NOTE: Ini adalah fanfiksi yang sudah sekian bulan nyangkut di fandom fni, dan baru saya pioindah ke fandom croosover NARUTO-BLEACH
dengan sedikit editan.
Dan untuk bagi yang ingin mengkrtik, saya Terima FLAME.
. HAPPY READING! Disclaimer: Tite Kubo-2001 Masashi Kishimoto-1999 1st CHAPTER: Sakura Dream: Good By My Queen! YOSH! HAPPY READING! ... ... Kisah ini berawal dari sebuah rumah di desa Konoha. … … Sakura POV Dan cahaya itu datang lagi, bak kilat. Datang begitu cepat hingga aku tak bisa menghindar. Suara berisik memaksaku untuk membuka mata, dan pemandangan yang kian sering muncul kini kembali hadir tepat di depan mataku. Laknat. Aku memaki dalam hati. Namun apa daya. Aku tak mampu berbuat apapun lagi kecuali diam menggerutu. Masih tak mampu memahami. Hanya bisa terdiam, berpikir keras seraya mencerna apa maksudnya ini. Apa maksud 'mimpi' ini. Mimpi buruk. Bahkan benar-benar buruk. Aku memejamkan mata untuk beberapa saat, mencoba bangun dan meninggalkan bayang-bayang putih bak cahaya yang menyergapku dengan kasar. Namun tak bisa. Aku malahmendapati sergapan cahaya bertambah terang. ini saat aku kembali membuka mata. Dan kali ini aku tak menakutkan mimpi burukku ini. Ada sesuatu yang lebih kutakuti daripada sekedar mimpi aneh ini. Dan aku tak pernah mau mengumpat. Sungguh sial, karena aku baru saja mengumpat kejadian yang tak pernah kuinginkan namun kembali hadir didepanku. Benar-benar muncul, hanya sekian langkah Dia, suamiku. Lelaki yang paling kucintai sekarang dan untuk selamanya ini berdiri di depanku. Meski dia tak berpaling, namun rambut blondie grondong mencuat dan jubah hokage bertuliskan kanji 'Rokudaime Hokage' yang menutupi tubuhnya memastikan bahwa orang ini adalah suamiku tercinta. Dia. Dan sungguh-sungguh, bahkan demi Kami-Sama sekalipun, aku sungguh-sungguh benci untuk mendapati hal seperti ini lagi. Mimpi aneh seperti deja vu. Terus terulang, seperti kaset video rusak yang selalu terputar. Dan aku benci. Bukan masalah mimpi sebenarnya, bukan masalah de javu atau apapun yang membuatku muak untuk merasakan mimpi ini. Namun perasaanku mengatakan hal lain. Ada 'pesan' yang seakan ingin di sampaikan oleh Kami-Sama padaku. Sebuah pesan. Yang mungkin akan terus diulang sampai aku benar-benar bisa memahami apa maksud dari mimpi yang berputar di kepalaku untuk kali keenam ini. Saat aku benar-benar bisa menangkap pesan yang dibawakan dalam mimpi ini. Namun apa? Bentakku dalam batin. Dan aku sama sekali tak mengerti. Meski nyatanya aku sudah berpikir sedemikian kerasnya, bahkan aku tak bisa mengambil sebuah kesimpulan konyol sekalipun. Dan sosok ini menoleh padaku, membuatku merinding. Naruto berpaling sekedarnya padaku, pipinya yang bercorak rubah menyampaikan sebuah senyum. Wajahnya bersinar-sinar. Bukan senyum lebar khas rubah yang biasa ditampilkannya bahkan hingga sudah menjadi Rokudaime Hokage sekalipun. Senyum ini lembut, benar-benar lembut. Senyum lembut yang menyampaikan aura penuh kasih sayang. Jujur, aku merindukan senyuman itu, Sangat. Meski senyum ini hampir tiap hari bersarang diwajahnya sejak kami menjadi sepasang kekasih 4 tahun yang lalu, Tidak, bahkan semenjak kami bertemu, namun karena sejak kami resmi menyatakan cinta kami, tak dapat kuhindari untuk lebih selalu bersamanya. dan aku tak pernah lelah untuk tak merindukannya. Namun untuk kali ini kejadiannya seakan bertolak belakang. Aku ketakutan saat melihatnya menunggingkan senyum begitu. Tengkukku yang kedinginan serasa semakin menggigil. Dan aku merasakan tenggorokanku tercekat. Lirih. Suaraku bergetar. Aku paling benci menangis, Naruto apalagi. Bisa murka bukan main dia kalau mendapatiku menangis, Apapun alasannya. Kau tahu kenapa dia melarangku menangis? Dia bilang wajah cantikku pudar kalau aku menangis. Alasan bodoh. Gombal. Namun kalimat-kalimat penuh cinta yang disampaikan padaku benar-benar membuatku sayang padanya. Selalu. Cinta sehidup semati. Aku menahan nyeri otot tenggorokanku sekuat tenaga untuk membuka mulut, memanggil namanya. "N-Naruto... daijobu?" Dan sosok yang baru berpaling sekedarnya padaku ini melambaikan tangan. Senyum manisnya berubah lebar seiring dengan kalimat yang terucap, "Jaa-ne, Ore no Hime..." ... ... ... Dan cahaya terang menyengat menerjang pandanganku sebelum aku mampu melangkah mendekatinya. Pedih. Aku meringis menahan silau. Serasa buta untuk beberapa detik hingga akhirnya aku membuka mataku. Dan seperti biasa kudapati langit-langit kamarku yang gelap. Lampu masih mati, namun remang-remang bisa kudapati keadaan kamarku. Seperti biasa. Tak ada yang berubah. Aku bangun. Baru saja bangun dari mimpiku yang aneh. Mengesalkan, memuakkan. Aku merasa adanya penambahan beban pikiran setiap hari. Aku terduduk, menyibakkan selimut yang hanya menghangatiku sendiri. Sendiri. Naruto yang tadi jam 10 malam tidur sambil memelukku kini tak lagi kudapati terlelap disampingku. Hanya tersisa baunya saja. Bau maskulin khas Namikaze yang sudah menemaniku selama hampir setahun ini menyisakan aura kehadirannya di sampingku. Di sisiku. Dan kilatan-kilatan chakra menyeruak dari atap rumah, mengintip ke dalam kamar. Dan aku tahu apa yang menyebabkan munculnya cahaya disana. Dia. Naruto pasti berada di sana. Melakukan sesuatu yang memaksaku 'kedinginan' selama bulan-bulan terakhir ini. Aku hanya bisa meratap, mengkhayalkan sesuatu, "Naruto...ada apa sebenarnya...?" End of Sakura POV Normal POV. Malam ini, seperti biasa Langit Konoha memayungi rakyatnya dalam gelap. Gerombolan awan masih malas berkeliling karena angin musim gugur masih bertiup-tiup ganas. Mengusir kawanan awan yang baru sejenak berkumpul. Dan malam ini pula yang memayungi kediaman rumah pribadi yang terhormat, bahkan paling dihormati di desa ini. Keluarga Uzumaki. Eh, Maaf, tak ada lagi marga Uzumaki di Dunia Shinobi. Yang ada hanya Namikaze. Dan pewaris satu-satunya marga ini sedang duduk bersila di atap rumah. Tangannya mengatup di tengah pinggang. Baju tidurnya yang tak mencerminkan ke-Hokage-an sama sekali tak menghalangi aksinya di depan sebuah gulungan rahasia yang sudah sekian bulan ini bersamanya. Bergantung di punggungnya. Pupilnya bercorak kotak. Mata Sennin. Lelaki muda berumur dua puluh satu tahun ini menarik kedua tangannya dari saat energi alam yang merasuki badannya dirasa cukup. Lantas berdiri, Raga senninnya lenyap, merasuk dalam mode terkuat; Mode Rikudo. Dan tepat sebelum Rokudaime Hokage ini merapal segel, sebuah suara berat nan kejam mengusik telinganya, "KAU INGIN MELAKUKANNYA LAGI? NARUTO-KUN?" Sang Rokudaime berdecih, meremehkan. "Percobaan terakhir, Kyuubi." Sergahnya kian. " Apa kau tak mau jurus pembalik dimensiku ini tidak sempurna? Ha?" "KAU INI SELALU SAJA MELAKUKAN HAL ANEH MESKI SUDAH JADI HOKAGE. BUKANKAH KAU SENDIRI YANG BILANG KITA ADALAH YANG TERKUAT? NAMUN KENAPA KAU MASIH SAJA SIBUK DENGAN PENGEMBANGAN JURUS AYAHMU ITU? " "Ini jurusku, Kurama!"Seru Naruto. Nampaknya ia mulai geram dengan ulah Bijuu-nya ini, meski sudah menurut, terhitung 4 tahun terakhir, namun cerewetnya benar-benar tidak tertolong. "Dan kita sebagai pasangan Jinchuuriki dan Bijuu terkuat harus menanggung pula sebuah resiko besar. Kau ini sudah tua tapi tak paham-paham juga ya, kalau soal hukum alam seperti itu? Diatas langit masih ada langit Kyuubi, dan meski dunia Shinobi sudah mengakui kehebatan kita, bukan berarti kita harus diam dalam santai saja. Masih banyak orang kuat diluar sana yang bahkan tak mengenal apa itu Shinobi tapi memiliki kekuatan yang jauh dari pada kita. Camkan itu baik-baik!" Dan suara berat itu terdiam beberapa detik, hingga akhirnya terganti oleh sebuah dengkuran gusar. "TERSERAH KAU SAJA, NARUTO-KUN!" Dan si inang Bijuu ini terkekeh, "Ayo kita mulai, Kyuubi!" Naruto merapal segel. Hampir semenit dia melakukan kombinasi tangan ini. Keringatnya mulai merembes saat tiba-tiba wajah ayahnya muncul di benaknya. "Ayah..." batinnya."Aku tak tahu apa yang kulakukan in benar atau salah, namun aku hanya menyimpulkan sebagaimana telah kukatakan pada Kyuubi barusan tadi….." "Tolong….. bimbing aku, Ayah!" "Hanten hōkō, Jikan o henkō suru, ika kuchiku-kan, tengoku, Chikyū, Ketsugō suru…." "Kyū-jigen no sō no jutsu!" Tangannya menapak keras di tengah gulungan, memancarkan aliran chakra yang luar biasa kuat disertai sinar yang menyilaukan di empat arah. Naruto menahan nafas saat selintas wilayah yang tak dikenal lewat di otaknya. Sebuah tempat dengan lokasi kotak-kotak kubus tersebar di sana-sini, berwarna ungu gelap tanpa batas ruangan yang melapisi. Tempat ini tanpa batas. Tanpa pijakan, tanpa pintu masuk, tanpa pintu keluar. Dan selama kurang dari semenit, Naruto bertahan. Hingga tempat itu menghilang dari pandangannya, bersamaan dengan lenyapnya cahaya terang yang tadi baru saja membentenginya di empat sudut atap rumah. Badannya lemas, keringatnya bercucuran dengan derasnya hingga menetes merdeka ke lantai atap. Tangannya menahan badannya yang nyaris jatuh. Sambil megap-megap mengatur nafas, Naruto tersenyum lebar. Benar-benar lebar. Memastikan rentetan memori yang baru saja terjadi dengan pasti, lantas ia terkekeh. Sepertinya Ayahnya mendengarkan permintaannya barusan. Naruto membanting badannya ke atas lantai atap yang lembab, matanya menerawang ke langit luas, dibiarkannya gulungan rahasianya terbengkalai sementara ia menghirup udara malam yang sejuk. Melepas lelah beberapa menit. Ia menutup matanya sesaat, membiarkan bau cantik bulan tertiup dalam nakalnya angin malam. Ia puas. Benar-benar puas karena jurus pamungkas-nya sudah sempurna. Sempurna. -(ALP)- Naruto menghirup sekali lagi wangi bulan. Lalu bangkit dari baringnya. Tak mau lama-lama dia berdiam sendiri di sini. Bukannya takut hantu, namun sungguh tak wajar jika seorang Hokage ketahuan tidur di atap, bukan? Maka ditutup gulungannya, merapal segel, dan suara 'BOOF' mengiringi hilangnya gulungan merah dari hadapannya. Naruto berdiri, mengangkat tangannya ke atas, merenggangkan otot-ototnya sebelum membuka pintu. Masuk ke rumah. Namun dia berhenti selangkah di depan pintu. Baru selangkah . Dan spontan dia tercenung melihat sosok cantik berambut pink yang berdiri di balik pintu. Mungkin sudah sejak tadi. Bersandar di dinding sambil melipat tangan di dada. Orang yang paling dicintainya ini memasang wajah cemberut, seraya berkata, "Kau ini berlatih terus." Cetus sang gadis. Rambut soft pink-nya yang sebahu bergoyang saat kepalanya maju kearah Naruto, menuntut. " Apa kau tidak ada keinginan untuk tidur penuh satu malam denganku sekali saja, Naruto?" Naruto mendengus, lalu menungginggkan senyum. Istrinya tercinta, Haruno Sakura selalu bertambah cantik. Selesai membatin, Naruto berjalan menapak lantai, mendekatkan wajahnya pada wajah Sakura tanpa menunjukkan sedikitpun rasa takut, hingga menimbulkan rona merah tipis dipipinya. Eh? Sakura yang tadi mau marah-marah sekarang salah tingkah melihat senyum manis suaminya ini. Hampir sesenti lagi sebelum hidung mereka bersentuhan, Naruto menahan badannya dengan tangan kirinya, di tembok. Tepat di samping telinga Sakura, lantas berbisik sambil menempelkan dahinya pada dahi lebar putih di depannya. "Aku tadi latihan terakhir, kok, cinta." Dan seakan baru terlepas dari genjutsu, Sakura mendorong Naruto kebelakang. Tidak begitu kuat memang, namun itu cukup membuat Hokage Oranye ini terjengkang hingga nyaris terjerembab. Sakura berjalan meninggalkannya dengan tampang bersungut-sungut. Naruto tak tinggal diam, setengah berlari ia menyusul Istrinya. "Hei ayolah, Sakura-Chan, masa' kau masih marah-marah sih." Sergah Naruto kian. Ia berdiri merintangi langkah Sakura. Tangannya memegang kedua belah tangan istrinya yang mulus, lalu mengecupnya lembut. "…..Lagipula ini khan juga untuk kal-" "T-I-D-A-K ada lagipula-lagipula-an!" Potong Istrinya cepat. Ditariknya tangannya dari genggaman Naruto. Lalu melipatnya di dada lagi. Memalingkan wajahnya kearah berlawanan sambil memasang kesan seakan tak memperdulikan raut wajah Naruto yang mulai menampilkan aura kekhawatiran. Meski sebenarnya inner-nya menahan tawa untuk saat ini. Hihi….. Sakura memang 'agak' kejam soal mempermainkan perasaan suaminya, namun di balik itu semua, ada perasaan cinta dan sayang tak pernah bisa terlampiaskan sekalipun lewat permainan cinta yang hingga 8 bulan lalu teramat sering dilakukannya, sebelum hadirnya sebuah sosok lain didalam perutnya ini. Janin. Menahan tawa sekaligus…..khawatir. Namun untuk kata yang terakhir tadi terungkap dalam batinnya, Sakura tak ingin menunjukkannya sama sekali. Sekalipun tidak, sama sekali tidak. "Huh." Cetus Sakura kian. Dia tetap memalingkan wajahnya dari Naruto. "Lagipula berapa kali kubilang, kalau Aku dan anak kita ini kedinginan!" Ha? Naruto melongo. Dia tak berani membantah kini. Bisa-bisa tidur di kursi sofa lagi. Eeh… Tapi tunggu! Dan Naruto tiba tiba tersenyum nakal. Dan lantas dia mendekati istrinya yang masih cemberut. Naruto menempelkan bibirnya tanpa aba-aba ke bibir peach Sakura yang merona. Sontak Sakura kaget, namun kali ini dia tak bisa mengelak. Kejujuran membawanya pada suatu nikmat yang sebenarnya bisa didapat kalau tidak menggunakan bahasa isyarat sejak di pintu atap. Sakura mengangkat tanganya dari dada, menggelayutkan tangannya pada leher Naruto guna merengkuhnya lebih dalam. Naruto pun paham, dirangkulnya pinggang istrinya agar mendekap padanya, dengan lembut, Naruto menjaga jarak tubuh bagian bawahnya tidak memberikan sentuhan menyakitkan pada perut Sakura yang sekarang amat sensitif. Dua menit hampir mereka berciuman. Naruto menarik bibirnya dari bibir Sakura. Merah, merekah, menggoda. Dan sebuah desahan manis dari bibir Sakura menghentikan Naruto dari aksinya. Dia tahu bahkan Sakura pun tak mau dia menghentikan aktivitas menyenangkan ini. Apalagi dia, laki-laki normal dengan libido tinggi yang 'butuh' namun sudah tak pernah melakukannya. Ya, hampir tepat 8 bulan lamanya. Dan Naruto menganggap bahwa sebuah ciuman 'panas' sudah lebih dari cukup untuk memuaskan hasratnya. Desahan Sakura yang terdengar jelas itu bagi Naruto adalah instruksi untuk 'mengerem' aktivitasnya. Dan Meski Naruto dan Sakura sama-sama tidak mau bersebentar ria untuk bercumbu, namun Naruto terkadang lebih awas dari istrinya sendiri. Sakura menggeleng kuat-kuat saat Naruto menarik bibirnya dari sensasi cinta yang menghangatkan. Sakura nyaris berjinjit untuk menarik kembali bibir Naruto pada kecupannya. Tapi Naruto menjauhkan kepalanya lebih, menjadikan bibir Sakura lepas. Telunjuk Naruto menempel di bibir istrinya yang nyaris basah. Lalu mengecup dahinya. "Kau ini, kenapa malah kau yang agresif, ne?" Canda Naruto, membuat Sakura menunduk malu. Naruto tersenyum lembut, membungkuk di depan perut Sakura seraya menghirup bau khas cherry wanita tercintanya yang terselubung dengan harum daster tidur. Ia mengecup perut istrinya yang kian membesar. Hamil tua, begitu istilah yang dia tahu. Tiga hal yang akan kujaga…..selamanya….. Dalam diamnya Naruto membatin. "Kau sepertinya tetap tidur nyenyak, ya?" Tukas Naruto, seakan bicara pada dirinya sendiri. Sakura menarik senyum manis, tangannya ikut mengelus perutnya. "Ayah minta maaf, ya, kalau hari-hari ini Ayah membuatmu dan Ibu kedinginan, tapi Ayah janji, mulai malam ini Ayah tidak akan lagi meninggalkan kalian dalam dingin. Ayah J-A-N-J-I…..!" Seru Naruto kemudian. Ia tersenyum lebar, lalu mendongak pada istrinya seraya melayangkan dua buah jari ke depan muka, "Aku janji, Sakura-Chan!" Dan Sakura tak bisa menahan senyumnya melebar kini. Mungkin ia benar-benar bodoh bisa mencintai lelaki didepannya ini, Uzumaki Naruto. Shinobi yang dikatakan sebagai ninja terkuat, Shinobi yang menjadi inang bagi siluman paling kejam sejagat, Shinobi yang hidup menderita selama hampir 16 tahun namun menjadi pahlawan dunia, ninja kejutan yang memiliki sekian kemampuan untuk membuat orang dapat tersenyum jika melihatnya. Dia. Uzumaki….Eng, maaf, Namikaze Naruto. Yang bergelar Rokudaime Hokage. Orang paling bodoh sedunia yang kini menjadi orang paling dicintanya, suaminya. Dan bodohnya lagi, Sakura mencintainya. Benar-benar mencintainya. Amat mencintainya. Sangat. Ada sebuah sebab yang menyebabkan dirinya amat mencintai lelaki didepannya ini. 4 tahun lalu, sekarang… Dan selamanya. Sakura berjanji akan mencintai Naruto sehidup semati, sebagaimana Naruto mencintainya pula. Dan pelan namun pasti, Sakura menjitak lembut kepala Naruto. Memaksa lelaki muda yang sedang merintih pelan. "Baka!" Serunya, namun kali ini dengan menahan senyum. "Mana bisa dia menjawab pertanyaanmu itu Nar- HEY! TURUNKAN AKU!" Dan Sakura tak melanjutkan perkataannya lagi, karena saat ini dia sedang berada di atas sepasang lengan kekar yang membopongnya keatas, menuju kamar. Ia meronta-meronta minta turun, dan permintaannya terkabul saat pinggulnya mendarat di atas kasur king size milik mereka. Tak seperti yang Sakura bayangkan seperti biasa, Naruto tidak mendaratkannya dalam posisi tidur, namun duduk di pinggir ranjang. Sakura jujur merasa aneh, namun diam saja saat kedua belah tangan Naruto membingkai wajah manis nan imutnya. "Aku tak butuh jawaban dari anak kita, Sakura." Tegas Naruto "Aku hanya butuh jawaban dari kamu, aku sudah berjanji, dan bersediakah kau berjanji padaku, honey?" Dan 5 detik kemudian Sakura hanya terpaku. Melongo, lalu tersenyum. "Aku bersedia, cintaku." Dan senyuman manis Naruto kini berlabuh di bibir Sakura lagi, merapatkan cinta mereka dalam sebuah kehangatan yang mengantar mereka pada malam cinta penuh keabadian. Hangat, cinta, abadi. Sakura beranggapan paling tidak dia dapat melupakan sejenak mimpi buruknya untuk malam ini. Dan untuk seterusnya, malam-malam selanjutnya Sakura berharap akan mampu kembali pada malam yang hangat ini. Mimpi itu.. Mimpi buruk itu. Kandas untuk sementara dari neuron Sakura pada sebuah malam yang hangat milik keluarga muda Namikaze. -(ALP)- Skip Time, besok paginya. Sakura menggerak-gerakan jarinya di depan muka, berpikir guna memastikan tak ada yang ketinggalan, lalu menutup pintu rumahnya. Mengunci rapat. Sebentar perempuan muda dengan rambut soft pinkini berdiri, menghadap langit dengan menghirup nafas dalam-dalam. Menikmati bersihnya udara pagi Konohagakure yang asri. Sejuk Udara pagi yang segar. Batinnya. Sakura melangkah pergi meninggalkan rumah. Kakinya menapak mantap menyusuri jalan Konoha. Beberapa orang menyapanya, menawarkan senyum pada gadis berumur 21 tahun ini. Dan semua dibalasnya dengan senyuman ramah. "Ohaiyo gozaimasu, Hokage-Sama no Tsuma…!" "Ohaiyo gozaimasu… " Begitu berulang kali. Sakura sendiri agak risih saat mendapat panggilan resmi ini untuk yang pertama kalinya. Istri Hokage. Membuatnya sempat merinding. Namun setelah hampir 8 bulan menyandang nama ini, mau tak mau Sakura harus merasa biasa. Sakura mempercepat sedikit jalannya, melintasi jembatan, berbelok ke blok di utara, berjalan lagi, dan tempat yang ditujunya kian terlihat. Orang yang diincarnya sedang berdiri disana. Rambut pirang manisnya yang terkuncir membuatnya mudah terlihat. Dia melihat siapa yang datang, lalu menyambutnya seraya melempar senyum. "Ehm…. Apa kabarmu…. Istri Hokage….?" Goda sahabatnya seumuran yang sedang sibuk menata bunga di kios bunga terbesar di Konoha. Yamanaka Ino. Sakura hanya gusar. Sempat-sempatnya ia mengusili dirinya yang sedang cuti dari jabatanya sebagai wakil kepala rumah sakit Konoha, menemani Shizune Nee-San dan Tsunade Shisou yang sudah menyerahkan amanat Hokage pada Rokudaime. Namikaze Naruto. Suaminya, hei! "Heh, aku bercanda, Jidat." Sergah Ino lagi sambil tetap memasang wajah tanpa dosa. Bercandanya memang terkadang keterlaluan. Namun bagi Sakura, ledekannya yang keterlaluan ini berlangsung setiap hari. Sakura tak habis pikir ibu muda yang baru mempunyai anak berumur genap setahun ini sama sekali sulit diajak serius. "Kau mestinya tahu tempat Ino-pig, aku tak mau kehilangan kepercayaan tetua Konoha karena keseringan bercanda di depan umum. Kau tahu tak mudah bagiku untuk minta cuti meski kepala rumah sakitnya sekarang adalah Tsunade Shisou" Tegasnya lagi. " Lagipula kau sudah jadi Ibu, Ino." "Ooh.. dear ….Oke-oke… Aku menyerah. " Cetusnya iseng, sok berbahasa inggris seraya menutup mulut. Sakura menghela nafas. "Aku kesini untuk menanyakan sesuatu padamu, Ino. " gumamnya kini. Ino mengangkat alis, mengisyaratkan kalau 'ceritakan apa masalahmu, akan kudengar' dengan tangannya kini meraih semprotan berisi pupuk cair. Lalu mengarahkannya pada bibit-bibit bunga yang tertanam di polybag. Diam-dam sakura mengagumi kemampuan temannya yang satu ini. Semakin dewasa shintensin no jutsu nya semakin hebat saja. Barusan Sakura sadar bahwa kalimat itu tertuju padanya lewat telepati. 'jangan membuatku besar kepala, Sakura. Aku tak ingin mempunyai kepala yang membesar seperti jidatmu itu.' Ino nyengir lagi tatkala melihat empat guratan timbul di kepala Sakura. Geram. "Hei…hei… Ayolah, jangan marah , donk…" Ino menaruh semprotannya diatas lantai. Membersihkan tangannya dengan berkacak pinggang sambil berdiri meliukkan tubuhnya, centil. "Ceritakan apa masalahmu." "Aku tak mau lama-lama Ino." Tegas Sakura. "Sekarang sudah menjelang jam 9 pagi dan Aku belum memberikan bekal pada Naruto, baca sendiri saja apa rencana yang ada diotakku sekarang." Sergahnya. Ino mengerutkan kening. Mengernyit beberapa detik sebelum akhirnya cengengesan. Sakura menghela nafas. Sepertinya ia sudah tahu. Batin Sakura. "Oke, aku bantu." Lanjutnya, " Malam ini, kah?" Dan Sakura mengangguk mantap, Seraya bergegas meninggalkan toko bunga keluarga Yamanaka. "Aku pergi dulu, tolong beritahu Rookie 12 yang lain, ya?" Ino hanya mengangguk mengiyakan. Meski sesering apapun mereka meributkan sesuatu sejak kecil, tak pernah ada kata tidak untuk sahabatpinky-nya ini. Ia mengambil kembali semprotan pupuknya sesudah membulatkan kedua mulutnya seperti megafon, "Serahkan padaku, jidat!" -(ALP)- 15 menit kemudian, ditempat lain… "Memikirkan apa, Sasuke-kun?" Pemilik rambut raven dengan mata onyx ini tertarik dari alam pikirannya sendiri saat sebuah suara bernuansa lavender memanggil namanya. Sasuke menoleh pada sang pemlik suara, lalu menunggingkan senyum, "Tidak." Katanya "Tidak ada apa-apa. Ada masalah, Hinata?" Sasuke balik bertanya pada gadis berambut indigo yang berjalan berdampingan dengannya ini. Membuat sang gadis lantas kebingungan. "Aah….T-tidak ada…apa-apa , kok. Sasuke-kun. Aku hanya…" Kalimat Hinata terputus sebentar. Membuat Sasuke mengangkat alis selama beberapa detik, "….Khawatir. Maafkan aku." Hinata menunduk dalam. Tak berani memandang wajah suaminya yang mulai menampakkan gelagat cemas. Namun dasar darah dingin. Ia tak mau lama-lama bermuka seperti itu. Ia hanya mendengus pelan. "Hn!" Tangan kanannya yang sedari tadi bertengger di pedang beralih ke lengan kiri Hinata. Sontak membuat empunya mata lavender mengangkat kepalanya yang lebih rendah ke arah si Bungsu Uchiha. Sasuke memamerkan senyum tanpa diduga. "Sepertinya sedikit mesra kalau kita bergandengan tangan." Cetusnya asal. Membuat Hinata termangu. Lalu sambil memarkan raut kemerahan di pipinya, Hinata membalas senyum Sasuke, menarik genggaman suaminya hingga mereka berdempetan erat. "Hm!" Seru Hinata mengiyakan. Dan mereka melanjutkan perjalanan, menuju danau Konoha, menjenguk seseorang. Yang setiap pagi datang kesini, Berlatih. Dan suara getaran air menggelegar muncul memekakkan telinga. Mereka berdua sempat berhenti. Sasuke dapat merasakan angin dahsyat berhembus, membuat mereka bergeming beberapa saat. Memastikan itu bukanlah gempa. "Hn," Sasuke menggumam tipis, Si Dobe itu…. Tetap terus semangat ya. Batinnya. Sasuke terlempar pada sebuah memori beberapa bulan lalu. Tepat saat dimana semua penduduk Konoha berkumpul, mendengarkan seksama serah terima amanah Tsunade pada Rokudaime Hokage, Uzumaki Naruto. "Aku, Uzumaki Naruto. Mulai hari ini akan melindungi setiap penduduk Konohagakure no Sato sebagai Hokage ke-Enam!" Dan sorak-riuh para rookie 12 dan penduduk Konoha mewarnai suasana hari itu. Suasana masa impian yang ditunggu Naruto selama hampir 21 tahun. Sedikit lebih tua dari ayahnya dulu yang menjabat Hokage pada umur 18 tahun, meski memang tak pernah ada yang membahas sedikit pun tentang perbedaaan masa tenggang itu, sebenarnya. Tak ada yang menganggap itu sebagai hal yang penting. Karena sekarang, Uzumaki Naruto, bocah yang dulu hidup dengan penuh kutuk, cacian dan maki seluruh penduduk desa kini sudah membuktikan segalanya, menghancurkan takdir, memutar balikkan fakta. Menunjukkan sebua bukti kongkrit akan jalan ninjanya. Nindo. "Aku tidak akan menarik kata-kataku. Itulah jalan ninjaku." Sasuke mengenang lagi sebuah kejadian 4 tahun lalu. Saat dia nyaris membunuh Sakura yang dengan penuh ketidaksiapan ingin membununuhnya karena rasa bersalah sebagai cinta pertama. Naruto tiba di detik-detik Sasuke menebaskan kunai beracun yang direbutnya dari tangan Sakura. Timing bagus, begitu dulu gumam Kakashi. Sasuke pun kini mengiyakan hal itu kini. Karena kalau sampai saat itu dia mencabut nyawa Sakura, ia akan diburu rasa bersalah kini. Sampai saat ini? BUKAN. Bukan hingga saat ini. Bahkan hingga masuk liang lahat mungkin Sasuke akan diburu rasa bersalah ini. Dan disaat itu pula, Mereka kembali beradu Rasengan dengan Chidori. Menyampaikan suatu ikatan batin antara mereka. "Kalau kita berdua bertarung, maka kita berdua akan mati." Kata-kata yang hanya bisa dirasakan oleh Shinobi kelas tinggi, kata Naruto saat itu. "Bagaimana aku bisa menjadi Hokage kalau menyelamatkan seorang teman saja tidak bisa?" Dan itu pula yang dilihat dengan matanya sekarang. Ia sudah pulang kembali ke Konoha, sejak 4 tahun yang lalu itu pula, dalam sebuah pertarungan maut yang mempertaruhkan seluruh hidup mereka tatkala itu. Dua takdir. Uchiha dan Senju. Uchiha Sasuke dan Uzumaki Naruto. Dan untuk kali itu Sasuke bisa menerima sebuah keputusan pahit yang diberikan Kami-Sama; Dia kalah, kegelapan dari hatinya dipaksakan lenyap, dan pulang kembali ke Konoha. Akhir yang sungguh ia benci, saat itu. Dan sungguh sekalipun dia sekarang sudah berusaha menjadi yang terbaik bagi Konoha,karena baru keluar dari penjara bawah tanah Konoha, mengingat pertarungan itu adalah perbuatan yang sangat ia benci. Sasuke tersenyum simpul. Ia tak pernah menyangka kisahnya akan berakhir seperti ini. Kembali pada lingkaran putih. Tanpa dendam, tanpa kejahatan, tanpa kegelapan. Yang ada hanya cinta dan damai. Dan Sasuke kini menikmatinya, ia baru saja memulai kehidupan barunya 2 bulan yang lalu dengan gadis elit Hyuga. Hyuuga Hinata. Bersama bersumpah untuk meniti lembar kehidupan baru. Bersama. Selamanya. Mata onyx-nya melirik pada gadis lavender yang bersandar manja di bahunya. Lalu menarik senyum kecil. Senyum bahagia. Terima kasih….Naruto….. "Sasuke-Kun." Suara lembut istrinya menarik paksa Sasuke keluar dari alam khayalnya. Blushing. Agaknya Sasuke menahan malu karena khayal-nya ketahuan. "ee…..Ya?" "Apa itu bukan… Sakura-San?" Gumam Hinata. Telunjuknya mengarah ke depan. Sasuke mengikuti arah telunjuk Istrinya, dan matanya menangkap sesosok wanita muda dengan rambut soft pink sebahu berjalan di depan mereka. "Ah, iya…." Tukas Sasuke. Pasti ingin melihat Naruto berlatih. Batinnya "Sakura-Saan..!" Sakura menoleh, memperhatikan suara tak asing yang memanggilnya ini. Sasuke dan Hinata berjalan menuju tempatnya berdiri. Sakura membalikkan badannya sepenuhnya, lalu tersenyum. Ia membungkuk pada mereka berdua setelah jarak diantara ketiganya mendekat. Sasuke dan Hinata kompak membungkuk pula,menjawab sambutan hangat istri Hokage. Sejak kapan Sakura bisa sopan seperti itu? Jawabannya ada di dua kalimat setelah ini. Malu donk, di depan klan elit Hyuga masih serampangan! "Mau melihat Naruto berlatih, hey?" Tukas Sakura kemudian. Sambil berjalan Hinata mengangguk. Kemudian beralih pada Sasuke. "Sasuke-kun sedang tak ada misi sekarang, dan aku juga sedang tidak mengajar. Tadi malam kami memikirkan untuk berkunjung ke sini. Kupikir tak ada salahnya melihat Naruto-kun berlatih." Lanjutnya lagi. "Sakura-San tidak sedang di rumah sakit?" Sakura menoleh pada Hinata, lantas menggeleng. Tangan kirinya yang tak memegang keranjang mengelus perutnya yang kian membuncit. Hinata ber-oo….. ria. Baru ingat kalau Sakura sedang hamil besar. Menginjak bulan 9. "Aku baru diberikan cuti penuh 4 hari yang lalu. Tsunade Shisou memang perhatian meski terkadang sangat sadis." Celetuk Sakura kemudian. Sasuke mengernyit tak setuju. Menurutnya, kata-kata 'terkadang' ini sama sekali tak cocok dengan kenyataan. "Berarti kau setiap hari kesini, Sakura?" Tanya Sasuke lantas. Sakura mengangguk mengiyakan. "Aku sangat jarang memperhatikan kondisi tubuhnya ini. Dia selalu mulai latihan pagi-pagi setelah meninggalkan bunshin untuk dinas di ruang Hokage. Kalau tidak kupaksa sarapan mungkin dia tak bakal mau."Cetus Sakura. "Ia malah menyuruhku untuk istirahat yang cukup agar staminaku terjaga saat bekerja nanti karena akan berpengaruh pada janinku, begitu katanya. Kalau sudah seperti itu, dia terasa sedikit menyebalkan. Katanya 'Sakura-Chan tenang saja, aku tak akan kehabisan tenaga hanya untuk hal-hal kecil seperti ini kok.' Dan kalau sudah begitu ia nyengir saja." Hinata dan Sasuke diam mendengarkan uneg-uneg istri Hokage ini, yang lalu melanjutkan, "Tapi saat 4 hari yang lalu, dia membuat semua pikiran negatif dari pikiranku hilang." Sakura memamerkan senyumnya pada mereka berdua, "Waktu itu aku pertama kalinya berkunjung ke sini saat waktu dinas. Kuceritakan padanya kalau Tsunade Shisou mengizinkanku untuk cuti untuk sebulan terakhir masa kehamilanku ini. Dan saat mendengarnya, Naruto diam beberapa saat, lalu menangis…. Katanya. 'Yang harus kujaga sepertinya sekarang ada tiga'. Aku tentu heran mendengarnya. Kalau dua mungkin masuk akal karena yang pertama jelas desa dan kedua adalah janinku ini. Tapi dia malah berkata padaku ….." Sakura tak lantas melanjutkan, matanya menerawang ke langit, membayangkan kata-kata romantis yang terucap empat hari yang lalu. Di sini. Di gubuk pinggir danau yang sudah mereka datang sekarang, Orang yang sedang mereka bicarakan terlihat sedang push up dengan 2 orang bunshin berdiri di punggungnya di lahan yang terbentuk dengan mokuton ditengah danau. Dibuat khusus oleh Yamato Senseiuntuk Rokudaime. Naruto sedang push-up dengan beban tambahan berupa 2 orang bunshin di punggungnya. "…..198….….199…..200….." BOOF..! Sebuah bunshin kembali muncul untuk yang ketiga berdiri di punggung Naruto. Mengalihkan perhatian mereka sesaat. Sakura berpaling pada pemandangan itu pula, lalu melanjutkan. "….Katanya yang pertama itu desa, dan yang kedua itu bukanlah janin ini tetapi …" "… aku. Setelah itu baru yang ketiga anak kami." Lanjunya tersipu. Membuat Hinata tersenyum lebar. Nampaknya ia bisa merasakan kebahagiaan yang dicurahkan Perempuan berambut soft pink ini. Namun tidak bagi Sasuke. Ia mengangkat alis sebelum berpaling ke tengah danau. 'Sejak kapan si Dobe itu bisa seromantis ini, eh?' Sasuke merasa ide-idenya terputus sebelum menyimpulkan lebih lanjut saat bunyi 'BOOF' terdengar beruntun, Naruto berdiri menghadap mereka, menunggingkan senyum pada 'tamu' yang berkunjung. Lalu melompat kearah mereka. Mata itu, mata sannin yang membuat latihannya berhenti karena merasakan chakra yang tak biasa datang kemari kini berubah menjadi shappire lembut. Naruto mendarat tepat dihadapan mereka. Badannya bersimbah keringat. "Aah….Hinata, Sasuke." Katanya. Tumben-tumbennya mereka datang kesini. Batinnya. "Terimakasih sudah berkunjung ." "Lanjutkan latihanmu, Hokage-Sama. " Celetuk Sasuke, "Kami datang kesini bukan untuk mengganggumu latihan, Lanjutkanlah." "Aah…. Ayolah Teme, jangan memanggilku seperti itu dattebayo…!" Tukas Naruto. Ia berusaha mengindari panggilan resmi semacam itu pada orang-orang terdekatnya, Rookie 12 khususnya asalkan tidak sedang dinas dan berada di tengah-tengah masyarakat Konoha. Itupun masih ada beberapa pengecualian. "Kalian ini sama sekali tidak menggangguku, aku memang punya jadwal wajib istirahat kalau tidak ingin istriku ini nanti marah,"Godanya pada Sakura yang menunggingkan senyum malu dengan sebotol air di tangannya. Naruto membuka botol itu lantas menghabiskan setengah isinya dengan sekali teguk. "Lagipula aku senang kalian mau mengunjungiku kesini." "Eh, terserah kau saja, lah. Dobe." Balas Sasuke santai. Imbuhan di akhir kalimatnya membuat Naruto menarik senyumnya lebar. "YOSH…!Apa yang kau bawa kali ini, istriku sayang?" Ucap Naruto asal sambil membuka keranjang yang bergelayut pada lengan kanan Sakura. BLUSH….! Wajah Sakura memerah kian. Namun sepertinya Naruto sama sekali tak memperhatikan. ia sibuk dengan menu yang tertata dalam keranjang, matanya berbinar-binar, "Waah…. Ada takoyaki dan umeboshi buatanmu…" Serunya lalu mendongak, "Sakura-Chan, sepertinya ini en-" BUAAGH..! "IT-ITTAI..! Naniattebayo…..?" Naruto menjerit saat sebuah tinju mendarat di kepalanya. Sakura mendengus kesal, marah melihat kebodohan Suaminya ini. Naruto terpekur sebelum menyadari kesalahannya, lalu katanya, "Ayolah, Sakura-Chan….. Masa' kau marah begitu? Hey, cinta? Aku lapar." "BIsakah kau tidak membuatku malu di depan umum, N-A-R-U-T-O…."Geram Sakura kian. Jarinya menjewer kuping suaminya keras. Membuat Naruto berteriak kesakitan. Sasuke dan Hinata sweatdrop. Cerita romantis tadi seakan menggantung di tenggorokan. Mereka tak diperdulikan. "Hei…..Hei….. Sakura…s-sudah-sudah….." Gumam Sasuke melerai. Sakura melirik Sasuke, lalu mencabut tangannya dari kuping Naruto dengan sekali hentakan, membuat Naruto kembali mengaduh sambil mengelus-ngelus telinganya yang merah. Lalu cemberut. "Ya sudah, ayo kita makan saja." Tangannya menarik suaminya ke gubuk. Naruto tak berani banyak protes kini. Batinnya benar-benar menangkap aura Tsunade Baa-Chan dalam sosok istrinya. Dan itu membuatnya merinding. Hinata dan Sasuke mengikuti dari belakang. Lalu duduk bedampingan dengan mereka. Sakura diam-diam mencuri pandang suaminya yang masih manyun. Lalu dalam diamnya Sakura tersenyum juga. Mengingat orang yang dicintainya ini adalah seorang Hokage. "Buka mulut!" Seru Sakura kian. Naruto melongo. Eeh…? Jelas Naruto Kaget, namun memang sudah biasa terjadi, ia membuka mulutnya, membiarkan tangan Sakura yang mulus menyuapkan sumpit yang mengapit sebongkah umeboshi kedalam mulutnya. "Nyam… Nyam…." Naruto sibuk mengunyah saat Sakura juga menyuapkan bekal untuk dirinya sendiri. Sakura pula lantas menahan senyum, membiarkan Naruto mengunyahnya umeboshi buatannya lahap. Sakura menyuapkan untuk dirinya sendiri. Lalu kembali pada suapan kedua dengan takoyaki untuk Naruto. Gerakan dari dalam perutnya seakan meminta sesuatu. Sakura merasakannya. Ia menunggikan senyum tipis. Gembira. Dan Naruto melihat hal itu. Tangannya terayun pada telapak Sakura yang baru saja memegangi perutnya. Sakura kaget, menyadari kalau tangan Naruto menahan telapaknya untuk meninggalkan sentuhan ini. Ia lalu menunduk malu. "Aku rasa dia sudah tak sabar untuk bertemu kita." Tukas Naruto lantas, tangannya mengamit tangan Sakura lembut, merasakan sentuhan balik dari dalam perutnya. Respon aktif janin sehat, kata TsunadeShisou. Sakura terdiam mendengar celetuk Naruto yang innocent, lalu mengangguk mengiyakan. Mereka berdua lalu tertawa. Hinata dan Sasuke yang juga sibuk dengan bekalnya hanya memandang dengan rasa senang. Ikut bahagia melihat pemandangan ini. Hinata menyuapkan onigiri pada Sasuke, lalu menunduk malu. Semoga aku nanti bisa seperti mereka, dengan Sasuke-Kun. Dan ikatan batin Suami Istri membuat Sasuke mengetahui khayalan yang terlintas dalam otak cerdas istrinya. Ia mengunyah onigirinya cepat, lalu mengecup kening putih hinata. Membuat gadis Indigo ini spontan kaget, namun senyum manis Sasuke menghilangkan kekalutannya. Ia kembali menyuapkan onigirinya pada Sasuke pada pemuda Raven ini setelah dia berkata, "Kita sepertinya harus sedikit bersabar, bukankah begitu?" Dan Hinata mengangguk mengiyakan, memberikan suapan berikutnya pada Sasuke. Dua kali berturut-turut, "Hei, yang ini belum habis, Hinata…" "Ehm….. gomen!" Sasuke melirik pada Naruto dan Sakura. Lalu pada Hinata yang mulai mencicipi onigiri yang dibuatnya sendiri. Sasuke sadar bahwa senyuman tadi adalah senyum tulus. Ia tulus mencintai Hinata apa adanya, dengan segenap kemampuannya akan melindungi Hinata dari gangguan macam apapun. Namun saat melihat perut Sakura yang membuncit, ia merasakan sesuatu yang kurang. 'Kita sepertinya harus sedikit bersabar , bukankah begitu?' Tadi sesaat ia seakan tabah, padahal nyatanya. Ia sesak. Dan tak mungkin kutumpahkan air mataku didepan Hinata. Batinnya. Dan matanya teralih pada suapan berikutnya yang disertai senyum manis. Sasuke membalasnya. Menangkap suapan manja Istrinya ini. Kita beralih pada pasangan utama kita. Sang Bumi dan Langit. "Ada perkembangan lagi, Sakura-Chan? " Cetus Naruto kemudian. Tangannya berpindah mengelus perut istrinya perlahan. Sakura menggeleng. "Tak ada. Seperti biasa. Menurut Tsunade Shisou sehat-sehat saja kok. Bahkan sangat aktif." Balas Sakura kemudian. Ia berpaling, mengadukan emeraldnya pada shappire di sampingnya. "Bahkan kupikir mungkin dia jauh lebih lincah darimu." Naruto terkekeh, Sakura tersenyum simpul. Seraya berpikir sejenak, Naruto lalu bicara, "Hmmm… Sakura-Chan, boleh aku meminta sesuatu?" Katanya. Sakura mengangkat alis, lalu jawabnya mesra, "Tanya apa, honey?" "Aku ingin kau melahirkan anak pertama kita ini laki-laki, dattebayo…!" Cetusnya. "Boleh?" Sakura menahan senyumnya. Suaminya ini memang terkadang amat sangat konyol. Namun bagaimanapun, rasa cintalah yang bisa menyatukan mereka. Cinta. Dan Sakura pun tak pernah menduga sebelumnya bisa mencintai orang yang diakuinya sudah mencintai sejak jelas ingat tatkala dulu selalu menghindari kejaran orang aneh ini selama di akademi dulu. Namun sekarang, perasaannya sungguh berbeda. Ia tak ingin kehilangan rasa cinta yang diberikan oleh Naruto ini. Sama sekali tak ingin berpisah bahkan dengan Naruto sedetik pun. Itu yang diinginkannya semenjak pertama hari mereka 'resmi' menjadi seorang kekasih. Selalu bersama tanpa ada yang mengganggu jalinan kasih yang selalu dirindukan. Namun toh Sakura sadar, seorang Hokage adalah orang dengan tanggung jawab luar biasa besar. Maka setelah penobatan Naruto sebagai Rokudaime Hokage dalam 4 bulan umur pernikahan mereka, yang otomatis membuat kehidupan rumah tangga mereka berubah, Sakura sudah berusaha mengikhlaskan semuanya. Karena baginya, bisa membahagiakan suaminya adalah bagian dari pengungkapan rasa cinta abadinya pada Naruto. Maka tatkala Naruto menyampaikan '3 hal yang harus kulindungi' dan mendengar namanya, pasti, tidak boleh tidak, Sakura sungguh terharu. "Mana bisa aku menentukan jenis kelamin anak kita ini, Baka!" Seru Sakura. Diketuknya dahi Naruto dengan sumpit perlahan. Lalu tertawa. Naruto nyengir, "Yaah…. Terserah kau sajalah, dattebayo…!" Serunya lagi, "Aku hanya berharap saat suatu saat nanti aku pergi entah kemana, anak kita ini bisa melindungi ibunya." "…..lagi pula aku yakin sekali kalau anak kita ini laki-laki." DEEGH! Sakura entah kenapa merasa baru saja mendapatkan serangan jantung ringan. Kata-katanya tadi…. Sakura menyembunyikan rasa kalutnya sambil tersenyum,"Kau yakin sekali, eh?" sergah Sakura, lalu menyuapkan takoyaki pada Naruto. "Lagipula kau akan pergi kemana sampai mau menitipkanku pada anak kita ini…?" Sakura menyuapkan takoyaki kedalam mulutnya sebelum Naruto dengan secepat kilat mencium bibirnya yang berminyak. Mengecup lembut lalu menjilat minyak yang tersisa disana. Sasuke spontan berhenti mengunyah, Hinata tak melanjutkan suapannya. Sumpitnya jatuh kelantai gubuk. Mematung. Naruto nyengir. Sedangkan Sakura hanya diam, terpaku dengan perlakuan suaminya yang agresif tadi. Inner-nya memerintahkan untuk mengucapkan mantra 'SHANNAROO…!' Saat itu juga, namun entah kenapa insting dewi kematian ini terhapus dengan senyum rubah suaminya. Hangat. Dan percayalah, kawan. Kini Sasuke sungguh kebingungan. Ia bingung hendak melakukan apa pada istrinya yang tengah mematung kini. Yang ada hanya sweatdrop. Naruto mengambil tangan mulus yang sedari tadi terpaku diatas perut buncit, lalu mengecupnya pelan, membuat wajah imut Sakura semakin sewarna dengan rambutnya. Naruto mengelus rambut soft pink istrinya pelan, lalu berbisik. "Aku hanya akan pergi ke taman cintamu, dattebayo." Ujarnya lagi, "Boleh-kah?" Sakura merasakan wajahnya ranum, saat telunjuk Naruto mengisyaratkan untuk menghabiskan takoyaki yang menumpang di mulutnya, dikunyahnya takoyaki buatan tangannya sendiri ini secepat kilat. Menelannya, lalu menarik nafas sedetik saat bibir naruto dengan cepat tiba-tiba sudah bersandar ganas di bibirnya. Sakura gelagapan, namun dalam sekejap, ia sudah luluh pada permainan bibir Naruto. Sakura dalam diamnya menikmati semua sentuhan ini saat tiba tiba Naruto mencabut kulumannya dari Sakura, dia menoleh, melihat siapa yang datang, Seekor katak pembawa pesan berkoak-koak ria didepan mereka. Naruto lantas bangkit dari gubuk. Sakura menahan tangan Naruto agar tak jadi berdiri, protes. Namun Naruto melepaskan tangannya genggaman Sakura dengan amat perlahan, membuatnya tak lagi banyak gerak. Sakura manyun. Naruto mengambil gulungan dari kantong katak, membacanya dalam hitungan detik. Lalu mengerutkan kening. "Hokage-Sama!" Sekelompok suara datang bertamu. Sasuke yang sudah bisa mendapatkan suapan yang di-'pause' beberapa detik tadi juga melihat siapa yang datang, 3 orang ANBU yang kini sedang membungkuk didepan Naruto. Topeng burung, anjing, dan tikus menutupi wajah masing-masing mereka. Hinata mencuri pandang Sakura yang juga menatap dengan serius. "Maafkan kami telah mengganggu latihanmu, Hokage-Sama. Namun-!" "-Ya….. wakatta. Aku sudah dengar beritanya. Terima kasih sudah datang kesini. Laporkan!" Tegas Naruto. Sakura mengerutkan kening. Meski sudah dengan memulai lagi memakan bekal guna berusaha menghilangkan rasa gugup pasca berciuman tadi, tetap saja melihat Naruto serius seperti ini adalah hal yang amat jarang. Sasuke pun menolak suapan berikutnya dari Hinata. Mengisyaratkan suatu hal genting sedang terjadi. "Hai…. Kami baru saja datang dari kantor Hokage saat mendapatimu sedang sibuk menyusun laporan untuk Tetua Desa. Kami sampaikan padanya semuanya dan memerintahkan kami untuk langsung memberitakannya pada dirimu yang asli disini. " Jelas Anbu yang duduk disebelah kanan. Memakai topeng tikus. "Ya, dan bunshin- ku mengirimkan Gamakisuke kesini guna menyampaikan pesan itu. Terima kasih kembali sebelumnya. " Naruto menghela nafas perlahan, seakan berpikir. " Sampaikan pada seluruh Rookie 12 untuk berkumpul di ruang rapat 2 jam setelah ini. Pastikan semuanya hadir kecuali Kunoichi. Termasuk para Jounin senior yang sedang tidak sibuk harapkan untuk turut menghadiri." Dan pasti, Ketiga orang yang dibelakangnya mengangkat alis. "Kami siap melaksanakannya, Hokage-Sama!" Tegas ANBU bertopeng burung ditengah. Naruto mengangguk, lalu mengisyaratkan tangannya, "Laksanakan!" "Hai..!" Dan dalam sekian detik mereka bertiga sudah lenyap dari pandangan. Naruto masih berdiri. Gamakisuke melompat-lompat kedepan Naruto, mengangkat jempol. "Aku pulang dulu, Naruto-Kun. Kalau ada apa-apa panggil saja, aku siap kapanpun." "Hm, ya. Arigatou ne, Gamakisuke-San." Dan sang katak lenyap ditelan air. Sakura menutup tempat bekalnya yang masih berisi setengah porsi , berdiri lalu mendekati Naruto. "Doishta, Naruto?" Hokage muda berambut blondie ini tak langsung menyahut. Bukannya tak mendengar, namun malah karena mendengar suaranya ini ia terngiang akan sesuatu. Sudah sekian lama ia tak menjalani misi bersama Sakura sebagai tim. Sudah sangat lama. Dan bagaimanapun, seorang kunoichi punya rasa tanggung jawab meski hanya sedikit pada desa. Dan Naruto pun tak pernah melarang istrinya turut campur dalam hal apapun, dari mengobati genin yang sakit di akademi hingga usulan untuk perbaikan pemerintahan desa, semuanya diterima dan dipertimbangkan baik-baik. Namun untuk kali ini, saat istrinya sedang hamil tua dan dia tak mau ada sebiji kuman pun yang mendarat di tubuh bidadarinya, ia tak akan mengizinkannya untuk melakukan sesuatu yang aneh-aneh. Sakura hanya mengiyakan saja setiap kali diperingatkan. Namun hingga kini, Naruto tetap merasakan betapa dia sangat khawatir. Desa, istri, lalu anak. Ketiga hal yang dia bersumpah dalam hati akan selalu ia lindungi. Segenap tenaga, sepenuh jiwa, akan dia pertaruhkan semuanya demi melindungi ketiga hartanya. Nahas, saat menyebutkan ketiga permata itu. Ada setitik rasa sesak bercokol dihatinya. Karena suatu saat ia harus lebih mengorbankan Sakura demi desa. Dan Naruto tak pernah mengharap hal laknat seperti itu terjadi. Tidak akan pernah. Sumpahnya akan terus berjalan hingga tahap nyawa. Ia rela mencabut nyawa sendiri asalkan ketiga mutiaranya bisa selamat. Meski Naruto pun tahu kalau Sakura sendiri akan merana dalam sisa hidupnya jika nanti mendapati suaminya mati, demi dirinya. Demi anaknya yang masih dalam kandungannya. Ia rela mati demi melindungi mereka semua. Naruto sungguh tidak pernah ingin ada pengorbanan. Biarlah ia yang jadi korban. Ia akan melawan semua musuh yang ada, lalu hidup damai bersama keluarga di Konoha. Namun bagaimanapun. Terkadang ia menelan ludah sendiri kalau ide semacam itu terlintas di otaknya. Karena sekalipun, Naruto tidak pernah ingin mati. Ia berbalik lalu tersenyum lebar. "Aah, tak ada apa-apa kok, sakura-Chan. Hanya sedikit laporan biasa."Tukas Naruto sambil menunggingkan senyum. Sakura tak lantas terbawa suasana. Ia mendekati Naruto, lalu mendongak. Menatapshappire-nya dengan deathglare. "Aku serius." Celetuknya kesal. "Ceritakan pada kami agar kami tahu apa yang sedang terjadi sekar…-" Dan telunjuk Naruto mengeleminasi semuanya. Telunjuk Naruto menempel di ujung bibirnya yang masih sedikit basah. Sakura terdiam, menunduk, takluk. Ia tak lagi bertanya-tanya karena otaknya langsung menampilkan sekian papan larangan yang selama sekian bulan ini selalu diwanti-wanti suaminya, "Kau tahu, khan. Semua ini untuk kalian?" Tangan Naruto mengangkat dagu istrinya ini sambil menatapnya lembut. Tangannya mengelus perut Sakura yang membuncit. Sakura menyambutnya. Sebuah gerakan dari dalam perutnya datang memberikan respon. Sakura dan Naruto dapat merasakannya. Buah hati mereka, calon anak pertama yang diharap akan datang masanya untuk bertemu mereka. 1 bulan lagi. 4 minggu lagi. Dan setelah itu aku akan menjadi ibu dan Naruto… …..Ayah Batin Sakura mengucapkan hal itu. Naruto mendengarnya. Tangan mereka yang bersatu mengatakannya. Sakura diam membisu, mimpinya. Mimpi itu…. "Sakura-Chan? Kau melamun?" Dan perempuan muda berdahi lebar ini sontak kaget. Ia cepat-cepat menunggingkan senyum sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, kami pulang dulu, Naruto-Kun." Naruto tersenyum lebar. Dikecup dahi istrinya lembut. Sakura tersenyum manis, menyembunyikan raut wajahnya yang sempat memerah tadi. "YOSH….! Sasuke, ayo kita kembali ke Kantor sekarang. Hinata, kau pulang lah ke rumah bersama Sakura-Chan, ya?" Gadis indigo yang dipanggil ini mengangguk mengerti. Melirik suaminya yang tak acuh, sepertinya dia agak kesal karena dari tadi menyaksikan dua sahabatnya ini bermesraan tanpa ada rasa sungkan. Hinata sepertinya lebih paham dari Sasuke kini, ia mendongak lalu mengecup pipinya lembut. "Eeet….?" Spontan, si bungsu Uchiha ini memerah wajanya menahan malu. Tapi tak berani bicara, karena disatu sisi, ia merasa amat senang. Diam-diam Iblis dalam hatinya mulai memprovokasi, Sepertinya nanti malam dia bisa 'agresif' . hehe….. Hinata berjalan disamping Sakura, mereka berpamitan pulang, meninggalkan dua Shinobi terkuat desa yang menjadi suami mereka. Naruto membersihkan badannya beberapa menit, lalu mengenakan pakaiannya. Sasuke yang masih dengan tenang menunggu di gubuk mendapati rekannya ini sudah bersiap dengan jubah hokage dan gulungan rahasia miliknya. Ia bangkit berdiri. Naruto baru akan memulai segel hiraishin no jutsu-nya saat Sasuke menahan tangannya. "Kita jalan kaki saja."Cetus Sasuke, "Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan." Naruto mengerutkan kening. -(ALP)- Sakura menghentikan langkahnya yang baru seratus meter dari pinggir danau . Hinata yang berjalan disampingnya lantas tercenung pula. "Sakura-San? Doishta?" Dan tak hanya tercenung, kini Hinata ikut mengerutkan dahi saat Sakura lalu membalik badannya ke belakang, memandang danau yang masih terlihat jelas. Gumpalan air birunya, angin sejuk yang masih mengembuskan pakaian mereka, suasananya masih terasa. Hinata dalam diamnya berusaha menerka apa-apa yang dipikirkan oleh Sakura. Ia berpaling pula, menutup matanya seraya menghirup bau danau yang sejuk. "Hhmm… Udaranya memang sejuk, ya, Sakura-San? Aku pun sebenarnya mau saja berlama-lama di sini…" Hinata tak melanjutkan kata-katanya tatkala menyadari kalau gadis yang barusan berpaling dan diajaknya bicara kini tak menggubris sedikitpun bicaranya. Hinata mengangkat alis. "S-Sakura-San? Daijoka?" Sakura tak bergeming. Matanya tak berkedip. "S-Sakura-San…?" Sakura tetap diam. Hinata lantas khawatir, dicondongkannya badan rampingnya sedikit mendekat telinga Sakura, lalu menaikkan nada panggilnya beberapa oktaf. "SAKURA-SAN!" Dan sontak, Sang Putri Emerald kaget. Ia menganga lantas menoleh, menundukkan kepalanya menahan malu didepan Hinata. Hinata jelas khawatir. "Hinata, G-Gomen!" Mata lavender Hinata membulat. Ini jelas aneh.Batinnya. "Apa yang terjadi, Sakura-San? Kau melamun tadi?" Sakura terkesiap, lantas gelagapan. Beruntung, innernya bekerja dengan baik hingga wajah kagetnya tak terlihat lebih dari sedetik. Sakura lantas menunggingkan senyum termanisnya. "A-Ah… D-Daijo desu! T-Tak tak ada yang kupikirkan, kok! Sungguh!" He? Gadis dengan kecerdasan diatas rata-rata ingin membohongi seorang gadis cerdas? Oh, dear! "Sungguh?" Sakura sweatdrop, nyaris terjengkang ke belakang karena Hinata memajukan wajahnya lebih mendekati wajah Sakura sekarang. Sebelum benar-benar terjatuh, Hinata menyipitkan mata lavendernya lagi, "Kau sungguh tak kenapa, Sakura-San? Aku khawatir." Klise, singkat. Dan pasti Sakura terenyuh. Sakura dalam lubuk hati kecilnya menyesalkan telah merebut cinta pertama Hinata, bagi Sakura, itu mungkin teramat sakit bagi seorang wanita. Terlebih lagi bagi Sakura. Gadis cengeng yang menyembunyikan kelemahan dirinya dalam energi sekuat monster. Sakura merasa kalau perbuatannya itu –pasti- dalam diam Hinata telah menusuk perasaan cintanya yang terdalam. Namun ternyata Hinata lebih dewasa dari yang diduga Sakura. Bagaimanapun pertempuran cinta yang pernah mereka alami karena seorang Naruto, Hinata tak pernah menjauhinya, sedikitpun tidak. Bahkan lebih jauh, calon nyonya keluarga doujutsu ini sangat menyayanginya. Dan karena alasan itulah, Sakura tak mau Hinata lebih mengkhawatirkannya. Dia mengangguk-ngangguk. Menelan ludah. "Aku tak kenapa-napa, kok."Tukasnya "Sungguhkah?" Hinata kembali memastikan. Sakura kembali mengangguk. Lavender menatap emerald dengan tajam. Sebelum akhirnya menarik lurus kembali kepalanya ke atas, sebelum menunggingkan senyum. "Syukurlah, kupikir kau melamun tadi." "Hn, tak apa kok, Hinata. Udaranya memang sejuk sekali. Terima kasih telah mengkhawatirkan ku, Hinata." Sakura menoleh ramah pada Hinata. Sang lavender tersenyum. "Aah, kau ini berlebihan, Sakura-San!" Mereka berdua tersenyum, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Berpaling kearah jalan setapak, lalu menjauhi danau yang lurus. Dan sungguh, dalam pandangan lurus ke depan ini, sesosok ghaib muncul merintangi jalan mereka. Seorang lelaki yang amat dicintai Sakura. Seorang yang membuatnya tadi berpaling ke danau lalu melamun, seseorang yang sungguh amat dikhawatirkannya karena enam kali mimpi yang telah dialaminya. Jaa-ne… Ore no Hime… Kata-kata itu terulang-ulang terus bak racun yang menghantui batin dan psikisnya. Sempat terhapus, namun saat Naruto dan Sasuke pergi tadi, kalimat barusan sekan kembali terdengar di telinga Sakura, membuatnya benar-benar takut. Sungguh, Sakura-amat-sangat-takut. Sakura benar-benar takut akan kemungkinan terburuk yang akan terjadi, Sakura takut akan segala harapan negatif yang sama sekali tak pernah diinginkannya, Sakura sangat-sangat…. ….Takut… Sakura menghela nafas beratnya, berusaha melangkah tegap dengan membuang segala beban hatinya ini. Naruto mencintainya, dan tak akan pernah meninggalkannya. Begitu pula Sakura, apapun akan dilakukan Sang Ratu Emerald untuk tetap membuat Sang Pemilik Shappire tetap berada di sisinya. Sakura memaksakan senyum di wajah imutnya seraya memandang langit. Mengandung perasaannya riang sambil menaungkan matanya di langit luas. Biru, lembut, hangat seperti matanya. Senyum Sakura kian mengembang seraya teringat akan rencana yang akan di laksanakan malam ini, lalu membatin. Hatinya menandungkan kalimat penuh cinta yang sendu, tak ingin lagi terkurung dalam rasa sedih, bibirnya menarik keatas, mengaburkan rasa sempit di dadanya. Sakura mengembangkan senyum lebarnya seraya membatin dengan penuh rasa bahagia, Aku mencintaimu, Naruto… -(ALP)- Dan jauh disana, jauh dari Konohagakure no Sato, jauh dari negara Hi, bahkan amat sangat jauh dari Dunia Shinobi. Di sebuah tempat dimana orang-orangnya bisa hidup seabadi Madara Uchiha, Seawet muda Orochimaru, bahkan berumur lebih panjang dari Kakuzu. Ada sebuah dunia lain yang mengintip, mengawasi gerak-gerik disana. SOUL SOCIETY Di Sebuah ruangan berbentuk aula yang tertutup terasa hawa reiatsu yang kental. Betapa tidak, disinilah para Taichou5 dari GOTEI Juusantai berkumpul dipimpin sang Sotaichou, Genryūsai Shigekuni Yamamoto guna membincangkan sesuatu hal yang penting. Sepenting apakah? Tak ada yang tahu, selain mereka yang kini berada didalamnya. Yamamoto, seorang tua dengan jenggot panjang teranyam di dagunya duduk di singgasana, menghadap para taichou yang tengah berbaris didepannya kini. Dia memang tua, renta, bau tanah. Namuh tahukah kau kenapa dia masih memimpin Soul Society hingga kini? Karena dalam 1000 tahun terakhir ini tak ada Shinigami yang lebih kuat darinya terlahir didunia. Tidak pernah ada dewa kematian yang lahir lebih kuat daripadanya selama 1000 tahun. Apa tadi? Dewa Kematian? "Kurotsuchi Taichou, bagaimana hasil penelitianmu?" Seorang dengan wajah bak badut maju kedepan, dengan dua buah paku horizontal di topinya membuat penampilannya sangat mencolok. Zanpakutou-nya yang terpasang di depan pusar seakan tak menganggu gerak langkahnya. Haorinya mengembang, melambangkan divisi yang dibawahinya, divisi 12. Mayuri Kurotsuchi maju kedepan. "Sebagaimana laporan Soifon Taichou, Sudah kupastikan keadaan reiatsu yang terlacak disana menunjukkan bahwa kita tak salah lagi. Kyuubi pasti berada di sana." Ucapnya tegas. Matanya berputar-putar. "Benarkah itu, Soifon Taichou?" Kapten yang berdiri di posisi paling dekat dengan pemilik perintah berputar mengadap. Ia gadis imut berpostur tubuh kecil. Zanpakutou-nya berbentuk wakizashi, terletak di belakang pingggul. Suzumebachi, nama zanpakutou-nya. Rambutnya tergerai dua dengan gelang yang mengikat di masing-masing. Ia berdiri menghadap, lalu katanya, "Hai. Divisi 2 pasukan khusus sudah membenarkan adanya letak di bawah sana yang menjadi tempat tinggal Kyuubi. Dia meninggali sebuah desa yang disinyalir bernama Konohagakure no Sato. Desa ini tempat tinggal para ninja yang merupakan basis kekuatan Negara api dan merupakan desa terkuat dunia Shinobi. Namun mohon maaf, kami kehilangan 25 orang dalam misi ini." Sontak angka diatas membuat para Kapten membelalakkan mata. Heran, sekuat apa orang-orang yang tinggal disana hingga dapat menghabisi pasukan khusus Soifon? "….25 orang..? Desa terkuat, huh? Katakan saja kau kurang berhasil dalam menjalankan misi ini, Soifon Taichou" Celetuk seorang kapten dengan mata kanan tertutup seperti bajak laut dan rambut jabrik yang menantang keatas. Sosok kekarnya menampilkan sisa-sisa luka sayatan yang entah hasil dari berapa kali bertarung. Zaraki Kenpachi, kapten dari divisi 11 maju kedepan seraya mengangkat bahu. "Siapa yang memberikan asumsi seperti itu di depan kita para Shinigami, yang mengatur kematian?" Soifon menahan amarah yang bergelemetuk. Ia tak rela dikatakan 'gagal' dalam kurung seperti itu. Kalau tidak berada di ruang pertemuan, mungkin ia sudah melompat dan menusukkan zanpakutou-nya pada Kenpachi. Setengah hati ia menjawab,"Aku tak tahu pasti, Kenpachi-San. Namun sepertinya dunia Shinobi sendiri sudah melaksanakan sebuah organisasi yang lebih besar dari kita. Aku rasa tak mungkin ada istilah 'kuat' selain dengan pengakuan yang pasti." Cetus Soifon kemudian. Dia kini berbalik menghadap para kapten, "Namun sudah dipastikan, disanalah Kyuubi berada." "Hm… sokka..."Cetus seorang kapten berambut keriting dengan kimono bermotif bunga sakura yang menutup haori-nya malas. Kesannya malas, menyembunyikan identitasnya sebagai kapten divisi 8,Shunsui Kyoraku, " Tapi kurasa akan tak mudah untuk memburu Kyuubi tanpa melukai orang-orang yang tinggal di desa tersebut, bukankah begitu, Ukitake?" Kapten berambut putih panjang yang berdiri di samping Kyouraku sadar kalau kapten divisi 8 sekaligus sahabat terdekatnya ini meliriknya, meminta dukungan. "So, So desu yo" Ia mengangguk mengiyakan. Tangannya tak lepas dari sepasang katana yang terikat di haorinya, melambangkan 13. Jushiro Ukitake memandang para kapten yang berdiri di sekelilingnya, "Aku tak sudi kalau sampai tanganku ini membunuh manusia. Sudah cukup. " "Iye…. Perkataanmu tidak tepat, Ukitake Taichou, Kyouraku Taichou." Sahut seorang Kapten dengan sosok musang yang berdiri tegap. Sepasang pelindung bahu menampilkan kesan ekstrim, dan pelindung tangannya pun seakan membuat siapapun yang melihatnya segan untuk mendekati. Sajin Komamura, namanya. Kapten divisi 7. "Bagaimanapun juga Kyuubi tidak akan muncul kecuali di lokasi dimana Kejahatan dan nafsu duniawi berkumpul, maka jikalau hasil observasi Kurotsuchi Taichou dan investigasi pasukan khusus SoifonTaichou diyakini benar, maka membunuh manusia bejad seperti mereka pun, bukan berarti tak ada gunanya. Ini hukuman." Tegasnya lagi. "Aku lebih setuju dengan pendapat Komamura Taichou." Sahut Soifon lagi. "Pasukan divisiku sudah mencatat betapa dahsyatnya pancaran reiatsu yang diyakini milik Kyuubi. Tak salah lagi. Reiatsu yang luar biasa kuat ini terpancar hingga lingkup luar Konohagakure no Sato, dan ini hasil observasi divisi khususku pun searah dengan hasil penelitian Kurotsuchi Taichou."Tegasnya. Raut kecantikannya menyala-menyala dengan keseriusannya ini. Membuat setiap orang yang melihatnya ingin menciumnya kalau tidak ingat kapten yang satu ini 'menyengat'. Seperti lebah. "Berarti kita harus menyerbu desa ini habis-habisan untuk mendapatkan kembali rubah ini?" Cetus kapten berambut putih dengan haori bertuliskan kanji 10, Toshirou Hitsugaya. Zanpakutou-nya bergelayut di punggung dengan sebuah selendang hijau. Matanya yang hijau zamrud tak melepaskan kesan 'anak kecil' karena tingginya hanya 130 cm. Namun disisi lain, reiatsu-nya memancar dingin yang sangat.Beku. Es. Bahkan mungkin lebih dingin dari itu. "Sepertinya akan sedikit sulit." Gumam Kapten dengan haori yang terselempang selendang kelabu di lehernya. Wajahnya tampan dan menampilkan aura bangsawan. Ikat rambut dikepalanya menandakannya sebagai orang yang patut dihormati sebagai penerus klan-nya. Kuchiki Byakuya mengela nafas, "Menyerang desa dengan sejumlah kekuatan basis terbesar Dunia Shinobi memang tak perlu dengan menghabisi seluruh penduduknya. Namun jikalau kembali ke kata 'terbesar' tadi…-" "Akan ada kekuatan yang melindungi wilayah ini. Sebagaimana kata pepatah, semakin tinggi batang pohon, semakin kencang pula anginnya" Suara perempuan memotong kalimat Byakuya yang belum selesai, "Maaf, menginterupsi kata-katamu, Kuchiki-Taichou." Retsu Unohana menunggingkan senyum. Perempuan yang menjabat sebagai Kapten divisi 4 ini adalah penanggung jawab dunia medis di Soul Society. "SEMUANYA TENANG!" Seru Yamamoto. Tongkatnya dipukulkan keatas lantai. Zanpakutou-nya memang sedikit aneh. Berupa tongkat yang biasa dimioliki oleh para lansia kebanyakan. Ryujjin Jakka, namanya.Zanpakutou dengan dasar elemen api yang disebut-sebut sebagai zanpakutou terkuat. Menimbulkan suara berderak keras pada lantai, Kapten Komandan ini mengerutkan keningnya sebelum memulai bicara. "Bagaimanapun yang terjadi, Kyuubi adalah hewan yang patut dipertanggungjawabkan pada kita sebagai majikannya. Manusia hanyalah makhluk yang hidup sementara di dunia dan tak patut untuk punya tanggung jawab apapun pada Siluman ini." Tegas Yamamoto, "Dan selama kita bisa berdiskusi dengan mereka, para manusia yang hidup di sekililing Kyuubi, maka jalan damai antara Shinigami akan berlangsung mulai saat itu juga, selamanya. Namun sebaliknya, jika tak ada sedikit pun perhatian dari mereka…" "…Maka tak akan ada ampun." Cetus Yamamoto dingin. Nada suaranya kejam menusuk. Membuat para Kapten langsung menunjukkan wajah terserius mereka, tak terkecuali Soifon dan Kurotsuchi yang merupakan penganggung jawab umum perburuan mereka ini. "Setiap Divisi agar mempersiapkan diri. Kita akan berburu siluman terkuat di dunia. Hanya Kapten dan Letnan Divisi yang diperkenankan untuk ikut. Kita akan memulai invasi 3 hari dari sekarang. Aku akan turut serta. " Byakuya mengangkat alis, Mengurusi binatang peliharaan saja Kapten Komandan ikut nimbrung? Ia belum sempat memberikan kesimpulan atas analisisnya yang dia yakin amat benar sebelum Yamamoto berujar, "...Namun aku tak memimpin perburuan ini, aku hanya ingin bersenang-senang sebentar sebelum ritual dimulai..." Dan pasti, kata-katanya yang barusan terucap dengan nada luar biasa santai membuat serempak para Kapten kaget bukan main. Kenpachi berdecih, "lalu siapa, Yamamoto Sotaichou?" Sergahnya. Yamamoto menutup matanya, menghela nafas sebelum menjawab, "Wakil Shinigami," kalimat ini membuat raut semua kapten berubah. Mereka tahu benar siapa yang dimaksud. "Kurosaki Ichigo, masuk!" Dan semua mata berpaling pada sosok dengan pedang berdisain pisau dapur yang tergantung di punggungnya. Sosok berambut orange jabrik itu memasuki aula perkumpulan. Kimononya memang berdisain biasa, tidak bermotif dengan disain Haori para Kapten. Namun semuanya tahu, kalau orang ini sangat kuat. Bahkan mungkin lebih kuat dari Yamamoto. "Kapan akan kita mulai perburuannya, Kawan?" Sahutnya. Mengundang rasa kaget luar biasa dari sekian kapten yang hadir. Tak perduli dengan keadaan sekitarnya, Ichigo mengangkat bahunya seraya menggenggam tangannya erat-erat. Mengepal. "Aku sudah tak sabar ingin memulai perburuan ini, kapan kita berangkat. Jii-San?" Yamamoto membuka sebelah matanya, memandang balik pemuda bermata coklat yang berdiri didepanya ini seraya terkekeh. Dan Soifon hanya mampu berkeringat dingin. . . ...TBC... . . . Hohohoho….! Y-O-S-H! Sesuai janji, Alp akan membuat sebuah fanfict CANON sebagai perayaan rilisnya BLOOD PRISON di Jepang, hay-hay… ana lagi nggak bisa ngasih penutup nih coz lagi rad mumet sebenarnya, kata-kata tambahan sudah ane tulis buat sambutan diatas, coz ada banyak tugas di kantor Pascasarjana, maklum staff baru, hohoho… ^0^ Eeer… BTW, kenapa ada BLEACH? Ya karena ALP membayangkan sungguh DAHSYAT jika kekuatan SHINOBI dan SHINIGAMI beradu, bukannya ngadu domba ding, tapi Alp Cuma membayangkan seandainya-seandainya saja-BIASA CANON_-… hohoho… YAP! Sedikit NOTE saja, mungkin. Kalau di 'Senpaiku-Cintaku' yang bakal update 3-4 hari lagi NaruSaku-nya bercampur dengan adegan HAREM, NaruShion, bahkan NaruHina, FFn ini DIJAMIN akan selalu membahas akan terus membahas NaruSaku pada setiap chapternya…. Hohoho…. Yaaah,… jadi kalau kemarin ada sebagian orang yang agak kecewa dengan ffn ku itu karena mode 'HARD' dan Naruto yang SUPER OOC, pas Ffn yang ini Alp J-AM-I-N, sekali lagi bakal memuaskan semua pencinta NaruSaku, Y-O-S-H! Well, seperti shappire dan emerald, bumi dan langit, matahari dan sakura, Namikaze dan Haruno, Naruto dan Sakura, Kau dan aku, Fanfiction dan review *HOHOHO*…. Yaa….sudah tahu maksudnya, khan…? Ane Cuma butuh hyourogan, bisa ditaruh di inbox ane setelah menekan tombol berikut: V V V V V Jaa minna-San!
v
v
v