Summary: "Serapat apapun kau menyimpan bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga." Dan Sasuke merasa bahwa ia benar-benar tersudut kali ini. UPDET 2 CHAP! SasufemNaru. Review please...
Disclaimer: Masashi Kishimoto
AURORA: Hope Never Dies
By: Black Capxa
Genre: Romance & Tragedy
Rated: T
Pairing: Sasu x FemNaru
Warning: AU, Gender-bender, Typo(s). Saya author baru disini jadi mohon kritik, review dan sarannya. Jika ada kesalahan dalam fic gaje ini, mohon maaf sebesar-besarnya. Maklum, ini baru yang pertama kalinya. Hehehehehee...
Dan yang paling penting, DON'T LIKE DON'T READ!
.
.
Chapter 4: Violet for difulge
.
.
.
*Namikaze's House at 03.27 PM
"Haahhh...senangnya bisa sampai di rumah!"
Ungkapan kegembiraan Naruto begitu terpancar dari wajah manisnya. Rumah ini adalah tempat tinggal paling nyaman baginya, kendatipun di tempat ini pula memori buruk itu pernah terjadi. Walaupun begitu, Naruto tak merasakan trauma yang mendalam saat ia menapaki rumah ini lagi. Karena terlalu banyak kenangan berharga yang sayang sekali untuk ditinggalkan.
"Bagaimana perasaanmu sekarang, Naru-chan?" Tanya Iruka sambil mendorong kursi roda Naruto ke ruang tengah rumah besar itu.
"Tentu saja aku sangat senang sekali, paman!" ungkap Naruto gembira. "Rasanya aku bisa merasakan kehadiran tousan dan kaasan disini."
Iruka terpaku sesaat. Ia sendiri tak memungkiri hal itu juga. Hawa rumah kediaman Namikaze ini memang sangatlah berbeda dengan rumah kebanyakan. Seakan diselubungi oleh suatu kehangatan yang menenangkan. Kehangatan dari seluruh penghuni rumah ini, yang kini sudah tiada lagi.
"Naru-chan..."
"Coba dengarkanlah, paman. Aku masih bisa mendengar omelan kaasan yang menyuruhku untuk segera turun dari kamar..."
...
'Naru-chan...cepatlah turun, nak. Tousan sudah menunggumu di meja makan!'
'Sebentar lagi, kaasan...'
...
"Aku juga masih bisa mendengar tawa tousan disini saat kami bermain playstation bersama..."
...
'Kau kalah lagi dari tousan, Naru-chan. Hahahaha...'
'Ahhh...tousan curang!'
...
Bahu Naruto terlihat bergetar. Iruka tak tahu persis apakah Naruto sedang menangis atau tidak, karena posisinya saat ini berada di belakang gadis itu.
"Bahkan, aku masih bisa mendengar hiruk pikuk kegiatan para maid dan butler di rumah ini..."
...
'Selamat pagi, Naru-sama...'
'Wah, Naru-sama terlihat sangat cantik hari ini.'
'Mobilnya sudah siap. Mari kita berangkat, Naru-sama...'
...
Naruto mengepalkan tangannya kuat. "Tapi, sekarang sepi yah...?"
Iruka yang sedari tadi hanya diam mematung di belakang, kini mulai bersimpuh di depan keponakannya yang terlihat rapuh dengan bola mata yang berkaca-kaca. Di raihnya kedua tangan mungil itu, lalu Iruka menggenggamnya erat seakan tak membiarkan gadis itu menderita sendirian.
"Paman tak akan membiarkanmu sendirian menghadapi semuanya, Naru-chan. Kau masih punya paman, dan Tsunade baachan! Paman akan selalu melindungimu dan menjagamu disini."
Air mata Naruto akhirnya meleleh juga. Iruka yang melihatnya lalu memeluk gadis itu dalam dekapannya. Mereka berdua saling membagi air mata dan derita. Berbagi kesedihan yang begitu dalam hingga tak sanggup untuk dilisankan sekalipun.
"Terimakasih paman."
Iruka tersenyum lembut. "Tak masalah, Naru-chan. Oh iya, mulai saat ini paman akan tinggal disini untuk menemani dan menjagamu, Naru-chan. Jadi, kau tak akan kesepian lagi..."
Naruto pun kini sudah mulai melupakan kesedihannya dan berganti dengan raut wajah yang sumringah. "Benarkah? Yey...paman is the best!"
"Namikaze Iruka gitu loh..." narsisnya dan disambut dengan gelak tawa dari keponakannya.
**Aurora**
*Konoha International Hospital at 03.34 PM
"Dobe, kenapa kau lama sekali?"
Sasuke saat ini tengah menunggu kehadiran gadis pirang kesayangannya sejak dua jam yang lalu. Tapi, Naruto tak kunjung datang juga. Padahal, dia hanya tak menemuinya sehari saja akibat kondisi badannya yang tiba-tiba drop kemarin.
Drrtt...drrttt...
"Cih...mengganggu saja!"
Sasuke dengan kesal akhirnya menjawab panggilan itu. Tapi, saat dia melihat layar handphonenya, alisnya sedikit terangkat.
'Nomor tak dikenal?'
"Halo, siapa ini?" sapa Sasuke dengan nada sedatar dan sedingin mungkin. Sungguh, ia ingin sekali menghajar orang iseng yang sudah mengganggu kegiatannya.
"Halo, Sasuke. Lama tak mendengar suaramu."
DEG
Sasuke merasa sangat familiar dengan suara itu. Tapi siapa?
"Katakan siapa namamu dan apa tujuanmu! Aku tak punya banyak waktu!" desis Sasuke tajam.
"Hohh...jadi seperti ini dirimu sekarang. Dingin dan kasar. Sepertinya orang tua itu mendidikmu dengan keras, ya...?"
Orang tua? Maksudnya, Uchiha Fugaku? Kenapa orang ini sepertinya tahu banyak segala tentang dirinya?
Sasuke tersenyum sinis. "Heh, kau terlalu banyak tahu, tuan misterius. Kalau sudah tak ada yang perlu dibahas lagi, silahkan matikan saja handphonemu!"
Orang itu mendecak pelan.
"Untuk apa aku repot-repot menghubungimu kalau aku tak punya kepentingan? Lagipula ini menyangkut seseorang yang telah membuatmu menunggu sedari tadi. Yang mungkin sangat berarti bagimu."
DEG
"Siapa kau dan apa maumu! Kalau kau berani, tunjukkan wajahmu pengecut!" geram Sasuke kesal. Tak ia pedulikan lagi topeng stoicnya yang telah lepas sedari tadi.
"Kita berdua saling mengenal, Sasuke. Jadi, aku tak perlu menunjukkan wajah asliku sekarang. Kalau kau tanya apa tujuanku, maka jawabannya adalah untuk memberimu sedikit pelajaran berarti tentang pentingnya sebuah nilai kehidupan untuk tidak menghancurkan kebahagiaan orang lain demi kepentinganmu semata. Apa Fugaku mengajarkan hal itu padamu? Jika tidak, maka aku yang akan mengajarkannya padamu."
Sasuke diam sesaat.
Nilai kehidupan? Menghancurkan kebahagiaan orang lain? Apa maksudnya semua ini? Rasanya Sasuke ingin sekali membuat perhitungan dengan orang misterius ini dan melihat seberapa besar nyalinya saat berhadapan langsung dengannya. Cih, benar-benar pengecut!
"Apa yang kau bicarakan, sialan? Sepertinya aku tidak pernah bertemu apalagi mengenal orang kurang hajar macam dirimu! Langsung saja ke inti! Kau membuat segalanya menjadi panjang dan berbelit-belit!"
Orang itu sepertinya tengah menyeringai tajam.
"Apa yang akan kau lakukan jika Naruto tahu apa yang telah kau perbuat padanya?"
DEG
"Serapat apapun kau menyimpan bangkai, suatu saat pasti akan tercium juga."
"..."
"Bagaimana menurutmu jika aku memberitahukan kebenaran ini padanya? Apa kau masih tetap akan membisu seperti ini, heh Sasuke?"
"..."
"Kalau kau tidak ingin rahasia ini terbongkar, sebaiknya jauhi gadis itu! Dia tidak pantas dengan pendosa dan pendusta sepertimu. Aku masih jauh lebik baik daripada dirimu!"
Urat-urat di sekujur tubuh Sasuke pun kini sudah menegang sempurna.
"Kau_"
"SIALAN...! Berbicara sepatah kata lagi, kupastikan besok namamu akan kumasukkan ke daftar catatan kematian!"
Hening.
"Heh, kau bahkan tidak tahu siapa namaku Sasuke."
...
"Dan sebagai tanda perkenalan dariku, besok akan ada kejutan untuk Uchiha. Semoga kalian senang."
Tut..tut..tuuttt...
Sambungan itu terputus. Sasuke kini diam mematung di tempat ia berpijak. Pikirannya sudah menjelajah entah kemana. Orang itu, suaranya, nada bicaranya yang dingin dan datar, seperti sebuah memori yang hilang. Memori yang berusaha untuk dibangkitkan lagi dalam kenangan 19 tahun hidupnya. Sasuke sangat yakin dengan hal itu. Ada bagian dari hati kecilnya yang merindukan suara itu. Tapi siapa?
"Arghhh...kuso!"
Daripada ia terkapar tak berdaya di tempat ini karena penyakit sialannya, Sasuke memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Walaupun hatinya tak rela sepenuhnya. Gadis yang ia harapkan kehadirannya ternyata tak menemuinya seperti biasa. Apa kejadian saat malam itu membuat Naruto enggan untuk menemuinya kembali? Sepertinya tidak mungkin! Jadi apa yang menyebabkan Naruto tak menemuinya kali ini? Jangan-jangan...
"Apa Naruto sudah tahu semuanya? Oh, shit! Aku harus memastikan hal ini secepatnya!"
Dan Sasuke pun kini mulai merogoh saku celananya dan mengambil benda yang ia cari sedari tadi. Ditekannya dengan cepat angka-angka yang sudah ia hafal di luar kepala.
Tuuuttt...tuuttt...
Klik
"Halo, ada apa Sasuke-sama?"
"Juugo, aku ingin kau melacak keberadaan gadis yang bernama Uzumaki Naruto! Kalau sudah tahu, cepat hubungi aku!" Sasuke mulai terlihat gusar sekarang. Nafasnya pun sudah memburu dengan cepat.
"Baiklah, Sasuke-sama."
Tut...tut...tuuttt...
Tanpa berlama-lama lagi, Sasuke segera meninggalkan taman rumah sakit itu dengan raut wajah yang khawatir. Sasuke mulai bisa mengerti situasinya saat ini. Terpojok dalam kondisi yang rumit, ditambah lagi dengan sosok misterius yang sangat familiar dalam hidupnya. Sasuke benar-benar tersudut kali ini.
"Cih..."
Di satu sisi yang lain, ia sungguh tak ingin berpisah dengan Naruto. Gadis itu adalah satu-satunya orang yang bisa membuat Sasuke menyayangi hidupnya yang tinggal menghitung hari. Tapi di sisi yang berbeda, ia tak ingin Naruto menjauhinya bahkan membencinya jika kebenaran tentang dirinya terungkap secara gamblang berkat mulut besar orang misterius itu. Dan satu masalah lagi. Sasuke bisa merasakan bahwa orang yang telah meneleponnya tadi adalah sosok yang sangat berbahaya. Dari nada bicaranya yang dingin dan terkesan agak santai, sepertinya orang itu sudah mempunyai segudang rencana licik untuk menghancurkannya. Ia belum yakin sepenuhnya, tapi feelingnya mengatakan bahwa akan ada masalah yang besar tengah menantinya di depan.
"Dobe, jangan pernah membenciku..."
Sasuke baru sadar bahwa hidupnya benar-benar berarti kali ini. Entah kenapa Tuhan baru mempertemukan ia dengan gadis itu dalam situasi yang tak kondisional seperti ini. Ingin rasanya ia berharap sekali lagi. Walaupun rasanya sangat mustahil.
"Tuhan, tolong izinkan aku bersama dengan Naruto selamanya..."
**Aurora**
*Namikaze's House at 06.47 PM
Senja kali ini sangatlah berbeda bagi Naruto. Hanya ada keheningan dan perasaan yang menyesakkan dalam dirinya. Dulu, setiap senja tiba, akan ada canda dan gelak tawa yang terdengar membahana di ruangan tempat ia terdiam kini. Ruangan tempat ia bersantai bersama ayah dan ibunya. Tapi kini ruangan ini tinggallah sebuah tempat kenangan. Tidak akan ada kehangatan lagi disana. Sunyi dan sepi.
"Haahhh..."
Naruto tampak mengehela nafas panjang. Untuk menghangatkan ruangan ini lagi, tak ada salahnya jika ia memainkan biolanya. Mungkin bisa menyingkirkan sedikit rasa kesepiannya.
"Untuk tousan dan kaasan..."
Ia mulai memainkan biolanya dengan lembut. Matanya ikut terpejam seiring dengan lantunan melodinya yang semakin terdengar lirih. Naruto bisa merasakan bahwa ayah dan ibunya kini tengah berada di sampingnya. Memegang pundaknya seperti halnya dulu. Tersenyum hangat untuknya.
Permainan biolanya tiba-tiba berhenti. Naruto diam untuk beberapa saat. Tapi, beberapa detik berikutnya, sebuah senyum terpahat di wajahnya.
"...dan untuk Sasuke..."
Ia pun kembali memainkan biola berwarna coklat muda itu. Senyumnya masih setia bertengger disana. Naruto sadar sepenuhnya, bahwa ia memang tak ditakdirkan untuk membenci pemuda itu. Seberapa keras pun ia mencoba, tetap tak akan pernah bisa. Dan ia juga merasa sedikit bersalah, karena tak memberitahukan kepulangannya pada Sasuke. Tapi, tak apalah. Toh, sepertinya pemuda itu pasti akan menemuinya lagi. Karena dia adalah seorang Uchiha. Dan Uchiha tentunya tahu segalanya.
"Aku menunggumu disini, Sasuke..."
**Aurora**
Tbc
.
A/N: Saya sengaja mengapdet dua chap sekaligus karena satu minggu ke depan saya akan off dulu, demi ulum yang sudah di depan mata! Dan hasilnya...mungkin sangat mengecewakan para readears...(nangis gaje). Gomen...gomen...
Terimakasih bagi para readers yang sudah sempat membaca dan mereview fic gaje ini. ^_^
Akhir kata...review please...