Disclaimer: I do not own Naruto. Naruto © Masashi Kishimoto

No commercial advantages is gained by making this fanfic. Fanfic is just for fun, guys! ;)

Genre : Romance/Drama

Pairing : SasuHina slight ItaIno and SaiSaku

A/N: this is the epilogue as I promised.

Hope you enjoy it! Happy reading!


Chain of Love

EPILOGUE – Chain of Love


What can you do if you have been tied

by love that you can't resist?

Go with it. Walk with it.

It's a fate and there will be no exit.

.

.

.

"Kaasan," panggil seorang bocah laki-laki berusia sekitar delapan tahun pada ibunya yang tengah sibuk di dapur.

Spontan, sang ibu menghentikan senandung ringannya dan menoleh. Ia mendapati satu dari putra kembarnya tampak menatapnya dengan penuh pertanyaan. Mata hitam anak itu menyorot berhati-hati, tapi juga antusias.

"Hari ini, hari ulang tahun pernikahan kalian, kan, ya? Berarti Tousan akan pulang cepat?"

Mata sang ibu menyipit bersamaan dengan sebuah senyum yang mengembang. Wanita di usia awal tiga puluhan tersebut mengangguk.

"Ya, Tousan-mu tadi sudah menelepon Kaasan, dia bilang dia sedang dalam perjalanan pulang ke sini."

Wajah yang antusias itu semakin antusias. Pipi-pipinya yang tembam tampak berseri. Putranya yang satu ini memang sangat mengagumi ayahnya. Tak heran, ia akan senang dan berusaha sebisa mungkin menghabiskan banyak waktu dengan sang ayah.

"Kage mau membantu Kaasan menyelesaikan masakan ini?"

"Tentu!" serunya cepat. "Apa yang bisa kulaku—"

"Kaasan, Kaasan, Kaasan!" panggil seseorang yang lain dengan perawakan yang tak jauh beda dengan Kage. Hikaru—sang kembaran. "Tadi aku kan sempat chat dengan Sai-jisan. Katanya, 'Selamat hari ulang tahun pernikahan untuk ayah dan ibumu. Oh, ya, apa benar hari ini ulang tahu pernikahan orang tuamu, ya? Apa aku salah mengingat hari ini sebagai ulang tahun pernikahan Sasuke dan mantan istrinya?'"

Hikaru tampak terengah saat membacakan sebuah pesan tertulis dari sang paman yang merupakan adik ayahnya. Wajahnya cemberut. Lalu, dengan mengabaikan wajah sang ibu yang tampak kaget, Hikaru berkata cepat,

"Ini apa maksudnya?"

Nyonya Uchiha mengerjap sementara otaknya masih berusaha mencerna pertanyaan sang anak. Namun, tak lama kemudian, ia tertawa. Tawa yang lembut dan menenangkan.

"AnoKaasan memang menikahi seorang duda, kok."

"Apa?!" Kali ini Kage yang berteriak tak percaya. "A-aku baru tahu!" ujarnya. Alisnya mengernyit dalam.

"Tapi tak masalah, 'kan?" Sang ibu masih betah tertawa. "Nah, kalian mau membantu Kaasan menyelesaikan masakan untuk makan malam ini atau bagaimana?"

Kage dan Hikaru berpandangan sejenak sebelum mereka beranjak mendekat ke arah sang ibu. Dengan perasaan yang masih bercampur aduk, keduanya kemudian melakukan tiap-tiap hal yang diinstruksikan sang ibu. Mencuci tomat, memotong-motongnya, memblendernya, dan lain-lain.

Dalam benak kedua anak kembar tersebut masih berputar macam-macam hal. Kage yang pertama kali menyuarakan pemikiran mereka,

"Bagaimana ceritanya sampai Kaasan bisa menikah dengan Tousan?"

Sang ibu hanya mengangkat alis sejenak sebelum menjawab dengan lugas, "Kage yang paling tahu kebaikan Tousan. Apa ada alasan mengapa Kaasan bisa tidak terpikat padanya?"

"Meskipun Tousan seorang … duda?" timpal Hikaru.

"Meskipun Tousan seorang duda—ya. Tidak masalah."

"Mantan istri Tousan seperti apa? Apa dia sudah meninggal?"

"Oh, tidak," jawab sang ibu menanggapi rasa penasaran dan keingintahuan anak-anaknya dengan sabar, "dia sehat, kok. Saat ini pun, dia pasti sedang bergembira dengan rumah tangga dan anak-anaknya."

"Jadi, mantan istri Tousan sudah menikah lagi?"

Wanita berambut kebiruan sebahu itu mengangguk pelan. Sama sekali tak terlihat kesusahan ataupun kebingungan di wajahnya—seolah dia tahu pasti apa yang harus ia lakukan dan ia katakan. Sembari menjawab pertanyaan-pertanyaan anak-anaknya, tangannya tetap bekerja mengiris bawang atau mendidihkan air atau menumis bumbu.

"Terus pertanyaanku yang tadi—mantan istrinya seperti apa?" tanya Kage lagi, belum puas sebelum pertanyaannya terjawab dengan jelas.

"Bagaimana?" Kali ini, sang ibu menoleh ke langit-langit sejenak sebelum ia tertawa tertahan. "Mantan istrinya itu seseorang yang pesimis, selalu takut melangkah, terikat bayang-bayang masa lalu, dan kalau bicara kadang bisa, uhm, tergagap-gagap."

"Berarti Kaasan lebih baik, 'kan?"

Nyonya Uchiha menoleh ke arah Hikaru dan tersenyum padanya. "Kaasan merasa bahwa Kaasan memang jauh lebih baik. Kaasan sudah melakukan banyak hal—sekolah dengan baik dan kemudian mengejar impian Kaasan sebagai seorang koki yang andal."

"Masakan Kaasan kan memang nomor satu di dunia," ujar Hikaru lagi sambil mengangkat alisnya seolah ia tahu pasti bahwa tak ada yang bisa mengalahkan masakan ibunya.

"Berarti, Tousan tidak akan menyesal sudah menceraikan istrinya yang pertama, 'kan?" sela Kage kemudian.

"Ya! Kaasan yakin Tousan tidak akan menyesal." Kepala wanita itu miring sedikit ke arah kiri hingga rambut pendeknya bergerak. Pipinya memerah dan senyumnya terlihat sangat manis. "Kaasan akan memastikan bahwa Tousan tidak akan menyesal telah memilih Kaasan yang sekarang sebagai istrinya!"

Kedua anak kembar itu tampak sangat puas dengan jawaban ibunya yang terdengar begitu percaya diri. Berarti, mantan istri ayahnya bukan seseorang ayng perlu dikhawatirkan. Rumah tangga dan keluarga mereka akan selalu aman.

"N-nah! Bagaimana kalau kita sedikit lebih bergegas? Sebelum Tousan pulang," ujar sang ibu memperingatkan.

Dengan kompak, Kage dan Hikaru langsung menjawab riang, "Baikk~!"

.

.

.

"Tadaima."

"Tousan pulang!"

"Okaeri, Tousan!"

Kedua bocah kembar itu langsung berlarian menyambut sang ayah yang langsung melepas sepatu dan melonggarkan ikatan dasinya. Mata gelap lelaki paruh baya itu kemudian menangkap sosok istrinya yang tersenyum lembut menyambut kedatangannya.

"Okaerinasai," sambut sang istri sembari mendekat untuk membawakan tas suami.

Uchiha Sasuke tersenyum lembut dan memberikan satu kecupan lembut pada istrinya tersayang. Bersamaan dengan itu, ia berbisik,

"Selamat ulang tahu pernikahan."

Istrinya hanya terkikik geli sebelum ia berkata, "Bagaimana kalau kita makan terlebih dahulu?"

"Hm, kau memasak semuanya sendiri?"

"Ah—anak-anak membantuku."

"Hikaru yang menyiapkan jusnya!"

"Kage membantu Kaachan membersihkan sayur!"

Sasuke tersenyum simpul sebelum ia mengulurkan tangan untuk membelai kedua putra kembarnya. Hidupnya terasa semakin sempurna dengan keberadaan keluarga kecilnya ini. Memang tidak selalu berjalan mulus, tapi pada akhirnya, segala permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan baik.

"Tousan senang? Senang, 'kan?"

"Hn. Ya."

"Lebih senang dibanding waktu bersama mantan istri Tousan?"

Kedua alis Sasuke terangkat. Ia kemudian bertanya melalui isyarat mata pada sang istri yang terlihat tak menyangka bahwa topik itu kembali terangkat ke permukaan. Namun, kemudian, wanita muda itu memiringkan kepalanya sedikit sembari meletakkan tas Sasuke di atas sebuah kabinet.

"Itu, Sai-kun yang …."

Setelah paham apa yang sebenarnya terjadi, Sasuke kemudian hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela napas.

"Gimana, Tousan? Gimana?"

Wajah Kage dan Hikaru tampak harap-harap cemas menanti jawaban Sasuke. Keempatnya kini sudah duduk di atas meja, tapi tak satu pun yang terlihat hendak memulai makan malam mereka. Sepertinya Sasuke tidak bisa lepas dari pertanyaan kedua buah hatinya.

"Yah ...," Sasuke mendadak terpikirkan suatu ide, "apa kalian sudah menanyakan hal yang sama pada Kaasan kalian?"

"Apa?"

Sasuke menatap wajah istri yang duduk tepat di sebelahnya. Matanya memandang lembut dengan senyum yang tak akan terlihat kecuali ia sedang bersama keluarganya.

"Apa dia bahagia … lebih bahagia bersama Tousan dibandingkan saat bersama … mantan suaminya?"

"HA—?!" Kage dan Hikaru kompak meloncat turun dari kursi. Matanya memandang tidak percaya pada ayah dan ibunya.

"Jadi," Hikaru memulai dengan alis yang mengernyit, "Kaasan juga … janda?"

"Lho? Kaasan tidak cerita kalau dia juga sempat menikah kemudian bercerai?"

Sang istri memukul lengan suaminya main-main. "Kau membuat semuanya jadi terdengar lebih rumit."

Sasuke mengangkat bahu acuh tak acuh. Ia kemudian mengangkat dagu sang istri dan mengecupnya ringan.

"Bukan aku yang memulai," ujarnya kemudian disertai sebuah seringaian yang menggoda. "Jadi? Kau bahagia bisa menikah denganku?"

"Hmm … apa aku terlihat menyesal telah menikah denganmu … lagi?"

Acara tatap-menatap sepasang suami istri itu terinterupsi oleh dehaman. Seketika, kedua orang tua yang sesaat lupa situasi dan kondisi itu menoleh pada kedua anak yang masih menuntut jawaban dari keduanya.

Sasuke berkata ringan pada sang istri, "Kau saja yang cerita. Aku lapar."

"Sambil makan, ya?"

Uchiha Hinata kemudian mengambil nasi dan mengisinya penuh pada mangkuk Sasuke, mangkuk Hikaru dan Kage, baru setelahnya mangkuknya sendiri. Setelah ia kembali duduk, ia pun memulai ceritanya,

"Dahulu, Tousan kalian pernah menikah dengan perempuan bernama Hyuuga Hinata."

"Eh? Itu nama Kaasan sebelum menikah dengan Tousan, 'kan?"

Hinata melirik ke arah Sasuke sedikit dan tak merespons pertanyaan Kage dengan kata-kata. Hanya senyum lembutnya belum juga menghilang, malah semakin lebar.

"Saat itu, Hinata baru berusia lima belas tahun dan tidak seharusnya sudah berumah tangga. Namun, karena suatu keadaan yang sulit, mereka terpaksa menikah."

Kage dan Hikaru sama sekali tidak bergerak dan lupa menyentuh makanannya. Mereka terdiam dengan posisi seolah tengah mendengar dongeng dari sang ibu. Hanya samar-samar terdengar gumaman kebingungan, "Jadi mantan istri Tousan adalah Kaasan dan mantan suami Kaasan adalah Tousan?"

"Meskipun tak bisa bersikap layaknya istri, Tousan kalian selalu baik pada Hinata. Ia membangkitkan kepercayaan diri Hinata, ia sangat, sangat menyayangi Hinata."

"Kau berlebihan," potong Sasuke yang mencoba mengalihkan wajahnya yang sudah semakin memerah. Untuk mengatasi salah tingkahnya, Sasuke kemudian menenggak jus tomat yang sudah disediakan di depan piring-piringnya.

"Aku tidak bohong," lanjut Hinata, "Uchiha Sasuke sangat menyayangi Hyuuga Hinata. Ia bahkan membantu Hinata keluar dari permasalahan keluarga yang menjeratnya. Lalu setelah itu … mereka memutuskan untuk bercerai setelah mengucapkan sebuah janji."

"Eh? Kenapa? Kenapa harus bercerai?"

"Bukankah Tousan sudah menyayangi Kaasan sejak awal?"

"Justru karena itu," jelas Hinata lebih lanjut, "Tousan memberi kesempatan pada Kaasan untuk menyelesaikan sekolah dan mengejar mimpi Kaasan menjadi seorang koki yang andal. Jika saat itu ia tidak membiarkan Kaasan melanjutkan sekolah, maka kalian tidak akan bisa merasakan masakan seperti ini di meja rumah kalian. Kalian harus membelinya terlebih dahulu ke restoran."

Hinata mengangguk kecil seolah puas dengan ceritanya. Ia menambahkan sedikit lagi, "Dan sesuai janji, setelah Kaasan meraih mimpi Kaasan, kami melangsungkan pernikahan kami yang kedua. Kali ini, tentu saja dengan tata cara yang lebih sesuai. Nee, Anata?"

Sasuke tersenyum dengan alis yang terangkat. Ia kemudian mengarahkan tatapannya pada kedua anak laki-laki yang tampak terperangah mendengar kisah cinta tidak biasa di antara ayah dan ibunya.

Memecah keheningan yang mendadak tercipta, Sasuke kemudian berkata, "Nah, sekarang, kalian sudah puas, 'kan? Ayo mulai makan."

Hikaru dan Kage saling berpandangan satu sama lain. Mereka kemudian meloncat turun dari kursi dan berlari ke arah kamar mereka—membuat Hinata dan Sasuke terkejut melihat polah bocah kembarnya.

Hinata setengah berteriak, "E-Eh? Kage? Hikaru? Apa yang kalian lakukan? Kenapa meninggalkan meja makan seperti itu?"

Tak lama, Hikaru dan Kage sudah kembali. Dengan cengiran di wajah mereka dan sebuah kertas yang tergulung. Mereka kemudian menarik kertas itu ke arah yang berlawanan hingga kertasnya membentang dan memperlihatkan gambar tiga laki-laki dan seorang perempuan, serta tulisan-tulisan yang terbaca sebagai: 'Tousan, Kage, Hikaru, Kaasan', serta satu kalimat yang agak panjang …

"Selamat hari ulang tahun pernikahan, Tousan, Kaasan!" seru Hikaru dan Kage dengan kompak. "Semoga kalian selalu bahagia dan selalu sayang sama Kage dan Hikaru, ya!"

Mulut Hinata membentuk huruf 'o' dengan tangan yang ia letakkan di depan mulutnya. Sementara Sasuke, begitu ia selesai menelan makanan yang sudah masuk mulutnya, langsung buru-buru menenggak jusnya untuk kemudian ikut berdiri bersama Hinata. Ia sesaat menyesal telah memulai makan terlebih dahulu.

"Kalian suka?" tanya Hikaru dan Kage lagi dengan wajah berseri-seri.

Hinata memandang Sasuke sebelum keduanya memutari meja dan masing-masing kemudian memeluk Kage dan Hikaru. Perasaan syukur memenuhi relung hati keluarga kecil tersebut.

"Suka? Kami sangat, sangat menyukainya! Terima kasih, Kage, Hikaru!"

Lalu, tawa riang membahana memenuhi kediaman Uchiha tersebut. Makan malam hari itu terasa sangat spesial berkat kejutan-kejutan kecil yang tak terduga.

Oh—ingatkan Sasuke untuk membagi sedikit kebahagiaan mereka pada adiknya yang pertama kali mencetuskan ide jahil yang luar biasa ini!

.

.

.

***REAL END***


Terima kasih banyak untuk semua yang masih memberi review, fave, alert pada fanfict ini. Terima kasih untuk semua yang masih setia menunggu epilog dari fanfict ini. Terima kasih, terima kasih sebanyak-banyaknya pada teman-teman yang sudah mendukung pembuatan fanfict ini. Keluarga Uchiha kecil (?) ini tidak akan bisa terbentuk tanpa dukungan dari teman-teman sekalian. Untuk teman-teman SHL sekalian, semoga kalian bisa menikmati fanfict ini dari awal sampai epilog! Senang bisa mengenal kalian!

Untuk segala kekurangan dalam fanfict ini, termasuk lamanya dalam meng-update, saya ucapkan maaf yang sebesar-besarnya.

[Trivia: kenapa saya memutuskan anak Sasuke dan Hinata kembar? Karena saya yakin, Hinata punya gen kembar yang diturunkan dari ayahnya. Lalu, nama Kage dan Hikaru berarti 'bayangan' dan 'cahaya', mungkin nggak perlu dijelaskan lebih lanjut kenapa namanya seperti itu, ya~!]

Reviews are always welcomed and appreciated.

I'll be waiting.

Regards,

Sukie 'Suu' Foxie

~Thanks for reading~