Disclaimer: Naruto bukan punya saya. Naruto punya Masashi Kishimoto. Ceritanya punya saya.
Dedikasi: Untuk Ajeng, yang sudah semangatin untuk selesaiin ini. Dan untuk Jejo, yang pertama kali dengar akhir dari cerita ini :)
Chapter 26
Her Happily Ever After
"Hei, tolong ambilkan bolanya!" teriak seorang pemuda berambut gelap dari pinggir lapangan. Matahari bersinar menyengat, membuat si pemuda menyipit ke arah seorang gadis yang duduk sendirian di bawah pohon besar yang tak jauh dari lapangan. Kedua tangannya berada di pinggang, ekspresinya tak sabar.
Mendengar suara si pemuda, si gadis menurunkan buku yang sejak tadi ia baca. Ia mengikuti pandangan si pemuda dan menemukan bola sepak berhenti tak jauh dari tempatnya duduk.
"Oh, itu si Hinata! Oi Hinata, cepat tendang bolanya ke sini!" teriak si pemuda lagi.
Apabila kejadian ini terjadi setahun yang lalu, mungkin Hinata akan ragu-ragu untuk berdiri. Namun saat itu, setelah melihat Sasuke yang melambai ke arahnya, Hinata cepat-cepat berdiri dan bergegas menghampiri bolanya.
Ia masih tidak jago dalam olahraga, dan tidak yakin apakah tendangannya akan mencapai lapangan atau tidak. Namun, dengan segenap konsentrasinya, Hinata pun mengambil ancang-ancang dan memfokuskan tenaganya untuk menendang bola tersebut.
Hanya saja, kakinya tak mengenai sasaran.
Kehilangan keseimbangan, gaya gravitasi menarik gadis itu supaya jatuh terjengkang, namun sesuatu—atau seseorang—menangkapnya.
Ia mendongak dan menemukan Sasuke yang (entah bagaimana sudah ada di sana) menyeringai di atasnya. "Kau tahu, kejadian ini terasa sangat familiar hingga aku hampir bisa melihat kau akan jatuh."
"Dan kau lebih baik melepaskan tanganmu darinya sebelum bola ini kena ke mukamu." Di hadapan mereka, Gaara menendang-nendang bola sepak yang menjadi perkara tersebut dari satu kakinya ke kakinya yang lain.
Sasuke hanya menyeringai mendengar ancaman Gaara. Sementara itu, Hinata mengucapkan terima kasih pada lelaki itu atas pertolongannya.
"Aku kecewa kau tidak menolongku duluan," kata Hinata pada Gaara yang masih berusaha membuat bola tersebut agar tidak menyentuh tanah.
"Aku memang sengaja membiarkanmu, supaya aku bisa melihat rokmu tersing—" Sebelum Gaara menyelesaikan kalimatnya, Hinata menarik telinganya. "AW!" teriaknya.
"Dasar mesum!"
"Aku tidak menyangka akan tiba waktu dimana seorang Gaara Sabaku dijewer oleh seorang wanita—di tempat umum."
"Ya, dan sekarang aku harus meninjumu sampai pingsan," kata Gaara sambil mengelus telinganya yang sakit.
"Gaara!"
"Aku cuman bercanda, Hinata! Geez. Kau sudah menghabiskan waktu bersama kami hampir setahun dan kau masih belum terbiasa dengan candaan kami. Kurasa aku harus membuatmu menghabiskan waktu bersama Sasori." Ia melirik Sasuke, "Kau tahu, supaya Hinata tidak serius-serius amat."
"Kurasa itu ide yang bagus," kata Sasuke serius, namun beberapa detik kemudian wajahnya mengerut dan ia tertawa terbahak-bahak.
Hinata memandang kedua lelaki itu dengan bingung. "Memangnya kenapa dengan Sasori?"
"Oh kau tahu, Sasori sangat pintar mendidik gadis-gadis supaya sikap mereka berubah seperti apa yang ia inginkan. Atau kuinginkan," kata Gaara. "Kau tahu, seperti Elise Northway."
Sasuke tertawa lagi.
Elise Northway, salah satu gadis tercantik di Konoha Gakuen. Setahun belakangan tersebut gadis itu sangat jarang terlihat di sekolah. Ketika ia memutuskan untuk menampakkan diri di sekolah pun, pasti hanya ketika ada ujian, dan saat itu pun ia tidak berbicara dengan siapapun. Jika ada yang berani mendekatinya, ia akan melempar pandangan yang membuat orang-orang lebih memilih untuk menjauh.
Namun hanya ada satu orang yang tidak mempan pada pandangan tersebut. Dan orang tersebut adalah Sasori.
Apapun yang terjadi, Hinata tahu hal tersebut pasti berhubungan dengan komentar Gaara barusan. Dan—"Kurasa aku tidak akan menganggap apa yang kalian tertawakan lucu," lalu Hinata pun berbalik untuk mengumpulkan buku, tas dan kotak makannya, sebelum meninggalkan kedua lelaki itu. Sasuke tertawa saat Gaara segera menyusul Hinata dengan rentetan penjelasan.
Namun Hinata mengabaikannya dan berjalan menuju gedung tempat kelas berikutnya berada.
Hinata Hyuuga masih sama seperti sebelumnya. Ia masih seorang gadis yang culun dan pemalu. Ya, dia juga masih penakut. Namun Hinata kini tahu bahwa rasa takut bukanlah sesuatu yang menjadikannya orang lemah.
Rasa takut adalah insting untuk bertahan yang membuatmu tetap hidup.
Ia memiliki beberapa teman sekarang. Gaara, Sasuke, Ino, Tenten, Shikamaru, dan ia sangat menyayangi mereka semua.
Sekarang ia menjadi tamu tetap baik di rumah ataupun peternakan Keluarga Uchiha, sudah bukan rahasia lagi kalau Itachi Uchiha sangat suka memanjakan si sulung Hyuuga tersebut. Terkadang ia dan Hinata akan menghabiskan akhir minggu dengan memasak bersama, menonton film di bioskop, atau berkuda. Si multijutawan muda tersebut masih mempertahankan status lajangnya, meskipun beberapa minggu terakhir beberapa media mengabarkan ia sedang dekat dengan seorang model dari keluarga kaya raya. Suatu hari Gaara pernah memberitahu Hinata bahwa Itachi datang ke rumahnya untuk makan siang bersama Temari, dan Hinata pun segera menyimpulkan akar dari gosip tentang hubungan Itachi tersebut.
Hinata sudah mendudukkan Neji, Sasuke, dan Itachi dalam satu meja yang sama dimana mereka saling berbicara satu sama lain. Untuk meluruskan yang masih kusut di antara mereka.
Meskipun Itachi sudah memaafkan Neji, dan ia membuat adiknya mengatakan hal yang sama namun Hinata tahu Sasuke masih membenci Neji. Sasuke juga mengatakan hal yang sama pada Gaara dan Hinata. Dan kedua orang itu membiarkannya. Sama seperti rasa sedih, rasa benci juga butuh waktu untuk disembuhkan. Gaara dan Hinata memutuskan untuk membiarkan Sasuke menghilangkan rasa bencinya dengan caranya sendiri.
Di sisi lain, Sasuke dan Shikamaru Nara masih bersaing untuk mendapatkan hati Ino Yamanaka. Dengan kariernya sebagai model dan usahanya untuk tetap mempertahankan nilai-nilainya di sekolah, maka tidak banyak waktu yang dipunya Ino untuk memikirkan anak laki-laki. Hanya saja, saat di kelas, Hinata sudah beberapa kali menangkap Ino menatap Sasuke terlalu lama ketika ia tahu lelaki itu sedang tidak melihat.
Suatu hari, Neji mengajaknya mengunjungi dojo bela diri tempat ia akhir-akhir ini selalu menghabiskan waktu. Neji tidak biasanya mengajak Hinata untuk menonton aktivitas olahraganya. Namun hari itu Neji mengajaknya karena Neji ingin menunjukkan gadis yang sedang ia taksir dan meminta pendapat Hinata.
Sebagai orang yang selama ini menjadi objek kasih sayangnya, Neji merasa pendapat Hinata sangat penting dalam kehidupan percintaannya.
Betapa kagetnya Hinata ketika menemukan bahwa dojo bela diri tersebut milik keluarga Tenten, dan gadis yang ditaksir Neji tidak lain dan tidak bukan adalah Tenten.
Hinata makin kaget lagi karena si "pria yang menghabiskan malam bersama Tenten di pinggir pantai dengan minum satu krat bir" sehabis pesta Elise Northway waktu itu—adalah Neji.
Dan setelah melihat percakapan Gaara dan Sasuke barusan, Hinata pun jadi bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi antara Elise dan Sasori.
Hinata berhenti di tempatnya, dan berbalik untuk melihat Gaara yang dari tadi mengikutinya. Lelaki itu tersenyum melihat Hinata.
Saat itu musim semi, meskipun sudah jam 12 siang, namun sinar matahari yang tidak begitu terik membuat kulit pucat Hinata terlihat bersinar. Angin dingin berhembus dan menerbangkan beberapa helai rambut gadis itu.
"Kau sangat cantik, Hinata. Apa aku sudah pernah bilang itu sebelumnya?" Wajahnya tampak pura-pura berpikir, lalu ia nyengir, "Kalau sudah, aku akan bilang sekali lagi."
Sejak Australia, Hinata sudah menghabiskan waktu bersama-sama dengan Gaara selama kurang lebih satu tahun. Dari musim semi ke musim semi. Tidak satu hari pun berlalu tanpa Gaara membuatnya tersenyum dengan hati seperti padang bunga bermekaran seperti saat itu.
"Kau sangat cantik, apapun yang kau kenakan. Bahkan ketika tidak ada yang kau kenakan." Seolah diberikan aba-aba, wajah Hinata sontak memerah, dan membuat pemuda itu terkekeh.
"Berhentilah mengatakan hal-hal seperti itu di sekolah. Orang yang mendengar bisa salah paham." Hinata berbalik lagi, membatalkan keinginannya untuk bertanya tentang Elise dan Sasori. Gaara sedang berada dalam salah satu mood-nya dimana ia selalu berusaha membuat wajah Hinata memerah pada setiap kesempatan.
"Aku mencintaimu, Hinata."
Kalimat tersebut efektif membuat Hinata membeku di tempatnya. Ia pun langsung berbalik. "A-apa?"
Wajah Gaara sangat serius saat ia berkata, "Aku sangat mencintaimu."
Sejak Australia, meskipun Hinata mungkin sudah menyatakan perasaannya ratusan kali, namun tidak sekalipun Gaara pernah mengatakan bagaimana perasaannya sesungguhnya. Hinata tahu bahwa akibat taruhannya dengan Sasuke, apa yang terjadi dengan ayah dan ibu Gaara, serta hubungan-hubungan percintaannya di masa lalu membuat pemuda itu sedikit skeptis dengan yang namanya cinta, sehingga Hinata pun tidak pernah memaksanya.
Namun diam-diam Hinata selalu bertanya-tanya apakah Gaara benar-benar merasakan hal yang sama dengannya.
Itu adalah pertama kalinya Hinata secara jelas mendengar kalimat itu dari mulut Gaara. Ia pun mendekati kekasihnya dengan tidak percaya.
"K-kau serius?"
Gaara mengangguk. Ia tersenyum melihat kedua mata Hinata yang berkaca-kaca. "Tidak pernah seserius ini. Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku sudah berbicara dengan ayahku. Ia akan membiarkanku kembali ke Australia. Aku akan belajar ekonomi dan bisnis di sana untuk meneruskan bisnis keluarga. Kurasa itu cara terakhir yang bisa kulakukan untuk berbakti padanya. Dan seperti katamu, dia tampak sangat senang mendengar aku mau meneruskan jejaknya."
Senyum Hinata melebar. Ia dan Gaara sudah membicarakan ini sebelumnya. Ia akan melanjutkan studinya untuk menjadi dokter dan memilih Australia. Kau tahu, supaya ketika musim dingin di sana, aku bisa kembali ke Jepang yang sedang musim panas, kata Hinata pada Gaara suatu malam. Sementara itu, Gaara sendiri tidak yakin apa yang ingin ia lakukan. Namun ketika mendengar di sini Gaara sudah tahu apa yang ingin ia lakukan, Hinata rasanya seperti mendengar bunyi lonceng dari surga.
Gaara memberitahunya bahwa Kankurou dan Temari tidak ada yang tertarik untuk meneruskan bisnis keluarga mereka, dan ayah Gaara bukanlah tipe orang tua yang mengatur karier anak-anaknya. Oleh karenanya, ketika sekarang Gaara memutuskan untuk meneruskan usaha ayahnya, Hinata yakin hal tersebut pasti membuat ayah Gaara sangat gembira.
Namun, senyum Hinata kemudian sedikit memudar, "K-kau yakin ini yang kau mau?"
Gaara meraih wajah Hinata, lalu mengangguk. "Tidak ada hal lain yang paling kuinginkan daripada membuat orang-orang yang kusayangi bahagia. Dengan melakukan ini, aku tidak hanya membuatmu bahagia, namun juga ayahku."
"L-lalu...a-apakah kau bahagia?"
"Aku mencintaimu, Hinata. Inilah yang kuinginkan. Inilah yang membuatku bahagia!" ujar Gaara yakin.
Lelaki itu kemudian menggunakan ibu jarinya untuk mengusap air mata yang bergulir dari pelupuk mata kekasihnya.
"Aku juga sangat mencintaimu, kau tahu."
Dan hal tersebutlah yang berkali-kali diucapkan Hinata kepada Gaara sampai sepuluh tahun kemudian, ketika akhirnya mereka mengikat janji pernikahan di tempat ayah dan ibu Gaara dulu mengikat janji pernikahan mereka.
Dan yang juga berkali-kali diucapkan Gaara kepada Hinata sampai dua puluh tahun kemudian, ketika akhirnya mereka mengantar putri mereka—Karura—ke bangku kelas 3 sekolah dasar.
Dan yang juga terus menerus mereka berdua ucapkan satu sama lain sampai tiga puluh tahun kemudian, ketika mereka mengantar Karura ke universitas.
Dan mereka pun hidup bahagia selama-lamanya.
Author's Note: Ah, akhirnya selesai juga! Pertama-tama, saya mau ucapin terima kasih untuk semua pembaca Lawless yang sudah menemani saya mengembangkan cerita ini. Beribu-ribu terima kasih untuk para pembaca yang tidak henti-hentinya "nagihin" saya cerita ini. Saya selalu baca pesan-pesan kalian, meskipun saya belum bisa bales. Tapi saat ini saya sedang berusaha untuk bales satu-satu. Terima kasih sudah membaca kisah Gaara, Hinata, dan kawan-kawan di Lawless.
Kedua, saya juga mau ucapin terima kasih buat Ajeng, teman saya yang membantu "menyuarakan" kekesalan pembaca apabila saya tidak kunjung mengakhir cerita ini. Thanks, Jeng.
Ketiga, untuk semua yang ingin remake Lawless jadi cerita di fandom lain, sebenarnya perasaan saya masih campur aduk dengan hal ini. Ada dua alasan: 1) saya sadar Lawless gampang di remake karena karakter di dalamnya terlalu OOC, sehingga kalau Gaara ditukar dengan siapapun, Gaara tetaplah Gaara dalam Lawless. Hal ini menunjukkan kalau Fanfic ini bukanlah fanfic yang baik, karena tidak menjiwai karakter aslinya, 2) saya sebenarnya agak senang karena terlepas dari Lawless bukanlah fanfic yang baik, tapi nampaknya ceritanya cukup digemari sampai membuat beberapa pihak ingin melakukan remake.
Saya hanya akan memberikan izin untuk remake, NAMUN dengan prosedur di bawah ini: (1) Kirim email ke shiorinsan atau PM saya di FFN dengan subject: REMAKE LAWLESS. (yang PM dan email saya banyak, jadi subject itu sangat penting supaya langsung saya baca; (2) Jelaskan alasan kenapa mau remake, jelaskan juga mau diremake ke fandom apa dan mau dipos dimana; (3) Setelah saya kasih izin, baru boleh dipos ya, dan jangan lupa untuk mencantumkan nama saya SHIORINSAN, dan tautan ke cerita Lawless di FFN; (4) Setelah dipos, jangan lupa untuk kirim email lagi ke shiorinsan atau PM saya di FFN dengan subject: REMAKE LAWLESS, untuk kasih tahu saya link dari cerita remake yang kalian pos.
Bagaimana? Gampang 'kan? (Catatan: Prosedur di atas tidak berlaku untuk Dika Syafani, yang sudah saya kasih izin sebelum prosedur ini dibuat.)
Saya berencana untuk membuat spin off terkait karakter-karakter yang di chapter terakhir hanya terlihat seperti cameo, seperti Sasuke/Ino, Shikamaru/Ino, Neji/Tenten, dan Sasori/Elise. Namun, ya, melihat kesibukan saya, lebih baik jangan ditunggu, karena saya ga bisa janji kapan bisa selesai.
Sekali lagi, terima kasih sudah baca cerita ini, (dan author's note) ini.
Sampai jumpa di cerita berikutnya!
xoxo,
shiorinsan