Sakura terbangun. Rasanya masih terngiang-ngiang bau eter pada indra penciumnya. Kepalanya terasa pusing dan berat. Sakura nampak sukar untuk membuka pelupuk matanya. Cahaya lampu yang menerpa matanya, membuat Sakura mengedip-ngedipkan matanya. Ia mengerang.
'Ngg...di mana ini? Ugh, kenapa tubuhku tak bisa digerakkan?' batin Sakura seraya mengedip-ngedipkan matanya dengan perlahan.
Ia membuka matanya. Awalnya pandangannya terlihat samar-samar. Yang pertama kali Sakura lihat adalah kedua kakinya dan tubuhnya diikat bersama sandaran kursi yang ia duduki. Sakura juga dapat merasakan kedua tangannya diikat di belakang sandaran kursi. Ia meringis saat ia mecoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasanya sakit. Sepertinya tangan dan kakinya benar-benar diikat dengan kencang.
Sakura tambah terkejut saat melihat pakaian yang ia kenakan sekarang. Ia tidak mengenakan seragam sekolahnya lagi. Sekarang tubuhnya dibalut oleh gaun pengantin pendek selutut berwarna putih bersih berbahan kain sutra halus dengan kerah berpotongan rendah dan renda serta bertaburkan batu swaroski.
Dengan penuh tanda tanya Sakura memperhatikan sekeliling di ruangan gelap yang hanya diterangi oleh lampu yang menggantung di atas plafon. Mata emeraldnya membulat sempurna.
'A-astaga, apa-apaan ini?'
Sakura melihat foto-fotonya dalam berbagai kegiatan yang ditempel di dinding di mulai saat ia sedang belajar di kelas, sedang berbelanja, sedang tidur di taman belakang sekolah, dan yang lebih parah adalah ada foto Sakura yang sedang berganti pakaian!
Di sana juga ada syal dan barang-barang miliknya yang hilang, lukisan-lukisan dengan model Sakura, kaset-kaset video yang bertulis 'Sakura' dengan judul dan tanggal yang berbeda-beda, serta sebuah video Sakura yang sedang menyala di TV berukuran 14 inchi.
Sakura langsung merasa shock sekaligus jijik. Coba kalian bayangkan, jika kalian menemukan foto-foto dan video-video kalian yang direkam secara diam-diam –apalagi foto atau video diambil saat kalian sedang berganti pakaian- apakah kalian tidak merasa jijik?
"Kau sudah sadar, Sakura-Hime?" suara berat seorang pemuda terdengar dari arah depan Sakura duduk.
"Si-siapa itu?" tanya Sakura dengan nada gemetar. Keringat dingin sudah menetes pada pelipisnya. Entah kenapa suara itu sedikit familiar, menurut Sakura.
"Apakah kau tak tahu aku?"
Sosok itu semakin dekat hingga akhirnya sosok itu terlihat jelas saat wajahnya terterpa sinar lampu. Sakura yag melihat sosok itu langsung tercengang kaget, degup jantungnya terasa begitu cepat berpacu. Keringat dinginnya semakin mengucur dengan deras.
"K-kau..."
.
.
.
.
.
STALKER
Disclaimer : Kalau punyaku, udah kubuat anime 'Naruto' jadi anime Shoujo! *digantung Masashi Kishimoto-sensei*
Warning : AU, OOC, maybe Typo, Gaje, heavy OOC for Sasuke, alur (mungkin) kecepetan.
Pairing : SasuSaku
Genre : Romance, dan...terserah menurut readers deh ^_^
Rated : T
Don't Like, Don't Read, Don't Flame!
.
.
.
~Happy Reading!~
.
.
.
.
Chapter 3 : Stalker x Stalker
"Kau... S-Sai?"
"Ah, rupanya kau ingat aku," kata pemuda berkulit pucat yang bernama Sai itu, "Kau sangat cantik mengenakan gaun pengantin itu, Sakura-ku."
Sai mengitari Sakura perlahan, memandangi Sakura yang mengenakan gaun pengantin pilihannya. Ternyata ia tidak salah pilih, gaun itu sangat cocok di tubuh Sakura. Nampak manis.
"J-jadi selama ini Stalkernya adalah kau? Bukannya kau pacar sahabatku, Ino?"
"Pacarnya Ino ya," pemuda itu terkikik, "Ya, perempuan itu memang bodoh sudah mau kumanfaatkan. Mau saja dia menjadi pacarku padahal kami tidak begitu saling mengenali."
"Memanfaatkan? Kau memanfaatkan apa?!" Terdengar gemelutuk gigi Sakura, merasa kesal. Tentu saja kesal, sahabatnya hanya dimanfaatkan oleh pemuda brengsek macam Sai.
"Yah, aku hanya menjadikannya pacarku cuma untuk mengumpulkan info tentangmu, sayang," ujar Sai seraya mencolek dagu Sakura yang membuat Sakura merinding, "Setelah aku sudah cukup mencari info dari gadis bodoh itu, aku akan mencampakkannya."
"K-kau... Berani-beraninya...!" teriak Sakura. Ia mengepal tangannya hingga buku-buku kukunya memutih.
Sai membalikkan badannya dan berjalan perlahan setelah ia berkata, "Ckck... Kau tahu? Sejak kelas satu aku selalu memperhatikanmu,"
"Eh?"
Lelaki itu mengambil sebuah kursi dan meletakkan di depan Sakura agar mereka dapat berhadapan, ia pun duduk.
"Dulu..."
.
.
.
.
Ini adalah tahun ajaran baru. Seluruh siswa-siswi yang baru saja lulus dari sekolah mereka merasa bersemangat untuk memasuki sekolah mereka yang baru. Ingin rasanya mereka cepat-cepat mengenakan seragam sekolah barunya, mendapatkan teman-teman baru, dan ingin merasakan materi-materi pelajaran baru yang diajarkan oleh guru-guru baru pula.
SMA Utagawa terlihat sangat ramai. Banyak siswa-siswi SMP –yang akan menjadi murid SMA Utagawa- berdiri di depan halaman sekolah, menunggu upacara pembukaan Masa Orientasi Siswa. Banyak yang menggerombol dengan teman-teman satu sekolahnya dan bercanda ria.
Selesai upacara pembukaan MOS, seluruh siswa baru dibagi beberapa kelompok gugus MOS dan dibimbing kakak pembina masing-masing kelompok untuk memasuki kakak-kakak pembina memperkenalkan diri, mereka menyuruh siswa-siswi memperkenalkan diri di depan kelas.
"Adik-adik, ayo kalian perkenalkan nama kalian dan asal sekolah kalian. Dimulai dari...kamu!" seorang kakak pembina menunjuk seorang pemuda berwajah pucat yang duduk sendirian di bangku pojok kanan. Pemuda itu menghela napas sebentar lalu ia berdiri dan maju ke depan kelas.
"Sai. SMP Youtsuba." Pemuda yang bernama Sai itu segera berjalan dan duduk di bangkunya. Ia memperhatikan siswa-siswi yang akan menjadi teman barunya- yang sedang memperkenalkan diri di depan kelas, berusaha mengenal teman-teman segugusnya ini, gugus 16. Namun baru sebentar saja Sai langsung terasa malas untuk memperhatikan anak-anak memperkenalkan diri. Ia malah menyibukkan diri dengan melukis pada selembar kertas yang ia temukan di laci meja.
Setelah para siswa disuruh memperkenalkan diri di depan kelas, mereka disuruh mencatat bahan-bahan untuk membuat perlengkapan MOS nanti.
"Ya, hari Minggu besok kita akan membuat alat-alat perlengkapan MOS hari Senin di sekolah pukul 08.00 pagi. Kita kumpul di aula ya . Jangan lupa bawa bahan-bahan yang kalian catat ya!" kata seorang kakak pembina.
"Ha'i, senpai!" jawab siswa-siswi serentak.
Hari Minggunya, tepat pukul 08.00 pagi, anak-anak gugus 16 dan beberapa anak-anak dari gugus lainnya sudah berkumpul di aula SMA Utagawa. Nampaknya sudah ada beberapa anak yang sudah saling berkenalan bahkan mulai akrab. Kecuali Sai, ia nampaknya agak susah diajak akrab sehingga sekarang ia sendirian tanpa teman.
Sai tidak peduli itu. Tidak dapat teman? Tidak masalah baginya. Ia hanya suka melukis. Kanvas, cat air, dan kuas adalah teman sehari-hari baginya.
"Adik-adik, sekarang kalian bikin alat-alatnya ya. Kalian sudah membawa bahan dan peralatannya kan?"
"Sudah, senpai!"
Seluruh siswa-siswi mengeluarkan bahan-bahan dari tas mereka. Semuanya membawa bahan-bahan yang lengkap. Mereka membuat peralatan MOS dengan gembira –menurut penglihatan kakak pembina-. Kecuali Sai, wajahnya yang pucat kini terlihat makin memucat saat mengeluarkan bahan-bahan untuk MOS.
"Astaga... Aku lupa bawa kardus dan bola!" Sai terlihat panik. Ia ingin meminta bahan di teman lain tapi ia belum kenal dengan mereka. Ada perasaan malu dan gengsi juga.
Lagi pula siapa juga yang mau membantu dia, pikir Sai. Mereka sadar Sai terlihat panik, tapi tak ada seorang pun yang terlihat peduli! Mereka malah sibuk sendiri-sendiri dan membantu teman yang mereka kenal.
Sepertinya teman-teman yang lain juga agak takut dekat dengan Sai karena ia pucat dan pendiam. Oke, daripada minta tolong teman-teman yang belum ia kenal, lebih baik ia mencari di tong sampah. Siapa tahu saja ada kardus atau bola yang sudah dibuang,kan?
"Hey," terdengar suara lembut seorang gadis dari belakang Sai. Sai menoleh ke arah sumber suara. Terlihat sosok gadis manis berambut pink sepunggung. Siapa gadis ini? Sepertinya dia bukan dari gugus 16, "Kau kenapa? Aku perhatikan kau kelihatan sedang panik. Ada apa?"
"Aku lupa membawa kardus dan bola." jawab Sai dengan wajah datar. Terkesan dingin.
"Oh... Aku bawa kardus lebih kok! Bola bisa kita bagi dua. Tunggu ya!" gadis itu setengah berlari menuju tempatnya dan mengambil kardus dan separuh bola yang sudah ia bagi. "Ini untukmu,"
Sai tertegun. Ia tak sangka bahwa gadis pink itu benar-benar akan memberikan apa yang ia butuhkan.
"A-arigatou." ucap Sai sedikit gugup.
"Doita!" Saat Sakura hendak pergi, ia menoleh ke arah Sai. "Oh iya, namaku Sakura. Sakura Haruno! Dari gugus 17!" Sakura tersenyum sangat manis, "Aku ke sana dulu ya, peralatanku belum jadi. Jaa ne!" Sakura pun berlari menuju tempatnya.
DEG!
Jantung Sai terasa berdegup kencang, ia dapat merasakan rasa panas yang menjalar di hatinya yang dingin. Wajahnya terasa memanas dan memerah. Gadis itu...berbeda dari yang lain. Dia juga tidak takut melihat wajahnya yang terlihat pucat dan terkesan dingin.
'Sakura? Nama yang indah...seperti orangnya.'
Itulah baru pertama kalinya Sai merasakan perasaan hangat yang namanya...cinta.
.
.
.
.
"Semenjak itu, aku suka padamu. Lalu aku semakin mencari-cari info tentangmu,"
Sakura yang mendengar cerita Sai sedikit terkejut. Ah, ia baru mengingat kejadian itu, hari dimana ia tak sengaja melihat seorang anak lelaki yang terlihat sedang kesulitan di MOS. Sungguh tega ia melupakan bocah yang pernah ia bantu setahun yang lalu.
"Aku sangat suka melukismu saat kau sedang sendirian. Karena bagiku, kau adalah objek yang sangat indah untuk ku lukis,"
Sai berjalan perlahan, mendekati dinding yang berisikan foto-foto Sakura, " Lalu aku mulai merekammu disaat ada kegiatan dan memotretmu dari jauh," kata Sai sambil menyentuh dan mengelus setiap foto-foto Sakura.
"Setelah kelas dua, aku semakin menggilaimu. Aku pun selalu mencari info pada Ino, selalu mengirim foto-fotomu, benda yang sedang kau inginkan, dan akhirnya aku selalu mengikuti ke manapun kamu pergi."
Sakura tak menyangka, Sai yang kelihatannya pendiam bisa berbicara panjang lebar seperti itu. Sai terlihat sangat...berbeda, seperti orang frustasi.
"Kau..." belum selesai Sakura berbicara, tiba-tiba dipotong oleh Sai.
"Tapi, saat aku mengikutimu pulang, aku melihat kau pulang bersama lelaki brengsek yang akhir-akhir ini semakin lama semakin dekat denganmu. Itu membuatku gelisah dan makin gila!"
Sakura sudah tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya tertegun setelah mendengar perkataan Sai. Sakura menundukkan kepalanya.
"Kau jahat, Sakura. Kau sudah menyiksa perasaanku hingga rasanya aku ingin mati," Sai menarik napasnya panjang, lalu berkata "Aku...sudah tak tahan lagi."
Sai berdiri dari kursinya dan berjalan perlahan-lahan menuju Sakura yang masih menundukkan kepalanya. Jari telunjukknya mengangkat dagunya agar ia dapat melihat wajah cantik Sakura.
Sakura memberanikan diri untuk menatap mata onyx milik Sai, mata yang sehitam aura yang sekarang ia pancarkan. Dan dapat ia rasakan firasat yang sangat buruk dan...mengancam hidupnya.
"Aku akan menjadikanmu milikku, Sakura-Hime... Selamanya,"
"Jadi milikmu selamanya? Bagaimana caranya? Hahaha! Jangan harap, Sai!"
"Mudah saja," Sai menarik dagu Sakura dan mendekati telinganya, "Aku akan menjadikanmu bonekaku."
"Bo-boneka? H-hahaha... Kau sudah gila." ujar Sakura sembari tertawa kaku.
Keringat dingin makin mengalir di sekujur tubuh Sakura. Jantungnya terasa berdegup makin kencang. Rasa takut makin menyelimuti Sakura. Orang ini sudah tak waras, pikir Sakura.
"Akan kujadikan kau boneka lilin, dan kau pasti akan menjadi mahakaryaku yang paling indah di seluruh dunia, HAHAHAHA!" tawa Sai menggema di ruangan itu.
"Setelah itu, setiap hari aku dapat melihatmu, menyentuhmu, menciummu," jari telunjuk Sai menelusuri dari dahi, hidung, hingga bibir Sakura yang terlihat merah merekah, "Dan agar semua lelaki tidak bisa mendekatimu. Hanya aku. Hanya aku yang hanya boleh mendekatimu. Kau milikku!"
Sai berjalan ke belakang Sakura dan melepaskan ikatan pada tali di belakang sandaran kursi, tangan, dan kakinya, lalu ia menggendong Sakura dengan bridal style.
"K-kau...gila! KAU SUDAH GILA, SAI!" teriak Sakura sembari meronta-ronta. Air matanya melinangi pipinya, sudah tak dapat dibendung lagi. "Lepaskan Sai, LEPASKAN! TIDAAAKK!"
Sakura makin ganas meronta-ronta agar dapat lepas dari gendongan Sai. Namun semua itu percuma saja, tenaga Sakura habis dan tangan kakinya sakit akibat bekas ikatan pada kaki dan tangan Sakura yang sangat kencang. Sakura terisak, ia terus menangis dan meronta-ronta.
Sai membawa Sakura pada sebuah ruangan –lebih tepatnya ke sebuah kamar mandi berukuran sedang. Di sana terdapat bath tub yang berisi sebuah cairan berwarna putih. Sakura yang melihat isi bath tub makin meronta-ronta.
"Sai, lepaskan, kumohon! Toloooong!" jerit Sakura sembari meronta-ronta. Ia benar-benar berharap ada seseorang yang mendengar teriakannya dan menyelamatkannya.
"Sstt...sabar Sakura-Hime, ini tidak terasa sakit kok," Sai mengecup kening Sakura lalu bibirnya dengan lembut. "Sebentar lagi kita akan hidup bahagia untuk selamanya."
Sai berjalan mendekati bath tub dan perlahan-lahan ia menurunkan Sakura agar masuk ke dalam bath tub. Air mata Sakura semakin deras mengalir.
Kalau begini, Sakura bisa benar-benar mati. Bagaimana ini? Apa yang harus Sakura lakukan? Ayolah Sakura, berpikir...berpikir... AH!
"A-AKU JUGA SAYANG KAMU!" seru Sakura secara tiba-tiba.
Sai tercengang. Ia terpatung mendengar kalimat yang dilontarkan Sakura. Apa katanya?
"E-eh, apa?" tanya Sai seperti orang kebingungan sekaligus tak percaya dengan apa yang dikatakan Sakura. "Kau...sayang padaku juga?"
'YES! Sepertinya Sai percaya pada kebohonganku!' batin Sakura penuh harap.
Jujur saja, ide ini terasa konyol menurut Sakura. Sangat konyol. Bahkan ide ini terasa sedikit tidak begitu masuk karena tak disangka Sai akan percaya, Sakura pun melanjutkan kebohongan itu,
"Ke-kenapa dari dulu kamu nggak ngomong ke aku? Sebenarnya aku...juga suka kamu!" Sakura mengeluarkan jurus 'tangisan buaya'nya.
"Ah, maaf Sakura!" Sai menurunkan Sakura perlahan-lahan, kemudian ia menyeka air mata Sakura yang melinangi pipinya yang memucat, "Dulu aku tidak punya keberanian tuk mendekatimu, jadi maafkan aku. Aku menyesal,"
Sai memeluk Sakura dengan erat, seolah ia tak ingin kehilanganya, lalu mencium keningnya, "Aku suka kamu, Sakura.."
Sai melepaskan pelukannya, "Mulai sekarang kau menjadi milikku, kekasihku. Tapi," ia mengambil jeda sesaat sebelum berkata, "Kamu harus tetap di sini, tidak boleh keluar ke mana-mana."
Sakura kaget mendengar itu. Maksudnya tinggal dengannya untuk selama-lamanya, begitu? Lelaki ini memang sudah tak waras.
Tapi demi keselamatannya, Sakura mengangguk setuju sembari menyunggingkan senyum palsu bahagianya. Sai yang mengerti jawaban Sakura tentu saja merasa bahagia. Ia kembali memeluk Sakura erar-erat.
Betapa bahagianya gadis yang ia sukai sudah jatuh kepelukannya...untuk selamanya, pikirnya. Sakura membalas pelukan Sai sambil memikirkan rencana untuk kabur dari 'penjara' ini pada malam ini juga.
"Kami-sama, tolong aku..." tangis batinnya.
.
.
.
.
Pukul 01:00 a.m
Di sebuah rumah kecil yang amat terpencil-hanya dikelilingi hutan-,tepatnya pada kamar yang kecil nan sempit. Terlihat seorang gadis berambut soft pink yang sepertinya tertidur lelap. Seperti yang kalian ketahui, disitulah tempat dimana sang Idola SMA Utagawa, Sakura, beristirahat sekarang.
PIIIP...PIIIP...!
Terdengar suara bunyi alarm ponsel Sakura yang sengaja ia letakkan di dekat kupingnya karena volume alarm sengaja ia kecilkan agar sang 'penculik' tidak terbangun. Sakura langsung terbangun dan segera mematikan bunyi alarn.
Ia mengedarkan pandangannya, melihat sekitar kamar yang ia pakai sekarang. Kamar ini sangat sederhana. Di kamar ini terdapat dua pintu, pintu di depan Sakura menuju ruang makan dan pintu di samping kirinya menuju kamar Sai. Ya, kamar Sai tepat di sebelah kamar yang digunakan Sakura.
Untunglah ia tidur sendirian. Saat usai makan malam, Sai sempat mengajak Sakura untuk tidur satu kamar dengannya. Tentu saja Sakura menolak dengan halus dengan alasan belum waktunya mereka tidur di satu kamar, apalagi satu kasur.
Tadinya Sai bersikeras, namun Sakura memohon dengan segala cara. Akhirnya caranya berhasil juga, Sai pun memaklumi. Nyaris saja, kalau mereka satu kamar, bagaimana Sakura bisa kabur dari 'Neraka' ini?
Sakura memasukkan ponsel dan seragam sekolahnya ke dalam tas sekolahnya. Sakura mengenakan dress selutut yang dipinjamkan Sai. Mungkin itu baju adik atau ibunya. Sakura segera membuka pintu kamar itu dengan perlahan.
Ckrek. Ckrek.
Lho? Kenapa tak bisa dibuka?
Sakura terus berusaha membuka pintu itu, namun tetap saja tak bisa dibuka. Astaga, sepertinya pintu ini dikunci dari luar! Kusso... Apa Sai tahu rencana Sakura untuk kabur? Sakura pikir, sepertinya ia harus kabur lewat jendela. Namun sepertinya ia kurang beruntung, ternyata seluruh jendela di kamar itu digembok.
Sakura makin panik, keringat dingin mulai menetes kembali di pelipisnya. Tak ada cara lain, satu-satunya cara yang akan Sakura pakai adalah... memecahkan kaca jendela dan lompat. Dan untungnya rumah ini tidak bertingkat.
Ini memang cara nekat, karena suara pecahan jendela pasti bisa membangunkan Sai. Namun, hanya ini satu-satunya cara untuk kabur.
Sakura mengambil sesuatu benda yang keras, dan langsung memecahkan jendela dengan cepat.
PRAAANG...PRAANNNGG...!
"Hey, apa itu!" terdengar suara Sai yang sepertinya terbangun.
Sakura langsung cepat-cepat lompat dari jendela, hingga ujung roknya sobek, Sakura segera berlari sebelum Sai mengejarnya. Ia tak berani menoleh ke belakang.
Saat ini ia hanya bisa berlari, berlari, dan berlari semampunya.
"Sakura! Jangan pergi!"
Dengan keberanian penuh dan masih ada sedikit keraguan, Sakura memberanikan menoleh ke belakang. Dapat ia lihat Sai sedang mengejarnya dibelakangnya.
Makin panik, ia makin mempercepat larinya. Sampai Sakura terus terjatuh hingga lututnya berdarah, namun Sakura tak peduli. Ia terus berlari walau ia merasakan lututnya makin terasa perih dan sakit.
"TOLOOOOONNG!"
+ x +
Awan malam terasa bergerak cepat. Dedaunan menari-nari diiringi lantunan irama gesekan ranting-ranting pohon akibat ulah sang angin yang berembus kencang. Langit hitam kelam tanpa taburan bintang-bintang,dan tanpa sang ratu malam yang biasanya menyinari kota Konoha dan daerah sekitarnya. Dan terdengar pula suara erangan binatang di luar sana.
Di sinilah Sasuke sekarang, tersesat di sebuah hutan. Sasuke terus mencari-cari Sakura di semua tempat. Sasuke hanya bercerita pada Ino masalah penculikan Sakura ini, dan menyuruh gadis itu agar bilang ke orangtua Sakura kalau Sakura sedang menginap di rumahnya.
Ino nyaris ingin menghubungi polisi, namun Sasuke menghentikannya. Menurutnya lebih baik masalah ini jangan diberitahukan pada siapa-siapa. Siapa tahu saja sang penculik atau Stalker Sakura ini akan melakukan hal-hal yang buruk jika ada yang melapor. Sasuke tahu, Stalker ini sangat nekat dan bisa berbuat macam-macam.
Kelelahan sudah ia mencari Sakura tanpa istirahat, akhirnya Sasuke beristirahat sejenak di bawah rindangnya pepohonan.
"Sakura... Di mana kau?"
.
.
.
.
Sakura masih terus berlari hingga memasuki hutan. Sakura menoleh ke belakang sementara Sai masih mengejarnya juga.
"Sakura, ku bilang berhenti!"
Sakura terus berlari sekuat tenaganya sambil berusaha mencari tempat bersembunyi. Dengan cepat Sakura bersembunyi di balik pohon. Mumpung Sai belum menemukannya, Sakura segera merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya.
Siapa yang harus ia hubungi, siapa yang akan dimintai bantuan? Entah mengapa terlintas nama Sasuke dipikiran Sakura.
Dengan tangan yang bergemetaran, Sakura mencari kontak Sasuke, menekan tombol hijau dan menunggu jawaban dari Sasuke. Namun, tiba-tiba...
PIIPP! Ponsel Sakura langsung mati.
"Sial, kenapa disaat genting seperti ini ponselku malah mati?" geram sakura. Ia sudah merasa ketakutan, merasa terancam.
Sekujur tubuhnya terasa sakit terutama lututnya. Ia sudah tak sanggup lari. Tiba-tiba Sakura merasa ada cahaya yang menyorotinya.
"Ah, rupanya kau disitu, Sakura-hime!" Sai menyorotkan lampu senternya ke arah Sakura. Sakura langsung lari dan terus berteriak minta tolong.
.
.
.
"TOLOOONG!"
Sasuke menoleh ke arah belakang, mendengar suara teriakan yang sangat ia kenal. Secara spontan Sasuke langsung berdiri saat mendengar suara teriakan itu lagi. Suara itu...
"Sakura!" Sasuke langsung segera mencari sumber suara itu, "Sakura, kau di mana!"
Sasuke memasuki semak-semak dan terus berlari hingga melihat sosok Sakura yang berlari menuju ke arahnya, dan dari kejauhan diikuti dengan 'stalker' yang sudah menculik Sakura. Tentu saja Sasuke kaget melihat siapa pelaku yang sudah tega menculik Sakura.
"Kau... Sai? Jadi kau yang menculik Sakura?!" tuding Sasuke sembari menarik lengan pergelangan Sakura agar berlindung dibalik punggung kokohnya.
"Heh, kaget?" ujar Sai sarkastik.
"BRENGSEK!" Sasuke langsung menonjok muka Sai hingga ia tersungkur di tanah.
Terlihat darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya. Ia langsung bangkit dan mengelap darah itu dengan punggung tangannya, mereka berdua saling berpandangan dengan penuh kebencian, saling mengeluarkan aura yang suram.
Lalu, terjadilah pertarungan sengit. Sakura yang melihat itu tak tega melihat Sasuke yang sedikit babak belur. Dengan cepat dan penuh amarah, Sai langsung mecekik Sasuke membuat Sakura makin menjerit.
"Argghh!" Sasuke mengerang kesakitan. Ia tak bisa melepaskan cekikan itu,terlalu kencang.
"HAHAHA! Mati kau, Sasuke Uchiha!" Sai tertawa puas dan penuh kemenangan. Ia semakin mengencangkan cekikannya.
Sakura ingin membantu, namun bagaimana caranya? Terlintas sebuah ide, Sakura mengambil batu yang agak besar, dan dengan perasaaan agak takut ia segera memukul Sai dari belakang.
BUKK!
Robohlah ia hingga menindihi Sasuke, namun tangan Sai masih tetap setia mencengkram leher Sasuke. Ini makin gawat, Sasuke makin kesakitan. Apalagi ia tertindih oleh Sai, hingga napasnya makin terasa sesak.
Tak ada pilihan lagi, Sakura mengambil sebuah batang pohon yang agak panjang dan berduri, lalu dengan perasaan takut ia memukul lengan Sai hingga berdarah dan memar.
"AKHH!"
Sai langsung melepaskan tangannya dan terjatuh ke sebelah kiri Sasuke. Sasuke nampak ngos-ngosan dan segera mengatur napasnya. Sepertinya cekikan Sai lumayan kencang, hingga leher putih Sasuke terlihat memerah.
Entah kenapa, hanya memukul Sai dengan batu dan batang pohon yang berduri membuat Sakura terasa lemas dan tak bertenaga hingga ia terduduk lemas. Seluruh tubuhnya terasa bergetar, lemas.
Ia takut. Baru kali ini dia memukul seorang 'teman' menggunakan benda yang keras hingga membuat seseorang terluka. Tapi mau bagaimana lagi, seorang temannya itu sedang melakukan perbuatan yang bisa membuat seseorang mati.
Sasuke berusaha berdiri, dan langsung berlari ke Sakura yang masih terlihat lemas dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kau tak apa-apa, Sakura?"
"Se-seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu, baka...!" ucap Sakura yang masih terisak-isak, "Aku...khawatir padamu! Aku takut kamu mati!" Sakura makin menangis.
Sasuke segera mendekati Sakura, dan menariknya dalam pelukannya, "Aku tidak apa-apa. Aku lebih mengkhawatirkanmu," Sasuke mengelus-elus punggung Sakura, membuat gadis itu merasa sedikit tenang.
"Ayo, sekarang kita pergi dari sini."
"E-eh, tapi..."
Sasuke menarik pergelangan tangan Sakura dan berjalan meninggalkan Sai. Sakura melirik Sai yang masih ..terkapar dan merintih kesakitan. Sakura tak tega. Meskipun Sai telah berbuat jahat, tapi dia tetap teman Sakura dan juga pacar sahabatnya, Ino.
Apakah Sakura harus tega meninggalkan 'stalker'nya di tengah hutan sendirian dengan penuh luka-luka seperti itu? Sakura pun melepaskan genggaman tangan Sasuke dan berlari ke arah Sai, hal yang sangat tak terduga.
Sakura segera membantu Sai untuk duduk secara perlahan, dan itu membuat Sai bingung, apa yang akan Sakura lakukan padanya.
Ia segera mengeluarkan sebuah dompet manis berwarna merah berukuran sedang, yang berisikan peralatan P3K. Sakura mengulurkan tangan kanan Sai dan melihat luka pada lengan Sai akibat pukulan batang pohon dari Sakura. Ia bersihkan lukanya dan menutulkan obat merah dengan kapas secara perlahan.
"Maaf. Gara-gara aku, kamu jadi seperti ini, Sai," ucap Sakura dengan suara pelan. Ia melilitkan lengan Sai dengan perban. "Semoga cepat sembuh." Sakura tersenyum dan ia segera menyusul Sasuke yang masih berdiri di tempat.
Sai hanya bisa melihat punggung Sakura dan Sasuke yang semakin lama semakin menjauh. Ia menatap lengannya yang tadi diperban oleh Sakura, dan ia termenung.
'Mengapa dia malah menolongku? Padahal aku sudah berbuat jahat,'
Tak terduga, Sai meneteskan air mata. Hatinya terasa begitu pedih dan menyesal, amat sangat menyesal telah berbuat hal jahat seperti ini. Ia sudah menculik Sakura, bahkan nyaris membunuhnya. Apakah itu yang namanya dibutakan oleh cinta?
Dan juga...ia pasti juga sudah melukai hati Ino bila tahu hal ini. Padahal selama ini Ino benar-benar tulus sayang pada Sai, bisa dilihat dari pancaran mata Aqua marine-nya setiap hari saat mereka sedang bersama.
Kalau boleh jujur, sebenarnya Sai juga sayang pada Ino. Entahlah, Sai sedikit merasa nyaman bersama Ino. Ia gadis yang cantik, baik, perhatian, yah walaupun terkadang suka cerewet dan bawel setengah mati.
Sekarang ia sadar, ia mulai menyukai Ino. Namun, apakah pantas Sai berdampingan dengan Ino? Rasanya tidak. Dia sudah berkhianat, sudah melakukan hal yang amat sangat jahat.
Rasanya, ia tidak berani bertemu dengan Sakura dan Ino untuk selamanya.
+ x +
"Sakura! Bagaimana keadaanmu? Huwa, kamu penuh dengan luka! Kamu diapakan sama Stalker itu? Apa dia berbuat kasar sama kamu? Bagaimana kamu bisa kabur? Siapa Stalker itu? Aku khawatir padamu, tau!" Ino merasa makin khawatir melihat Sakura sekarang, penuh dengan perekat luka di lutut, siku, dahi, dan lengan.
Sakura baru masuk ke kelas sudah mendapat berentetan pertanyaan dari Ino. Ia heran, apa Ino nggak capek ngomong sepanjang itu nggak pake jeda dan hanya dalam satu tarikan napas saja?
"Ceritanya panjang, Ino. Kau pasti sangat kaget dan..kecewa." ucap Sakura lirih. Ya, pasti Ino sangat kecewa saat tau kalau yang menculiknya adalah Sai, kekasih sahabatnya.
"Emang ceritanya gimana?" tanya Ino penasaran.
'Aku...takut, Ino. Aku tak berani untuk bercerita padamu. Aku takut kau kecewa,"
"Ayolah Sakura, ceritalah. Aku sahabatmu! Kumohon, jangan membuatku penasaran dan makin khawatir, aku ingin tau."
Gadis pink itu menghela napas berat, sedikit merasa tidak enak, "Baiklah."
Sakura mulai menceritakan kejadian dari awal sampai akhir. Ino terus mendengarkan cerita sahabatnya itu dengan seksama, tak ingin tertinggal satu kata pun dari mulut sahabatnya itu. Dan inilah saatnya Sakura mengatakan siapa Stalker itu.
"Siapa dia? Apa dia salah satu anggota fansmu? Satu sekolah dengan kita?"
"Ya, dia satu sekolah dengan kita. Bahkan...kita kenal dengan dia," nada bicara Sakura terdengar misterius, seolah yang ia ceritakan adalah sebuah kasus yang sudah ia pecahkan, seperti detektif.
"Serius? Siapa dia, Sakura?" tanya Ino yang tak sabaran, ia sedikit mengguncangkan tubuh sahabatnya itu
"Stalkerku selama ini yang sudah menculikku adalah..." Sakura menelan ludah dan menarik napas panjang, "Pacarmu, Sai,"
DEG!
Bagaikan terjatuh dari tebing saat Ino mendengar itu. Apa benar? Atau Sakura hanya bercanda. Namun dari raut wajah Sakura, ia tidak terlihat seperti bercanda.
"S-Sai? Kau...bercanda?"
"Aku nggak bercanda, Ino. Aku juga kaget saat tau itu," Sakura menghela napas lagi, "Dan kau tahu, dia berpacaran denganmu hanya ingin memanfaatkanmu, untuk mencari info tentangku. Aku sangat kecewa dia hanya mempermainkanmu.."
Raut wajah Ino terlihat begitu kecewa. Pantas saja sewaktu mereka pacaran, Sai kadang bertanya tentang Sakura. Saat ditanya Ino, alasanannya hanya ingin tahu teman dekat Ino saja. Dan juga sewaktu hari dimana Sakura diculik, tak ada kabar dari Sai. Pesannya pun tak dibalas, dihubungi pun juga susah.
Ino merasa hatinya begitu terpukul. Ia sudah sangat sayang pada lelaki itu. Sai yang perhatian, Sai yang peduli, ternyata itu semuanya...palsu?
Tanpa mereka sadari, bel masuk sudah berbunyi sejak tadi. Tiba-tiba Kakashi-sensei masuk ke kelas bebarengan dengan Sai yang dipenuhi luka-luka yang sudah diperban dan diberi perekat luka. Melihat keadaan Sai yang seperti itu menimbulkan tanda tanya besar siswa-siswi di kelas.
"Anak-anak, ayo cepat duduk di bangku masing-masing." kata Kakasih-sensei. Tentu saja semuanya menuruti apa yang diperintahkan wali kelas mereka tersebut. Kecuali Sai, ia tetap setia berdiri disamping Kakasih-sensei. Ia agak menunduk, tidak berani melihat wajah Sakura dan Ino.
Sebelumnya, Sakura melirik bangku milik Sasuke. Kosong. Kemana dia? Apa hari ini tidak berangkat?
"Apa hari ini ada yang absen?" tanya Kakashi-sensei sambil melihat sekeliling kelas.
"Ada. Sasuke Uchiha, sensei! Dia sakit." ucap sang Ketua Kelas 2 – 4, Shikamaru Nara.
Apa dia sakit parah gara-gara kemarin? Apa terluka cukup parah? Oh, Kami-sama... Aku sungguh khawatir!
"Ah, ada yang harus sensei sampaikan pada kalian,"
Semua murid terdiam, mencoba mendengarkan apa yang akan disampaikan wali kelas mereka. Dari raut wajah beliau, sepertinya penting.
"Teman kalian, Sai, akan pindah sekolah besok."
Seluruh kelas terasa begitu gaduh. Tentu saja mereka penasaran kenapa mendadak Sai pindah. Yang lebih shock adalah Ino. Wajahnya agak memucat saat mendengar berita itu. Kenapa bisa mendadak seperti ini?
"Sensei, kenapa Sai mendadak pindah sekolah?" tanya salah satu siswa, sembari mengangkat tangannya. Ia mewakili pertanyaan dari teman-teman sekelas.
"Dia harus kembali ke kampung orangtuanya dan bersekolah di sana. Kalian tahu, kan, selama ini Sai berpisah dengan orangtuanya."
Semua murid hanya bergumam 'oh', namun sebagiannya hanya mengangguk-anggukan kepala saja. Suasana kelas masih gaduh, entah apa yang mereka ributkan. Mungkin masih masalah tentang kepindahan Sai yang agak mendadak ini.
"Sudah, sudah, kita mulai pelajarannya. Sai, silahkan kembali ke bangkumu."
"Ya, terima kasih, sensei."
Sai berjalan menuju bangkunya, ia melirik Sakura. Mata mereka saling bertemu. Jujur saja, rasanya canggung. Terselimut rasa bersalah dan rasa tak enak pada Sakura, demikian juga Sakura. Entah kenapa Sakura merasa tak enak pada Sai. Ya, memang aneh, seharusnya yang merasa begitu adalah Sai yang sudah menculiknya.
Ketika Sai melewati bangku Sakura, Sai bergumam pelan, "Maaf untuk yang kemarin. Dan terima kasih sudah mengobatiku."
Sakura langsung menengok ke arah Sai, ia tersenyum dan mengangguk.
Ekor mata Ino terus mengikuti Sai yang berjalan ke arah bangkunya, tepatnya di sebelah kanannya. Mata mereka sempat bertemu, aqua marine dan onyx. Namun Sai langsung melihat ke arah lain, seolah-olah membuang muka.
Atmosfernya terasa berbeda, keduanya merasa canggung. Tanpa ada yang menyadarinya, Ino sedang menahan tangis. Namun ia harus fokus pada pelajaran.
Sakura yang melihat itu merasa sedih pada sahabatnya itu. Pasti ia makin terpukul atas berita kepindahan Sai ini. Sakura melirik Sai, bisa ia lihat ekspresi pemuda itu, pucat dan agak datar. Walaupun begitu, Sakura bisa melihat kesedihan dibalik wajah datar Sai.
Kelas 2 – 4 kembali tenang dan pelajaran pun dimulai.
+ x +
"Sai!" teriak Ino, ia mengejar dan menghampiri Sai yang sedang menoleh ke arahnya, "Ke-kenapa kamu pindah? Kenapa!" seru Ino tak terima. Kini air matanya mengucur dengan deras, ia sudah tak tahan lagi menahan air mata. Ia terlalu sedih.
"Maaf, aku harus kembali ke orangtuaku. Dan aku tak sanggup bertemu dengan Sakura, apalagi denganmu." Ia menghela napas, "Maaf, selama ini aku sudah mempermainkanmu. Aku hanya memanfaatkanmu untuk mendapatkan info Sakura,"
"Y-ya, aku tahu. Tapi,"
"Sudahlah, kita akhiri saja hubungan ini. Aku sudah banyak berbuat jahat,"
"Nggak! A-aku terlanjur sayang padamu, Sai! Aku sangat mencintaimu!" Ino mencengkram lengan baju Sai dengan kencang. Ia menatap mata onyx Sai dengan sendu. "A-aku...nggak mau berpisah denganmu, hiks,"
Ino langsung menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Sai. Dapat sai rasakan seragamnya mulai terasa basah. Ino sedang menangis.
Dari tubuhnya saja sudah terlihat badannya bergetar, ia terisak-isak. Sai pun memeluk erat Ino dan mengelus punggungnya.
"Maafkan aku Ino, aku telah menyakitimu. Aku sadar, bahwa aku ternyata...juga sayang padamu..."
.
.
.
.
Kamar 301. Di sinilah Sakura sekarang, sambil membawa sekotak kue dan sebuah kotak makan yang isinya bubur yang tentunya tidak gagal seperti yang waktu ia buat di apartemen Sasuke. Kali ini ia memasak bubur dibantu oleh Hinata.
'Ke-kenapa pada akhirnya aku ke apartemen si mesum ini? Uh...'
Mau bagaimana lagi, Sakura juga merasa bersalah pada Sasuke. Sasuke terluka akibat menyelamatkan Sakura. Jujur saja, Sakura merasa...senang Sasuke sampai rela mencarinya hingga masuk ke hutan.
Mau tidak mau, Sakura memencet bel yang berada di sebelah kanan pintu.
TING TONG
Tak ada jawaban. Sudah dua kali ia memencet bel namun hasilnya tak ada jawaban. Sakura mencoba memutar kenop pintunya.
KREK.
Pintu tak dikunci. Dengan perlahan, Sakura masuk ke dalam sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berantakan. Ke mana pemilik apartemen ini? Katanya sakit?
"Sasuke? Kau di dalam?"
Namun tak ada jawaban, Sakura masuk ke dalam kamar Sasuke dan akhirnya ia melihat sang pemilik apartemen yang sedang tertidur di atas kasurnya. Sakura dapat melihat wajahnya yang terlihat damai ketika sedang tidur. Ia dapat melihat banyak luka yang tersebar di sekujur tubuh Sasuke. Sakura makin merasa bersalah, karena ia merasa ini semua salahnya.
Ia menatap wajah Sasuke lekat-lekat, memang tampan, membuat wajah Sakura dihiasi semburat merah. Jika dilihat-lihat, sepertinya Sasuke belum makan sama sekali. Ia membuka kotak kue itu, memotong-motongnya dan menaruhnya di meja sebelah kasur, membuat aroma kue yang menggiurkan menguar.
Kotak bekal yang berisi bubur ia letakkan disebelah kue. Sakura mencoba untuk membangunkan Sasuke agar ia memakan bubur buatannya-yang dibantu Hinata tentunya.
"Hey, Sasuke, bangun... Kamu belum makan kan? Aku bawakan bubur dan kue!" Sakura menggoyangkan tubuh Sasuke pelan-pelan, agar ia tak kesakitan juga.
"Ngg," Sasuke mengerang sambil mengucek matanya pelan.
GREP!
Tiba-tiba Sasuke menarik tangan Sakura, dan sekarang ia sudah tiduran di atas kasur dengan Sasuke yang sedang menindihinya. Tentu saja Sakura sangat kaget.
"E-eh,"
"Aroma kue," ucap Sasuke, ia terus menatap Sakura seolah-olah di depannya adalah makanan. Tatapannya juga terlihat kosong. Sakura terlihat kaget campur bingung mendengar Sasuke bicara seperti orang melindur. Eh, tunggu dulu. Melindur?
'Ja-jangan-jangan, Sasuke sedang melindur!' jerit Sakura dalam batin.
Sasuke mendekatkan wajahnya ke wajah Sakura, membuat Sakura dapat merasakan hembusan napas Sasuke yang terasa hangat, membuat wajahnya semakin memerah dan memanas. Sasuke makin memajukan tubuhnya, sehingga Sakura harus menahan dada bidang Sasuke agar tidak benar-benar menindihinya. Ini...terlalu dekat! Degup jantungnya terasa makin menggila, terasa seperti ingin copot dari rongganya.
"Selamat makan...!" Sasuke membuka mulutnya, hendak menggigit-atau tepatnya memakan- telinga Sakura, yang Sasuke kira adalah kue.
Sakura makin panik, ia terus mendorong dada bidang Sasuke, "He-hey, aku bukan kue! Sasuke, banguun!"
Sasuke terus mendekatkan wajahnya, tidak mendengar Sakura berteriak. Ia terus berusaha menerkam Sakura-yang ia kira adalah kue. Ini orang benar-benar melindur, pikir Sakura.
Saking paniknya, dengan reflek Sakura mengambil sebuah buku Novel dengan tebal 3 cm yang kebetulan tergeletak di atas kasur dan langsung melayangkan Novel itu pada pipi mulus Sasuke. "BANGUN, STALKER MESUUUMM!"
BUKK!
"AWW!" teriak Sasuke yang langsung terbangun dari lindurannya(?). Ia menyentuh pipinya yang sudah memerah akibat terkena 'ciuman maut' dari buku Novel miliknya. Sudah kedua kalinya ia merasakan 'ciuman hangat' dari buku yang tebal dari sang Primadona sekolah, "Apa-apaan ini, tiba-tiba kau memukulku!"
"Kau hampir melakukan perbuatan mesum, baka!" teriak Sakura dengan wajah yang masih memanas. Ia mendorong dada bidang Sasuke dan bangun dari kasur.
"Oh ya, mulai besok Sai pindah sekolah..." kata Sakura, sambil duduk di pinggir kasur.
"Kenapa?"
"Katanya dia harus kembali ke tempat orangtuanya."
"Apa waktu di sekolah dia berbuat macam-macam padamu?" Sasuke menatap seluruh tubuh Sakura, memastikan apakah ada luka atau tidak pada tubuh gadis itu.
"Ng-nggak kok, dia justru minta maaf padaku. Please, jangan memandang tubuhku terus, Hentai!" Sakura langsung menutup tubuhnya dengan kedua tangannya, "Dia juga minta maaf padamu, lewat pesan.
Sasuke tersenyum, nampak seperti ekspresi lega. Ia memeluk tubuh mungil Sakura, "Syukurlah, ia tidak akan menyakitimu lagi." Entah kenapa rengkuhan Sasuke itu membuat hati Sakura semakin merasakan denyutan-denyutan yang terasa aneh.
Setelah kembali ke alam sadar, Sakura langsung mendorong dada bidang sasuke pelan, "Ma-makan dulu buburnya, keburu dingin!" Sakura menyodorkan kotak bekal yang berisi bubur yang masih hangat.
"Ternyata kau perhatian banget yah sama aku" Nampak seringai khas Sasuke dengan tatapan yang menggoda Sakura, "Suapin."
Sasuke membuka mulutnya, meminta sesendok bubur hangat masuk ke dalam mulutnya sembari mengucapkan 'Aaaa'. Namun Sakura langsung memalingkan wajahnya.
"Nggak! Makan sendiri!"
"Suapin."
"Nggak akan!"
Melihat wajah merah Sakura membuat sasuke gemas melihat gadis ini, rasanya ia ingin 'melahap' gadis itu. Terlintas sebuah ide, Sasuke langsung tersenyum yang nampak mencurigakan.
Dengan cepat, ia menggenggam pergelangan tangan Sakura dan menyendokkan bubur. Pasti Sasuke memaksa agar Sakura menyuapinya, pikir Sakura. Namun tidak diduga, bubur itu malah disuapkan ke dalam mulut Sakura yang terbuka saat hendak protes.
Kaget, dan merasa bingung, Sakura hendak protes lagi, "Kena-UMH!"
Makin tak terduga, Sasuke langsung mendaratkan bibirnya ke bibir Sakura, melahap bubur yang masih berada di dalam mulut Sakura sampai habis. Terlihat saliva dan sedikit bubur yang menetes dari bibir mereka.
Setelah Sasuke melepaskan bibirnya, Sakura masih terlihat seperti orang linglung. Ia masih merasakan lidah dan bibir panas Sasuke mengecup, mengecap, menyesap bibirnya itu-atau bubur di dalam mulutnya-. Memikirkannya saja sudah membuat mukanya makin memanas.
Sasuke menjilat bibirnya sensual, "Hm, bubur ini terasa gurih dan manis jika dimakan lewat pembuatnya langsung."
Mendengar perkataan dan melihat ekspresi Sasuke yang terlihat 'sedikit seksi' itu, membuat Sakura memanas. Tangannya yang mengepal sejak tadi sudah siap ia layangkan ke wajah tampan pemuda itu.
"DA-DASAR STALKER HENTAAAAIII!"
Apakah sang Idola sekolah dan sang Stalker bisa terikat ikatan yang dinamakan Jadian? Atau akan menjadi 'musuh' seperti ini? Hanya takdir yang bisa menjawab.
.
.
.
-END-
A/N
GOMEN! Diriku TELAT update! Udah berapa bulan aku nelantarin fic ini, HAH?! *ditendang readers*
Uyeey, aku LULUS lho, Minna! Sekarang diriku naik jabatan jadi seorang Mahasiswi! xD *nggak ada yg nanya woy* #plak!
Endingnya nggantung ya? Bingung mau di endingin gimana, wkwk~ Jujur aja, menurutku chapter 3 ini kurang maksimal, kurang menarik ceritanya. Semoga aku bisa menghibur pembaca deh ^^ Inget, Sakura sama Sasuke di sini belum Pacaran lho! :p #dilempar tomat
Buat Stalkernya Sakura, ngecewain nggak? Gomen nggak aku kasih 'clue' nya, aku kelupaan XD #plak!
Di chapter-chapter kemarin Sai bener-bener nggak muncul, jadi nggak ada yang curiga kalo pelakunya adalah dia, hoho~~ #kicked
Sequel STALKER? Hmm...boleh juga aku bikin, gimana menurut kalian? Haha :D
Buat Ai to Otou-san maaf yah aku belum bisa update, selain lagi nggak ada ide, ide-ide yg udah aku catet di notes (baik di Hape atau di buku catetan) HILANG SEMUA! Padahal itu udah aku rancang ide ceritanya sampai chapter terakhir lho T^T Gomen banget, hiks...
Special thanks to :
Hoshi Yamashita, Youi Hayatoshiro, HarunoZuka, Inori chan, ririrea, Eky-chan, Fiyui-chan, Ren, QRen, me, RizkaRina, Anka-Chan, Nyx Quartz, Mikaela Williams, SoraMaria, BlueWhite Girl, francescoscuro osie may, jidat uchiha, uchiha priz alexa runo, Black winged reaper, OraRi HinaRa, riachan-uchiha, lathiefniwa 'UCHIHA, Putri Luna, Ai Yura, FranbergH, Sichi, Kuraudo umika yamachii JUMP, blackcurrent626, lala yoichi, Ema Uchiha, Princess Iceberg, Tsukiyomi Aori Hotori, agnes BigBang, BlueHaruchi Uchiha, Ri-chan Higurashi, jpoperssidnadmao, rosdin always sasusaku, ardia nazima, Rei, Retno Uchiharuno, hanazono yuri, UchiNami Selvie, mako-chan, Pink Onix.
Balas review yang nggak login ^^ :
Hoshi Yamashita : Tebakanmu salah :p wkwk.. Aduh,aku jd malu *blush* Eh iya, aku lupa! Sorry typo x_x Hehe, maap update telat pake banget, trus chap ni ancur ._. Makasih udah review! RnR lagi ya! :D
Youi Hayatoshiro : Hahaha,tp sekarang rate nya turun jadi T kok :p Nebak jg gapapa, gak bakal dipenjara kok,wkaka XD Makasih udah review! RnR lagi ya! :3
Inori chan :Dirimu gaje banget ._. wkaka.. ya gapapa, udh review fic ni aku udh seneng kok ^^ Makasih udah review! RnR lagi ya! :)
Fiyui-chan : Sasosi? Waa, Sasori abis ganti nama yah, waaa..dia nggak ngundang aku ke acara selamatan ganti namanya XD #digampar Waa,tebakan'a salah nih,wkwk.. Makasih udah review! RnR lagi ya! ^^
Ren : Iya nih,ternyata ada typo, yaampun! , Sorry Ren diriku telat update XD #ditusuk Yg penting aku udah update kan? :p Makasih udah review! RnR lagi ya! :3
Qren : Amin amin, dan ternyata berhasil menyelamatkan dgn keajaiban Kami-sama(?) XD Iya, makasih udah review! RnR lagi ya! :)
Me : udah update nih, maap telat banget + chap ini ancur banget ._. Makasih udah review! RnR lagi ya! :D
RizkaRina :Salaaah XD Jawabannya sudah tertera cerita tuh :p wkwk. Makasih udah review! RnR lagi ya! ^^
Mikaela Williams : DINGDONG! Benar! Yg di apartemen itu aku dapet inspirasi dari anime itu XD Iya, aku juga suka bgt sama anime itu~ Iya, itu tumben banget aku bikin fic yg panjaaang.. Bukaaan, tapi Sai :p wkwk. Makasih udah review! RnR lagi ya! :3
jidat uchiha : Masa? Wkakaka...semua cowok udah aku keluarin tuh buat dijadiin tersangka XD *digebuk Neji, Sasori, Naruto* Tp jawaban'a ga ada yg bener, malah orang dalam(?) yg gak ada clue nya sama sekali di chap2 sebelum'a x_x Makasih udah review! RnR lagi ya! XD
uchiha priz alexa runo : Sorry ya updatenya telat banget dan maap chap ini gak bagus ._. Waa sayang bgt tebakannya salah XD wkwk. Makasih udah review! RnR lagi ya! ;)
Ai Yura : Pertama ngereview fic2? Berarti aku yang pertama kah? :D #geer Lucu di mananya?hehe.. Iya emang sengaja bikin kebalik, Sasuke jadi cowok biasa sedangkan Sakura punya banyak fans, kan bosen Sasuke mulu yg fansnya bejibun XD #dichidori Makasih udah review! RnR lagi ya! ^^
Sichi : Waa,mereka belum jadian, tapi Sasuke itu suka sama Sakura, makanya jadi stalker trus jadi stalker secara terang2an XD Iya tetep rate T kalem, aku nggak sanggup bikin rate M, wkaka~ Gommen telat & chap ni ga bagus ._. Makasih udah review! RnR lagi ya! :D
Kuraudo umika yamachii JUMP : Salam kenal jg ^^ makasih~~ Bukan, yg disebut salah semua tuh :p wkwk. Makasih banget yah buat semangat'a, hiks T^T *meluk2 Kuraudo(?)*Makasih udah review! RnR lagi ya! X3
lala yoichi : bukan dong :p sorry ya kalo chap ini ga bagus, makasih udah review! RnR lagi ya! :)
Ema Uchiha : Apa? Pe-penggemar beratku? #pingsan Makasih buat semangatnya, maaf ya telat pake banget trus chap ini ancur banget kayak sinetron T^T Makasih udah review! RnR lagi ya! :D
agnes BigBang : udah update nih, gommen telat pake banget + chap ini makin ancurcurcuuur T^T Makasih udah review! RnR lagi ya! X3
jpoperssidnadmao : Haha, gapapa kok tebak2, yg namanya juga tebak2 berhadiah #lho Tp ternyata salah tebakannya, wkwk XD Makasih udah review! RnR lagi ya! ^^
rosdin always sasusaku : Waaa,salah, jawaban yg bener Sai, wkwk XD *padahal ditiap chap ga ada clue nya* Sorry kalo chap ini bikin kecewa T^T Makasih udah review! RnR lagi ya! X3
ardia nazima : Huwaa, makasih ya T^T Gomen updatenya lama pake banget, wkwk xD #plak! RnR lagi ya! :3
Rei : Ini udah lanjut, makasih udah mau review ^^ RnR lagi ya~~
UchiNami Selvie : Aku juga cemburu sama Sasuke T^T #dibacok Gapapa kok, makasih ya ^^ RnR lagi ya! xD
mako-chan : Hehe, Sasuke deketin Sakura karena dia emang suka sama Sakura trus suka njailin ini cewek xD Dia juga ngelindungi dia dari cowok-cowok mesum(?). Makasih ya, RnR lagi! :D
Pink Onix : Udah lanjut, gomen telat , Makasih reviewnya~ RnR lagi ya! ^^
Sebelumnya Mohon Maaf, saya TIDAK MENERIMA FLAME dalam bentuk apapun. Don't Like, Don't Read, okay? ;)
Boleh minta reviewnya please (tuk chap terakhir ini)? X3