orang itu dengan jelas, namun semakin ia berjalan mendekat, ia yakin kalau orang itu laki-laki.

Mungkin senior..., pikirnya sambil lalu. 020, 021, 022...

Ketika sudah melewati separoh jalan, Hinata bisa melihat laki-laki itu berbadan tinggi dengan rambut merah.

023, 024, 025,..

Dengan curiga ia memperhatikan lelaki yang sedang merogoh sesuatu dalam lokernya tersebut.

026, 027,...

Oh Tuhan... Rambut merah, tato Ai, serta perawakan yang tinggi itu...

Loker 027 ternyata milik Gaara Sabaku.

Hinata menahan napas ketika berjalan melewati belakang lelaki tersebut. Dia masih belum menyadari keberadaan Hinata karena terlalu fokus pada benda apapun itu di dalam lokernya. Setelah menelan ludah dan mengumpulkan segala keberanian yang ia miliki dari kecil, Hinata pun berhenti tepat disebelah Gaara Sabaku dan mulai memutar kombinasi kunci lokernya.

Di koridor yang sepi itu hanya ada mereka berdua. Hinata bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Dua... nol... enam... tujuh... pintu loker itu pun terbuka dengan bunyi 'klik'. Hinata kemudian membuka pintu itu lebar-lebar dan langsung menumpahkan semua buku-buku berat yang dari tadi ia peluk di lengannya.

Ia harus segera lari dari tempat itu! Harus! Sebelum laki-laki disebelahnya ini melihatnya.

Setelah semua bukunya masuk dalam loker, Hinata pun cepat-cepat menutup pintunya dengan pelan, takut menarik perhatian Gaara jika dia membantingnya. Dahinya mengernyit ketika pintu itu memantul terbuka kembali.

Kali ini Hinata mendorong pintu itu dengan pelan namun mantap. Tapi si pintu bersikeras tetap terbuka.

Usahanya yang tidak ingin menarik perhatian Gaara sia-sia karena sekarang Hinata bisa merasakan cowok itu melihat ke arahnya. Dari ekor matanya, Hinata bisa menebak urusan laki-laki itu dengan lokernya sudah selesai.

Napas Hinata sekarang memburu dan ia mencoba menambah tenaganya pada dorongannya yang berikutnya.

Ia menghembuskan napas lega ketika pintu itu akhirnya tertutup. Namun pada detik berikutnya pintu loker itu melenting terbuka lagi, dan kali ini sukses menghantam Hinata tepat di mukanya.

"OU!"

Apa-apaan sih loker ini? jerit Hinata marah dalam hati. Ia memegang hidungnya yang untungnya tidak patah gara-gara loker sialan itu. Tapi saat Hinata menarik tangannya, ia bisa melihat darah segar di jarinya. Dan ia pun seketika meringis.

"Minggir." kata suara berat dari sebelahnya. Hinata menggigit bibir. Ia tidak punya pilihan lain tapi mematuhi kata-kata cowok itu.

Hinata nyaris terlonjak dari tempatnya berdiri ketika Gaara tiba-tiba meninju lokernya dengan tinjuan yang Hinata yakin pasti bisa membuat seseorang terlempar sejauh beberapa meter.

"A-A-Apa?"

Si pintu loker pun menurut. Namun keduanya masih menatap pintu itu kalau-kalau ia berniat terpelanting terbuka lagi. Tapi setelah beberapa lama, ternyata pintu itu menurut pada tinjuannya Gaara.

Hinata berkedip sekali, dua kali. Saat itu momennya benar-benar canggung. Ia tidak tahu harus berkata apa pada cowok ini. Bukannya dia temannya Sasuke? Jadi seharusnya ia menertawakan Hinata saat pintu itu menghantam wajahnya. Lalu kenapa dia menolongnya?

"Uh... T-Terima kasih..."

Lelaki itu tidak berkata apapun. Ia hanya menatap Hinata, kemudian pandangannya menelusuri seluruh postur gadis itu seakan-akan mencoba menilainya.

Hinata tidak tahu apa yang lelaki itu pikirkan, namun begitu mata mereka bertatapan lagi, si rambut merah itu langsung berbalik dan pergi meninggalkan si gadis bermata lavender yang terbengong-bengong dengan hidung yang masih berdarah.


A/N: Chapter 1 ini sudah saya coba revisi dengan membenarkan beberapa kalimat dan memperbaiki beberapa typos. Semoga dengan revisi ini para pembaca sekalian jadi lebih mudah membacanya xD Chapter-chapter lain juga sedang dalam perbaikan. Semoga semuanya bisa selesai sebelum saya update chapter selanjutnya :D

Terima kasih sudah baca cerita ini!

xoxo

shiorinsan