Malam telah menyelimuti. Seorang gadis mengikatkan bed covernya pada pagar beranda kamarnya, dan segera memakai bed cover itu untuk turun dari lantai dua, tampat kamarnya berada.
Tap.
Gadis itu telah mendarat dengan sukses menyentuh tanah. Ia angkat rok gaunnya sebatas betisnya, mempermudah dirinya untuk berlari.
Ia tak mungkin dapat menerobos benteng besar yang melindungi kerajaannya itu tanpa melalui penjagaan para pengawal kerajaan. Ia putuskan untuk mengambil jalan rahasia. Gadis itu membuka sebuah pintu mungil seukuran anak kecil yang berada di balik semak belukar. Pintu rahasia yang dapat menjadi jalan alternatifnya untuk keluar dari kerajaan itu.
Sebelum benar-benar mengambil langkah seribu meninggalkan tempat kelahirannya itu, ia sempatkan memutar kepalanya sebentar, menatap sendu kerajaan besar berselimut benteng tebal nan kokoh itu.
"Maaf, Hanabi…"
"Maaf, Kak Neji…"
"Ayah, maaf Hinata tak bisa mengabulkan keinginan ayah …"
Hinata membalikkan tubuhnya, mengambil ancang-ancang untuk berlari kencang meninggalkan rumah tempat seluruh kenangan masa kecilnya tumbuh.
"Maaf, Ibu…"
Yang kini terbayang dibenaknya adalah wajah lelaki itu. Wajah seorang lelaki yang sejak beberapa minggu yang lalu telah terlukis di hatinya. Bagaikan sebuah tato yang melekat kuat dalam hatinya, tak dapat di hapus dengan mudah.
"Naruto…"
Bibir mungilnya bergumam sebelum benar-benar menghilang di telan kegelapan hutan.
.
.
.
~'~"~'~
Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Title :
~ The Princesses Tales~
Author : Rurippe no Kimi
Type : AU (Alternative Universe), OOC Tingkat tinggi(Maybe?), Gaje, Bahasa Indonesia, DLL, RnR Please…!
Main Character : Sakura, Hinata, Naruto, Sasuke
Warning :Amateur,
.
If you Don't like , Don't read, Don't FLAME
If you Don't like , Don't read, Don't FLAME
If you Don't like , Don't read, Don't FLAME
If you Don't like , Don't read, Don't FLAME
If you Don't like , Don't read, Don't FLAME
If you Don't like , Don't read, Don't FLAME
If you don't like, don't read, don't FLAME
(Sudah Diingatkan 7 kali ya…!)
Enjoy please!^_^
~'~"~'~
.
Chapter 8
.
.
Beberapa pelayan kerajaan membawa sebuah nampan dengan beberapa jenis makanan di atasnya. Menghampiri sebuah pintu raksasa kemudian salah seorang dari mereka mengetuknya perlahan.
"Tuan Putri. Sudah pagi, Sekarang sudah saatnya tuan putri untuk bangun. Kami mengantarkan sarapan atas permintaan Pangeran Neji." Ujar pelayan wanita yang mengetuk pintu tersebut. "Tolong izinkan kami masuk untuk meletakkan makanan ini di atas meja di kamar tuan putri."
Hening.
Tak ada jawaban.
Para Pelayan kerajaan itu saling berpandangan sampai akhirnya salah seorang pelayan kembali mengetuk pintu tersebut.
"Tuan putri?" Panggilnya. Karena masih tak mendapatkan jawaban dari dalam ruangan, pelayan itu menggenggam gagang pintu penuh ukiran meliuk-liuk di hadapannya, mencoba untuk membukanya, mendorongnya. "Putri, maaf atas kelancangan kami." Lanjut pelayan itu saat ia yakin bahwa pintu kamar Hinata tak terkunci.
"Putri Hinata?"
Dibukanya pintu itu dan mendapati ruang kamar Hinata yang luas tersebut gelap. Tak ada kain penutup tempat tidur-Bed cover- Queen size di kamar itu. Begitu pula dengan jendela besar yang terbuka lebar, hampa, tanpa sehelai gorden-pun menutupinya.
Mereka terkejut saat menemukan fakta bahwa Hinata, tuan putri mereka tak ada di manapun di ruangan itu. Terkejut saat menyadari sang putri telah kabur dari Kerajaan itu.
"T-tuan putri…." Salah seorang dari mereka bergumam kecil. Wajahnya tampak sedih.
"Putri Hinata tak ada di manapun!"
"A-Apakah tuan putri …"
"Cepat laporkan pada Raja dan Pangeran Neji!"
Saat itu, tanpa seorangpun yang sadar, seorang gadis kecil berambut panjang telah memperhatikan gerak-gerik pelayang yang panic itu. memperhatikan kamar dari seorang gadis yang merupakan kakaknya. Memperhatikan dengan tatapan yang sulit diartikan.
~'~"~'~
Tik.
Hinata mengerang pelan saat dirasanya sesuatu yang dingin dan lembut menyentuh pipinya. Ia berusaha membuka matanya perlahan. Dikerjapkan matanya berulang kali agar lavender-nya itu terbiasa dengan cahaya di sekitar tempatnya berada saat ini.
Tik.
Lagi. Sesuatu yang dingin menyentuh wajahnya. Kali ini tepat di ujung hidung mancungnya. Ia menyentuh hidungnya untuk mencari tahu benda apa gerangan yang membangunkannya pagi ini.
'Air?' Batinnya saat menyentuh hidung dan pipinya yang telah basah oleh air dari langit. Gadis Indigo itu mengangkat kepalanya menatap langit pagi yang terselimuti gumpalan kapas kelabu yang berarak di langit lepas. Seolah menghalangi matahari untuk membagi kehangatannya di awal hari ini.
Tik. Tik. Tik.
'Hujan?' Ia kembali membatin ketika tetesan air yang turun dari langit semakin sering jatuh menimpa beberapa bagian tubuhnya. Memberikan sensasi dingin yang menusuk ketika menyentuh kulit pualamnya.
Gadis bermata Amethyst itu berusaha bangkit. Namun, tubuhnya jatuh ke depan seketika itu juga akibat kakinya yang tak sanggup menopang berat tubuhnya sendiri. Ia meringis tertahan. Sebutir air mata menggenang di mata kanannya saat ia berusaha keras menahan rasa sakit yang mencengkram erat kedua kakinya yang tak beralaskan sama sekali.
Hinata mengurungkan niatnya untuk berdiri. Ia merangkak, menyeret tubuhnya perlahan ke bawah sebuah pohon terdekat dengannya saat ini, yang bahkan tak dapat melindungi separuh tubuhnya dari hujan kala itu. Gadis manis itu menyelonjorkan kedua kaki jenjangnya di hadapannya, mengangkat sedikit ujung gaunnya yang penuh lumpur sebelum memperhatikan setiap lekuk kakinya yang penuh lecet. Bahkan beberapa bagian di sekitar lutut dan mata kakinya terdapat luka dengan darah yang hampir mengering di bibir lukanya. Beberapa gores luka akibat berlari di tengah gelap malam tanpa alas kaki sama sekali. termasuk lecet yang di akibatkan oleh sentuhan kasar bebatuan dan akar pepohonan yang mencuat keluar dari tanah. Tanpa ampun.
Gadis itu mendesah pelan, seolah rasa sakitnya dapat terbuang jauh oleh kegiatan itu. Ia menyandarkan tubuh mungilnya pada batang pohon berukuran sedang di balik punggungnya. Berusaha menikmati nyeri ketika rintikan hujan membelai lukanya.
Ia sudah berjalan sejauh ini. Walau seberat apapun luka yang terukir di kulitnya, ia tak akan menolehkan kepalanya kembali. Ia tak mau menghadap ke belakang lagi. Ia ingin melangkah maju, menghadapi masa depan yang sudah terbuka lebar di hadapannya.
Bersama toko bunga yang akan kembali di bukanya.
Dengan teman-temannya, Sakura sang putri Konoha dan Sasuke sang Raja Uchiha.
Bersama seorang yang… dicintainya.
Entah mengapa memikirkan segelintir kalimat itu di benaknya saja sudah membuat wajah gadis itu memerah. Apalagi jika ia menyebutkan namanya?
Lavender di matanya kembali menerawang jauh, menatap lembut awan kelabu yang berarak di atas sana.
Ia sudah membulatkan tekadnya. Ia akan menyatakan perasaannya kepada lelaki yang baru ditemuinya –kurang lebih- dua bulan yang lalu itu, apapun yang terjadi.
Ia tak ingin menyesal dengan memendam perasaan ini terlalu lama, berlarut-larut hingga terpendam jauh di lubuk hatinya.
Karena ia tahu, tak selamanya cinta pertama akan berjalan lancar.
Drap. Drap. Drap.
Suara langkah kuda di tengah hujan yang bergema dari kejauhan membuyarkan lamunan sang gadis. Saling bersahutan dengan suara gonggongan anjing yang sepertinya berjumlah banyak itu. Firasat buruk menghampirinya. Entah bagaimana hingga ia berfikir bahwa suara derap langkah kaki kuda dan anjing-anjing itu adalah para pengawal kerajaan dan beberapa anjing pelacak yang di utus oleh ayahnya-Sang Raja Hyuuga- untuk mengejar dirinya.
Tidak. Ia tak mau kembali ke penjara itu.
Ia tak mau terkekang lagi oleh ribuan peraturan yang menjerat kebebasannya itu.
Tidak dan tidak lagi.
Hinata mengumpulkan dan memusatkan seluruh kekuatannya pada kedua kakinya, berusaha berdiri dan berlari secepat yang ia bisa. Walaupun terkadang ia kehilangan kekuatannya dan tersungkur mencium tanah basah penuh genangan air, ia mengusap wajahnya yang penuh lumpur tersebut dan kembali berlari, terjatuh dan bangkit lagi. tak peduli sebanyak apapun ia terjatuh, tak peduli sekotor apapun wajah dan rambutnya terbaluti lumpur tersebut. karena apapun yang terjadi, ia harus kembali ke desa Uchiha.
Harus.
~'~"~'~
"Sasuke, terima kasih karena kau sudah mau menemaniku berbelanja pagi ini." Sakura tersenyum merona menatap lelaki yang duduk tepat di hadapannya. Ia menggenggam tas belanjanya yang tengah terisi dengan beberapa roti dan sayur-mayur yang baru dibelinya.
"Hn." Jawabnya menanggapi kalimat Sakura, masih berkutat pada pemandangan alam yang ter-figur oleh bingkai jendela kereta kencana yang masih berlari kencang itu. Sakura yang sudah terbiasa dengan cara Raja itu menjawab, kini ikut memalingkan pandangannya pada apa yang sedang dipandang lelaki itu.
"Ah!" Pekik Sakura terkejut. "Hujan." Desisnya yang tak mendapat tanggapan apapun dari Sasuke. "Aneh sekali... Bukankah sekarang masih musim panas? Jarang sekali hujan di musim panas. Apalagi hujannya sederas ini…" Sakura mengungkapkan opininya.
"Hn." Respon Sasuke singkat, masih tak mengalihkan pandangannya dari luar.
"Huft… Bisakah kau menjawab dengan kalimat lain?" Protes Sakura yang –akhirnya- bosan dengan cara lelaki itu menjawab.
Saat itu juga, kereta berhenti berjalan. Pintu kereta dibuka oleh pengawal yang membawakan payung untuk kedua orang tersebut.
"Ayo turun." Titah Sasuke. Sakura yang merasa dongkol karena perkataannya sedari tadi tak ada yang digubris oleh Sasuke, mau tak mau mengikutinya dan berjalan di bawah payung yang dibawakan oleh seorang pengawal.
Saat Sakura dan Sasuke telah berdiri di hadapan pintu rumah Sakura –rumah Sasuke, meraka terperangah. Sakura terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya itu. Dengan sosok yang terbaring tepat di depan pintu rumah mungilnya. Sesosok gadis berambut Indigo panjang terbaring dengan tubuh menghadap tanah, wajahnya tertutupi anak rambut panjangnya, namun Sakura dapat melihat dengan jelas beberapa luka yang tertoreh di wajahnya.
Gaun cantiknya yang penuh renda dan pita mewah berwarna putih kebiruan yang dikenakannya telah berubah warna kecoklatan akibat lumpur. Bagian bawah gaun tersebutpun telah robek setinggi betis gadis itu, menampakkan bagian kaki jenjang tak beralaskannya yang penuh luka dan lebam kebiruan.
Tubuhnya bergerak seiring nafas yang masih dihirupnya.
Sontak saja Sakura melepaskan barang belanjaannya dan menghampiri sosok yang terbaring itu. Sasuke hanya berjalan di belakang Sakura, bersama pengawal yang masih setia memayunginya. Sakura memegang dahi gadis tersebut.
"De-demam…" Gumamnya panik. Ia menatap Sasuke penuh harap. "Sasuke, bisakah kau mengangkatnya ke atas kasur di kamarku? Aku akan mengganti bajunya yang basah dan merawatnya." Pinta Sakura memohon.
Sasuke memandang pengawal di sebelahnya dengan tatapan kerjakan-apa-yang-dikatakannya. Pengawal tersebut menyerahkan payungnya pada Sasuke dan mendekati sosok itu.
"Hinata!" Sakura memanggil nama gadis itu setengah berteriak ketika gadis itu mengerang pelan. namun, sepertinya Hinata-gadis itu- masih dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Hinata! Hinata!" Sakura mengguncangkan tubuh Hinata. "Apa yang terjadi denganmu…? Hinata!"
Kala itu, semua yang ada di tempat itu dapat melihat bibir Hinata bergetar pelan, berbicara namun suaranya tak dapat terdengar karena suara derai hujan yang lebih kencang dari suara gadis itu. Tapi, dari gerak bibir ranum itu, Sakura tahu satu kata yang diucap Hinata.
Satu kata yang membuatnya terkejut.
Satu nama yang menusuk jantung gadis merah muda itu.
"N-Na-ru-to…"
~'~"~'~
Lelaki itu memandang sebuah pohon berbalutkan bunga berwarna merah muda yang diterbangkan oleh angin malam yang dingin. Kelopak bunganya yang bertaburan itu seolah menari di hadapannya, mengatakan kecantikannya dengan gerak tariannya tersebut.
Sungguh indah.
Tak ada yang lebih indah dari pohon itu.
Lelaki itu ingin selalu memandangnya.
ia akan menjaganya.
Itu sumpahnya.
Sampai kapanpun ia tak akan memalingkan pandangannya dari pohon Sakura itu.
Tapi,
Itu fikirannya dulu, jauh beberapa saat yang lalu.
Sebelum lelaki itu bertemu dengan-nya.
Sebelum ia mengenal-nya.
Sebelum ia menolehkan kepalanya ke belakang dan menemukan sebuah cahaya di langit.
Menari bersama ribuan pendar bintang tak terhitung.
Memandangnya dengan lembut dan malu-malu.
Tersenyum pada lelaki itu, menghibur saat sang pohon Sakura tersebut menemukan penjaga yang baru, yang lebih layak darinya.
Membuat lelaki itu sadar bahwa ia menginginkannya. Membutuhkan cahayanya.
Ia membutuhkan Bulan.
Namun, ia harus memilih.
Ia membisu saat harus memutuskan diantara dua pilihan.
Haruskah lelaki itu tetap menjaga Sang bunga walaupun ia terluka dan membuat sang bulan kehilangan cahayanya?
Atau mengepakkan sayapnya menghampiri Sang bulan meskipun hal itu akan membuat sang bunga layu dan terluka?
~'~"~'~
Dok! Dok! Dok!
Suara pintu yang di ketuk keras tanpa perasaan, membuat lelaki itu terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan pelan kedua sapphire-nya.
'Mimpi?' Ia mengangkat kepala emasnya yang sebelumnya bersandar di atas meja makan dirumahnya. Saat itu juga, matanya berpapasan dengan keadaan di luar kaca jendelanya.
'Hujan.'
'Sejak kapan?' batinnya bertanya. Ia menatap jam tangan di pergelangan tangannya. 'Dan sejak kapan aku tertidur di meja makan?'
Dook! Dok! Dok! Dok!
Pintu rumahnya kembali di ketuk-dengan keras- oleh seseorang. Naruto-Lelaki berambut oranye itu menggeram kesal dan mengacak rambut kuningnya.
'Siapa sih orang gila yang bertamu ke rumah orang dengan cara kasar seperti itu?' dumelnya dalam hati. Ia bangkit dari duduknya dan melangkah gontai menghampiri pintu rumahnya untuk membukakan pintu.
Dok!Dok!Dok!Dok!Dok!
Kali ini pintu rumahnya diketuk dengan tempo yang lebih cepat.
"Ya, Ya! tuunggu sebentar…" lelaki itu memutar kunci rumahnya sebelum membukakan pintu. "Lagipula, bisakah kau bertamu dengan cara yang lebih sopan la-" Perkataan Naruto terpotong saat didapatinya Raja Uchiha telah berdiri tepat di depan rumahnya. Ya, dialah pelaku penggedoran rumah tanpa ampun itu. "KAU?" Teriaknya terkejut dan hanya ditanggapi senyum sinis oleh Raja itu.
"Ikut denganku."
~'~"~'~
"S-Sakura…" Gumam gadis Indigo terbaring lemah di atas tempat tidur, memanggil nama seorang gadis yang sedang mengusap luka pada kaki sang gadis Indigo. Yang dipanggil menghentikan kegiatannya dan menatap ke arah suara.
"Hinata? ng… Kau sudah bangun?" Sakura-gadis yang mengobati luka Hinata itu berkata dengan gugup. "Ng… bagaimana keadaanmu?"
Hinata mengangguk dan berusaha duduk, tapi Sakura melarangnya.
"Tidurlah dulu. Tadi kau demam. Keu masih harus beristirahat. Jangan paksakan dirimu…" kata Sakura yang terdengar seperti perintah. Hinata menurut dan kembali menjatuhkan tubuhnya pada kasur di belakangnya.
Hening.
Tak ada percakapan yang terjadi. Baik Hinata maupun Sakura tak ada yang berusaha memulai percakapan.
"Ng, Hinata?" Akhirnya Sakura memecah keheningan. Hinata memandang Sakura sebagai jawaban atas panggilan tersebut.
"Kenapa kau menyu- maksudku, kenapa kau bisa ada di depan rumahku? Bukankah kau pulang kembali ke kerajaan Hyuuga?" Tanya Sakura seraya menyerahkan semangkuk bubur hangat pada Hinata. "Makanlah."
"Aku kabur." Jawab Hinata singkat, sambil memain-mainkan bubur di tangannya menggunakan sendok. "Aku bukan Putri, Sakura. Setidaknya, tidak lagi…"
Jawaban yang keluar dari mulut Hinata begitu mengejutkan Sakura. "Tidak lagi…?" ulang Sakura. Hinata mengangguk.
"Sudah sejak dua tahun yang lalu aku pergi meninggalkan Kerajaanku. Aku tak ingin dan tak pernah mau menjadi seorang bangsawan. Tak pernah ingin." Hinata mengambil jeda dengan memasukkan sesendok bubur kedalam mulutnya, mengunyahnya dan menelannya sebelum akhirnya kembali melanjutkan ceritanya. "Karena itu aku memohon pada Uchiha, maksudku Sasuke untuk menyembunyikanku keberadaanku dari kerajaan Hyuuga, dan menyamarkan identitasku sebagai warga desa Uchiha. Tapi, entah dapat informasi dari mana, sejak empat bulan yang lalu Kerajaan Hyuuga tahu bahwa aku berada di desa ini dan mulai berusaha membujukku untuk pulang."
"Kenapa?" Sakura bertanya. "Kenapa kau tidak ingin menjadi bangsawan? Menjadi seorang putri? Kenapa kau kabur dari kerajaanmu. Bukankah hidup di istana itu menyenangkan?"
Hinata tersenyum kecil. "Ya. Akan menyenangkan jika kerajaan itu adalah kerajaan Konoha atau kerajaan Uchiha. Bukan kerajaan Hyuuga." Hinata menghela nafas sejenak. "Kau tahu, Sakura? Ayahku menunangkanku dengan seorang yang tak aku cintai, demi hubungan politik antara kerajaanku dengan kerajaan Inuzuka. Ia tak pernah memikirkan kebahagiaanku dan saudara-saudaraku. Ia lebih menyayangi kerajaan dan tahta dibanding kami." Wajah Hinata semakin kusut. Terlukis jelas bahwa cerita yang ia ceritakan membuatnya sedih.
"Alasanku kabur kali ini adalah karena aku ingin bersama orang yang kucintai. Aku tak setuju dengan perjodohan yang dibuat ayahku. Aku harap orang yang aku cintai mau membuat ikatan denganku secepatnya agar Ayah tak punya alasan lagi untuk menunangkanku…"
Deg.
Sakura tertohok.
Orang yang… di cintai Hinata?
"Itukan ayahmu. Bagaimana dengan Ibumu? Ratu kerajaan Hyuuga?" Tanya Sakura. Hinata menggeleng lemah.
"Ibuku meninggal, saat aku berumur 9 tahun."
"Maaf…" Sakura merasa bersalah telah membuat Hinata mengenang kenangan pahitnya. Hinata kembali menggeleng. "Kau tahu? Akupun tak pernah tahu wajah ibuku atau ayahku." Sakura teringat akan masa lalunya yang bahkan tak pernah ia ketahui. "Apakah mereka jahat, atau sebaik orang tuaku yang sekarang, ya?" wajah Sakura membias.
"Maaf…" kali ini Hinata yang merasa bersalah dan ditanggapi dengan gelengan kepala Sakura.
Saat itu, mereka saling berpandangan, tersenyum dan akhirnya tertawa lepas.
"Sakura, kau tahu? Aku iri padamu." Hinata kembali melanjutkan perkataannya seusai mereka tertawa. Sakura menatap heran kea rah Hinata.
"Iri?"
"Ya. aku harap aku adalah kau. Aku harap aku tak pernah menjadi Hinata. atau bahkan lebih baik Hinata tak pernah ada di dunia ini." Hinata menatap langit-langit rumah Sakura. "Aku harap aku bukan bangsawan sepertimu. Atau bahkan, aku harap aku adalah Sakura. Jika aku bukan bangsawan, aku bisa hidup bahagia bersama Naruto. Benarkan?" Hinata masih menerawang ke atas. "Kau tahu? Dulu Naruto pernah berkata padaku bahwa dia menyukaimu, Sakura. Jika aku adalah kau, aku bisa hidup bahagia dengannya selamanya…" Kalimat Hinata yang ini lebih terdengar seperti gumaman untuk dirinya sendiri.
"Andai saja semua bisa diubah…" Hinata menundukkan kepalanya menatap tangannya yang mencengkeram erat selimut yang membalutnya. Menahan air mata yang mulai menggenang.
Sakura menggenggam erat tangannya. Entah karena kesal, senang atau sedih mendengar kalimat Hinata.
"Hinata!" Panggil Sakura mengejutkan Hinata. "Hinata Bodoh!" Bentak Sakura kasar. Membuat keterkejutan Hinata semakin bertambah.
"S-Sakura…"
"Hinata! yang dicintai Naruto itu Hinata. Bukan aku!" Ujar Sakura semakin menaikkan suaranya seiring kalimatnya berlanjut. "Walaupun kau berubah menjadi aku, tapi yang lainnya, selamanya takkan berubah. Naruto mencintai Hinata. si bodoh itu mencintaiMU! HINATA! bukan SAKURA!" Sakura dapat merasakan air mata menggenang di pelupuknya saat ia harus mengatakan kalimat itu. Apalagi mengatakannya sambil berteriak.
Sedangkan Hinata, iapun begitu. Ia merasa air matanya semakin tergenang mendengar kalimat Sakura.
"T-Tapi, S-Sakura. Naruto bilang…"
"Itu dulu!" Potong Sakura. "Itu dulu, Itu dulu, Itu dulu." Ucapnya bertubi-tubi. "Mungkin dia memang bilang kalau dia menyukaiku. Tapi, itu dulu. Perasaan manusia bisa berubah setiap harinya, Hinata. bisa berubah…"
"Sakura…" Hinata dapat merasakan air matanya telah mengalir. Merambat di pipi merahnya, mengalir perlahan karena kalimat Sakura.
"Seandainya aku menyukainya, seharusnya, aku yang iri padamu. Seharusnya aku yang ingin berubah menjadi dirimu…SEHARUSNYA AKU!" runtuh sudah pertahanan Sakura. Kini air mata juga mengalir di pipinya. Membasahi wajahnya. Ia menangis, Hinata menangis.
"S-Sakura…" Hinata menyibakkan selimutnya. Ia melangkah turun dari ranjang itu dan melangkah tertatih menghampiri Sakura. Sakura yang melihat Hinata berjalan kearahnya, mengangkat kepalanya dan menatap wajah Hinata yang sama kacaunya dengannya.
"Hinata, apa yang kau…" Sakura berdiri siaga. Takut-takut jika Hinata terjatuh mengingat kaki gadis itu yang masih tak memungkinkannya untuk berjalan dengan benar.
Tiba-tiba saja, Hinata menjatuhkan dirinya pada Sakura. Ia memeluk erat tubuh Sakura. Air matanya kembali tumpah.
"Sakura… Maaf... Maaf... M-Maafkan aku…" gumam kecil Hinata di tengah isaknya.
Sakura ikut memeluk tubuh Hinata dengan erat. Tangisnya ikut mengencang. Ia menggeleng pelan.
"Hinata, Maafkan aku juga…"
~'~"~'~
Dua orang lelaki berdiri tepat di depan pintu rumah notabene berwarna magenta itu. Yang berambut Raven bersandar pada dinding di sebelah kanan pintu, yang berambut Blonde bersandar di sebelah kiri pintu, menerawan jauh setelah mendengarkan percakapan kedua orang gadis di dalam ruangan itu. ia termenung.
Entah sejak kapan, hujan deras sebelumnya telah berhenti dan menyisakan rintik kecil yang menimbulkan dentingan merdu saat menimpa ranting pohon. Matahari mulai menampakkan wajahnya kembali. Sang awan kelabu telah lenyap, entah kemana.
"Kau membawaku ke sini untuk mendengar percakapan penuh haru ini?" Ujar lelaki Blonde seolah cuek. Padahal tersirat jelas kekhawatiran di wajahnya. Yang ditanya hanya mengangkat kecil bahunya.
"Tadi Hyuuga pingsan tepat di depan sini." Ujar sang Raven. "Saat itu, ia terus menyebut namamu. Karena itu, Sakura meminta tolong padaku untuk memanggilmu."
Hening sejenak.
Naruto-Sang Blonde menatap sekilas sang Raven. Ia segera memutar tubuhnya untuk membuka pintu sebelum sebuah suara menyergap kedua lelaki itu dari belakang.
"Tolong berhenti sebentar." Ujar suara tersebut. Naruto memutar kepalanya menghadap asal suara. Ia terkejut saat mendapati seorang berpakaian pengawal dengan lambing kerajaan Hyuuga datang.
"Apa mau kalian!" Sergah Naruto memasang posisi siaga. Ia kembali menutup pintu, mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam.
"Kami mencari Putri Hinata. Mohon kerja samanya agar tidak mempersulit urusan kami." Ujar pengawal itu.
"Apa yang akan kalian lakukan pada Putri Hinata?" Naruto kembali bertanya.
"Itu urusan Raja Hyuuga. Tapi kami tidak akan menyakitinya. Karena itu, serahkan Putri Hinata."
Akhirnya, Sasuke angkat bicara. "Kami tidak tah-"
"Putri Hinata ada di dalam. Silahkan bawa dia." Ucap Naruto membuka dan mempersilahkan para pengawal itu masuk. Semua yang ada di situ, Hinata, Sakura termasuk Sasuke terkejut -Walau lelaki itu tak terlalu menunjukkan ekspresinya.
"N-Naruto…" Lirih Hinata tak percaya.
"Naruto bodoh! Apa yang kau lakukan!" Sakura berdiri di depan Hinata sebagai tameng, melindungi Hinata dari para pengawal. Namun, kekuatannya tak cukup kuat untuk menghalangi para pengawal itu menyentuh Hinata. akhirnya Hinata di giring oleh para pengawal tersebut.
"N-Naruto…" Hinata masih tak percaya dengan apa yang dilakukan lelaki itu. ia terus memberontak saat tangannya digenggam oleh para pengawal.
"Seorang putri tak layak hidup berdampingan dengan rakyat jelata. Karena itu, sia-sia saja anda kabur dari istana, Putri Hinata." Ucap Naruto sedikit membungkukkan badannya, tanda penghormatan. Hinata kembali terkejut. Atas sopan santun itu, dan cara perlakuan Naruto yang mengagungkannya. Kemudian, Hinata tersenyum memaksa.
"Ya. aku bodoh melakukan hal sia-sia ini." Ujar Hinata menghentikan perlawanannya. Ia berjalan diiringi para pengawal, dituntun perlahan oleh para pengawal.
"Ya. Aku bodoh mencintaimu." Ujar Hinata saat ia berada tepat di depan Naruto yang masih membungkuk. Naruto membalas kalimat Hinata dengan bisikan yang hanya bisa didengar Hinata saat itu.
"Ya. Kau bodoh mencintaiku."
.
.
.To be Continue.
.
.
.
AN:
GOMEN NE….x ! Rurie baru bisa update setelah hampir 3 bulan…. Semuanya gara-gara urusan sekolah… huuuu~~~~~ ini aja Rurie tulis pas hari seninnya Rurie dah UTS. Huiks…huiks…. Semoga dimaafin yah… .
Wuaa…. Rurie kaget. Reviewnya 99! Padahal 1 lagi Rurie bisa dapet 100 Review! Fantastic! Semoga chapter selanjutnya bisa lebih dari 100, amin….
Hm…Gimana chapter yang ini? Dapat feel nya ga? Semoga dapet deh. Soalnya, Rippe sudah berusaha selama 5 jam di depan laptop sampe rasanya punggung mau copot. Dari jam 10 sampe jam 2. YUHUUUU… mantep!
Terus, mungkin buat fic ini rencananya bakalan Rurie tamatin di chapter 14 atau 15. Semoga saja ceritanya ga membuat kalian jenuh, ya…
Em… fic ini ga hancur, kan?
OOC? Apa mereka OOC?
Tolong periksakan EYD nya, ya… Please…
.
Nah, Apa ada OOC? Typo? Saran n Kritik yang bersifat membangun (NOT FLAME)? Silahkan melalui PM atau REVIEW….
Ufufufu~ semoga kalian tak kecewa dengan chapter 8 nya, ya… ^^
Ga banyak Omong, deh… langsung balas review aja…
Special thanks to :
.Hiru'Na' Fourthok'og : Wa… ga login ya…. hm,… masih ada typo, ok, Rurie akan berusaha meminimalkan typo yang ada, dah update nih, kalau ga keberatan, Neechan Review, ya…^^
.Nami Forsley
.Muna-Hatake
.Lollytha-chan
.Kazuki Namikaze
.NHL-chan
.Yusei'Uzumaki'Fudo
.Rizuka Hanayuuki
.
.
.Hinata Uzumaki : huaa… maaf, Rippi telat update. Rippi curiga, benarkah fic ini menggugah?. Huee… hontou ni, gomen ne… Rippe tenggelam dalam lautan pekerjaan anak kelas 2 sma yang bejibun…. Huee… maaf…
dan terima kasih untuk yang kesekian kalinya, atas mantra 'ganbatte' mu yang seperti biasa. Semoga, chapter ini ga ngecewain, ya…^^ thanks for your review…^^
. sheila : Sheila-san…^^. Tebakan Sheila-san bener lagi nih…. ehehe… arigatou dah mau review fict ga jelas ini…. ^^ oiya, Sudah diUpdate, nih…^^ Gomen ne, sedikit telat updatenya *Plak!**Apanya yang telat? Nunggak 3 bulan lebih tau!* eheheee,… kalau ga keberatan, Review lagi, yaah… ^^, Rippe
.Ardymmmm : Ok, Ok, Ok, ….Dah update, maaf nih, Rurie ga bisa cepet update….
.Ayhank-chan UchihArlinz : Duh, Susah betul nulis namamu…. Wa… u kelas ipa juga? *Tosss!* Makasih dukungannya, ya… buat mu juga , yang semangat, yaa…~,,, Beneran ceritanya menarik? Rippe kira ceritanya ngebosanin… ya, gimana jelasinnya, ya… pokoknya baca aja kelanjutannya dhe,,,, heheheee….
.Naruto lover : Benarkah? Ga OOC? Syukurlah… tapi mungkin buat yang chapter ini, naru nya OOC banget….
.SakuraUchiha : Ok, ni dah update, tapi maaf, ga bisa kilat….
. Kitsune Murasaki : Kitsune-san… maaf,lagi-lagi Rurie telat update….
Cepet buat akun, daripada id-idemu hilang semua…. Dan Rippe dengan senang hati menyambut siapapun yang mau bertemah dengan rurie…. ^^
Wah, kelas 3 smp? Adik kelas Rurie, donk…. N Kitsune-san sekelas sama adik Rurie yang bernama Tsu no kimi…. ^^
Review darimu ga gaje, kok. Review macam apapun rurie terima. Yang penting masih mau review. Ya ga?
Hehehee…. Ceritanya dah update, moga g tambah aneh…
(seperti biasa, yang login Rippe PM-in)
Oh ya, maaf kalau ada kesalahan pengetikan nama.
Dan jika ada fic kalian yang ingin Rippe baca, silahkan sarankan pada Rippe. Rippe akan berusaha membaca dan mereviewnya.^^
Rippe ga lupa memberi ucapan terima kasih kepada silent readers.^^
Dan Rippe ga lupa bilang makasih sama readers baik hati dan rajin sampe AN Rippe di baca juga^^.
Ok… sekian dulu dari Rurippe…. Semoga, readers sekalian suka fic saya*Plakkk- GR amet* hehee….
Jaa nee….
.
.
.
Signatured
.
.
Rurippe no Kimi