Same warnings apply.
Aku tidur lama sekali. Mungkin pengaruh jetlag. Waktu aku bangun, aku lihat België masih tidur di sampingku. Ah, hari sudah pagi. Aku membuka tirai dan disambut pemandangan pagi hari yang cerah di tanah Belanda.
Kalian tahu, tadi malam aku mimpi aneh. Aku mimpi Ned berubah orientasi seksual dan sekarang menjalin cinta dengan seorang cowok bernama...eh...eh...Ca..na..da. Ya, cowok bernama Canada! Hahaha, lucu sekali.
Aku membuka pintu kamarku, di koridor terlihat sesosok cowok hanya mengenakan bokser oranye dengan motif kelinci. Ah itu pasti Ned, rambut jabriknya gampang dikenali. Ned berdiri memunggungiku. Oh, bicara soal punggung, di punggung Ned ada bekas-bekas aneh.
Warnanya merah memanjang, seperti bekas cakaran.
Tiba-tiba pintu kamar sebelah terbuka, sesosok kepala menoleh keluar.
"Ned, sekali lagi maaf ya," ujarnya dengan halus.
"Yoi Canada, santai aja. Ga sakit kok," Ned menoleh dan, ah.. Ia menyadari keberadaanku.
"Oh, pagi Nesia..," sapanya santai
Aku langsung berbalik masuk ke kamar. Terjun bebas ke kasur dan menutupi kepalaku dengan bantal. Selayaknya adegan sinetron-sinetron.
"Ini bukan mimpi, ini bukan mimpi! Anjrit, apa yang barusan mereka lakukaaaaaaan?" bisikku
.
Aku, Kamu, dan eh, Siapa?
[part 2]
Hetalia © Himaruya Hidekazu
.
.
Aku baru turun ke bawah sekitar dua jam kemudian, setelah ditarik-tarik België. Dengan malas aku masuk ke ruang makan, hanya untuk menemukan sebuah pemandangan yang menyebalkan. Canada di dapur sedang memasak sesuatu, dan Ned duduk di meja makan sambil menelepon. Sungguh citra keluarga yang sempurna, dengan seorang papa dan satu lagi papa yang bertindak sebagai mama.
Dengan malas aku menarik kursi kayu, dan duduk menghadap meja makan. Berseberangan dengan Ned.
"Selamat pagi, Nesia~," Canada menyapaku dengan lembut dan ramah. Aku tidak menghiraukannya.
Ned masih sibuk menelepon.
"Yeah, oke Beat... Bisa diusahakan, oke oke.. santai aja, sip.. dag..," Ned menutup sambungan teleponnya, tepat ketika Canada menghampiri meja makan sambil membawa beberapa tumpuk pancake.
"There ya go, Nesia," ia menaruh tiga tumpuk pancake di atas piringku. Aku memandangi kue gepeng coklat hangat itu. Kelihatannya enak, Canada sepertinya pintar memasak.
Dia bener-bener pasangan yang cocok untuk Ned.
"Nesia, mau mapple syrup?" tanya Canada setelah ia selesai membagikan pancakenya. Aku memandangi botol berisi cairan kuning itu.
"Boleh deh," jawabku. Aku menuangkan mapple syrup ke atas pancakeku. Ah, Canada terlalu manis untuk dibenci. Aku jadi berasa kayak mbak-mbak judes di sinetron-sinetron. Dan Canada adalah pemeran utama wanita yang oh-so-sweet-and-innocent.
"Nesia, aku juga mauuu...," België menyodorkan tangannya. Aku memberikan botol itu kepadanya, sementara Ned membuka percakapan.
"Tadi aku dapat telepon," katanya sambil mengunyah pancake, "Habis dari Keukenhof, kita mampir ke Den Haag ya. Beatrix ingin bertemu dengan Canada."
"Oh, benarkah? Hahaha," Canada menanggapi dengan suara halus dan tawa kecilnya itu.
"Irene dan Margriet juga sedang ada di Den Haag, jadi ini kesempatan bagus," lanjut Ned. Canada kelihatan senang sekali.
Huh, Beatrix? Irene? Margriet? Mereka anggota keluarga kerajaan kan? Ratu Beatrix dan adik-adiknya, Putri Irene dan Putri Margriet. Aku tidak begitu mengerti tentang hubungan seorang nation berstatus kerajaan dengan bos mereka. Tapi kudengar, bagi sebuah kerajaan, keluarga kerajaan bisa dianggap keluarga sendiri. Dan kelihatannya Ned sudah menganggap keluarga kerajaan Belanda sebagai keluarganya sendiri.
Aku menggigit sepotong pancake dari garpuku, sambil melirik Ned. Hmm, Beatrix bisa dianggap ibunya sendiri mungkin ya? Dan ibunya itu ingin menemui Canada. Ah, ini seperti adegan sinetron dimana cewek pemeran utama dikenalkan kepada orang tua si gebetan. Tambahkan setting kerajaan, rasanya seperti melihat replikasi cerita Cinderella..
.
.
Mendadak bayangan tentang Royal Wedding melintas di kepalaku. Hanya saja,kali ini yang naik kereta kencana adalah Pangeran Ned dan Pangeran Canada bergaun putih.
=CROK= =CROK= =CROK= =CROK=
.
"Nesia?" tanya België pelan, "Kenapa kamu melumat pancakemu dengan garpu?"
.
xxx
.
Setelah sarapan, kita berempat berangkat ke Keukenhof. Kebun bunganya Eropa, tiga puluh dua hektar penuh bunga tulip. Sepanjang perjalanan aku diam saja, entahlah.. rasanya tersiksa. Dan ini baru hari keduaku di Belanda. Kalau begini terus, aku mau ngerampok toko aja biar langsung dideportasi ke Indonesia.
Sekitar jam 9 lebih, mobil silver Ned meluncur masuk area parkir Keukenhof. Aku keluar mobil dengan malas, merapatkan kardiganku untuk menghalau udara dingin. Di pintu masuk antriannya panjang sekali. Ned dengan santainya berbicara dengan petugas, dan entah apa yang dia lakukan, tak lama kemudian kita dipersilahkan masuk dengan hormat. Serius, petugasnya benar-benar memberi hormat.
"Hahaha, broer selalu melakukan itu," kata België sambil nyengir. Aku mengangkat alis, memberinya tatapan bingung.
"Dia sering menyamar menjadi Pangeran Belanda untuk mendapatkan akses khusus, hahaha."
Yeah, pangeran dari negeri Belanda. Sungguh titel yang cocok untuk si jabrik tampan itu. Dan di depanku, berdiri disamping Pangeran Tulip , adalah sang tuan putri dari Negeri Blackberry. Hari ini dia memakai jaket berbulu warna krem, dan celana jeans. Rambut pirang ikalnya bergoyang ditiup angin musim semi. Ugh, kenapa aku harus menyaksikan ini sih?
Setelah mendapat akses masuk, kita berempat mulai menjelajahi kebun bunga ini. Aku yakin ada jutaan tulip disini, dengan ratusan jenis yang berbeda. Tidak cuma warna dasar seperti tulip merah, tulip putih, tulip oranye. Ada juga warna ajaib seperti tulip hitam,jenis tulip yang akan kukirim ke pesta pernikahannya Ned dan Canada.
Ned sempat berbasa-basi tadi. Menawarkan kepadaku untuk menjelaskan soal jenis-jenis tulip. Aku menggeleng singkat, dia kelihatan kecewa. Selanjutnya bisa ditebak, dia nempel terus dengan si Putri Blackberry. Menjelaskan ini-itu tentang tulip, sementara aku dan België mengikuti di belakang bagai sepasang penggiring pengantin.
"Jadi yang ini tulip pink," gumam Ned sambil menunjuk ke salah satu kerumunan tulip.
"Wah, bagus ya..," jawab Canada
"Yang ini tulip kuning.."
"Wah, cantik.."
"Yang ini tulip hijau muda.."
"Wah, lucunya.."
"Yang ini tulip kuning dengan garis oranye.."
"Wah, bagus.."
"Yang ini tulip oranye dengan kelopak berbulu.."
"Wah, ada bulunya.."
"Yang ini tulip merah putih.."
"Wah, warna kelopaknya bisa berselang-seling.."
Dan penjelasan idiot macam itu terus berputar-putar tanpa henti. Aku melirik booklet, disitu tertulis ada lebih dari seratus macam jenis tulip tersebar di taman ini. TIDAAAAAK, Aku tidak tahan lagi! Aku akan segera mengamuk, mencabuti tulip-tulip itu dan berharap langsung dideportasi!
=TEP=
Pundakku ditepuk. Aku menoleh dan melihat België tersenyum padaku. Dia mengedipkan sebelah matanya. Eh, untuk apa?
"Broooeeeer!" panggil België setengah berteriak. Ned dan Canada berhenti, menoleh.
"Broer, aku lapar. Aku cari makan yaaa...," lanjut gadis itu. Belum sempat Ned merespon, tahu-tahu België sudah berlari sambil menyeret Canada bersamanya.
"Daaaag, sampe nantiii..."
België menghilang di tikungan. Hanya tinggal aku dan Ned disini.
Oh sial.
.
xxx
.
Bangku kayu panjang itu berada di samping jalan setapak, tepat di tepi danau kecil. Air mancur menyembur dari tengah danau. Di ujung kanan bangku, seorang pemuda jabrik memandangku dengan tatapan bingung. Di ujung kiri bangku, ada aku yang duduk sambil melipat tangan.
"Oi, oi, Nesia...," tanya pemuda itu. Aku diam. Aku tidak berani menatap mukanya. Ekspresi kebingungannya itu imut sekali, tapi dia sudah punya orang lain. Hatinya sekarang sudah menjadi kedutaan besar Canada, tidak ada ruang bagiku walaupun hanya untuk membuka kantor konsulat Indonesia.
"Nesia?" aku merasakan tangannya yang kokoh itu menyentuh pundakku.
"Ned, lepas!" kataku setengah membentak. Tangan itu tidak melepas pundakku.
"Nesia, kamu marah kan sama aku?" tanya Ned. Aku tidak menjawab. Ned terus-terusan menanyaiku.
"Nesia, kenapa kamu marah? Oi Oi, Nesia?" tanya Ned. Dia sekarang mulai mengguncang-guncang pelan tubuhku.
Aku membenamkan wajahku, menutupinya dengan kedua telapak tangan. Semuanya terasa salah. Bagaimanapun juga, Ned adalah teman baikku. Dan Canada tidak salah apa-apa, dia hanya hadir saat aku tidak bisa bersama Ned. Lalu kenapa aku dari kemarin bertingkah sebagai mbak-mbak jahat perebut cinta pemeran utama? Kenapa?
"Nesia?"
Dan kenapa Ned masih terus-terusan bertingkah manis kepadaku? Ini benar-benar siksaan batin. Kenapa kita harus berbaikan lagi Ned, kenapa kamu tidak kawin lari saja dengan Canada?
"Nesia?"
Ned hentikan, aku tidak tahan..
"Nesia, berhenti mendiamkanku!" Ned menarik pundakku, membuatku kembali dalam posisi duduk. Aku bisa melihat ekspresi Ned, ekspresi antara marah dan...terluka..
"Nesia, kamu bertingkah aneh dari kemarin," ia membentakku, "Aku tahu kamu marah, paling tidak beritahu aku sebabnya!"
Ned memandangku dengan mata hijaunya itu. Dua mata itu terasa menerjang, menembus jiwaku. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, tapi jika begini terus aku dan Ned akan sama-sama terluka.
Aku menggigit bibir, baiklah..
"Ned," aku membuka mulutku. Kedua mata Ned sedikit melebar. Aku berusaha melanjutkan,
"Antara..., antara aku atau Canada... kamu lebih suka siapa?"
.
xxx
.
Aku sudah mengatakannya. Aku sudah menanyakannya..
Ned masih menatapku, dia terdiam. Sejenak hanya terdengar suara desisan air mancur di tengah danau. Ned kelihatan berpikir. Tunggu, kenapa dia berpikir? Apakah pertanyaan ini sulit untuknya? Jika pertanyaan ini sulit, jika pertanyaan ini sulit, berarti dugaanku...
"Nesia..," Ned membuka mulutnya. Pandangannya melunak, ia melanjutkan.
"Maaf, itu adalah pertanyaan yang sulit..."
.
.
Aku menggelengkan kepalaku dengan lemah. Tidak, tidak mungkin. Dia benar-benar mengatakan ini sulit. Aku merasa pandanganku mengabur, air mata rasanya mulai menggenang.
.
.
"Maksudku Nes, memilih antara gadis yang kusukai dan penyelamat hidupku, itu sulit kan?"
.
Eh?
.
"Ned, kamu tadi bilang apa?", tanyaku. Aku menghapus air mata dengan punggung tanganku.
Ned kembali memberikan tatapan itu. Tatapan bingung yang kali ini disertai rona merah di pipi. Ya Tuhan, lucu sekali.
"memilih..antara.. gadis yang kusukai..," ia melirikku, "..dan penyelamat hidupku. Itu sulit."
.
.
Kembali sunyi, hanya suara air mancur yang memecah keheningan. Dan serombongan turis Arab yang baru saja lewat. Ah, tapi abaikan saja mereka.
.
"Ned, penyelamat hidup? Maksudnya.."
"Iya, Canada, siapa lagi?" jawabnya dengan yakin, "Dia jelas bukan gadis yang kusukai, kan?"
Aku merasakan kedua pipiku memerah. Tapi masih banyak pertanyaan berseliweran di kepalaku.
"Sebenarnya, apa hubunganmu dengan Canada?" tanyaku pelan.
Ned tampak berpikir sejenak, "Penyelamat hidup adalah yang paling bisa merangkum semua sih. Kecuali kamu mau cerita panjang..."
Aku mengangguk, "Ceritakan."
.
xxx
.
Ned bercerita tentang hubungannya dengan Canada. Semua ini bermula ketika perang dunia kedua pecah dan Jerman menginvasi Belanda. Ned memutuskan bertahan di Belanda, bergabung dengan gerakan perlawanan bawah tanah. Ratu Wilhelmina mengungsi ke London dan membentuk pemerintah Belanda di pengasingan. Juliana ,sebagai pewaris tahta, mengungsi ke tempat yang lebih aman bersama kedua anaknya, Beatrix dan Irene.
"Tempat aman itu ada di seberang Atlantik, Nes. Di rumah Canada," terang Ned. Aku mendengarkan, sementara Ned melanjutkan.
"Juliana, Beatrix, dan Irene tinggal di Kanada sampai perang berakhir. Tapi hal yang luar biasa terjadi saat Juliana akan melahirkan Margriet," Ned tersenyum, " Canada mendeklarasikan kamar persalinan Juliana sebagai wilayah internasional."
"Ah, kenapa?" tanyaku
"Agar Margriet murni berkewarganegaraan Belanda. Jika ia lahir di tanah Kanada, dia akan berkewarganegaraan ganda. Karena itu Canada melepas haknya atas sebuah kamar di rumah sakit Ottawa, hahaha..," Ned tertawa.
"Tapi Nes, hal yang lebih luar biasa terjadi di akhir perang dunia," lanjut Ned. "September 1944, pasukan sekutu berusaha membebaskanku, België, dan Luxie dari cengkeraman tentara Jerman. Mereka berhasil membebaskan kedua adikku itu, tapi.."
Aku menanti lanjutan cerita Ned. Ned menatapku sebentar, sepertinya dia senang ada yang mau mendengarkan ceritanya.
"Yah, tidak semuanya berjalan lancar. Pasukan sekutu tertahan di selatan sungai Rhine, jadi sebagian besar Belanda masih dibawah kekuasaan Jerman," terang Ned
"Terus?", tanyaku. Ah, cerita Ned ini menarik juga.
"Selama pasukan sekutu melancarkan operasi pembebasan, aku dan banyak anggota perlawanan bawah tanah melancarkan aksi-aksi untuk semakin mempersulit tentara Jerman. Mogok masal pegawai kereta misalnya," Ned berhenti sejenak, "Sayangnya pasukan sekutu gagal menyeberangi Rhine. Mereka gagal membebaskanku, dan si kumis bosnya Germany itu marah besar."
Ned menatapku. Mata hijaunya itu menatap tajam mataku.
"Kau tahu apa yang dilakukan Jerman? Mereka memblokade kota, menjebol bendungan, membanjiri parit-parit, intinya menjadikan seluruh Belanda barat sebuah, well, penjara raksasa."
"Ah, Belanda barat?" tanyaku. Ned mengangguk pelan
"Belanda barat, sebagian besar kota-kota besar Belanda. Amsterdam, Den Haag, Rotterdam, Leiden, Haarlem, tempat ini juga," Ned diam sejenak," Kita semua diblokade. Mungkin ada lebih dari separuh penduduk Belanda terjebak disitu."
"Terus, terus?" tanyaku. Wajah Ned mendadak kelihatan sedikit suram.
"Hongerwinter..," gumamnya. Aku mengangkat alis.
"Musim dingin tahun itu, kita tidak punya makanan layak. Tentara Jerman menolak mengirimi kami makanan,sama sekali tidak ada kiriman makanan lewat darat. Kanal-kanal membeku, tidak ada kiriman makanan lewat laut juga. Listrik, gas, dan air diputus oleh para tentara sial itu," ekspresi Ned mengeras. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menepuk punggungnya.
"Aku.. belum pernah kelaparan sebelum itu Nes. Parah sekali, menjelang musim semi persediaan makanan di berbagai kota sudah menghilang. Kita bertahan hidup makan umbi tulip. Dan tidak Nes, umbi tulip rasanya tidak enak," Ned tersenyum getir kepadaku
"Ah, lalu hubungannya sama Canada?" tanyaku. Aku baru sadar cerita ini udah muter-muter kelamaan.
"Tentara sekutu akhirnya berhasil menyeberangi Rhine pada bulan Maret. America dan yang lain pergi ke timur untuk mengepung Berlin. Canada pergi ke barat untuk membebaskanku.", lanjut Ned. "Tentu tidak semudah itu, tapi setelah hampir sebulan bertarung, Canada berhasil mendesak pimpinan tentara Jerman yang menduduki Belanda untuk membiarkannya membagikan keajaiban."
"Eh, keajaiban?"
"Hahaha, itu aku yang berlebihan Nes. Tanggal 29 April, ah berarti hampir 66 tahun yang lalu, tentara Kanada datang dengan pesawat pembom menyerbu Belanda barat," ujar Ned
"Lalu?"
"Lalu mereka menjatuhkan berton-ton makanan. Aku tidak akan pernah lupa hari itu. Coklat, biskuit, berbagai macam makanan yang jauh lebih enak daripada pancake umbi tulip hari itu berjatuhan dari langit," Ned tersenyum lebar. Langka sekali melihat Ned tersenyum lebar, tapi kebahagiaannya di hari itu terpancar dari senyumnya saat ini.
"Lalu akhirnya tanggal 5 Mei, Canada sukses membebaskan seluruh Belanda," Ned tersenyum, "Sejak saat itu aku menganggapnya sahabat dekatku. Juliana, Beatrix, Irene, dan Margriet sendiri memiliki ikatan batin dengan Canada. Setelah pembebasan, Juliana dan rakyat Belanda mengirim 100.000 tulip ke Kanada sebagai ucapan terima kasih. Yah, itu memulai tradisi tahunanku memberi tulip ke Canada."
Aku terdiam, tidak pernah menyangka Ned punya pengalaman seperti ini.
.
xxx
.
"Jadi Nesia, ada lagi yang ingin kauketahui?" Ned bertanya sambil memandangku. Aku buru-buru menunduk, masih mencerna cerita Ned tadi.
"Oh iya, tadi pagi...," ucapku saat ingat insiden tadi pagi, "Itu, punggungmu.."
"Oh,punggungku? Ah itu beruangnya Canada mencakar punggungku saat aku mencoba menggendongnya," terang Ned. "Kejadiannya tadi malam, kamu waktu itu udah tidur nyenyak banget sih," Ned meregangkan kedua tangannya, ".. dan tadi pagi Canada membersihkan lukaku lagi."
Aku diam sambil memalingkan muka.
"Memangnya.. kamu pikir punggungku kenapa?" tanya Ned.
Aisssh, aku bisa merasakan mukaku memanas. Pasti sekarang sudah merah sekali, ya ampun jangan sampai Ned menyadari apa yang sebenarnya kupikirkan soal bekas cakaran itu.
Aku melirik Ned, si jabrik ini sekarang tersenyum licik kepadaku. Gawat.
"Ah, jangan-jangan.."
Wajahnya makin mendekat.
"Nesia.."
Wajahnya semakin mendekat lagi
"..kamu.."
Aku bisa merasakan hembusan nafasnya!
"..cemburu.."
Mulutnya sudah mencapai telinga!
"..sama.."
Ned berbisik di telingaku.
"..Canada?"
.
.
"KYAAAAAAAAAAAA, ENGGAAAAAAAAAK!" secara refleks aku menampol muka si jabrik. Aku langsung membelakanginya sambil menutup muka. Anjrit, anjrit, ternyata ini cuma hasil imajinasi super aktifku. Salahkan reality show di TV rumah! Salahkan doujinshi kiriman Hungary! KYAAAAA~!
"Nesia...," terdengar suara Ned memanggil dari belakang.
Aku menoleh, dan tanpa kusadari..
.
.
tahu-tahu..
.
.
Ned sudah mencium bibirku.
.
Heeh, dia menciumku? Si jabrik ini menciumku?
Ned melepaskan ciumannya. Aku sendiri masih bingung harus bereaksi apa.
"Nesia..," ujarnya. Pemuda itu tersenyum dengan pipi memerah.
"Aku masih suka cewek kok.., Kamu."
Eh,
Eh,
Pipi Ned semakin memerah, dan ouh tampang malu-malunya itu ,kyaaa, kyaaa, bikin fangirling di tempat!
"Dan kalau kamu masih ragu, aku bisa kasih bukti kalau aku masih suka cewek...," Ned mengedip, "..nanti malam."
.
.
Peduli setan, aku langsung menerjang Ned dan memeluknya. Mengabaikan tatapan para turis Afrika yang barusan lewat, dan beberapa turis Jepang yang mulai mengambil foto. Ga peduli, ini Belanda! Kebebasan berekspresi dilindungi disini, dan yang ingin kulakukan sekarang adalah memeluk si jabrik macho yang ternyata ga homo..
"Ned...," bisikku disela-sela pelukan hangatnya.
"Apa?"
"Jangan bilang siapa-siapa, België dan Canada."
"Iya..."
"Janji lho."
"Iya Nes, janji."
Ned masih memelukku erat. Rasanya nyaman sekali, rasanya liburan indahku sudah kembali.
"Ned..," bisikku lagi
"Hmm?"
"Gara-gara salah paham ini, aku kehilangan sehari liburan."
"Masih ada sembilan hari, kita buat itu jadi sembilan hari menyenangkan, ya?" Ned mengetatkan pelukannya lalu berbisik,
"Dan kalau kamu setuju. Yang nanti malam itu untuk kompensasi seharian kemarin."
.
xxx
.
Sementara itu, di sebuah coffee shop di kawasan Keukenhof, dua orang sedang berbagi headset. Saling mendengarkan percakapan rahasia.
"Kyaa, ya ampun broer ternyata berani ambil langkaah," België menaruh tangan di pipinya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Canada melepas headset di telinganya lalu tertawa pelan, "Sepertinya nanti malam kita harus keluar berdua..," ia tersenyum, "Untuk memberi mereka kesempatan."
België menyeruput kopinya, lalu dengan senyum kucingnya ia bilang, "Tidak."
"Eh?"
"Hihihi, maksudku tidak sebelum aku memasang alat penyadap lain," lanjut België.
Gadis itu meletakkan cangkirnya, lalu memandang Canada.
"et oui, je vais aller avec toi, ce soir.." (Dan ya, aku akan pergi denganmu nanti malam)
"parfait, où? " (Sempurna, kemana?)
"le canal d'Amsterdam?" (Kanal Amsterdam?)
Canada hanya tersenyum sambil menyeruput kopinya.
.
~fin~
.
.
Catatan Author:
Kyahahahaha, akhirnya jadi juga. Fic dadakan yang aku buat setelah mendapat ilham pas sahur. Ini pertama kalinya aku nulis komedi romantis, dan harus kuakui plotnya emang rada klise. Aku kayaknya pernah baca dimanaa gitu soal cewek yang ngira cowoknya itu homo, ternyata enggak.
Aku sendiri ga bermaksud menjiplak plek cerita apapun itu yang menginspirasi aku nulis ini. Aku cuma mengembangkannya, jadi maafkan saya kalau ada kesamaan-kesamaan yang muncul.
Anyway, ide dasar dari fic ini adalah soal Nesia dan Canada. Yup, dua orang penting dalam hidup Ned yang nyaris belum pernah dipertemukan dalam sebuah fic. Terus dibumbui dengan fakta bahwa Nesia itu cewek rada tomboy sementara Canada adalah the Ultimate Uke..
Huooh, siapa sih yang ga mengakui kalau Canada itu cantik? Apalagi pas masih chibi Canada, buhyooo..
Soal karakter, aku harap pengkarakteran Nesia ga jadi kelewat tomboy atau gimana. Aku nulis pikiran-pikiran Nesia dari sudut pandangku sih, moga-moga aja ga melenceng jauh. Takut aja kalau Nesia jadi terkesan terlalu cowok.
Nederland, dia masih cowok irit ngomong yang aku kurangi sisi melankolisnya, hahaha. Berbahagiala di fic ini Ned. Oh iya, dia cinta kebersihan dan sangat protektif terhadap dapur, dan pelit. Itu kudapat setelah baca Hetalia Manga volume 4. Dan maaf soal ceramah sejarahnya, hubungan persahabatan Ned-Canada itu kalau ga diterangin dengan panjang ntar ga dramatis.
Canada. Yeah, dia adalah Mary Sue fic ini. Hahahaha. Oke, aku ga berencana menjadikannya Mary Sue sih, itu cuma hasil khayalan Nesia yang kelewatan dan plot yang kurang mengeksplore sisi lain Canada.
België, sebagai tokoh sampingan dia sudah bekerja dengan sempurna. Hahaha, habisnya cerita ini berkutat di cinta segitiga fiktif antara Can-Ned-Nes, jadi ga banyak tempat untuk dia. Kecuali di bagian akhir, België save the world! Oh dan untuk kalian pecinta crack-pair, itu aku lempar Canada-België yang siap dikapalkan. Omong-omong, penduduk Belgia sama Kanada itu sama-sama bisa bahasa Perancis lho, jadi dialog terakhir aku tulis pakai Perancis. Selain untuk membuatnya terdengar romantis tentu, hon hon hon hon hon..
Anyway, setting fic ini adalah akhir April 2011. Hampir 6 tahun sejak Ned dan Nesia berbaikan di tahun 2005 (Baca ficku, Hari Ulang Tahun) , dan kira-kira 3 minggu setelah Ned menelepon Nesia karena kangen. (Baca ficku yang lain, Pasar Malam)
(Ihii, ngiklan :P)
Oke, thanks udah baca. Excuse me for my long author rambling ^^