Warning: possible OOCness,human name used,insult words, disturbing description contains death and starving people (It's a war fic anyway), should i add badass!Canada in the warning? Based on real historical event. I apologize for any inaccuracy


.

The Netherlands, Februari 1945

Aku berjalan cepat ditengah kelamnya musim dingin, berkelit melewati gang demi gang. Menghindari para tentara Nazi yang tidak bosan-bosannya berpatroli. Duitsers sialan,ada beberapa alasan kenapa aku tidak boleh terlihat oleh para tentara itu.

Pertama, dokumen rahasia yang kusembunyikan di balik mantel panjangku ini. Kalau ini jatuh ke tangan musuh, posisi para anggota perlawanan bawah tanah terancam.

Kedua, aku harus ekstra hati-hati agar tidak tertangkap. Pemuda seusiaku saat tertangkap akan langsung dikirim ke kamp-kamp konsentrasi, dipekerjakan paksa untuk membuat peralatan perang dan semacamnya. Ah, apalagi kalau mereka tahu mereka menangkap personifikasi negara yang sedang mereka duduki ini, entah apa yang akan mereka lakukan padaku.

Ketiga dan yang paling penting, aku hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak menghajar habis-habisan setiap tentara Nazi yang kutemui. Mereka, godverdomme nazis, sengaja membuat rakyatku kelaparan di tengah musim dingin.

=Crak=

Aku menoleh dengan kaget, sesuatu bergerak-gerak di ujung lorong. Aku langsung memposisikan diri, bersiap lari kalau yang muncul adalah salah satu patroli Nazi.

.

Seorang gadis kecil muncul. Rambut pirangnya mengintip dibalik tudung tebal. Aku menghela nafas. Si gadis memperhatikanku sejenak, lalu segera mengacuhkanku. Aku bisa melihat lengannya yang kurus menjulur keluar dari jubah, meraba-raba kotak logam di depannya. Gadis itu... mengais-ngais kotak sampah, mencari sesuatu untuk dimakan.

Dan aku masih berani mengklaim diriku sebagai negara Eropa yang beradab? Aku merasakan dadaku memanas ditengah terpaan angin beku. Tidak! Salahkan tetanggaku yang biadab dan tidak berperikemanusiaan itu, memaksa rakyatku membuang harga diri demi bertahan hidup.

Aku segera berbalik, memalingkan muka. Dengan sigap aku mengendap-endap keluar gang, menuju jalan utama. Jalanan cukup gelap, ada untungnya juga tentara Jerman memutus aliran listrik. Satu-satunya sumber cahaya adalah sinar lampu patroli tentara Nazi. Jika tidak ada sinar, berarti tidak ada Nazi. Kali ini, kegelapan memberikan rasa aman.

Dengan pelan aku menyeberangi jalan, tetap waspada akan tanda kilatan sinar sekecil apapun, atau suara mobil patroli yang mendekat. Mataku menangkap sosok hitam samar, terhuyung-huyung ditengah salju yang turun. Aku menurunkan kewaspadaanku, sosok itu tidak mungkin tentara Nazi.

Tiba-tiba sosok itu ambruk, tergeletak begitu saja di tengah salju. Aku mendekat, penasaran dengan sosok tersebut. Ingin sekali memeriksa, walaupun sepertinya aku sudah tahu jawabannya.

Samar-samar aku melihat wajah pucat, dengan pipi cekung dan mata yang setengah terbuka. Dia tidak bernafas lagi. Mungkin mati kelaparan atau kedinginan, atau keduanya. Di balik mantel tebalnya aku bisa merasakan tubuh yang sangat kurus. Tangannya menggenggam sesuatu. Aku memeriksa, ternyata beberapa buah kentang keabu-abuan.

Aku menghela nafas. Pria malang ini pasti satu diantara mereka yang mencoba berjalan kaki ke daerah pedesaan, menembus blokade demi mendapat sedikit makanan. Sayang sekali usahanya tidak berhasil.

Pelan-pelan aku menutup mata pria itu, lalu segera pergi melanjutkan perjalanan. Tidak baik berlama-lama di satu tempat, dan juga semakin cepat aku mengantar dokumen ini semakin cepat segala penderitaan ini berakhir. Mungkin...

Aku kembali berkelit masuk salah satu gang kecil dengan sigap. Belum sempat melangkah jauh, kakiku menyentuh sesuatu yang padat. Aku berjengit saat melihat apa yang hampir saja kuinjak. Sesosok mayat pucat,kurus, separuh tertutup salju, tergeletak begitu saja di gang. Pemandangan seperti ini kian hari kian lazim dijumpai.

Aku menyandarkan diri sejenak ke tembok, menutup mata.

Tuhan, aku tahu tanganku sendiri sudah banyak berlumuran darah...

Tapi untuk sekali ini, berlebihankah jika aku mohon dikirimkan malaikat penyelamat?


.

The Invisible Hero

Hetalia © Himaruya Hidekazu

.

.


Western Front, Maret 1945

Di dalam tenda komando, tiga orang sedang berdiri mengelilingi meja persegi. Di situ terhampar sebuah peta dengan berbagai diagram aneh, dan boneka-boneka tentara kecil diatasnya.

"Yosh, berkat ratusan tahun ilmu pengetahuan dan pengalaman dari negeriku, aku sudah membuat rencana yang hebat untuk menyeberangi Sungai Rhine..", ujar salah seorang dari mereka. Wajahnya yang beralis tebal memancarkan kebanggaan.

"Ah, tentu saja ini juga berkat adanya aku..", lanjut pria disampingnya. Ia mengibaskan rambut panjangnya lalu tertawa, "Hon hon hon hon hon.."

"Apa-apaan kamu Francis!", protes si pria beralis tebal. "Ini tidak ada hubungannya denganmu. Ingat siapa yang membebaskanmu dari Jerman!"

"Arthur, Arthur, tentu ini ada hubungannya denganku..", jawab Francis sambil menggelengkan kepala. "Paling tidak, keberadaanku dan tentara Perancis yang menawan ini kan menaikkan moral para prajurit.."

"Moral apanya!", teriak Arthur. "Justru pergerakan pasukan terhambat karena tentaraMU harus berhenti berlama-lama, menggoda para gadis!"

"Hey, hey, Artie.. ", tukas Francis sambil mencolek pipi Arthur. "Tidak perlu pura-pura kalau kamu memang iri.."

"Bloody git! Siapa yang iri denganmu?"

"Kamu, tentu saja.."

"Tidak!"

"Ya.."

"TIDAK!"

"Oui.."

"Bloody hell, NO!"

"Oi, oi, Iggy...", potong pemuda ketiga. "..jangan bertengkar.."

"Alfred!", tukas Arthur tegas. "Jangan memanggilku begitu dalam situasi seperti ini.."

"Ya, Alfred..", lanjut Francis. "..simpan panggilan sayang saat kalian dalam situasi yang lebih intim.."

"You git! Apa katamu tadi?"

"Ah, Arthur...", potong Alfred lagi. "Ayo lanjutkan rapatnya.."

Arthur mendengus sambil melirik sebal kepada Francis. Ia berdeham. "Baiklah, setelah tentara-tentara kita sudah di seberang sungai Rhine..", pemuda itu menggeser beberapa boneka tentara melintasi garis biru yang berkelok-kelok, "..kita bisa mulai menyerang Jerman"

"ASYIIIK!", teriak Alfred tiba-tiba. "Jadi bagaimana kita akan melakukannya? Oh, oh aku tahu..", pemuda itu mengambil miniatur patung Liberty. "..kita langsung serang Berlin dengan kekuatan penuh, dan...", Alfred menghempaskan patung Libertynya ke tengah peta, tepat di atas patung pria berkumis. "..Si Kumis kita kalahkan, HERO menyelamatkan dunia! HA HA HA HA HA HA HA!"

.

.

.

"Alfred, kamu tidak berpikir ini akan segampang ITU kan..", Arthur menangkupkan tangan ke dahinya. Facepalm.

"Tapi Arthur...", gumam Alfred dengan nada anak kecil. "Kalau kita tidak cepat-cepat, si Kolkol itu akan sampai Berlin duluan..". Ia menunjuk boneka Matrioshka di sebelah timur Berlin.

"Sabar Alfred..", gumam Arthur. "Kita harus mengatur strategi terlebih dahulu, juga pembagian tentara.."

"Oke, mudah saja kalau gitu!", potong Alfred lagi. "Tentaraku jelas akan ke timur, menyerang Berlin, karena aku Heronya...", ia mendorong miniatur-miniatur tentara berbendera Amerika ke arah timur.

"Lalu, pasukan Arthur akan mendapat peran sebagai backup dari tentaraku..", kata Alfred sambil mendorong miniatur tank berbendera Inggris ke arah timur.

"Dan, pasukan Francis juga, walaupun sedikit akan memegang posisi vital..", Alfred melanjutkan sambil memindah beberapa miniatur tentara. "..,yaitu backup tentaraku!"

"Oi, Alfred! Kamu memindah semua tentara di front barat ke arah Berlin!", protes Arthur. Alfred menanggapi dengan polos.

"Kenapa Artie? Musuh kita kan ada di Berlin.."

Arthur menghela nafas. "Kita tidak bisa melupakan mereka..", ia menunjuk bagian barat pantai Eropa. "Ada kira-kira seratus ribu tentara Jerman di Belanda, dan kita tidak bisa membuat rakyat Belanda menunggu lebih lama lagi..", pemuda itu melanjutkan dengan getir. "Mereka sudah kelaparan selama lebih dari enam bulan.."

"Aww, aku mengerti, tapi..", Alfred kelihatan sedih. "Aku butuh Arthur dan Francis untuk membantuku menyerang Jerman..". Pemuda itu melanjutkan.

"Tidak adakah anggota sekutu lain yang bisa dimintai tolong? Oh, Polandia misalnya.."

"Tentara Polandia kebanyakan ada di front timur..", jawab Arthur datar

"Ah, Yunani bagaimana, Yunani?"

"Heracles dan pasukannya terlalu jauh dari sini..", Arthur menunjuk boneka kucing di atas Yunani.

"Aww, siapa ya? Cina?"

"Yao tidak ada di Eropa, you bloody git..", Arthur mulai kehilangan kesabaran, sementara Francis memperhatikan peta lebih dekat.

"Oi, ini tentara siapa yang ada di Belgia?", tanya Francis sambil menunjuk beberapa miniatur tentara di selatan Belanda. Dua rekannya yang lain memperhatikan.

"Oh, bukan tentaraku. Mungkin tentaranya Arthur..", jawab Alfred

"Eh, aku tidak ingat menaruh tentara di situ! Aku pikir itu tentara Francis yang nyasar ke Belgia atau apa..", lanjut Arthur sambil menggaruk-garuk rambutnya.

"Heh, apa maksudmu hah?"

"Oh jadi ini bukan tentara salah satu dari kita bertiga?", Alfred mendadak pucat. "Hiii, ini seperti di film-film horror.."

"Ah tidak mungkin, pasti ada penjelasan yang masuk akal..", Arthur membuka-buka catatannya. "Coba aku cek jurnal pergerakan pasukan.."

.

.

Ketiganya dengan tegang melihat buku yang sedang dipegang Arthur.

.

.

"Bagaimana?", tanya Alfred

"Ah, sepertinya memang ada tentara sekutu yang bersiaga di selatan Belanda..", gumam Alfred. Alisnya naik.

"Eh, tidak mungkin. Milik siapa tentara itu?", tukas Francis

"Sebentar, sebentar.. aku cek nama pasukannya..", Arthur membuka-buka halaman jurnal.

.

.

"Ah ini dia..", kata Arthur. "Pasukan ini adalah... First Canadian Army..."

Ketiganya langsung membeku. Pelan-pelan mereka menoleh ke peserta keempat rapat tersebut.

"Oh iya, kita masih punya dia...", bisik Francis.

"Hahaha, akhirnya kalian memperhatikanku..", kata si pemuda keempat dengan suara lirih. Beruang kutub di pangkuannya bergerak-gerak.

"Siapa?"

"Canada...", jawab si pemuda

.

.

"Baiklah!", potong Arthur tiba-tiba. "Matthew! Kamu yang akan memimpin pembebasan Belanda!"

.

.


March 20, 1945

Cerah. Akhirnya aku mendapat tugas. Arthur menyuruhku memimpin pasukan untuk membebaskan Belanda! Oh, aku takut mereka akan melupakanku lagi. Untunglah sekarang aku diberi kesempatan beraksi. Aku tidak sabar.

PS. Kumakichi hari ini bisa tidur nyenyak. Senangnya, aku takut situasi perang yang berkepanjangan membuatnya stress.


.

xxx

.

Seorang pemuda berkacamata berdiri dengan tenang, menghadap sekumpulan tentara yang saling mengobrol. Si pemuda meletakkan beruang kutubnya di atas meja, mengambil tongkat kecil, dan berjalan menuju sebuah papan besar yang menampilkan peta Belanda.

"Ahem, perhatian...", ujar pemuda itu sambil mengetokkan tongkatnya. Para tentara diam saat mendengar bunyi tongkat Matthew. Ya, suara tongkatnya mengalahkan suara si pemuda itu sendiri.

"Kali ini kita akan membahas rencana pembebasan Belanda..", lanjut Matthew sambil membenarkan posisi kacamatanya. Para tentara mendengarkan dengan cermat. Sebagai tentara Kanada, mereka sudah terlatih untuk tidak mengeluarkan bunyi sekecil apapun saat jenderal mereka yang bersuara lirih itu memberi instruksi. Oh, dan juga Jendral Matthew bisa sangat mengerikan saat marah, jangan sampai membuat pimpinan mereka yang bertampang imut itu murka.

"Sebagai pembuka, aku terangkan posisi target terlebih dahulu..", Matthew mengetuk-ngetuk peta Belanda. "Ada 120.000 tentara Nazi tersebar di seluruh Belanda. Jumlah kita masih lebih banyak, tapi bukan itu masalahnya.."

Pemuda itu menghela nafas sambil menyisir rambut pirangnya dengan jari. "Seperti yang kita tahu, Rakyat Belanda sudah mendukung sekutu selama operasi pembebasan tahun lalu. Menghambat distribusi logistik tentara musuh dan semacamnya. Sayang usaha kita membebaskan Belanda gagal..", Matther mendengus, terlihat tidak senang. "Hal itu berdampak buruk. Sejak Oktober tahun lalu tentara Jerman semakin opresif terhadap rakyat Belanda. Membuat blokade, memberlakukan jam malam, dan yang paling parah menolak mendistribusikan makanan ke kota-kota besar."

Matthew menggambar lingkaran besar di peta. "Daerah ini adalah daerah yang paling menderita blokade Jerman. ", ia mengetuk-ngetuk daerah Belanda barat. "Memperparah keadaan, daerah ini adalah lokasi dari empat kota terbesar Belanda.", ia menandai peta dengan spidol merah. "Amsterdam, Den Haag, Rotterdam, dan Utrecht.."

Matthew berbalik menghadap para tentaranya. "Tugas kita disini adalah menyelamatkan mereka..", ia berkata dengan yakin.

.

.

Sunyi, para tentara masih diam. Bahkan Kumajirou ikut diam dan memperhatikan tuannya.

.

"Ehm..", Matthew agak gugup dengan tatapan para tentaranya. "Ka..kalau begitu kita lanjutkan ke pembagian pasukan..", ujar si pemuda lirih.

"Jadi, setelah kita menyeberang, 2nd Canadian Corps...", Matthew menunjuk beberapa tentara di bagian kanan. Mereka berdiri dan memberi hormat.

"...kalian akan mengamankan wilayah Belanda timur sampai Groningen di daerah pantai utara", ia menggambar garis dengan spidol merah. "..kalau masih sempat, kalian bisa melanjutkan ke Jerman barat laut, mengerti?"

"Sir, Yes Sir..", jawab para pimpinan 2nd Canadian Corps. Matthew mendengus. Kenapa sih tentaranya harus menjawab dengan lantang?

"1st Canadian Corps..", lanjut Matthew. Para tentara di deret tengah berdiri memberi hormat. "..kalian akan mengambil-alih Arnhem..", si pemuda menunjuk sebuah kota di tengah-tengah peta. "..setelah Arnhem dibebaskan, kalian bisa melanjutkan ke bagian barat Belanda.", Matthew menatap dengan serius. "Tugas kalian akan sulit, karena tentara Jerman secara sengaja membanjiri beberapa kota dan lahan pertanian untuk menghambat pergerakan tentara. Tapi tugas ini sangat penting!", terdengar suara tongkat menghantam papan strategi. "Kalian yang akan membebaskan daerah vital Belanda, mengerti?"

"Sir, Yes Sir..", jawab pimpinan 1st Canadian Corps.

"Bagian logistik?", lanjut Matthew. Beberapa tentara di deret belakang berdiri. "Pastikan suplai makanan lancar, dan pastikan kalian selalu siaga di belakang garis tempur..", sang Jendral membenarkan posisi kacamatanya. "Aku mau kalian tiba di daerah yang baru saja dibebaskan dalam waktu kurang dari 12 jam! Oh, tidak.. 6 jam! Pokoknya kalian harus segera mendistribusikan makanan kepada penduduk begitu tentara Jerman meninggalkan kota, mengerti?"

"Sir, Yes Sir...", terdengar jawaban dari bagian belakang tenda komando. Matthew tersenyum mantap.

"ehm, Kumakimi!", ia melirik beruang kutubnya. Kumajirou menatap dengan polos.

"Siapa?"

Matthew menghela nafas. "Matthew Williams, pimpinan tentara Kanada..",jawab si pemuda. "Kumajunjou, berhentilah mencoret-coret jurnal perangku.."

.


March 22, 1945

Berawan. Aku sudah selesai memberi arahan kepada para tentaraku. Sebentar lagi operasi militer untuk menyeberangi Rhine akan dilaksanakan, semoga semuanya berjalan lancar.

PS. Kumakimchi hari ini menggambar banyak berang-berang di jurnal perangku. Oh, inikah yang disebut homesick? Beruang malang..


.

xxx

.

Fajar sudah hampir menyingsing, sekalipun begitu kegelapan masih menyelimuti sekumpulan perahu yang mengusik ketenangan permukaan hitam Sungai Rhine. Suara tembakan dan dentuman sayup-sayup terdengar di kejauhan. Menjelang tengah malam tadi, tentara sekutu melancarkan rencana besar untuk menyeberangi Rhine, berusaha melampaui benteng alami yang selama ini menghalangi mereka menginvasi Jerman.

Matthew dan tentaranya duduk merunduk di dalam perahu, menyembunyikan kepala mereka di balik helm baja. Dari kejauhan, perahu-perahu itu seperti perahu hantu yang tidak berpenumpang. Suara tembakan dan dentuman kembali terdengar di kejauhan. Kumajirou semakin ketat mencengkram seragam tuannya.

Suara dentuman itu, tentara Jerman pasti sudah menyadari keberadaan sekutu di wilayah mereka. Mereka mungkin sudah sadar bahwa operasi penyeberangan besar-besaran sedang dilangsungkan. Kalau sudah begitu...

Matthew melirik para tentaranya. Tidak ada yang berbicara di dalam kapal, semua hanyut dalam ketenangan yang mencekam. Sejauh ini penyeberangan mereka berjalan lancar. Meskipun rentetan tembakan dan suara dentuman terdengar di kejauhan, tidak ada satupun desingan peluru yang menyambut mereka.

Dengan suara tumbukan pelan, perahu-perahu itu sampai di sisi utara sungai. Matthew dan tentaranya dengan sigap menyambar senapan mereka, meloncat keluar kapal dan langsung memposisikan diri. Bersiap menyambut musuh yang menghadang. Kumajirou berayun di pundak Matthew. Sang tuan mengarahkan senapannya ke depan, memicingkan mata, berusaha mendeteksi pergerakan musuh yang mendekat.

.

Sunyi

.

Matthew mengendorkan kewaspadaan. Ia memberi isyarat kepada tentaranya.

"Segera bergerak, kita akan mengamankan pergerakan pasukan Inggris.."

.


March 24, 1945

Berawan. Hari ini tentara sekutu menyeberang Sungai aku menulis ini, garis depan telah maju sejauh kira-kira 20km. Tentaraku tidak dapat tugas besar dalam operasi ini, hanya satu unit ditugaskan membantu pergerakan tentaranya *coret*Iggy*coret* Arthur. Penyeberanganku berjalan mulus, aku heran kenapa Alfred bilang dia mendapat perlawanan dari para Nazi Jerman. Ah, tapi itu mungkin karena*coret* si idiot*coret* Alfred terlalu berisik saat menyeberang. Hahaha, kadang ada gunanya juga jadi invisible.

PS. Kumajinja terlihat lucu memakai helm tentara. Aww, andai aku bawa kamera.


.

xxx

.

Titik-titik air berjatuhan dari langit yang kelabu. Para tentara berbaris di bawah hujan, menyusuri pematang sempit dengan hati-hati. Matthew menangkupkan topi bajanya ke kepala Kumajirou, berusaha mencegah beruang kutub kesayangannya itu basah. Dari balik kacamatanya yang berembun, ia bisa melihat pemandangan di sekeliling. Ladang pertanian yang tergenang air, membentuk kolam-kolam besar yang secara efektif menghambat pergerakan pasukannya. Tentara Jerman pasti sengaja membanjiri ladang-ladang itu.

.

xxx

.

Si pemuda membersihkan kacamatanya dengan handuk kecil, sementara para tentara yang sedang istirahat mengobrol dengan santai. Selesai membersihkan kacamata, Matthew mengeringkan Kumajirou dengan lembut. Si beruang kutub menatap polos.

"Siapa?"

Matthew mendengus kecil. Ia menggendong Kumajirou dan meletakkannya dengan lembut di pangkuannya.

"Canada, tapi sementara ini panggil aku Matthew..", bisik Matthew pelan.

Seorang tentara berlari menghampiri Matthew dan beruangnya. Si pemuda tersenyum melihatnya,

"Private, sudah ada kabar tentang Engineering Corps?", tanya Matthew lembut.

"Sir, Yes Sir,intelijen sudah mendapat info tentang jembatan yang diledakkan tentara Jerman, Sir! Engineering Corps sedang berusaha membangun jembatan-jembatan darurat sebagai pengganti, Sir! ", jawab tentara itu dengan lantang.

Matthew diam-diam memutar matanya. Kenapa sih setiap tentara harus menjawab dengan keras?

Setelah mempersilahkan tentara itu pergi, Matthew menarik keluar jurnalnya dan mulai menulis.

.


March 28,1945

Gerimis. Tentaraku mulai memasuki Belanda. Oh, tapi tentara Jerman tidak membuatnya mudah. Sepanjang aku lihat tadi, banyak ladang pertanian yang sengaja dibanjiri untuk menghambat musuh. Belum termasuk jembatan yang sedih melihatnya, Belanda sama sekali tidak terlihat seperti yang biasa aku lihat di kartu pos. Perang mengubah banyak hal. Semoga semuanya cepat berlalu.

PS. Aku harap Kumashiro tidak sakit karena kehujanan. Lain kali, akan kutitipkan dia di truk bersama rombongan kesehatan. Aku mengkhawatirkan kesehatannya.


.

~to be continued~

.

.


Catatan Penulis:

Yihaaaa, akhirnya nulis multichapter lagi. Oke, pertamanya sih aku cuma mau jadiin ini one shot. Tapi kok lama-lama makin banyak ide yang muncul, dan aku pingin mendeskripsikan Canada beraksi dengan keren di medan perang. Akhirnya kujadiin multichapter deh..

Kepikiran nulis ini karena kayaknya belum banyak yang tahu kalau Canada (ya, Canada yang itu) berperan besar dalam membebaskan Netherland (ya, Netherland yang itu) dari cengkeraman Jerman. Padahal sejarah pembebasan Belanda itu amat sangat unyu menyentuh sekali dan sukses bikin NedCan jadi slash pairing favoritku, fufufu.

Referensi pembuatan fic ini aku ambil dari wikipedia dan berbagai artikel website (kebanyakan website veteran Kanada). Sebenernya ada buku bagus tentang ini, judulnya "Canada and the Liberation of the Netherlands". Sayangnya aku ga nemu e-book gratisannya di Google, dan previewnya di google book juga cuma dikit, aarrgh!

Aku usahain update kilat deh, thanks untuk kalian yang udah baca :3