Disclaimer: Eyeshield 21, Katekyo Hitman Reborn and all the characters belong to their rightful owners. Me owns nothing. Sad…
Warning: Sho-ai, OoCness, keabalan dan kegajean seorang saya, humor garing, typo, kalimat-kalimat yang menjurus, fluff, dan seorang Akaba Hayato yang dirasuki Rokudo Mukuro. Kufufu~
Balasan review anonimus:
Karin: Maaf lama update-nya! Saya baru masuk sekolah, jadi sibuk ngurus ini itu, siapin ini itu. Hauh. Syukur sekarang udah selesai. Selamat menikmati. Btw, makasih dukungannya!
Yuna: Panjangnya nama dikau. Wah! Jangan sampai nosebleed lo. Nanti anemia. Haha. Mari jayakan HiruSena! Yo! Silakan dibaca, chapter terakhir. :D
Meg-chan: Ini apdetan yang ditunggu. ^^
Yuina-nyan: Hahaha. Itu mah sayanya aja yang ngegaje. Wkwkwk. Karena di toko sushi ada hujan! *hah?* karena… baca aja deh. Ehehe. Maaf gak ada lemonnya, saya gak bisa buat. *pundung*
Mel: Ciao Mel! Akhirnya kita berjumpa di FESI. Bisa aja lah, kan saya yang nulis. Ohoho! Makasih udah nyempetin review. ^^
Ariza: Hiee! *lempar pensil, penghapus, buku, meja, kipas, lema—*WOI!* Ahhe. Maaf, ini apdetannya. Ehehehe.
Lalala: Yaps! Maaf kalo Hiru OoC. Susah nulis dia itu. Hehe.
Dan khusus kepada dirimu yang tak perlu disebutkan namanya, kalo gak suka ngapain dibuka ni cerita? Kayak gak ada kerjaan aja. Noh, cucian numpuk di atas, setrikain gih kalo gak ada kerjaan. Flame ceritanya, jangan pairingnya! Satu flame gak guna dibandingkan 25 review yang mendukung? Lu kalah! Sebel dah aye sama flamer.
Btw, minna, saya mau mengucapkan Minal Aidin wal Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin. Maapin dosa aye selama ini ye… *sungkem* THR dong? *plak!* Saya juga mau mengucapkan turut berduka cita atas berpulangnya Himeka-san. Semoga diterima di sisi-Nya, amin. :)
It All Comes Down to Luck
Last Chapter: And His Trouble Ends
Hiruma Youichi.
Seseorang yang dikatakan sebagai seorang yang tak tahu rasa takut. Seorang yang selalu menghadapi segala rintangan tanpa bergetar. Seorang yang selalu bisa mencari untuk keluar dari keadaan terjepit.
Tapi tak begitu kenyataannya.
Bahkan seorang Hiruma Youichi masih mempunyai ketakutan. Dia hanya menyembunyikan mereka. Ia takut kalau ketakutannya terbongkar. Semenjak kecil ia sudah belajar untuk menyembunyikan ketakutannya. Ketakutan adalah kelemahan; dan Hiruma Youichi tak boleh memiliki kelemahan. Tidak kalau ia ingin selamat hidup di dunia sendirian.
Dan salah satu dari ketakutan terbesarnya adalah… kucing.
-kriik kriik kriik-
Ehem. Maaf, bercanda.
Salah satu ketakutan terbesar Hiruma adalah kehilangan teman dan mereka yang –diam-diam– disayanginya. Itu sebabnya dibalik punggung para anggota DDB ia terus memantau keselamatan mereka. Entah itu memastikan kalau tak ada penggemar tim lain yang menyerang mereka, sampai mengancam para preman dan geng-geng bersenjata di sekitar agar tidak mendekati para pengikutnya (baca: anggota DDB).
Tanpa disangka, ternyata Hiruma adalah seorang yang posesif dan protektif terhadap teman-teman se-klubnya. Walau tentu saja, kalau ia ditanya ia tak akan mengakuinya. Typical tsundere. *author dibantai*
Itu pula sebabnya saat Hiruma meninggalkan Sena sebentar (saat itu mereka berada di restoran sushi) untuk pergi ke kamar kecil (sebenarnya sih dia ingin memastikan kalau ada jalan keluar di belakang kalau-kalau ada sesuatu tak terduga terjadi) dan kembali untuk menemukannya diganggu (dalam penglihatannya) oleh seorang pemuda, ia harus menahan dirinya untuk tidak menembak pemuda itu dengan peluru timah.
'Siapa yang berani memasuki ruangan VIP-ku dan mengganggu chibi-ku?' pikirnya geram seraya mengepalkan tinju. Ia berjalan mendekat, berniat untuk memberi pengganggu itu pelajaran.
_.:o0O0o:._Beberapa menit sebelumnya_.:o0O0o:._
Author POV
Sena yang ditinggalkan oleh Hiruma memandang sekelilingnya dengan nervous. Ia tak biasa berada di tempat semewah ini. Biasanya ia hanya pergi ke restoran keluarga atau sekedar restoran junk food murahan. Sekarang? Ia berada di restoran sushi bintang 4 di ruang VIP. Wajar saja ia merasa gugup.
Ruangan tempatnya berada berukuran 3 meter persegi dan memiliki dinding kaca kedap suara yang memiliki lukisan hutan bambu tertempel di seluruh permukaannya. Di tengah-tengah ruangan, di antara dua sofa lebar berwarna biru muda yang nyaman, terdapat sebuah meja dari kaca patri yang bisa memuat sepuluh kotak sushi di atasnya. Di lantai, terdapat permadani berwarna dasar hijau tua dengan lukisan padang bunga. Di langit-langit tergantung kandil tumpuk dua yang berfungsi lebih sebagai hiasan daripada penerangan.
Ada satu hal yang menarik perhatian Sena di sana. Sebuah laci sederhana yang terbuat dari kayu berpelitur yang terlihat sangat tidak cocok untuk berada di ruangan itu. Ada plat berukirkan 'giocattolo' (1) di bagian atas laci itu. Ia tak mengerti apa artinya tapi hal itu justru membuatnya bertambah penasaran. Sena ingin melihat apa isinya, tapi ia takut. Jadi ia mengurungkan niatnya. Barang lain yang berada di sana terlihat sungguh mahal, siapa yang tahu kalau laci itu tidak?
Saking gugupnya ia, Sena duduk di sofa biru itu dengan sangat berhati-hati. Ia sengaja duduk di ujung, tak berani menyentuh sofa mahal itu lebih jauh. Walaupun sebelumnya Hiruma sudah berusaha meyakinkannya kalau benda-benda yang berada di ruangan itu secara tak langsung dibeli olehnya saat ia memesan ruangan itu dan kalaupun ia (Sena) merusakkan sesuatu ia (Hiruma) akan menggantinya, Sena tetap bersikeras kalau ia tak ingin merusak sesuatu. Hiruma menghela nafas kesal lalu meninggalkan Sena di sana untuk ke kamar kecil.
Sena menunggu Hiruma kembali dengan tak sabar namun sang kapten (di kepalanya Sena masih menganggap Hiruma kaptennya) tak kunjung datang. Saat ia mulai berpikir kalau Hiruma sudah meninggalkannya untuk membayar makanan pesanan mereka, seseorang mengetuk lalu membuka pintu kaca itu.
Sena mengangkat kepalanya dari posisinya yang menunduk dengan wajah lega. Ia sudah mengharapkan Hiruma yang akan muncul sehingga ia kecewa saat ia melihat seorang pemuda bercelemek dan membawa pesanan mereka yang berdiri di pintu. Ia menghela nafas kecewa.
"Konichiwa! Namaku Yamamoto Takeshi (2), aku membawa pesanan Anda—ah…," sang pelayan yang awalnya tersenyum saat menyapanya menaikkan satu alis saat melihat kalau hanya Sena yang berada di ruangan itu. Padahal kalau tak salah, yang memiliki ruangan itu adalah seorang yang memiliki rambut bergaya mirip dengan Primo-sama (3). Kenapa yang ada di situ malah kembaran tak dikenal Tsuna (4)?
Sena tertawa gugup. "A-ano, itu, H-hiruma-san pergi ke kamar kecil..."
Yamamoto tersenyum lagi mendengar hal itu. "Ahaha. Maaf, maaf. Ini pesanan kalian. Aku taruh di sini saja ya!"
Sena tersenyum. Pemuda ini—Yamamoto, ralatnya dalam hati—mirip sekali dengan Mizumachi. Mereka sama-sama tinggi dan suka tersenyum. Yah, walaupun Mizumachi memiliki kebiasaan buruk untuk membuka bajunya di depan publik. Sena berharap Yamamoto ini tak memiliki kebiasaan yang sama.
"D-doumo..." ujar Sena saat Yamamoto selesai meletakkan semua pesanan mereka. Saat pemuda berambut hitam itu mohon diri dan berbalik, Sena buru-buru mencegahnya. Ia tak ingin sendirian di tempat semewah itu. Tidak kalau ia memiliki pilihan lain. "A-ano!"
Yamamoto berhenti di jalannya menuju pintu. Ia berbalik lagi ke arah Sena. "Ya?"
Sena menunduk malu. "U-uh,itu... aku tak biasa berada di tempat se-semewah ini jadi uh... ka-kalaubisatolongtemaniaku!" seru Sena gugup.
Yamamoto terlihat terkejut sebelum ia tertawa. "Hahaha. Kau mirip sekali dengan temanku!" ia lalu duduk di seberang Sena, di sebuah kursi kecil yang entah bagaimana baru disadari Sena berada di sana. Yamamoto bisa saja duduk di sofa, tapi kedua sofa itu adalah perabotan khusus para tamu. Ia tak seharusnya duduk di sana. "Boleh aku tahu siapa namamu?"
Sena bersyukur Yamamoto bersedia menemaninya. Ia tahu permintaannya egois karena Yamamoto harus bekerja juga tapi sepertinya Yamamoto tak memiliki masalah berhenti bekerja sebentar. Ia menyadari dengan telat kalau Yamamoto menanyakan sesuatu padanya. "A-ah! Maaf! N-namaku Kobayakawa Sena. S-salam kenal..." Sena menundukkan kepalanya sedikit sambil tersenyum simpul.
Yamamoto berganti memperkenalkan dirinya, walaupun ia sudah melakukannya sebelumnya. Kedua pelajar SMA itupun berbincang-bincang ringan guna mengalihkan perhatian Sena dari ruangan yang membuatnya tak nyaman itu. Dari perbincangan mereka, Sena menjadi tahu kalau Yamamoto adalah anak pemilik restoran mewah itu. Ia juga diceritakan tentang teman Yamamoto yang katanya mirip dengannya itu. Saat Sena melihat fotonya, ia juga memikirkan hal yang sama dengan yang dipikirkan Yamamoto saat pertama melihatnya.
'Aku punya kembaran?' pikirnya bingung.
Saat itu, Yamamoto harus membungkuk di depan Sena untuk memperlihatkan fotonya bersama Tsuna yang dimasukkannya ke liontin kalungnya. Entah kenapa ia terlihat enggan melepas kalungnya sehingga ia hanya memperlihatkannya saja. Senapun harus mendongakkan kepalanya karena Yamamoto walau membungkuk masih lebih tinggi darinya yang sedang duduk.
Dan pada saat itu pula, Hiruma masuk ke ruangan itu.
_.:o0O0o:._
Dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun tsundere-nya seseorang, kalau ia melihat seorang yang disukainya didekati dengan orang lain ia pasti akan merasa kesal walau ada pula yang menyembunyikannya. Begitu pulalah yang dirasakan Hiruma ketika ia melihat Sena yang terlihat seperti akan mencium Yamamoto. Rasa cemburu yang panas mengalir di seluruh darahnya. Ia kesal. Ia marah.
Hiruma menarik bahu Yamamoto dan mendorongnya ke lantai. Yamamoto terkejut namun refleks membuatnya dapat menghindari serangan peluru yang menarget dahinya. Hiruma menggeram kesal dan menodongkan senjatanya ke jantung Yamamoto. Pandangan matanya mengisyaratkan 'bergerak sedikit saja, kutarik pelatuk ini' pada pemuda yang berada di lantai itu.
Sena membelalakkan matanya, terkejut akan kejadian yang tiba-tiba itu. "H-hiruma-san!"
Hiruma tak mengacuhkan Sena. Seluruh perhatiannya tertuju pada sang pemain baseball yang memandanginya dengan tenang itu. "Mau apa kau mendekatinya?" tanya Hiruma dengan suara penuh amarah.
Yamamoto berpikir keras. Apa ia melakukan sesuatu yang salah? Bukannya ia hanya menunjukkan selembar foto? Hal itu tak seharusnya membuat seseorang ma…rah…. Tiba-tiba sesuatu terlintas dipikirannya. Sesuatu yang terkadang dirasakannya pula saat ia berada di sekitar kedua teman baiknya. 'Ah… ternyata dia cemburu…'
"Maa, Hiruma-san, aku rasa ada kesalah paham—"
"Aku tak minta alasan! Aku tanya kenapa kau mendekati chibi-ku? Hah?"
Sena hanya bisa memandangi Hiruma dengan pikiran bercampur aduk. Tak biasanya Hiruma menunjukkan amarahnya pada orang asing seperti ini. Biasanya Hiruma hanya mengacuhkan mereka atau apabila ia kesal ia akan memandang tajam ke arah mereka seraya meraba senjatanya, mengancam dari jauh. Tapi untuk Hiruma sampai melakukan hal setidak rasional ini, ini bukanlah perilakunya yang biasa.
Tapi kemudian Sena menyadari sesuatu. 'Chibi-ku? A-apa mungkin—?" wajah Sena memerah memikirkan kemungkinan maksud dari kata-kata Hiruma. 'Semoga saja benar…' harap Sena.
Ya, sebenarnya Sena juga menyukai senpainya itu. Ia mulai memperhatikan sang devil itu sejak saat pertandingan pertamanya melawan Oujou White Knight. Saat Hiruma angkat tangan dan mengatakan kalau ia menyerah, Sena jadi tertarik padanya. Ia penasaran. Ia merasa kalau Hiruma bukanlah seseorang yang mudah menyerah. Sejak saat itu, tiap kali ada kesempatan, Sena akan memperhatikan Hiruma. Menghapalkan gerak-geriknya, ekspresinya, emosinya, apa yang ada dipikirannya. Lama-kelamaan, rasa penasaran itu berubah menjadi suatu rasa yang lain.
Perasaan suka.
Sena menghela nafas dalam hati. Ia tak boleh memikirkan hal itu dulu. Sekarang ia harus menenangkan Hiruma terlebih dulu. Ia tahu peluru yang digunakan Hiruma hanyalah peluru karet, tapi peluru karetpun bisa fatal kalau ditembakkan dari jarak sedekat ini.
"H-hiruma-san…?" panggil Sena pelan.
Hiruma memutar kepalanya sedikit namun masih memandang tajam ke arah Yamamoto. "Hn?"
Sena menarik nafas, berusaha menenangkan jantungnya yang tengah ber-dag-dig-dug ria. Ia kemudian memandang lurus ke arah Hiruma. "Hiruma-san, i-ini hanya salah paham. Apapun yang kau k-kira terjadi t-tidak terjadi. Y-yamamoto-san tidak melakukan apapun!"
Mendengar suara yang hanya digunakan Sena saat ia sedang berada dalam 'serious-mode' membuat Hiruma memutar kepalanya hingga ia menatap lurus ke mata cokelat Sena yang tak bergetar. Ia mencari berkas-berkas kebohongan di kedua bola mata itu, tapi Sena menceritakan kebenarannya. Dengan kesal ia menyimpan kembali AK-47nya. Ia berbalik ke Yamamoto.
"Pergi dari sini!" usirnya, masih kesal pada pemuda itu.
Yamamoto menarik nafas lega sebelum ia berdiri dan membersihkan celananya. Ia tersenyum pada Sena yang memandangnya dengan cemas. "Syukurlah salah paham ini terselesaikan. Selamat menikmati pesanan kalian!" ujarnya dengan senyum lebar sebelum ia keluar dari ruangan itu. Ia melirik ke belakangnya dan tersenyum simpul. 'Buon fortuna (5), Hiruma-san…'
Suara pintu yang tertutup terdengar sangat nyaring bagi kedua pemain Amefuto itu. Hiruma tak menatap Sena, memilih untuk memandang tajam pintu kaca berlapis wallpaper yang baru saja tertutup. Sena menundukkan kepalanya. Pikirannya kembali bercampur aduk membuatnya bingung dan gugup.
"A-ano!" "Chibi." Keduanya berkata dalam waktu bersamaan. Hiruma mengerutkan dahinya sementara Sena kembali menundukkan kepalanya.
"Aku duluan, chibi," kata Hiruma tanpa meninggalkan celah untuk bantahan. Sena mengangguk pelan. Hiruma menggaruk-garuk kepalanya kemudian duduk di sofa yang belum diduduki. Ia mulai berpikir. Darimana ia harus mulai? Sebelum pikirannya dapat memutuskan, bibirnya bergerak lebih dulu. "Aku suka kau."
Bersamaan, dua pasang mata melebar karena terkejut. Sena dan Hiruma saling berpandangan, yang satu diam karena senang, dan yang lain karena takut akan kehilangan.
Sena menggigit bibirnya. "U-uh… a-aku… aku…"
Hiruma menghela nafas, pasrah karena ia sudah menduga Sena akan menolaknya. Ia membuka mulutnya kembali, siap untuk menjelaskan pada Sena kalau ia tak perlu menjawab pengakuannya. Tapi apa yang keluar dari mulut Sena membuatnya terkejut setengah mati.
"AkujugasukaHirumasan!"
Mata hijau emerald memandangi wajah Sena yang memerah dengan kedua mata terkatup rapat. Hiruma menutup mulutnya yang terbuka, kemudian membukanya lagi dan menutupnya kembali. Ia mengepalkan tinjunya kemudian menaikkan kedua bahunya. 'Ah, terserahlah…' pikirnya kemudian berdiri dan memeluk erat sang runningback.
"Grazie (6)…" bisiknya ke telinga Sena.
Bulu kuduk Sena berdiri mendengar suara Hiruma tepat di samping telinganya. Dengan ragu-ragu ia memeluk balik pemuda pirang itu. 'Hangatnya. Kukira Hiruma-san dingin...'
Beberapa detik kemudian, Hiruma berubah menjadi dirinya yang biasa lagi. Ia menyeringai lebar. "Hei, mau melakukan 'sesuatu' yang menyenangkan?" bisiknya iseng. Mata hijau memandang laci kayu di samping sofa dengan penuh arti.
Sena mengerjapkan matanya lalu buru-buru melepaskan diri dari pelukan Hiruma. "Hieee! A-apa maksudmu Hiruma-san?" serunya dengan wajah merah seperti tomat.
Hiruma terkekeh senang. "Jangan bilang kau tak tahu tujuanku membawamu ke sini, ke ruangan tertutup kedap suara yang dilengkapi sofa dan segala peralatannya ini?"
Mata hazel terbelalak kaget. Sena memandang laci kecil di samping sofa dengan pandangan menuduh. Ia kembali menatap Hiruma saat sang senior merenggut dagunya. Dengan wajah yang kembali memerah, Sena berusaha memundurkan kepalanya karena Hiruma terlalu dekat.
"H-hiruma-san?" pekiknya ketika Hiruma menahan kepalanya dengan tangannya yang bebas. Hiruma mendiamkannya dengan berbisik 'ssh…' kemudian mendekatkan wajahnya ke Sena. Sena menarik nafas seraya menutup matanya.
"Jangan tutup matamu," perintah Hiruma pelan.
Mata Sena kembali terbuka, terlihat bingung. Hiruma tak mengatakan apa-apa lagi dan menutup jarak di antara mereka perlahan, tak sekalipun ia berkedip. Kecupan pertama itu berlangsung hanya beberapa detik, namun segera disusul dengan yang kedua, ketiga, hingga Sena menahan Hiruma dengan menutupi bibirnya.
"H-hiruma-san! Ma-maaf mengganggu, tapi kita ke sini untuk makan!" seru Sena buru-buru saat Hiruma mengerutkan dahi tak senang padanya.
Hiruma menghela nafas. "Tapi yang ingin aku makan saat ini hanya kamu, chibi," ujarnya tanpa sadar. Sena kembali memerah dan memukul bahu Hiruma perlahan. Hiruma tersadar dan membuang muka, malu akan kata-katanya sendiri.
"U-uh… k-kalau begitu kita makan dulu. Nanti sushinya keburu tidak enak…" kata Sena pelan.
Hiruma mengangguk setuju. Lagipula, walaupun ia berkata seperti tadi, perutnya sudah berteriak minta diisi. Ia duduk di sofa yang tadi didudukinya dan menarik Sena untuk duduk di sampingnya. Sena tak berkata apa-apa, hanya mengambil satu piring dan menawarkannya pada Hiruma. Hiruma memandangnya dengan satu alis dinaikkan dan seringai senang namun tetap memakan sushi yang ditawarkan.
"Kau bertingkah seperti seorang istri yang baru menikah, kau tahu, chibi?"
Jawaban yang diterima Hiruma adalah sepotong sushi ke wajah (yang dihindarinya). Candaan nakal dan kekehan Hiruma menghiasi sore kedua pelajar Deimon High itu.
_.:o0O0o:._
Hiruma Youichi.
Seorang yang diduga tak akan memiliki pasangan dikarenakan banyak (hampir semua) takut padanya. Banyak yang bertaruh—mereka kira Hiruma tak tahu tapi apa mau dikata, Hiruma adalah Hiruma—tentang waktu ia akan mendapat seorang pasangan adalah saat bumi berakhir. Tapi hari itu, sehari setelah kencan dan pengakuan tak disangka mereka, Hiruma membuktikan kalau mereka semua salah.
Caranya?
Mencium Sena di hadapan seluruh sekolah, tentunya. Ohoho.
_.:o0O0o:._Fin_.:o0O0o:._
Omake hen: Akaba no Fukushuu (7)
Hiruma saat itu sedang berjalan pulang dari kencannya bersama Sena. Sebuah seringai senang terus menghiasi wajahnya, membuat semua orang menjauhinya karena takut melihat seringai itu. Hiruma cuek saja, ia tak peduli dengan manusia-manusia tak penting seperti mereka. Yang ada di otaknya saat itu hanyalah Sena, Sena, dan Sena.
'Kufufufu~ apa kubilang, Youichi-kun? Semuanya berjalan lancar 'kan?' suara inner-self-nya tiba-tiba terdengar, mengganggu khayalannya. Hiruma menyepat tapi kemudian ia kembali menyeringai.
'Keh, inner-self, ternyata kau tak setidak berguna seperti kedengarannya. Kekekeke.'
'Ufufufu~ tentu saja Youichi-kun. Itu karena aku bisa melihat masa depanmu.'
Hiruma tak membalas lagi. Ia terkekeh. Tapi kemudian ia teringat sesuatu. 'Oh shit. Topi si kuso akame masih ada pada kuso chibi!'
Flashback no Jutsu!
Hiruma memandang bayangannya di cermin. Ia menaikkan satu alis pirang dan menyeringai. "Heh... Tidak jelek juga, kuso akame. Sekarang aku harus pergi. My little chibi is waiting~" ujarnya terkekeh. Ia hendak berbalik dan berjalan ke pintu saat Akaba berbicara kembali.
"Hiruma-san, ingat satu hal. Jangan, aku ulangi, JANGAN sampai barang-barangku berpindah tangan bahkan sedetikpun. Kalau tidak aku akan menemukan cara untuk mengalihkan perhatian semua kenalanku pada Sena-kun. Fuu~"
Pupil mengecil, Hiruma menggeretakkan giginya seraya berjanji, "kau tak perlu berkata dua kali, kuso akame."
'Aku tak akan membiarkan orang lain mendekati kuso chibi!'
Flashback no Jutsu: kai!
Hiruma buru-buru berputar balik dan berlari ke arah rumah Sena. Bisa gawat kalau si kuso akame tahu ia sudah membuat topinya berpindah tangan selama ini.
Di rumah Sena...
"Akaba-san? A-ada apa meneleponku?" tanya Sena sambil berganti baju (bagaimana caranya author juga tak tahu).
"Fuu~ Sena-kun, apa Hiruma-san memberikan sesuatu padamu tadi? Sesuatu seperti... topi?" tanya Akaba dengan misteriusnya.
Sena berbalik dan memandang topi yang tadi dipasangkan oleh Hiruma. "Ah... b-bagaimana kau bisa tahu, Akaba-san?"
Dari ujung satunya terdengar suara Akaba tertawa dengan aneh. "Kufufu~ bukan apa-apa, Sena-kun. Bukan apa-apa~"
TUUT TUUT
Sena memandangi ponselnya dengan bingung. 'Semoga Akaba-san tidak bermaksud apa-apa dengan kata-katanya barusan…' harapnya.
Seminggu kemudian, sebuah foto Sena menggunakan seragam Lolita super pendek dengan telinga dan ekor kucing muncul di internet, menyebabkan sang runningback dikejar-kejar oleh fans barunya sepanjang hari. Syukurlah ia cepat, kalau tidak… brrr…. Sena merinding membayangkan apa yang bisa terjadi kalau ia sampai tertangkap.
Hiruma hanya bisa mengutuk dan mengumpat seorang linebacker berambut merah. Ia tak bisa berkutik karena ia tak ingin satu foto Sena berkembang menjadi berpuluh-puluh yang berbeda-beda. Yah, paling tidak ia bisa melampiaskan kekesalan ke para pengikutnya yang hanya bisa menurutinya dengan bingung.
Sang pelaku hanya tersenyum senang di kelasnya sambil memperhatikan laptop di mejanya yang memperlihatkan Sena yang sedang berlari. "Kufufu~"
End.
Me: Ciaooooo~! Matta boku wo aitanda, ne? May desu! Ini chapter terakhir dari fic ini. Akhirnya! Yatta! Hurray! Kufufu~ *plak*
Semoga kalian semua menikmati chapter terakhir ini! Review ya!
_v-^-v_GlossaRiku_v-^-v_
Riku: Ciao, Riku di sini! *lambai-lambai* Kali ini saya akan memberi penjelasan tentang yang tidak anda ketahui~ baca ya!
(1) Giocattolo artinya mainan dalam bahasa Italia! Kalau gak ngerti berarti kalian masih hijau. Begitu kata May. Aku sendiri juga gak ngerti apa itu.
(2) Yamamoto Takeshi adalah tokoh dari Katekyo Hitman Reborn. Dia Guardiannya Tsuna. Begitu pula,
(3) Primo-sama, Giotto del Vongola yaitu boss pertama dari keluarga Vongola, dan juga,
(4) Sawada Tsunayoshi yaitu bos ke sepuluh keluarga Vongola alias Vongola Decimo. Dia emang mirip sama Sena. Ketiganya udah diceritakan sebisa mungkin sesuai dengan ciri-ciri canon mereka. Yang gak tahu, silakan search mereka.
(5) Buon fortuna = good luck.
(6) Grazie artinya terima kasih, bahasa Italia juga. Kenapa Italia? Karena KHR adalah anime/manga yang berfokus di dunia mafia. Begitulah!
(7) Arti judulnya Pembalasan Akaba.
Riku: Sampai jumpa lagi ya, minna! Ciao ciao~ *lambai-lambai gaje*
Me: Kalau masih ada yang kurang jelas, PM saya atau review dengan sebuah akun. Kalau nggak, tanya di wall akun FB saya: Schie Arancia 'Casara' Schwarzien. Saya usahakan balas. Fufufu~
P.S. yang mau liat rupa Hiruma, liatnya juga di akun saya ya. ArrivederLa~ (=^w^=)/~