Jujur saya katakan saya agak pesimis dengan para pembaca yang mungkin sudah melupakan cerita abal ini.

Namun ya sudah, lah. Orang baik tak pernah banyak alasan (^_^)v

.
HAPPY READING!

DISCLAIMER: Masashi Kishimoto-1999

Tite Kubo-2001

AUTHOR: Alp Arslan no Namikaze-2011

9th Naruto Shippuden The Movie:

"The Hunting of Soul Reaper"

13th Chapter:

"Hollowfication"

Tembakan Laser merah pekat seukuran tubuhnya itu benar-benar membuatnya kejang. Naruto pias.

.

.

.

.

BLAAAAARRRR!

CK!

Naruto meski tak menunjukkannya jelas, namun sungguh sunshin berkali-kali sudah membuatnya lelah. Teleport ini sama sekali tak mengurangi kecepatan lintas dimensi ruang dan waktunya, namun tetap saja harus berdiam diri di sebuah tempat kurang dari SATU DETIK jujur sudah membuatnya semakin resah.

Dan diam-diam dia menelan ludah, kalut, takut.

Naruto merasa takut.

Seluruh teman-temannya sudah jatuh. Hal yang patut disyukuri karena dengan mode sennin dalam lingkup chakra Kyuubi ini dia masih bisa merasakan aliran nafas mereka semua meski dalam sedemikian sekarat sekalipun.

Yamamoto Genryuusai yang sudah membuat Sasuke hangus sekujur badan pun rubuh karena laser merah ini. Apa kata Kyuubi barusan?

CERO?

Cero yang Sempurna.

Dan itu sudah membuat Naruto semakin gugup. Sosok Ichigo yang sudah berubah menjadi hollow bertanduk dua dan lubang tepat di dadanya ini benar-benar menyerang dengan stamina yang bahkan serasa tak habis-habis. Dia menembakkan Cero dengan letupan seperti ratusan dinamit yang dilemparkan tanpa henti ke seluruh medan perang Konoha. Hancur lebur sudah.

Ichigo menembakkan Cero secara beruntun, tanpa jeda. Naruto benar-benar hanya bisa berdiri setelah melakukan Shunshin-nya selama sedetik.

Dan hal yang mungkin harus dia antisipasi selanjutnya adalah kunai yang tertancap semakin sedikit karena terhempas oleh tekanan Cero.

Dan satu lagi,

Naruto yang baru berumur 21 tahun sudah mencapai sebuah batas penggunaan chakra Kyuubinya. Dia tidak bisa mengeluarkan kekuatan di atas batas staminanya lebih dari ini.

Ya, kadar chakra Kyuubi mungkin boleh tak terbatas. Namun dirinya yang menjadi inang harus menyadari sebuah realita yang terjadi. Penggunaan chakra Kyuubi sudah sampai batasnya.

Kecuali dengan satu terobosan.

Naruto melompat sekali lagi, menyusul hiraishin kunai-nya yang tertancap di sebuah lokasi. Tembakan Cero menyusulnya, memaksanya kembali teleport.

BRENGSEK!

"NARUTO-KUN!'

Suara siluman rubah itu mengusik telinganya, membuat Naruto lengah sedetik sebelum menghindari letusan Cero.

SIAL!

Ya, kecuali dengan satu terobosan. Hanya itu.

"Nande, Kyuubi?"

Pertanyaan bodoh, tanpa mengatakannya pun Naruto sudah tahu jelas apa maksud panggilan Bijuu-nya barusan.

"CERO INI SETARA DENGAN TEMBAKAN LASER MILIKKU DALAM BENTUK EKOR TUJUH! KAU BISA MENGALAHKANNYA SEKALI TERJANG DALAM BENTUK KEDUA EKOR SEMBILAN, NARUTO-KUN!"

Tuh, khan.

Naruto mengerecutkan bibir, dia sudah menggunakan sekian kali RasenShuriken dan ditabrak habis oleh dentuman Cero. Berubah menjadi mode kedua?

Tawaran bagus, Naruto tahu itu adalah satu-satunya cara untuk mendongkrak jauh batas kekuatannya sekarang. Namun tak ayal, sekonyong-konyong Naruto menepuk dahi Siluman Rubah.

"Aku tak mau."

Dan Kyuubi menggeram. Naruto mencegah Bijuunya berontak dengan menginterupsi kalimat yang keluar dari moncongnya segera.

"SIKASHI-!"

"Aku bilang tak mau, Kitsune." Potong Naruto cepat. Naruto melihat sebuah letusan lagi, beruntun. Memaksanya melompat cepat ke atas.

"Kau hanya cukup membantuku dengan mode rikudo sekar-APA?"

Dan tatkala kakinya telah menginjak udara, tanpa disadari keputusannya kali ini fatal. Ichigo sudah muak dipermainkan. Lompatannya menuju lapisan terendah atmosfer sudah menjadi jalan pintas menuju maut.

Ichigo sudah menyusulnya, menyambut di atas.

Pedang hitam itu terhujam ke bawah, Naruto mengayunkan pedang anginnya. Menahan laju pedang hitam yang menerjang bak letusan meteor. Naruto membulatkan matanya hebat sebelum terjun dengan kecepatan tinggi kebawah,

"UKH!"

BRAAAAKK!

Naruto mengaduh sekali usai membentur tanah yang lantas retak dengan punggungnya. Titik darah kembali muncul dari sudut bibirnya. Naruto mendongak ke atas, mencoba mengintip Hollow Ichigo yang sesuai dugaan mengejarnya. Naruto mengumpat kesal, lalu sunshin lagi. Kali ini dia tak mau main-main, Naruto menjauh 300 meter dari sana.

"Hh...Hhh..."

Naruto terengah-engah. Nafasnya memburu tanpa ampun dan punggungnya serasa remuk. Diangkatnya tangan kanannya sekedar, bergetar. Sial.

Naruto menyadarinya, meski unggul dalam kecepatan, namun soal tenaga fisik Hollow Ichigo jauh diatasnya. Tebasan tadi lebih terasa sebagai bogem besi dari pada sayatan pedang. Otot punggung dan tangannya terasa kram sehitung dua detik, Naruto mengaduh.

"AARKH!"

Dan dinginnya angin yang bertiup di balik lehernya membuatnya kejang, Naruto tanpa menoleh berputar dua kali ke samping. Membiarkan pedang hitam yang tertebas hanya menerjang tanah hingga retak berantakan. Naruto mengatur nafasnya, pedang hitam itu terayun kembali ke atas.

"TSK!"

Naruto menghindar lagi. Mata merahnya menyaksikan ujung pedang yang mengincar lehernya dari bawah, lambat-lambat hingga Naruto dapat merasakan desiran angin yang ditimbulkan oleh irisan pedang. Bau mirip mesiu terbit jelas di indera penciumannya saat mata pedang itu sampai di depan lubang hidung. Naruto baru akan mengambil nafasnya yang bercampur aura membakar tatkala rasa nyeri di punggungnya kambuh, secara serempak tatkala tiba-tiba pedang hitam itu terayun kembali dengan cepat kebawah, mengiris dadanya.

"UKH!"

Percikan darah menjadi bukti bahwa dirinya tengah terluka. Naruto mengumpat menahan nyeri. Sosok Hollow Ichigo yang sudah berada berada di depan mata menatapnya tapa ekspresi. Naruto kaku, sejurus kemudian dia hanya menyadari pedang yang barusan menebas kulit dadanya kini kembali berpindah arah, menusuk tepat bagian atas telapak kakinya yang tertutup sandal.

CRAASH!

"AKH!"

Naruto meringis menahan sakit, ingin rasanya segera mencabut kakinya dari tempat berbahaya itu. Namun nahas.

Pedang itu tertancap di kakinya, mengikat langkah Naruto hingga tak bisa melakukan segel hiraishin.

Sang Rokudaime memfirasat tatapan kosong Hollow Ichigo yang entah kenapa serasa menjadi beringas. Topeng putih itu menyeringai. Naruto menahan nafas, permukaan telapak kaki kanannya mulai bermandikan darah.

Dan sadar bahwa mangsanya tak akan lagi melarikan diri, Hollow Ichigo tak lagi membuang waktu. Ditundukkan kepalanya sedikit kedepan, memamerkan bulatan reiatsu merah yang mengental di sana. Memadat hingga ukuran sebesar kepala, celaka...

Naruto mungkin tak berniat untuk memikirkan rasa sakitnya, namun keadaannya sekarang sudah bak diujung tanduk. Laser merah padat itu menghujam tepat ke arahnya.

.

.

.

BLAAAAAARRRR!


"K-Konohamaru?"

Sosok pemuda berambut coklat itu menyeringai, dia berbisik pada Gamabunta yang masih sibuk dengan cerutunya.

"Ikuze, Gama-O-Yabin"

"Hh, mereka hanya 5 orang. Bocah, aku membayangkan apa yang sedang Naruto lakukan di sana."

Konohamaru meringis,

"Kita biarkan Naruto Nii-Chan berkonsentrasi pada pertarungannya. Biar kita kalahkan mereka yang disini, Gama-O-Yabin."

Renji menggertakkan giginya murka, BANKAI-nya masih tergeletak berceceran, dan itu sungguh sudah membuatnya murka. Hisagi mengerling, memasang kuda-kuda langsung.

"Heh, sepertinya akan sedikit sulit."

"Kira, kau ambil dulu bagianmu."

"Wakarimasta."

Kira mulai merapal mantra, kumpulan reiatsu murni berkumpul di tangannya. Ikakku menyelidik seraya mendongak, dan sungguh. Sedetik kemudian teriakannya membuat semua orang di sana bergidik.

"AWAS! MENGHINDAR!"

Dan letupan api raksasa yang meluncur bak terjangan komet sudah menjadi segenap jawaban. Konohamaru membentuk segel beberapa kali sebelum menyemburkan bola api seukuran badan ke arah minyak yang tersembur oleh Gamabunta.

"Katon: GOKAKKYU NO JUTSU!"

Semburan api raksasa menyeruak, mengikuti aliran minyak yang menyembur deras. Kelima letnan melompat menghindar, mencari pijakan di antara ranting-ranting kayu. Lautan api memburu, melahap batang hingga mempersempit waktu Shinigami untuk lari.

"TSK!"

Kira mendecih tipis, ujung bawah kimononya dilahap lautan api. Tangannya merapal segel, lalu diarahkannya pada Konohamaru.

"Bakudo 30: Shitotsu Sansen!"

Tiga pasang segitiga kido meluncur ke arah Konohamaru. Sang Sarutobi Muda lebih awas. Dia menghentikan jurusnya, lalu melompat. Bersalto sekali. Membiarkan ketiga kido penyegel itu berhenti asal-asalan di batang pohon yang ada di belakangnya.

Konohamaru mengintip lewat sudut matanya, memastikan kalau serangan barusan adalah tindak serang Shinigami yang terakhir. Lautan api sudah di depan mata, Konohamaru memasang matanya waspada.

Mereka ada berlima dan sudah mengeluarkan BANKAI, Konohamaru! Jangan lengah!

Letupan ledakan api membakar oksigen. Konohamaru menajamkan inderanya, mengecek keadaan di bawah sana. Jujur kalau manusia biasa pasti sudah tewas dilalap lautan api sebesar ini. Suhu mendidih dan kehilangan serap oksigen sudah menunjukkan sebuah identitas kematian.

Ya, kalau itu manusia. Namun Konohamaru pun tahu kalau musuhnya ini bukan manusia.

"Bakudo 62: Hyapporankan!"

Sebuah teriakan yang memulai serangan mengagetkan Konohamaru. Dia mendongak.

Atas!

"Menghindar, Gama-O-Yabin!"

Gamabunta melompat ke belakang, menghindari puluhan batang bening seukuran tubuh Konohamaru yang datang dari atas. Konohamaru memaki kesal. Tanah di bawah masih terbakar api, kini menjalar semakin ke atas.

Oksigen-Bakar-Nyala-Api

Nyala api mendukung angin, Aku menang!

Salah seorang Shinigami menyerang kembali dari atas. Konohamaru membentuk segel bunshin. Tangannya mengumpulkan chakra angin murni sekepalan tangan, lalu dipukulkan ke arah target.

Angin bertiup, mengibarkan angin hingga bertambah besar.

Aku menang!

"Kazeshini!"

Sebuah sabit mirip shuriken yang terhubung rantai mengagetkan Konohamaru. Tangan kanannya yang terpenuhi chakra angin ditekan ke atas.

"RASENGAN!"

Putaran yang beradu membuat Konohamaru mendecih. Shuriken ini berputar cepat, melawan rasengan-nya, Hisagi menarik rantai zanpakutou-nya melengahkan perhatian Konohamaru sedetik.

Oh, jangan-jangan pernah meremehkan murid terfavorit Naruto, Shinigami!

Konohamaru dalam limbungnya melompat, kakinya mendarat di sisi kanan Hisagi. Mendorongnya sekuat tenaga.

Di bawah masih menjadi lautan api... kalau bisa sekali saja terjun ke sana...

"... HANGUS!"

Konohamaru meluncurkan tendangan, seiring teriakan yang mementalkan Hisagi ke atas bumi yang terbakar. Keempat Shinigami lainnya mendadak muncul,

Pertarungan setelah jatuhnya seorang rekan akan menjadi pertarungan balas dendam.

"Hisagi-San!"

Kira memanggil nama rekannya yang jatuh. Tanah Konoha memanas, membara. Lidah api menjilat dan menghabisi sisa-sisa pohon yang tersisa. Konohamaru sadar kalau tindakannya masih membahayakan Ino dan Hinata yang masih di bawah. Namun, dia tak ada pilihan. Otaknya mengingat-ngingat hukum pertarungan yang barusan terlintas.

Balas dendam.

Konohamaru dalam bisu menelan ludah.

Hati-hati, Konohamar-

Eh?

Konohamaru melihat serpihan-serpihan sebesar tubuhnya berseliweran di depannya, Menyebar di sekitar putih, berpola bentuk seperti...

Tulang?

"Hn? Nani ga?"

Gamabunta mendecih, dan sontak Konohamaru sadar akan sesuatu. Matanya pias.

C-Celaka...!

"Menghindar! Gama-O-Yab-!"

Terlambat.

Tulang-tulang itu menimbulkan garis-garis reiatsu yang terhubung, menimbulkan efek sengat yang menyakitkan luar biasa bagi Konohamaru. Konohamaru menjerit, menahan sakit yang menderita seluruh tubuhnya.

"AAAARRRGGHHHH! GGGAAAAAHH!"

P-Penjara r-reiatsu-AKH!

Gamabunta juga merasakannya efek siksaan ini. Bos katak melolong luar biasa.

"GGGAAAAAAAAAAAAAHHH! AAAAAAAAAAKKKHH!"

Konohamaru mendecah, berusaha melepaskan diri dari rasa sakit. Ikatan ghaib yang muncul dari penjara reiatsu Renji mengunci semua gerak sendinya dan memberikan rasa nyeri di keseluruhan sudut tubuh Konohamaru. Semakin berontak serasa semakin menyiksa. Gamabunta mengerang, dia sudah sampai pada batasnya. Katak legendaris itu menjatuhkan sebelah lututnya, lalu roboh.

"G-Gama-O-Yabin!"

Gamabunta masih berupaya bergerak. Konohamaru menggertakkan gigi. Seusai berteriak matanya nyaris terpejam, menahan kesemutan yang mendera setiap inci tubuhnya. Pupil coklatnya terbuka separuh di sebelah kanan, menangkap sosok Renji yang terkekeh. Meremehkan.

Dan tatkala seorang shinigami lain muncul di samping Renji dengan sepasang golok dan pisau besar di kedua tangan, Konohamaru tanpa sadar menahan nafasnya yang sudah sesak sedari tadi. Ikakku memutar sebelah golok raksasanya, tepat tatkala Renji melonggarkan jurusnya.

Dan sejurus setelah pupil Konohamaru mampu melihat sempurna, yang dilihatnya hanya untaian rantai besar sepanjang lengan yang terulur dari lengan kanan Ikakku, berakhir dengan sebuah golok raksasa yang tengah menancap, tepat di tengah-tengah dadanya.

Konohamaru yang baru mengistirahatkan diri dari teriakan pelampiasan rasa sakit serasa ingin menjerit lagi, namun kerongkongannya serasa tercekat. Darah keluar dari kedua sudut bibirnya. Tulang rusuknya hancur, paru-paru dan jantungnya-.

UGH! O-OHOK!

Konohamaru sadar kalau mulutnya sekarang ini lebih pantas dikatakan sebagai selang darah. Seiring dengan otot dada hancur dan belulang rusuk yang remuk, Konohamaru merasakan rasa kantuk yang sangat.

"K-Konohamaru-..."

Gamabunta hanya bisa membisikkan nama sang ninja. Otot-otot raksasanya pun tengah tersegel dalam penjara reiatsu yang semakin menyiksa.

Ikakku mencabut goloknya dari dada Konohamaru. Sosok jasad pemuda itu kini serasa seringan kapas, lalu jatuh ke atas tanah hutan Konoha yang terbakar.

Ino yang hanya mampu menyaksikan dari bawah tak bisa berkomentar banyak. Insting ninjanya hanya mengatakan kalau teriakan Konohamaru yang berhenti itu menandakan sesuatu yang tak beres. Ino berbisik sedikit pada Hinata yang masih mengaktifkan dojutsu-nya, melemparkan sebuah kalimat dengan tanda tanya.

"H-Hinata...?"

Tak ada jawaban untuk panggilan setengah gagap barusan. Ino menelan ludahnya sekali, lalu kembali memberanikan diri untuk bertanya.

"H-Hinata, apa yang-"

"-T-...Tidak mungkin...

...K-Konohamaru-Kun...?"

Ino belum menangkap kalimat ambigu Hinata. Yang dilihatnya kemudian hanyalah sosok heiriess hyuuga ini melompat cepat, menuju daerah hutan yang terbakar.

"M-Matte, Hinata!"

Kira mengusap peluh yang keluar tanpa henti dari dahinya. Panas. Hutan Konoha benar-benar terbakar menjadi sebuah arena pertarungan bernafaskan api. Kira menggoyangkan bahu Hisagi yang tengah pingsan beberapa kali.

"Hisagi-San?"

Letnan divisi 9 ini melenguh sekali, mengeluarkan nafas yang serasa sesak sebelum dirinya terbatuk. Mata hitamnya mengerling ke sekitar area pertarungan yang masih membara. Kira membopongnya bangun. Hisagi menahan nyeri di bagian rusuk kirinya, nyeri. Hisagi boleh selamat, namun tendangan maut Konohamaru yang menjatuhkannya ke atas tanah terbakar api sudah lebih dari cukup membuat sebuah derita di wilayah sekitar dada kanannya. Hisagi menahan gerakan Kira yang berupaya membantunya berjalan, meninggalkan kerutan heran di dahi Letnan divisi 3 ini.

"Aku tak apa, Kira. "

Hisagi menjauhkan dirinya dari rangkulan Kira, si pemuda pirang ini hanya mengangguk pelan. Hisagi menjatuhkan zanpakutou-nya sebelum menyentuh daerah tubuhnya yang cedera, lalu memutarkan tubuhnya sekali hingga menimbulkan suara berderak. Wajahnya berubah pahit sesaat, lalu cerah. Sambil tetap menahan ringisan, Hisagi mengambil Kazeshini yang masih dalam shikai. Tercabut dari tanah yang panas.

"Kau sungguh tak apa, Hisagi-San?"

Hisagi menoleh ke arah Hisagi. Sahabatnya ini masih menyimpan raut khawatir, Hisagi tersenyum menenangkan.

"Hh, ya. Daijobu desu. " Hisagi mengedipkan sebelah mata pada Kira. Wajahnya terkena debu, kotor. Kira menahan tawanya menyadari Hisagi yang sungguh sudah benar-benar baikan. Tendangan Konohamaru sekali lagi cukup terlihat anarkis, mementalkan Hisagi dari udara sekian meter sebelum mendarat di tanah.

"Sekali lagi Kazeshini menyelamatkanku."

Kalimat terakhir ini menyadarkan Kira, dia menatap sisa-sisa kulit kayu gosong yang tertempel di mata Kazeshini. Lantas mengangguk mafhum. Sepertinya tatkala jatuh tadi Hisagi sempat melemparkan Kazeshini ke salah satu pohon. Membuat daya gesek yang mengurangi kecepatan jatuh Hisagi. Meskipun akhirnya jatuh berdebum, paling tidak Hisagi pun sadar kalau dia termasuk sangat beruntung.

Terlebih lagi karena yang baru saja menjatuhkannya adalah 'anak kecil' macam Konohamaru. Rasa gengsi yang mencuat dari lubuk hatinya juga berperan dalam mempengaruhi otak kecil Hisagi hingga mengurangsi rasa sakit.

Kira terkekeh tipis,

"Hh, sepertinya kurang dari setahun lagi kau akan bisa mencapai BANKAI, Hisagi-San." Suaranya tersamar di antara api. Hisagi mendongak ke atas sebelum menjawabnya, memancing Kira untuk memandang ke arah yang sama pula.

"Heh, kau ini bicara apa. Kazeshini bukanlah tipe penurut, setahun itu terlalu cepat untukku untuk mencapai BANKAI, Kira."

Hisagi membalas gurauan Kira sembari tersenyum tipis.

"Sebetulnya aku marah sekali pada bocah barusan. Kurang ajar."

"Ho, santai sajalah. Hisagi-San. Toh sepertinya Ikakku dan Renji sudah menghabisinya bersama dengan katak raksasa itu. Paling tidak, pekerjaan kita setelah ini akan menjadi lebih mudah."

Hisagi menyaksikan dengan mata kepalanya sosok Konohamaru yang jatuh, berlumurkan darah. Di dekat sosok berselubung merah itu dapat Hisagi lihat senyum puas dari Renji yang masih mengikat Gamabunta dengan penjara reiatsu dan Ikakku yang baru menarik golok raksasanya dari dada Konohamaru.

"Ya, So ka.

Tapi sepertinya kita melupakan sesuatu, Kira. Apa kau sadari itu?"

Kira mengerutkan kening, "Sesuatu? Maksudmu apa?"

Hisagi mulai menggaruk sebelah pipinya, "Aku hanya merasa kalau kita melupakan seseorang. Namun mungkin aku terantuk cukup keras hingga tak mampu benar mengingatnya."

"Ah, so ka..." Balas Kira. "Aku sendiri juga tak yakin kalau ing-"

Kira sadar kalau kalimatnya terpotong di tengah. Matanya membulat menyadari sesuatu itu. Hisagi pun tak jauh beda ekspresinya, dia mengangkat kepalanya. Memandang Hisagi dengan pandangan kejut lalu tanpa sengaja mereka mengucapkan sebuah nama.

"Yumichika!"


Hinata berlari secepat mungkin. Dilompatinya ranting dan dedahanan yang melintang dengan hawa membara, berserekan di permukaan tanah yang terpijak. Wujud urat-urat yang terlihat di kedua sisi sebelah matanya semakin menebal. Hinata sadar kalau butir keringat yang menetes dari dahinya sudah berukuran sebesar jagung, sungguh teramat mengganggu.

Namun Hinata tak memperdulikan wajahnya yang sudah bersimbah basah sama sekali. Yang hanya di otaknya sekarang ini adalah sesosok pemuda yang tengah bermandikan darah dan terjatuh, sedang meregang nyawa.

"Hinata!"

Teriakan Ino pun tak diperdulikannya sama sekali. Si gadis pirang sibuk melarikan dirinya sambil melucuti jas panjang khusus medis miliknya sembari melompat-melompat, menghempaskannya sembarang. Kakinya lincah mengikuti langkah cepat Hinata.

Namun langkah kunoichi no jyuuken itu terlalu cepat,

"Hinata, c-chotto!"

Ino berteriak lagi. Jujur sebenarnya dia hanya mengekor saja, tak terpikir sama sekali untuk bahkan turut mendekati lokasi dimana ada seorang shinigami yang sudah dengan mudah menghindari 120 kunai peledak hanya dengan menghempaskan tenaga dalam. Terlalu berbahaya.

Terlebih lagi Ino adalah ninja medis, keberadaannya menjadi teramat urgen dalam keadaan misi apapun. Dan kalau dia, sekarang ini malah memasuki ranah pertarungan, maka-

"C-Chotto, Hinat-"

SRAAAATTT!

Ino merasa sebuah cekikan menghalangi aksi getar pita suaranya. Sosok Hinata kian menjauh, tak lagi mampu mendengar teriakannya yang terputus. Ino menyadari kalau pupil sewarna aquamarine-nya kini telah berpendar cerahnya. Ino kalut luar biasa, takut. Sesuatu menjerat lehernya, mengikatnya bak tali simpul kuat yang mencekiknya.

Ino membisu, jangankan untuk bicara. Untuk bernafas pun sesaknya bukan main. Ino menggertakkan giginya. Tangannya bergerak menuju leher, meraih sesuatu yang menjerat lehernya itu. Panjang seperti tali, bercahaya pendar kehijauan dalam corak warna-warni seperti pelangi. Menyala-redup, menyala-redup, bergantian. Chakra.

Atau reiatsu?

Ino memicingkan matanya. Sesuatu itu datang dari kepulan api, lebih kurang 8 meter dari tempatnya berada sekarang. Ino menarik nafasnya sekali, lalu menghembuskannya kuat-kuat.

Sial!

Namun sepertinya kekuatan dan makiannya itu tak cukup untuk melepaskan diri.

Telapak putih Ino baru menyentuh sebagian permukaan luar tali tatkala sekian tali yang lain kian menuju dirinya. Mengikat kedua tangan dan kakinya hingga tak mampu bergerak banyak lagi. Ino megap-megap, nafasnya serasa semakin sesak karena tali itu semakin erat di lingkar lehernya. Sejurus berlalu, dan sesuatu yang serasa berputar-putar di lingkar aliran chakra tubuhnya membuatnya tersentak!

Apa ini...? C-Chakraku terhisap-

"-Hohoho... tak kusangka kalau mangsaku sekarang ini seorang manusia yang cantik sekali. Sepertinya aku akan sedikit bermain denganmu setelah dia kenyang..."

Ino tak bisa membalas tatapan keji penuh godaan dari shinigami tampan ini barang dengan tatapan hina sedikitpun. Ia hanya merasa kalau sedikit-demi sedikit chakranya semakin tersedot habis. Ayasegawa mengeluarkan sedikit tertawa ringkih, Ino pucat melihat pangkal tali itu kini tengah dipegangnya. Zanpakutou.

S-Shinigami...

."Ittadakimasu...

...Ruri'iro Kujaku..."

Iris biru Ino membulat sesaat tatkala menyadari sebuah nama yang tersebut.

R-Ruri'iro Kujaku...? A-Apa itu?

Nafasnya semakin sesak. Ayasegawa mengangkat kepalanya sesenti, menikmati wajah cantik Ino seraya menunggingkan senyum tipis. Sejurus berlalu dan Wajah Ino yang mencerminkan ketakutan luar biasa kian menjadi-jadi. Sosok Ayasegawa yang baru saja dilihatnya sekian langkah di depannya kini sudah berada tepat di depan mata, berdiri angkuh. Chakra Ino semakin terhisap habis, Ayasegawa mendapati korbannya tengah berada di ambang maut. Disempurnakan senyumnya yang tanggung, lalu melepas jurus shikai-nya.

Tali pengikat Ruri'iro Kujaku terlepas dari pergelangan otot-otot Ino. Perempuan pirang ini menghela nafasnya yang kian memburu. Ino terjatuh, berlutut.

Keringat sempurna sudah membanjir sekujur tubuhnya. Ino memegangi lehernya, tenggorokannnya serasa teramat kering dan menyiksa. Ayasegawa berjalan mendekatinya, Ino mendongak. Melihat tepat di depan matanya bilah zanpakutou yang kembali dalam shikai. Pedang sabit bermata 4.

Ayasegawa tertawa sinis,

"Khukhuhu... Sepertinya aku sudah tak mau lagi bermain denganmu, shinobi-chan. Badanmu kotor dan penuh peluh. Apa mungkin kau ingin sekedar mengucapkan permintaan terakhir?"

Ino sungguh-sungguh ketakutan, ia bahkan lupa untuk sekedar menelan ludahnya. Pedang mata sabit itu berkilat-kilat di tengah kobaran api yang mendahsyat.

"Ah, ya.

Aku melupakan sesuatu yang menjadi poin terpentin dalam misiku."

DEEGGHHH!

Kalimat innocent dari Ayasegawa membuat Ino bak terkena gejala serangan jantung ringan, sial. Dia sudah serba ketakutan seperti ini malah dijadikan objek candaan?

"Apakah kau tahu dimana Kyuubi?"

Ino terperangah, lidahnya kelu karena ketakutan.

"A-aku-"

"Aku bertanya di mana, bukan siapa.Bisakah kau menjawab langsung pada intinya?"

Ino masih gelagapan. Ayasegawa mengangkat Ino dengan tangan kirinya yang menganggur, mencekiknya hingga membuatnya di ambang sesak.

"Jawab pertanyaanku, maka kau akan selamat."

"A-Aggh...A-Aaagh...UKH!"

Ayasegawa menunggingkan senyum sinisnya, tangan kirinya menggenggam leher Ino semakin kuat. Membuat gadis itu serasa semakin sesak

"Tak mau jawab?

Baiklah, itu terserah dirimu saja."

Ayasegawa memamerkan zanpakutou-nya, baru akan diayunkan saat sebuah suara memanggilnya.

"Yumichika!"

Ayasegawa menoleh, Ino terkesiap.

Kesempatan!

BUAAAAGGHH!

Ino menghajar telak wajah tampan Ayasegawa dengan sekali tendangan, membuat Shinigami ini spontan melepas cekikannya dari Ino. Ino melompat menghindar mundur, mata aquamarine-nya menangkap dua sosok lagi datang.

LARI!

Hanya itu yang terlintas di otak Ino, dalam kondisinya sekarang dia tak punya pilihan apapun. Insting Kunoichi-nya membaca keadaan, dengan kemampuan aneh milik Ayasegawa dan dua orang shinigami lain yang datang, hanya akan membuatnya berakhir di antara dua kata.

Mati atau mati.

Dan dua kata itu berujung pada keputusan mendadak Ino, lari.

Dan di tengah-tengah cepatnya ia berlari. Sekelebat bayangan melewatinya, ANBU.

Darah perjuangan tak akan sampai selesai di sini. Hatinya berharap setinggi langit ke sekian belas ANBU yang barusan melewatinya,

Hanya kalimat, menang!

Ino memantapkan langkahnya, berlari lagi ke arah di mana tadi dia menuju. Hinata.

"Hinata!"

Ino berteriak sekali, syukurlah. Sosok yang dicarinya langsung ditemukannya. Hinata tengah terduduk, di pangkuannya...

Di pangkuannya, Konohamaru mengambil nafasnya, lamat-lamat.

Ino terbelalak kaget luar biasa, iris biru langitnya menggambarkan kekhawatiran yang sangat, lagi.

"Biarkan ak!-"

Hinata mengangkat tangannya, membuat Ino yang pucat semakin menganga hebat. Tepat di depan matanya sosok cucu Hokage ketiga ini menghembuskan nafas terakhirnya.

Konohamaru, tewas.


Rasa panas dari letupan Cero menghancurkan lagi tanah yang sudah lebur. Hollow Ichigo belum mencabut energi yang meledak dari tekanan reiatsu di tanduknya. Masih menembak. Kedua tangannya tertaruh di samping kanan dan kiri tubuhnya, membuat kesan luar biasa siaga.

Dan di balik ledakan itu, seberkas tangan muncul.

Tidak, bukan tangan.

Entah apapun namanya, tanduk Hollow Ichigo kini dipegang. Ichigo mendongak setitik, menyiratkan sebuah keheranan di balik topengnya. Dirinya murka,

Apakah targetnya sedang berusaha melawan?

Ichigo menaikkan tekanan CERO, membuat ledakan energi ini semakin brutal dengan efeknya yang menghancurkan. Ledakan susulan kian terjadi, dari arah objek.

Dan di tengah-tengah CERO yang menghujam deras, putaran energi itu tiba-tiba berhenti. Tergantikan dengan semburan meriam bak laser yang menghajar Ichigo dariarah berlawanan. Ichigo berteriak keras, melolong bak serigala hutan. Laser oranye cerah ini terus merangsek, meremukkan tanah wilayah Konoha di belakang Ichigo hingga semakin awut. Ichigo menyadari skenario selanjutnya tatkala pedang yang tertancap di atas telapak kaki Naruto terlepas begitu saja, dicabut oleh sang pemilik meriam laser.

Dan tatkala tembakan itu berhenti, Sosok siluman beraura chakra sewarna darah muncul terlihat. Menghantamkan sebuah tinju pada kepala Ichigo.

DRRRAAAAAKKKK!

Kepalan asal-asalan itu mendarat tepat di pangkal tanduk, meretakkannya sebelum mementalkan Ichigo jauh ke belakang. Ichigo terpental, bersalto sekali sebelum menapakkan lagi kakinya di atas tanah. Mata di balik topeng putih bercorak itu bersinar tajam, lalu mendongak keras. Meneriakkan sebuah teriakan yang lebih mirip terompet ultrasonik yang mengancam pecah gendang telinga.

Mata itu sekali lagi menatap gejala aneh di balik lokasi Naruto, memastikan sebuah adegan yang sama sekali tak terduga. Sebuah sosok, sosok dengan raga manusia penuh aliran chakra merah menyala dan 9 ekor sempurna, sosok ini menyeringai sesaat. Lalu menghembuskan nafas yang lantas meledakkan tanah di bawahnya.

Nidai Shinka no Jhincuuriki Kyuubi.

Bentuk kedua perubahan Bijuu sempurna.

Sosok ini mungkin terbilang tanpa identitas, namun raga penuh tekanan chakra yang membentuk wujud miniatur rubah ekor sembilan sudah menunjukkan betapa sosok makhluk ini penuh daya serang luar biasa. Naruto menggeram melihat tanah yang terbakar positif oleh nafasnya.

Terbakar, meledak.

Tanah meledak, melesatkan Naruto tanpa mampu terlihat oleh Ichigo. Kelebat oranye itu mendarat di depannya sebelum melesatkan sekian tangannya, mengikat seluruh persendian penting Ichigo. Ichigo meronta, berusaha lepas dari ikatan tangan-tangan penuh chakra yang mencekiknya. Dua helai ekor terarah ke dua tanduk Ichigo, menariknya ke dua arah yang berbeda.

Ichigo menyadari rencana Naruto. Tangannya masih tak bisa bergerak banyak karena terikat kuat dengan tangan Kyuubi, membuatnya tak mampu menggerakkan pedang. Ichigo memusatkan kekuatannya di dua belah tanduk, Naruto terkesiap. CERO yang sebelumnya hanya terkonsentrasi di antara kedua tanduk kini terpusat di keduanya. Reiatsu merah kental berputar di kedua tanduk, Naruto tak membuang-buang waktu lagi. Di tambahkan tangan Kyuubi ke pangkal kedua tanduk, berniat mematahkannya.

Sedetik, Ichigo baru mengumpulkan setitik energi sebagaimana Naruto belum mampu mematahkan tanduk Ichigo. Naruto memaksakan tenaganya untuk mencabut, dan itu membuat tenaga yang terpusat di tangan Ichigo berkurang. Ichigo menyadarinya, ia memberontak dan lantas melepaskan diri dari cengkeraman Naruto dengan sekali hentakan. Celaka...

Tangan kanan yang bebas itu tak pandang ampun lagi, Ichigo menebas langsung pedang hitam itu ke sebelah kiri Naruto. Memutuskan sekian tangan di sana.

CRRAASSSSH!

Cairan merah menetes ke udara, Ichigo menyadari senyum tipis tanda keberhasilannya.

Dan ternyata tidak.

Tebasan Ichigo tak membuat Naruto kehilangan tangan. Sadar atas kesalahannya, Ichigo berusaha untuk bergerak sekali lagi. Sialnya, tangan-tangan Kyuubi terlalu cepat beregenerasi.

Dan tatkala perhatian Ichigo kembali pada kumpulan energi CERO yang terinterupsi karena keputusannya sendiri guna memakai pedang, Naruto sudah memaksakan sebuah tarikan di kedua tanduknya. Memastikan tanduk ini patah.

Dan sepasang letupan energi merah pekat meledak.

Sepasang CERO itu tertembak dengan sukses, menghancurkan dua belah sisi area pertarungan di kanan-kiri mereka berdua.

.

.

.

BLAAAAARRR!

Meleset.

Ya, tembakan maha dahsyat barusan tepatlah meleset.

Kalau sepasang CERO yang dipersiapkan Ichigo tadi ditargetkan untuk membunuh Naruto, atau paling tidak dipersiapkan untuk menghentikan gerakan Naruto barang sedetik saja guna mengulur waktu, mestinya CERO itu tertembak lurus, menghajar Naruto habis, paling tidak dengan skala derita dua kali lipat. Dua buah CERO Sempurna.

Kenapa?

Dan sejurus kemudian, jawabanya tertampang sudah. Ichigo melihat kedua tanduknya sudah tercabut dengan paksa, memamerkan sekian retakan di pangkal yang menjadi batas antara topeng dan tanduknya. Ledakan CERO lantas hilang.

Hilang karena Ichigo merasakan sesuatu yang kemudian terlepas dari dirinya, topeng putih itu retak. Meninggalkan kembali Ichigo dalam sosok BANKAI miliknya.

Seiring dengan itu, Naruto melepas perlahan-lahan kontrak Bijuunya. Dia kembali menutup segel. Naruto menarik kekuatan Kyuubi yang merembes sempurna dari kulitnya, menjadikannya kembali Naruto yang semula. Tangan Kyuubi yang menarik tanduk Ichigo pun lenyap sudah.

Naruto terduduk, dia kelelahan. Tangannya menahan beban tubuhnya yang seakan ingin jatuh terlentang. Bersamaan dengan Ichigo pula yang berjalan mundur sempoyongan sebelum rubuh terjengkang.

Naruto mendongak sedikit demi sedikit, memastikan sesuatu. Mata senninnya lenyap, aura kyuubi pun belum kembali sepenuhnya.

SIAL!

Ichigo yang tadi dikiranya sudah rubuh malah bangkit berdiri. Ichigo menancapkan zanpakutou-nya ke atas tanah. Bersandar pada gagang pedang, Ichigo pelan-pelan bangkit berdiri. Naruto mendongak murka.

SIAL!

Naruto berusaha pula pula mencari pijakan, namun pergelangan sekitar tumitnya terlalu bergetar. Otomatis itu membuatnya goyah, Naruto terjatuh lagi.

SIAL!

Naruto menatap sesak Ichigo yang tengah berdiri sempurna dengan zanpakutou-nya. Iris shappire-nya mendapati pedang hitam itu sudah teracung ke depan, lantas membulat dahsyat. Bibir Ichigo bergerak, membunyikan sesuatu yang membuatnya lengah.

Ha?

Dan nahas, entah kalimat itu dimaksudkan untuk membuat Naruto lengah atau tidak, dengan gerakan yang kasat mata Ichigo sudah mendaratkan dirinya di depan Naruto, menusukkan zanpakutou-nya tepat di tengah dada, menembus punggung.

"AKH!"

"Arigatou..."

Kalimat itu terdengar lagi, membuat sebuah fakta yang terdengar sudah bagi Naruto. Rokudaime ini tak bisa menjawab karena bibirnya sibuk menahan rasa sakit yang menyebabkan aliran darah dari dada dan mulutnya. Naruto tak bisa melawan banyak.

Terima kasih? Apa maksud-

"Sekali lagi terima kasih. Kau sudah mengeluarkanku dari wujud laknat itu. Aku tak perduli apa yang sudah kau jadikan usaha untuk menyelamatkanku, intinya sekali lagi. Aku teramat berterima kasih..."

"T-Teme..."

Naruto mengumpat, Ichigo tersenyum sinis.

"Hh, sibuklah mengumpat. Dan aku akan tetap berterima kasih."

Naruto menyatukan kedua telapaknya yang mengepal di tengah pinggang. Ichigo melihatnya, senyum sinisnya kian mengembang.

DEEEGGGH!

Apa ini?

Naruto merasakan aliran reiatsu perlahan memasuki tubuhnya. Hitam, kelam. Matanya menangkap aliran lamat-lamat sewarna gelap kental itu mengaliri pedang. Naruto tak jadi memasuki mode sennin.

"Kau tak akan kubiarkan memasuki mode itu, Rubah Sial. Biarkan aku berterima kasih...

...Dengan sebuah pukulan untuk menjemputmu, Rubah Jadah!"

Naruto sempat untuk mendongak sekali, seluruh badannya bergetar, kaku karena tekanan chakra yang merasuki titik-titik tenaga dalam tubuhnya. Naruto melihat Ichigo yang entah sejak kapan menarik topeng hollow miliknya kembali ke wajah. Mata hazel itu berubah kuning-dan

"GETSUGA-..."

Naruto terbelalak, tangan kanannya yang terkesan tegang buru-buru menyentuh zanpakutou hitam yang kini mulai terbungkus reiatsu yang mengganas,

"...-TENSHOU!"


Konohamaru, tewas.

Mulut Ino menganga hebat, pertahanan mentalnya runtuh. Lututnya jatuh membentur tanah, Hinata terdiam. Hyuuga muda ini terdiam dalam alir tangis yang menganak sungai di kedua pipi. Tetap diam.

Koar-koar ANBU dan jounin yang kembali mulai bertarung dengan Ayasegawa serasa terhalau sudah. Hinata dan Ino sama-sama tak bisa mendengar pekik teriakan penghantar jutsu yang digunakan, tidak sama sekali.

Kematian di depan mata dengan jasad hancur seperti ini sudah terlampau membuat mereka syok, luar biasa.

Mereka berdua ketakutan.

Dan ketakutan itu senantiasa bertambah, tatkala belum ada hitungan menit mereka tertelan kesunyian. Sepasang telapak langkah mendarat di arah depan wajah mereka, tepat 4 langkah.

Hinata mendongak, dan tanpa sadar dia mendesah kaget,

Akh!

Ino selaras menanggapi, suara telapak langkah itu membuatnya mendongak pula. Di depan mereka ada sebatang kayu besar yang patah, cukup lebar untuk berdiri mereka berdua.

Dan tepat saat kedua mata Hinata membulat mengikuti desahan nafanya yang tertahan, suara benturan keras mengagetkan mereka berdua.

Golok.

Dengan ukuran menyamai panjang tubunya sendiri.

Ikakku mendecih, lengan kanannya disandarkan pada pangkal golok raksasa yang kini menancap hebat di atas batang pohon. Renji tak terlihat bersamanya, pemandangan belakang punggungnya hanya menggambarkan sketsa hutan yang terbakar api. Namun, o-oh, bukan masalah jumlah yang mengganggu benak Hinata. Namun sekali lagi golok itu. Triple head knife yang terdiri dari golok dan pedang raksasa yang terhubung dengan rantai di sebuah pedang lagi di belakang punggung Ikakku itulah yang membuat Hinata bak sesak nafas.

Dan terlebih lagi, jejak darah di mata golok raksasa itu sudah menjadi bukti sebuah kematian di depan mata mereka.

"Yoh," Seru Ikakku pendek, Lengannya belum berpindah dari pangkal golok miliknya. Hinata dan Ino terkesiap.

Kalimat ogah-ogahan Ikakku ini sungguh membuat jantung mereka serasa berhenti berdetak.

"Apa kalian berdua bisa memberitahuku di mana Kyuubi?"

(TBC)

AN/ Chap ini I Allah akan menjadi chap terakhir yang 'numpang' di fandom Naruto. Untuk selanjutnya akan diterbitkan di fandom CROSSOVER Naruto-Bleach yang akan dikonfirmasi lewat facebook saya. (^^) Thank 4 the patient minna...

.

.

Wanna RnR?

Just Visit-

V

V

V