Snow of Love 恋の雪
.
Detective School Q belong to Seimaru Amagi-sensei and Fumiya Sato-sensei
.
Chapter 3
What is this Feeling?
.
"Apa maksudnya, tak ku sangka dia seperti itu!" gerutu Akame sambil bersandar di dinding samping sekolah. Setelah bertengkar dengan Megumi, dia berlari ke taman samping sekolah. Tempat ini memang sering sekali sepi, entah tak ada yang mau mendatangi atau bagaimana. Mungkin karena tempat ini terkesan membosankan, hanya ada halaman yang pada musim semi selalu diselimuti daun-daun yang gugur dari pohon tua di sana. Seperti tempat yang terkesan sepi dan angker. Namun Akame sering ke sana jika sedang ingin sendirian. Sepertinya Akame tak terpengaruh dengan kondisi tempat ini.
Ryuu muncul dari balik gerbang yang munuju tempat itu. Sekolah memang memberi batas gerbang kecil utnuk masuk ke sini. Tak ada yang mengerti kenapa begitu.
Akame sama sekali tak menyadari kedatangan Ryuu, dia masih dengan wajah kesal menatap luas ke halaman yang sekarang diselimuti salju. Ryuu berjalan mendekati Akame. Dengan wajah dingin dia menatap Akame.
"Aku hanya memberitahu dia satu hal… Bahwa tak seharusnya dia memperlakukanmu seperti itu…" kata Akame masih dengan nada kesal akibat pengaruh emosinya tadi. Dia bicara tanpa menatap Ryuu. Seolah sekarang dia sudah tahu kedatang Ryuu tanpa perlu melihatnya. Mungkin karena suara langkah kaki Ryuu.
"Apa dia pikir, karena dia siswa baru jadi dia bisa berlaku seenaknya seolah tak tahu apa-apa…" Akame melanjutkan kata-katanya, namun kali ini dia tak bicara dengan nada kesal.
"Dia memang tak tahu…" kata Ryuu yang sudah berdiri tepat di depan wajah Akame.
"Tapi meskipun begitu tak seharusnya dia mempermainkanmu!"
"Dia tak mempermainkanku…" Ryuu menatap tajam ke arah Akame.
"Sudahlah Ryuu, jangan membuatku juga marah padamu! Cukup dengarkan aku saja!" bentak Akame.
"Apa pedulimu tentang diriku?" balas Ryuu dingin.
Angin berhembus. Membuat beku daun-daun yang masih tersisa di musim dingin. Salju yang bertumpuk layaknya berteriak gembira karena angin tak membuatnya mencair. Angin-angin kecil yang dingin itu, menghembuskan rambut Akame dan Ryuu perlahan. Seolah menambah kesan dingin dalam pembicaraan mereka.
"Tentu saja aku peduli…" jawab Akame lirih. Dia bicara dengan nada rendah dan tak berani menatap wajah Ryuu.
"Terserah kau saja…" Ryuu berlalu meninggalkan Akame yang masih bersandar dalam dinginnya dinding tua sekolah. Dan angin kembali bertiup.
.
.
Megumi berjalan lesu. Matanya bahkan tak menatap jalan yang ada di depannya dan hanya melihat jalan yang dia tapaki. Wajahnya juga tampak muram dan tak bersemangat. Tentu saja karena pikirannya dibebani oleh Akame dan Ryuu. Setelah Akame masuk ke kelas lagi, dia sama sekali tak memandang Megumi. Menganggap Megumi ada pun juga tidak. Megumi menjadi semakin merasa bersalah dan semakin tak mengerti. Megumi menjadi bingung harus bagaimana.
Apa Megumi salah menjauhi Ryuu? Atau yang salah adalah karena Megumi mendekati Ryuu tanpa tahu orang seperti apa Ryuu itu. Hal yang mana yang salah, dan bagaimana cara memperbaikinya, Megumi menjadi semakin bingung dan sedih. Tentu saja sedih. Menjauhi calon teman dan akhirnya malah dijauhi oleh teman. Hal yang buruk.
Kenapa Akame sampai semarah itu? Apakah dia tak suka dengan cara Megumi atau malah ini ada hubungannya dengan Ryuu? Lalu ada hubungan apa Akame dan Ryuu?
'Jangan harap aku akan melepaskanmu jika kau melakukan hal seperti itu lagi padanya!'
Kata-kata Akame kembali terdengar di telinga Megumi. Megumi ingin menutup telinganya sehingga suara itu tak kembali terdengar. Suara Akame yang sangat kasar dan marah besar. Membuat Megumi tak ingin mendengar lagi ataupun lebih lama. Perkataan itu, entah kenapa sangat menyakitkan bagi Megumi. Megumi berharap bisa berteman dengan siapapun, termasuk Ryuu dan Akame. Lalu tadi Akame mengancamnya dengan mengatakan tak akan membiarkan Megumi jika Megumi kembali mendekati Ryuu.
Megumi menutup matanya erat-erat. Berharap ini hanya mimpi buruk dan dia akan terbangun dari mimpi ini. Sungguh, siapa yang berharap kehilangan teman dengan cara seperti ini? Megumi merasa suatu liquid bening mengalir pelan dari matanya yang terpejam. Hatinya sangat sakit dan pikirannya tak menentu, membuat semuanya kacau.
Brugh!
Megumi menabrak sesuatu yang ada di depannya. Tak terlalu keras, tapi cukup terasa juga. Megumi membuka matanya pelan dan berniat mendongakkan kepalanya. Dalam hati dia kembali meruntuk, kesalahan apa lagi yang dilakukannya. Kenapa di saat seperti ini, malah menabrak orang? Apa dia akan dimarahi lagi?
"Go-gomenasai…" kata Megumi lirih sambil menahan air matanya agar tak jatuh di hadapan orang tadi.
"Kenapa?" tanya orang itu.
'Eh?' Megumi kenal suara itu. Suara yang sangat populer di telinganya, walau baru beberapa kali dia mendengar suara itu, tapi Megumi ingat benar siapa pemilik suara ini. Sebab suara inilah yang selalu ingin Megumi dengarkan.
'Ryuu…' desah Megumi dalam hati.
Megumi mengangkat kepalanya pelan. Entah kenapa, setelah menyadari bahwa benar pemilik suara itu adalah Ryuu, air mata mengalir pelan jatuh di pipi Megumi. Megumi memandang hampa pada Ryuu. Tapi air matanya jatuh. Sehingga tanpa berbuat banyak, Megumi meninggalkan Ryuu.
"Sekali lagi, gomenasai…"
Megumi berlari meninggalkan Ryuu. Sedangkan Ryuu menatap bingung pada Megumi yang berlari di depannya.
.
Megumi merebahkan dirinya ke atas kasur. Menutup matanya agar tak kembali mengingat kejadian tadi siang di sekolah. Selimut tebal ditariknya untuk berlindung dari dinginnya suhu musim dingin. Namun entah kenapa selimut itu tak memberikan kehangatan sama sekali. Megumi berguling menatap dinding kamarnya. Dinding berwarna putih seputih salju seakan menjadi pusat perhatian dalam retinanya sekarang.
Megumi menghela napas panjang. Dan memejamkan mata sekali lagi. Rasanya pikirannya begitu berat. Sangat berat. Sampai-sampai kepalanya tak bisa diangkat kembali dan hanya sanggup menempel pada bantalnya. Ketika Megumi mengingat semua yang terjadi di sekolah, tentang Akame, dia sangat bingung. Akame yang dikenalnya adalah orang yang santai dan tidak suka marah. Namun tadi siang, seolah Megumi telah memutar 180 derajat sifat Akame. Atau mungkin sifat asli Akame memang seperti itu. Bukan saja soal Akame. Tapi juga soal Ryuu. Tentang suara Ryuu tadi juga tentang tangisnya yang tidak bisa ditahan. Semuanya menjadi satu di pikiran Megumi. Rasanya dia ingin berteriak dan menangis. Tapi masalahnya, pada siapa dia bisa berteriak dan menangis kencang? Megumi tidak rahu, dia baru dua bulan di sekolah. Belum mengetahui banyak hal.
Belum mengetahui banyak hal. Ya mungkin itu yang harus dipikirkan Megumi sekarang. Dia hanyalah siswa baru yang dulunya orang Tokyo lalu pindah ke Osaka dan kembali ke Tokyo lagi. Tokyo mungkin berubah, beserta orang-orang di dalamnya. Atau malah pemikiran Megumi yang berubah.
.
Musim dingin akan berhenti beberapa minggu lagi. Dan suhu di kota menjadi lumayan dingin. Banyak hal yang sudah terjadi di musim dingin tahun ini. Mulai dari puluhan rumah yang tertimbun badai salju, sampai festival terkenal di Sapporo. Tak terhitung juga berapa banyak makanan khas musim dingin yang sudah habis terjual dan dimakan. Semua berjalan sangat menyenangkan. Begitupun dengan hari natal yang baru saja terlewati 3 hari yang lalu. Itu berarti ini 3 hari menjelang tahun baru.
Semua begitu menyenangkan kecuali tentang persoalan Megumi. Tentu saja dengan Akame. Beberapa hari telah berlalu soal pertengkaran kecil di kelas. Tapi antara keduanya tak ada yang berubah. Masih belum saling menyapa. Entah sampai kapan.
Megumi merapatkan blazer sekolahnya. Kedua kakinya melangkah agak cepat. Mulutnya terus mengeluarkan asap putih. Sedangkan matanya menelusuri setiap sudut sekolah. Mencari sosok orang yang sangat ditemui saat ini.
Hari ini sudah menjadi keputusan Megumi untuk meminta maaf pada Akame, –dan kalau bisa sekalian dengan Ryuu. Sungguh. Dia sudah muak berpikir ke sana ke mari tentang pertengkarannya. Dia sudah tidak peduli tentang hubungan yang dimiliki antara Akame dan Ryuu, juga sudah tidak peduli dengan kata-kata Ryuu tentang membenci salju. Megumi bahkan sudah melupakan alasan dia ingin berteman dengan Ryuu. Sebab sekarang bukan masalah misteri atau menebus kesalahan, tapi masalah hati. Hatinya sudah sesak menikmati hari-hari sendirian saja. Berteman bukanlah sebuah alasan untuk bebas dari ini, bukan juga untuk meneruskan niatnya yang lalu. Tapi ini masalah, siapa saja orang yang akan menemaninya di masa depan.
Akhirnya setelah beberapa menit mencari ke seluruh tempat di sekolah, dia menemukan orang yang dicari, di sana, sedang sendirian di bawah pohon, entah untuk apa. Dia melangkah mantap menuju hadapan orang itu. Tidak peduli resiko apa yang akan diterimanya jika meminta maaf. Entah itu dicampakkan atau malah dihina. Itu sudah tidak penting lagi!
"Akame… Aku ingin bicara sebentar…" sapa Megumi to the point.
Akame melirik sebentar, kemudian kembali menuju objek salju di atas pohon. Dia tak berkata tapi tidak kabur juga. Sikapnya seakan menunjukkan pada Megumi 'Baiklah aku dengarkan'.
Megumi menghela napas panjang, mengumpulkan segenap semangat dan keyakinan. Dia yakin Akame pasti akan kembali berteman dengannya, "Ini masalah Amakusa-kun… Aku minta maaf padamu jika aku salah bersikap padanya… Maaf, aku benar-benar belum memahami keadaan sebenarnya… Aku yang salah… Maafkan aku…" Megumi membungkuk setelah selesai bicara.
Akame sedikit tergerak hatinya. Mulut yang semula menutup rapat, sekarang terbuka untuk menyampaikan sesuatu, "Megu…" entah berat atau belum memikirkan perkataan, tetapi yang keluar hanyalah sebuah nama panggilan.
"Maaf… Aku benar-benar tidak berpikiran bahwa jika akan jadi seperti ini… Aku tidak suka berjauhan dengan Akame… Begitu juga… Dengan… A-amakusa-kun…" Megumi melanjutkan kata-kata dengan sedikit gugup di bagian akhir.
"Karena itu, aku mohon… Maafkan aku…" suara Megumi terdengar sangat serius.
Akame menatap ragu, tapi dia sendiri sebenarnya ingin percaya dengan perkataan Megumi. Kata-kata Ryuu beberapa hari yang lalu pun sempat terpikirkan olehnya. Alasan tentang ketidaktahuan Megumi tentang lingkungan sekitar. Tapi masalahnya sekarang adalah, Ryuu. Ya, Ryuu lah yang membuat Akame ragu untuk percaya. Sebab bagaimanapun juga, Megumi tetap bersalah karena mempermainkan Ryuu –walaupun Ryuu berkata itu semua salah.
"Aku… Aku memaafkanmu…" kata Akame dengan lembut. Dia sudah memutuskan untuk memberi kesempatan pada Megumi untuk memperbaiki kesalahannya. Dan itu adalah keputusan setelah berpikir beberapa saat.
Megumi mendongak tak percaya. Raut wajahnya berubah cerah. Seluruh ruang hatinya sangat lega, begitupun dengan otaknya. Rasanya sebuah beban berat telah lepas dari pundaknya. Benar-benar menyenangkan, "Hontou? A-arigatou gozaimasu… Aku janji akan memperbaiki semuanya!".
Akame bergerak menuju Megumi. Dengan mudah, dia memeluk tubuh Megumi. Pelukan tanda persahabatan. Kepalanya menyembul di sela-sela rambut Megumi yang terurai bebas. Dengan lirih dia membisikkan sebuah kalimat di telingan Megumi, "Douitashimashite… Aku juga minta maaf padamu…"
Megumi mengangguk.
.
.
"Hari ini aku tidak bertemu dengan Ryuu…"
"Eh?"
"Aku juga berniat untuk minta maaf dengannya… Soalnya seperti yang Akame bilang, aku mempermainkannya kan? Jadi aku ingin agar semuanya kembali normal…" jelas Megumi sambil menengadah ke langit.
Saat ini salju tidak turun, angin juga tidak bertiup kencang. Suasana sedang damai sekarang. Jalanan pun tak terlalu sesak, sama seperti musim-musim salju yang lalu. Megumi sedang berjalan menuju perjalanan pulang bersama dengan Akame. Hubungan mereka kembali melekat setelah permintaan maaf tadi.
"Oh… Begitu…" jawab Akame singkat, padat, jelas, dan datar.
Megumi merasa sedikit aneh dengan tanggapan Akame. Namun, karena tidak ingin memperburuk suasana, dia tidak mempermasalahkannya. Terus berjalan ke depan menatap angin yang tidak terlihat.
.
.
Tercium bau sedap dari mangkuk sup yang berada di meja makan rumah Megumi. Seperti biasa, kakak Megumi yang senang memasak, kembali membuatkan sup jagung muda kesukaan adik tersayangnya, Megumi. Mungkin di benak kakak Megumi, sup jagung adalah makanan terlezat di musim dingin. Meskipun tak jarang Megumi protes karena pernah selama beberapa hari hanya sup jagung yang dimakannya. Tapi itu bukan karena sudah bosan dengan sup, melainkan sedikit mual jika menu makanan tidak kunjung berganti.
Namun, asap hangat yang terus keluar dari mulut mangkuk, rupanya tidak mempengaruhi pandangan Megumi. Sedari tadi Megumi hanya mengaduk-aduk tidak jelas pada isi mengkuknya. Sedangkan matanya menerawang ke arah gelas yang berisi air putih. Nafsu makannya hilang entah kemana, begitu juga dengan pikirannya.
Tidak, sebenarnya pikiran Megumi tidak hilang. Hanya saja terfokus pada satu hal yang seharusnya tidak dipikirkan untuk sekarang. Sebab itu tidaklah tepat. Tapi nyatanya memang sulit lepas dari hal tersebut, mengingat hal inilah yang menjadi menu utama di pikirannya sejak dia kembali ke Tokyo. Hal itu, tidak lain tidak bukan adalah, Amakusa Ryuu.
Entah sejak kapan dan di mana, Megumi memikirkan soal hubungan Akame dengan Ryuu. Padahal dulu dia sempat melupakan hal itu demi kebaikannya. Tapi masalahnya, tidak bisa. Pikiran itu kembali menghiasi hari-hari Megumi. Walaupun di depan keduanya, Megumi tidak pernah bersikap curiga. Megumi memang belum sepenuhnya berbaikan dengan Ryuu, sejak awal memang mereka tak begitu salah kan? Tapi entah kenapa, rasanya Megumi begitu sulit untuk jauh dari Ryuu. Dan perasaan ini membuatnya sedikit cemas.
Sudah berkali-kali Megumi membicarakan tentang Ryuu di depan Akame, dan selama itu pula, Akame hanya memberi tanggapan pendek. Tidak pernah sekalipun dia berbicara banyak untuk menanggapi omongan Megumi –kecuali saat bertengkar dulu. Dan itu membuat Megumi berpikiran bahwa, mungkin saja Akame tidak tertarik dengan topik Megumi. Tapi masalahnya adalah, ketidaktertarikan yang Megumi maksud adalah tidak suka jika Megumi berbicara tentang Ryuu. Bahasa mudahnya adalah,
Cemburu
Tapi itu hanya pikiran Megumi semata. Tidak tahu dengan kenyataannya. Namun, jika melihat kemarahan Akame saat Akame mengira bahwa Megumi mempermainkan Ryuu, juga kata-katanya yang dingin saat Megumi berbicara tentang sikap Ryuu padanya, semua itu menunjukkan bahwa ada hubungan selain teman antara Ryuu dan Akame. Dan hal paling menakutkan adalah,
Mereka pacaran
Tu-tunggu, kenapa bisa sampai ke situ? Pemikiran Megumi kali ini begitu konyol. Tidak mungkin Akame pacaran dengan Ryuu, berbicara saja mereka tak pernah, kenapa bisa pacaran? Tidak masuk akal! Tapi, bisa saja semua itu terjadi. Menurut Megumi, Akame adalah gadis cantik dan pintar, tak sedikit pemuda di sekolah yang tertarik dengan Akame. Begitu juga, Ryuu adalah pemuda yang sama pintar, cukup keren, cukup baik, dan juga, cukup, cukup tampan.
Aaaahh, bukankah mereka pasangan yang serasi?
Tapi kalau memang begitu, kenapa Megumi tak pernah tahu dan sadar? Atau malah Megumi yang justru tidak sadar? Tapi kenapa bisa begitu? Maksud Megumi, kenapa bisa pacaran? Aduh, kenapa sekarang malah muncul pertanyaan-pertanyaan aneh di otak Megumi tentang dua orang itu? Susah sekali memikirkannya, apalagi menjawab. Namun dari semua pertanyaan itu, ada pertanyaan yang lebih sulit untuk dijawab oleh Megumi pertanyaan itu adalah,
Kenapa Megumi merasa aneh saat berpikir bahwa mereka berdua berpacaran?
Ya, tidak bisa dipungkiri. Ada secuil perasaan aneh yang bersarang di hati Megumi. Perasaan itu selalu muncul saat dia memikirkan tentang Ryuu dan Akame. Perasaan tidak rela dan perasaan sakit. Tapi entah kenapa, perasaan itu semakin lama semakin besar. Namun Megumi sendiri tidak tahu, perasaan ini diidentifikasikan untuk perasaan jenis apa? Apa mungkin dia,
Patah hati?
Tidak mungkin! Kenapa bisa begitu? Megumi tidak pernah merasa menyukai seseorang, lalu kenapa harus patah hati? Ta-tapi tunggu. Bukankah perasaan itu muncul saat rasa suka terhadap seseorang tidak berbalas? Dan, dan apa mungkin, ini berarti bahwa,
Megumi menyukai Ryuu?
Megumi menggelengkan kepalanya dengan cepat. Kedua matanya tertutup. Bahkan jarinya terlepas dari sendok yang sedari tadi dipegangnya. Pikiran-pikiran liar tadi sudah membuatnya gila. Kenapa juga hasil akhirnya malah sebuah kenyataan rasa suka? Menyebalkan. Menyebalkan. Yang menyebalkan adalah hubungan Akame dan Ryuu. Merepotkan. Sangat merepotkan. Merepotkan jika Megumi malah menyukai Ryuu. Masalah ini tak akan pernah selesai.
"Hei, sedang apa Megu? Sup mu sudah dingin tuh…" seru kakak Megumi yang entah sejak kapan sudah duduk tepat di depan Megumi.
Rupanya kakak Megumi sejak tadi memperhatikan adiknya. Yang semula diam saja sambil mengaduk sup, sampai tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepala. Intinya, Megumi sedari tadi sedang melamun. Hal itu membuat kakaknya gemas sendiri.
"Eh, Oneechan? Sejak kapan di situ?" teriak Megumi kaget. Dia tidak menyangka, akan terlalu tenggelam dengan pikirannya sampai tak menyadari kehadiran kakaknya yang sepertinya sudah ada di sana sejak tadi, sebab sekarang dia sedang menatap bingung Megumi sambil memegang sendok dan mangkuk sup yang sudah habis. Ya ampun, seberapa lama Megumi berpikir? Sampai-sampai sup kakaknya sudah habis.
"Aku di sini dari tadi… Kau yang sedang apa? Dari tadi melamun tidak jelas…" balas kakaknya sedikit sengit.
Megumi berpura-pura tidak mendengar ejekan kakaknya. Dia mulai menyendok sup jagungnya. Benar saja, sup jagung yang tadinya mengeluarkan asap karena panas, sekarang bahkan baunya sudah tak tercium karena sudah dingin. Membuat sup jagung muda yang hangat, berubah menjadi bubur dingin yang aneh jika dimakan. Ada sedikit keajaiban dari sup jagung lezat buatan kakaknya ini, yaitu jika dimakan dengan keadaan dingin, rasanya akan berubah menjadi sangat tidak enak dan kental seperti nasi basi.
"Nee-chan… Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Megumi dengan mulut yang penuh dengan sup jagung. Dengan susah payah Megumi menelan makanan yang SEDIKIT menjijikkan itu. Saking terpaksanya Megumi memakan, airmatanya keluar tanpa sadar.
"Tanya apa?" jawab kakaknya cuek sambil meminum segelas air. Sepertinya kakak Megumi memperhatikan Megumi yang menyendok sup jagungnya yang dingin dan menjadi kental. Apa lagi ekspresi wajah Megumi saat menelan sup lezat buatannya. Hal itu membuat perutnya sedikit mual. Dan dia berani bertaruh bahwa sup lezat tadi sekarang sudah berubah drastis.
"Kalau aku merasakan sakit saat berpikir bahwa seorang yang aku kenal ternyata berpacaran dengan orang lain, apa itu berarti bahwa aku menyukai orang tadi?" Megumi berhasil menelan sesendok supnya. Dan sekarang kembali menyendok untuk dimasukkan ke mulut.
"Pertanyaanmu menarik sekali Megu-chan…" kakaknya tertawa kecil. Dan kabur dari hadapan Megumi sebelum dia benar-benar mual melihat Megumi memakan sup.
Megumi memicingkan matanya. Ketika kakak perempuannya itu memanggil namanya dengan embel-embel -chan itu berarti dia sedang berniat menggoda. Jadi mungkin Megumi harus menyiapkan mental dan alasan. Ada sedikit penyesalan di diri Megumi karena telah melontarkan pertanyaan tadi.
"Err… Aku tidak jadi bertanya…" Megumi memutuskan untuk kabur dari pertanyaannya sendiri. Dia lebih memilih memakan sup aneh ini dari pada membahas masalah konyol tadi.
Tapi semua sia-sia. Kakak perempuan Megumi ini sudah terlanjur tertarik dengan obrolan adiknya. Dia menaruh mangkuk ke dalam cucian lalu membersihkannya, sedangkan kepalanya mendongak ke atas seperti sedang memikirkan sesuatu. Penolakan Megumi sudah tidak lagi berguna. Setelah beberapa detik termenung, tiba-tiba kakak Megumi menjentikkan jarinya dan berseru. Hal itu membuat Megumi tersedak karena kaget. Hampir saja sup kental itu keluar dari mulutnya. Buru-buru Megumi menelannya kembali dengan menggunakan air putih.
"KENAPA SIH?" Megumi berteriak kaget.
"Akhirnya… Sebentar lagi aku punya adik laki-laki…" gumam kakak Megumi, lebih pada dirinya sendiri.
"Hah?"
"Aku yakin, kau sekarang pasti sedang menyukai seseorang… Dan orang itu, Ryuu kan? Hah, aku jadi tidak sabar, siapa yang akan menyatakan perasaaan duluan…" kakak Megumi tersenyum bahagia.
Wajah Megumi menjadi semerah strawberry. Dalam beberapa detik dia hanya bisa terdiam seratus bahasa. Sampai akhirnya dia berteriak tidak jelas.
"Si-siapa bilang aku menyukai Ryuu? Rumus dari mana itu?" sahut Megumi dengan masih memamerkan wajahnya yang memalukan.
"Rumus dari Risa Minami! Kau keberatan?" tantang kakak Megumi sambil melotot.
"Terserah Oneechan mau bilang apa…" Megumi kembali menyantap supnya. Entah Cuma perasaanny saja atau apa, tapi sudah bermenit-menit dia makan sup itu tak kunjung habis.
"Eh, tapi tunggu! Kau bilang tadi Ryuu berpacaran kan? Dengan siapa?" sekarang kakak Megumi berubah menjadi panik.
Megumi mengerucutkan bibirnya, mencibir kelakukan aneh kakaknya tersebut. Tapi dia jadi memiliki sedikit hasrat untuk bercerita tentang rahasia hubungan Akame dengan Ryuu sekarang. Megumi menjadi berpikir dan berpikir, bolehkan berbagi cerita ini?
Akhirnya Megumi hanya diam menunggu. Menunggu supnya habis.
"Sepertinya kau tidak mau cerita ya? Err… Kalau begitu, aku beri semangat, yah, soalnya aku sedikit suka dengan pemuda bernama Ryuu itu…"
"Hm? Semangat macam apa?" Megumi mengerutkan kening.
"Nyatakan rasa sukamu… Dengan begitu kau akan tahu apa sebenarnya Ryuu memang sudah punya kekasih!"
"Eeehh?"
.
Tsuzukete
.
Waktunya bales review ^^
Oke, pertama dari Naw d Blume, uhm, iya udah apdet.. hehe, kalau soal Akame, sebenarnya sih… Err, baca aja terus ya, ntar juga ngerti… Nggak buruk kok, ^^ makasih udah mau review,
Kedua dari Mint Convallaris, makasih reviewnya ^^, oke, akan aku keep apdet! Dan, makasih juga dua jempolnya! Yap, semangat! ^^
Ketiga dari yola-chan, haha, saya jadi malu disebut senpai, ^^" bertahun-tahun? Selamat ya, akhirnya dapet! Haha, oh kalau soal buat lagi fic, kamu baca aja, dua fic aku di bawah fic ini, itu juga RyuuxMegu kok.. untuk fic baru sih, belum kepikiran.. mau lanjutin ini aja, sampe enam atau tujuh chapter! Yosha, makasih udah mau review ^^