Previous Chap :
"Tunggu pembalasanku Sasuke. Tunggu. Aku ngga main-main kali ini."
Gaara dengan seragam khas Konoha International High School pun pergi bertepatan dengan datangnya Kakashi ke tengah Sasuke dan Sakura. Guru bermasker itu bertanya ada apa, tapi tak ada yang menggubris. Sasuke diam dengan isi pikirannya sendiri, sedangkan Sakura terheran. Juga ingin tanya langsung ke Sasuke tentang apa yang terjadi mengenai dirinya dan Gaara, namun ia tau bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk bertanya.
Sebenarnya apa yang terjadi di antara Gaara dan Sasuke? Kenapa dia sama sekali tak mengerti?
.
.
Tepat di saat matahari berada di atas sigasananya, bel jam istirahat di Konoha International High School berdering. Dalam hitungan menit setelah guru keluar, suasana kelas meribut. Ada yang ngobrol, ada yang gosip dan ada juga yang disibukkan oleh gadget-nya—seolah manusia-manusia lain di sekeliling tak penting. Begitu pun dengan suasana kelas XI-A yang ribut. Hanya saja kali ini sedikit berbeda; suara-suara itu bukan lagi cuma diakibatkan oleh cekikikan Sakura cs ataupun sorakan siswa yang sedang bermain mini baseball di dalam ruangan. Ada faktor keributan lain yang sekarang mulai mendominasi.
Siapa lagi kalau bukan karena Naruto Uzumaki? Mulai dari beberapa minggu yang lalu, dia semakin sering mendatangi kelas XI-A untuk menghampiri kekasihnya, Hinata Hyuuga. Ia tarik dulu bangku kosong di sebelah, menariknya hingga terhimpit bangku Hinata, lalu duduk di sana. Sudah menjadi tontonan umum jika pasangan tersebut bersebelahan, saling menempel rapat, dan tangan kiri Naruto tanpa segan merangkul bahu mungil gadis itu. Jadilah kelas makin meramai akibat Naruto—yang memang sejak kelas XI sudah terkenal—disoraki oleh teman-teman.
Oh, apa ada yang belum tau kalau Naruto dan Hinata sudah resmi pacaran?
Coba tengok mereka. Lelaki unyu dengan gadis manis, apa sih yang tidak menarik dari mereka berdua?
"Hinata-chan, kau lagi makan apa? Mau dong..."
Hinata yang lagi makan bentou di kelas berhenti mengunyah. Pipi kemerahannya yang terisi nasi sedikit mengembung. "Mou... kamu bicara terlalu dekat..."
"Kenapa? Ngga boleh? Kalau begitu nanti pipi ini aja deh yang kugigit." Kikiknya sambil menundukkan kepala, mengecup beberapa kali pipi Hinata sampai dia menggaruk lengan tan-nya. Hal wajar jika Hinata luar biasa malu Naruto menciumnya di depan umum. Biasanya ia langsung melihat takut-takut ke arah sekitar kelas, karena tau sendirilah, dia takut dibenci karena mengumbar kemesraan.
"N-Na-Naruto... kita di kelas..."
"Ngga apa, biarin aja mereka tau siapa pemilik pipi merah ini."
Naruto abaikan sahutan iri teman-teman di kelas ini lalu melirik ke Sakura yang berada di bangku tengah—satu deretan di depannya. Gadis merah muda itu duduk membelakanginya, tepat di samping Ino. Biasanya sih mereka curhat-curhatan, tapi kayaknya untuk sekarang lagi tidak. Naruto terkekeh geli. Taruhan, pasti Sakura lagi gemas mendengar kelakarnya terhadap Hinata di sini. Hitung saja. Dalam hitungan ketiga mungkin Sakura akan menoleh dengan wajah kusut—
"Ne, Naruto, jangan pacaran di kelas." Bahkan sebelum menghitung pun Sakura sudah melakukannya. Gadis berambut sebahu itu menyipitkan mata saat melirik mereka. "Dan sekedar peringatan; lupa ya kalau dulu kamu sempat terkena kasus di perpustakaan? Ngga mau hal itu terjadi lagi, kan?"
"Biarin. Kan dulu cuma salah paham. Jadi lebih baik dihukum karena memang benar-benar terjadi." Naruto menjulurkan lidah, tak sadar bahwa kalimatnya membuat Hinata menjadi kepiting rebus sendiri. "Tapi daripada urusin kami, kenapa kau ngga pikirin aja hubunganmu dengan 'orang itu', Sakura? Pernah ngga dia kayak gini..." Ia colek dagu Hinata dengan jarinya lalu berbisik. "Sini bibirmu kucium dulu... kita harus memperlihatkannya ke Sakura."
"Naruto-kun..." Hinata mengeluh sambil mengerucutkan bibir. Naruto tertawa. Tangannya memeluk pinggang gadis itu. Mereka benar-benar mesra dengan caranya sendiri.
Dan benar, pancingan Naruto ngena. Sakura iri sampai isi kepalanya serasa meletup-letup.
Sasuke tak pernah seperti itu padanya.
Srek.
"Eh? Sakura, kau mau ke mana?" Melihat Sakura berdiri, Ino Yamanaka bertanya. Sakura hanya memalingkan wajah dengan hati panas.
"Ke toilet! Bye!"
Tapi sebelum pergi, dia kembali menatap Naruto sambil berdesis. "Naruto, ada yang perlu kuomongin nanti sepulang sekolah! Kau harus meluangkan waktu untukku!"
.
.
.
TWINS ALERT!
"Twins Alert!" punya zo
Naruto by Masashi Kishimoto
[SasuHina—SasuSaku & NaruHina]
Romance, Friendship, Drama
AU, OOC, Typos, Multipair, etc.
.
.
EIGHTEENTH. Tsundere
.
.
Jika diingat ulang, ada dua alasan mengapa hal ini terjadi; pertama, mungkin karena sudah tak pernah dibahas, atau kedua, bisa jadi mereka sudah terlanjur terbuai dengan alur kehidupan sekolah mereka masing-masing. Ya, di antara opsi tadi pasti ada satu hal yang membuat Sakura dan Naruto sudah tak pernah lagi membahas kesepakatan jaman dulu yang mereka buat—awal masuk kelas XI. Tentunya mengenai lomba-lombaan memacari si kembar Uchiha.
Bahkan saat Naruto berhasil memenangkan hati Hinata, pria jabrik itu tak menagih hadiah atau pujian dari Sakura. Naruto cuma fix pamer dia punya pacar manis, cantik, dan yang ia sayangi. Tak lebih. Beberapa kali Sakura sempat berjengit sendiri saat terkenang motif awal dia dan Naruto mendekati si kembar ialah karena taruhan. Tapi setelah yakin Naruto sudah lupa, Sakura angkat bahu. Dia juga malas mengungkitnya. Kini hanya ada Naruto yang menyayangi Hinata, dan juga dirinya yang err—oke, baiklah—menyukai Sasuke.
Ehm.
Iya, Sakura sudah mau jujur ke dirinya sendiri.
Dan iya, dia menyukai Sasuke.
Bukan—bukan lagi sekedar suka.
Dia mencintai pria cupu itu. Sumpah.
Jadi tolong digaris-bawahi, kalau dia mencintai pria tersebut bukan lagi karena sekedar ingin memenangkan taruhan basi itu. Dia sungguhan. Namun ini tampak tidak adil. Masa iya Naruto sama Hinata sudah pacaran, tapi dirinya dan Sasuke... belum ada progress sama sekali? Terlebihnya setelah ada masalah seputar Gaara dan Sasuke yang tidak ia mengerti, Sasuke malah jaga jarak dengannya. Kembali jutek tanpa alasan.
Kadang Sakura sedikit-sedikit curi pandang ke arah mereka, Naruto dan Hinata. Kalau keduanya disatukan, maka yang terjadi adalah kemesraan yang menggila. Di sekitar mereka seolah ada balon-balon hati yang terlempar ke kepala Sakura, seolah mengejeknya. Tapi sayang bukannya dibenci, pasangan kuning dan biru itu malah menjadi pasangan favorit seantero sekolah. Sirik dan gemas bercampur kalau melihat langsung Naruto dan Hinata pacaran. Dan untuk Sakura, mungkin dia termasuk salah satu orang yang sirik dengan kedekatan mereka.
Apalagi kalau hari ini Sakura sudah berencana akan menghabiskan waktu sore bersama Naruto di kantin sekolah, tapi sialnya anak itu malah membawa Hinata Uchiha untuk duduk di sebelah, menemaninya. Jadilah Sakura untuk yang kesekian kalinya—sejak Naruto lebih sering menghabiskan istirahat di kelasnya—kayak malah nonton film romance. Okelah, fine. Sakura memang senang melihat Naruto bahagia. Tapi tidak harus setiap detik mereka menempel bagai perangko dan amplop, kan?
Sakura memejamkan mata dan menghela nafas. Di tempatnya terduduk ia ketukan jemari lentiknya ke atas meja. Wajahnya bete. Bukannya ngobrol sama Naruto, dia malah menyaksikan pria jabrik itu bercandaan dengan Hinata. Sepanjang ia berbicara, kebanyakan Naruto malah mengabaikannya dan lebih sering memeluki pacar terbarunya walau Hinata sudah berkali-kali mencicit untuk dilepaskan lantaran malu dilihat banyak orang.
Lucu, memang. Terutama saat melihat tipe-tipe cowok periang kayak Naruto yang menggencet si chubby Hinata yang senantiasa menyalakan lampu merah di kedua pipinya saat kulit mereka bersentuhan. Lucu. Ya, lucu. Lucu sekali. Tapi Sakura kesal setengah mati. Apa bisa sekarang dia membanting meja kantin agar Naruto mau memperhatikannya?
Tapi dibanding melakukan itu, si surai pink berpikir keras sambil memperhatikan mereka berdua. Ada satu pertanyaan yang melayang-layang di benaknya: kenapa Sasuke tidak pernah seperti itu dengannya? Yang terjadi malah sebaliknya—dia yang memeluk Sasuke, dan Sasuke yang mendorongnya menjauh.
Sialan.
Sakura banting garpu. "Naruto, dengerin aku. Dari tadi aku ngomong, tau."
"Hah? Iya, ya?" Mata safir biru menatapnya. Sakura makin sebal, dapat di lihat dari spaghetti dinginnya yang dia aduk tak karuan. "Bicara apa? Coba ulang deh."
"Ck." Sakura buang muka. Sahabat cowok memang menyebalkan kalau sudah bertemu pacarnya. Dia pun melirik Hinata yang sudah melas dipelukan Naruto. Dia benar-benar seperti tikus yang dililit anaconda. Kasihan juga walau sebenarnya dia biang utama perhatian Naruto jadi terbagi dua seperti ini kepadanya. "Ngomong-ngomong, Hinata... aku mau tanya."
"Tanya apa?" Naruto yang menyahut, Sakura men-deathglare-nya.
"Aku udah ngga bicara lagi sama kamu." Lantas dia melirik Hinata. "Apa kamu... pernah pelukan sama Sasuke?"
"Eh?" mata lavendernya membulat. Naruto juga menatap Sakura, heran. "Kenapa... tanya begitu?"
"Yaaa, jawab aja."
"Mungkin Sakura ingin tau cara memeluk dan dipeluk Sasuke, Hinata-chan."
"Ngga!" Sakura melempar sedotannya ke muka Naruto. Ada benarnya juga sih, tapi kan tetap malu kalau niatannya diungkapkan sebegitu gamblang. "Aku cuma mau tau!"
Hinata tertawa pelan dan tersenyum. Jelas dia gadis yang amat manis dan Naruto sangat beruntung mendapatkannya. "Sejak SMP Sasuke-nii ngga pernah memelukku lagi. Aku pun begitu. Kami sudah besar soalnya. Tapi Okaasan masih sering memeluk Sasuke, biasanya kalau beliau baru pulang dari luar negri. Meski dia kelihatan menolak dan kesal, tapi sebenarnya Sasuke-nii suka dipeluk kok. Lama-lama dia sering memeluk balik."
"Jadi awalnya dia ngga mau, tapi setelah dipeluk dia malah balas peluk, begitu?"
Hinata mengangguk.
Sakura mendengus, lalu ia bergumam ke dirinya sendiri. "Sudah kuduga dia juga tsundere."
"Eh, apa?"
"Oh, ngga. Ngga apa." Sakura langsung mengibaskan kedua tangannya dan berdiri. "Oh, ya sudah, daripada aku mengganggu kalian pacaran, lebih baik aku ke atas dulu, ya. Jaa nee..."
"Titip salam ke Sasuke ya, Sakura! Sekalian bilang juga, aku dan Hinata mau ke toko es krim, jadi aku yang akan mengantar Hinata pulang hari ini."
Ucapan Naruto membuat Sakura memasang tampang masam. Kayaknya bocah pirang jabrik itu sudah hafal gelagatnya kalau ia akan menemui Sasuke.
.
.
~zo : twins alert~
.
.
Bete dua kali lipat. Itulah yang Sakura Haruno rasakan selepas dirinya dari kantin. Dan sungut kesal itu masih terus menghiasi wajahnya saat ia melangkahi anak tangga demi anak tangga. Tapi saat sepatu converse putihnya menginjak lantai empat, dia mencoba menormalkan nafas, menenangkan diri, dan membenahi surai-surai merah mudanya, kemudian ia buka pintu ruang biologi, tempat yang dia yakini ada Sasuke di sana. Sakura yakin Sasuke belum pulang, pelajaran biologi kan memang paling banyak tugas. Jadi kalau pelajaran ini ada di jam terakhir, paling cepat mereka pulang mungkin jam 16.30, padahal biasanya jam 15.00 sore.
Srek!
Kencang bunyinya saat pintu tersebut ditarik menyamping oleh Sakura. Sisa orang yang ada di dalam meliriknya sekilas, mengalihkan pandangan dari lembar tugas yang masih mereka kerjakan sekalipun guru mereka sudah hengkang dari ruangan. Kelihatannya mereka baru diizinkan pulang jika sudah menyelesaikan soal-soal. Tapi abaikan itu untuk sementara karena mata Sakura sedang menyapu sekeliling. Dia mencari satu sosok yang tak lain adalah Sasuke. Kenapa dari seisi kelas ini ia tidak menemukan Sasuke? Naruto saja sudah pulang—oh, jangan heran, dia penyontek yang handal. Tapi seingatnya tadi Naruto bilang Sasuke masih di kelas kok. Apa jangan-jangan Sasuke sudah pulang semenit sebelum dia ke sini? Tapi dia juga tidak menemui Sasuke saat ke atas tadi. Bagaimana nih?
"Lagi-lagi kau menghalangi pintu."
Suara itu sontak membuat kedua bahu Sakura naik. Dia menyampingkan diri dan melihat sosok raven biru di belakangnya dengan tatapan terkejut. "Sasuke..." Sebuah senyuman bahagia hendak keluar saat ia temui sosok berkacamata itu, tapi ia duluan mengganti nada bicaranya menjadi lebih kasar dan tegas. "Kamu mengagetkanku, tau! Baka!"
Seperti biasa Sasuke tak merespons. Ia maju memasuki kelas dan Sakura mengikutinya bagaikan anak itik. Dia perhatikan Sasuke yang merapikan beberapa buku biologi tebal dan membawanya. Alis Sakura naik satu karenanya. "Dibabuin lagi sama guru, ya? Apa karena kau terlihat sok keren di matanya sehingga dia menghukummu?"
Sakura hanya berusaha bercanda tapi Sasuke malah menanggapinya tanpa main-main. "Mau apapun alasannya, bukan urusanmu."
"Judes banget." Sakura cemberut.
"Pulang sana."
"Hmph, ngga bisa ya ramahan sedikit sama aku?"
"Untuk apa?" Sasuke mengenakan tas selempang hitamnya. "Minggir."
Apapun yang terjadi Sakura tak mau melepaskan Sasuke dari pandangannya. Dia tahan kemeja putih Sasuke saat mereka baru saja keluar dari kelas biologi. "Mau ke mana?"
"Perpustakaan, kembalikan buku."
"Akan kutemani ke perpus, tapi sehabis itu kamu harus jawab pertanyaanku."
Sasuke sweatdrop sendiri. Ia dorong kepala merah muda Sakura sampai gadis itu menjauh. "Aku ngga butuh kau temani."
"Ngga peduli." Ia tarik tangan sikut Sasuke, mengapitnya. "Aku wajib ikut."
Sasuke kelihatan risih sendiri dengan pelukan itu. "Ngga usah nempel-nempel."
"Biarin!"
Sakura yang keras kepala malah mencengkramnya lebih kuat, membuat Sasuke menggeleng pasrah. Akhirnya dengan posisi ini mereka berjalan berdua ke ujung lantai empat. Untung letak perpus yang mereka tuju dekat dan masih satu lantai. Dan kini mereka telah mendatangi perpustakaan untuk mengembalikan beberapa buku. Hanya saja saat perpustakaan di buka, tak ada siapa-siapa di sana. Kosong tanpa orang. Penjaganya mungkin lagi istirahat. Sasuke letakan bukunya dulu di atas meja pengurus dan kemudian melipat kedua tangannya di dada.
Oke, sekarang apa? Di ruangan luas ini cuma ada dia dan Sakura, tak ada orang yang datang atau sekedar membaca. Sakura pun sedang memandanginya tanpa henti. Sasuke berdecak, sedikit tidak nyaman. Tapi kenapa rasa itu mendadak muncul?
Sasuke memutuskan berjalan ke sisi yang menyediakan fasilitas berupa komputer. Ia nyalakan salah satu PC dan duduk dalam diam. Sakura menghampiri bangku sampingnya. "Mau apa di sini?"
"Kembalikan buku."
"Kan sudah." Sakura menunjuk tumpukan buku berat itu di atas meja sana.
"Tunggu penjaganya datang."
"Ini jaman modern, Sasuke. Kau bisa menaruh pesan, jadi pengurusnya bisa memroses bukumu saat dia datang."
"Nanti."
"Kenapa ngga sekarang? Yang perlu kamu lakukan cuma—"
"Iya, aku tau." Sasuke memotong. "Dan jika kau ingin cepat-cepat pergi dari sini, seperti apa yang kubilang, pergilah duluan."
Satu tohokan tepat menghantam hati Sakura. Tapi ia tak menunjukkan terang-terangan. Ada apa sih dengan Sasuke? Bukannya beberapa hari yang lalu dia sudah berusaha memperbaiki hubungan mereka? Raut wajahnya melunak saat ia berbicara pelan. "Aku cuma mau menemanimu aja."
"Aku ngga minta ditemani."
Tohokan kedua kali ini sedikit lebih sakit, padahal dia udah bersikap lembut—tanpa marah-marah. Apa ada maksud implisit Sasuke untuk mengusirnya?
"Kamu menyuruhku pergi?"
Sasuke menghela nafas. "Buat apa juga kau masih di sini?"
"Jadi kamu mengusirku!"
"Ngga, aku cuma—"
"Itu namanya mengusir, Sasuke!" Sakura menyelanya dengan nada tinggi. "Kalau kamu ngga suka ada aku di sini, harusnya kamu bilang!"
"Iya! Terserah!" Gertakan Sasuke membuat Sakura gentar. Lalu di balik kacamata tebalnya, dia memejamkan mata sesaat, menyesali apa yang keluar dari mulutnya. "Kau benar, aku ngga suka."
Menggigit bibir, Sakura berdiri. Dia menahan nafas dan kemudian mengepalkan tangannya erat-erat. Matanya menyipit saat ia menatap lekat wajah sasuke. "Buat informasi aja... Naruto dan Hinata sudah pacaran." Dia memulai dengan suara gemetar. "Tiap hari mereka bersama, saling senyum, berpegangan tangan, berpelukan, melemparan gombal basi yang bahkan menurutku sangat sweet jika diucapin dari pacar sendiri. Jujur saja aku cemburu..." Ia menatap Sasuke, kesal.
Karena sebenarnya ia ingin Sasuke tau kalau seberapa inginnya ia bermesra-mesraan sama pria itu, tapi Sasuke menghancurkan segalanya dengan satu kata pendek. "Lalu?"
'Lalu' doang, katanya? Gila. Setetes air mata Sakura tumpah oleh amarah. Lantas dia membentak. "Karena justru orang yang kusukai malah tak pernah sedetik pun melirikku! Bodoh! Bego!"
Sasuke menghela nafas lalu menyampingkan badan untuk menatapnya. Dia bertopang dagu dengan malas, dan memperhatikan buliran air mata Sakura yang berjatuhan di lantai. "Siapa orang yang kau suka?"
KAU!
Kemudian Sasuke menerkanya sendiri tanpa bantuan. "Aku, hn?"
"Jangan pura-pura ngga tau!"
Sasuke memberikan separuh senyumnya. Arogan, cuek, tercampur aduk. "Pernyataan cinta yang cukup hambar." Dan Sakura kesal, hingga nyaris tercekik sesak. Dia tarik kerah kemeja Sasuke dan menariknya agar wajah mereka berdekatan.
"Aku sudah pernah bilang cinta padamu sebelum ini! Ini pernyataanku yang kedua!"
"Kau pernah bilang ucapanmu waktu itu main-main."
"Aku bilang begitu karena aku marah padamu! Dan kebodohanmu itulah yang menganggapnya sebagai candaan!"
"Bukannya kau memang menganggapku sebagai mainan? Taruhan untuk mendapatkan hati Uchiha kembar?" Sasuke masih tersenyum, dan mata Sakura panas karenanya. Ternyata Sasuke masih ingat. Tapi kenapa dia kembali membahas masa lalu? Apa dia masih dendam? Tapi bukannya... bukannya... ah, Sakura kehilangan kata-kata. Ingin berteriak membalas, kali ini dengan tambahan cakaran ke pipi. Tapi semuanya tertahan. Tertahan oleh isakan yang mendadak keluar dan air mata yang semakin deras.
"Demi Tuhan aku sudah ngga mempedulikan perjanjian itu!" Ia berterus terang. "Aku... aku mencintaimu sepenuh hati!"
"Aku tau."
Dia tau tapi tak ada ucapan cinta sebagai balasan. Dan ya, mungkin ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Sakura mencintainya, dan Sasuke tidak. Masalah selesai. Kalau Sasuke pernah berkali-kali membuatnya senang, bahkan sempat menolongnya dari Gaara yang marah, mungkin itu hanya harapan palsu untuknya. Bisa jadi, kan?
Detik ini hati Sakura sudah seperti marshmallow yang dibakar hingga gosong di wajan api. Meleleh cepat dan meninggalkan kegosongan yang tampak nyata dan berbau. Sakit, kesal, dan merasa terhina. Ia ingin keluar tapi ada sebaris kalimat yang akan dia keluarkan lagi sebagai perpisahan. Ia telan ludahnya dan berharap suaranya tak bergetar. Harus tegas, melepaskan gengsi yang selama ini ia pegang erat.
"Kalau begitu, dengar ya, Sasuke Uchiha! Kamu mungkin ngga sadar, tapi aku benar-benar sangat iri dengan hubungan Naruto dan Hinata! Hinata tau soal taruhan antara aku dan Naruto, tapi dia tidak mempermasalahkannya! Dia menerima Naruto! Dan sampai sekarang hubungan mereka baik-baik aja!"
"Kau salah." Sasuke menghentikan amarah Sakura. "Hinata ngga tau. Aku sengaja menyimpannya sendiri."
Sakura membisu sesaat susulan air matanya menetes. Jelas dia kaget. Dugaan Naruto dan dirinya, Sasuke sempat mencuri dengar omongan mereka berdua soal taruhan, dan memberitahunya ke Hinata. "Ke-Kenapa ngga kasih tau?"
"Aku ngga mau dia sakit hati."
Ada jeda yang mengejutkan.
"Memangnya... kamu... sakit hati?"
Mata oniks Sasuke seolah menembus kacamata tebalnya untuk melihat raut Sakura yang kini kacau. Lalu dia berkomentar pelan. "Ya. Puas?"
Kalau begitu Sasuke 'sempat' ada perasaan dengannya. Itulah yang Sakura simpulkan.
"Maaf. A-Aku ngga bermaksud melukaimu."
"Hn." Ujarnya tak acuh.
"Sasuke, aku kan sudah minta maaf!"
"Ya, memang."
Tapi Sasuke masih tidak mau peduli. Apa karena pertengkaran antara Sasuke dan Gaara tempo hari membuat Sasuke jadi kembali membencinya?
"Ah... kenapa jadi begini?" Sakura meremas surai pendeknya, frustasi. "Sebagai perempuan kan wajar aku ingin dipeluk... aku juga ingin kamu ajak ke suatu tempat baru yang ngga pernah kita kunjungi bersama. A-Aku ingin kamu tersenyum, dan aku ingin kau usap ubun-ubunku. Aku ingin melakukan banyak hal bersamamu, Sasuke... apa kamu ngga sadar kalau aku sungguhan mencintaimu, Sasuke! Aku ngga main-main! Tanggapi perasaanku sekali-sekali!"
Sasuke menggeleng. "Sakura, cukup."
Sakura tak kuasa menahan tangisnya lagi. Air mata sialan itu keluar begitu saja walau Sakura berusaha menahannya mati-matian. Kalimat-kalimat Sasuke benar-benar membunuhnya secara perlahan. Ia hapus air matanya dan menahan tangisannya sekalipun air bening itu masih bercucuran. Jadilah lima menit lamanya Sakura masih menangis dan Sasuke cuma berada di tempatnya terduduk, memperhatikannya tanpa berkata-kata. Setelah agak tenangan, Sakura mengangkat muka. Matanya sembab dan seluruh kulit dari dahi hingga dagunya memerah dan basah. "Baiklah. Aku menerima penolakan ini. Sampai jumpa, Sasuke. Aku mencintaimu."
Bersama suara langkah Sakura yang menjauh, Sasuke terdiam.
Sasuke Uchiha juga memiliki gengsi yang sama tinggi. Apalagi kalau disangkut-pautkan dengan hubungannya dengan Sakura si ratu sekolah yang satu itu. Sasuke pasti akan malu dan menyesal setelah mengejarnya. Tapi tak disangka, bahkan oleh dirinya sendiri, ketika Sakura akan menarik pintu perpustakaan untuk keluar, ada sebuah telapak tangan yang menahan pintu itu. Sakura sontak berbalik dan menemukan wajah berkacamata besar yang sudah berdiri di depannya. Sedikit menghimpit.
Sakura menahan nafas. Keterkejutannya mengenai Sasuke yang mengejarnya membuat Sakura otomatis langsung bertindak. Tanpa izin atau berpikir dua kali ia peluk kepala Sasuke, menyerang bibirnya dengan pagutan. Isi perutnya sendiri terasa terkilir, tapi Sakura tak peduli. Ia menikmati bibir hangat mereka yang bertemu. Ia biarkan Sasuke yang kaget dengan perilakunya itu, lalu berjinjit dan meremas surai gelap mencuat Sasuke yang kini sengaja merendahkan tubuh agar menyeimbangan tinggi tubuh mereka yang timpang.
Sadar Sasuke tak merespon banyak, Sakura melepaskan ciuman mereka. Kecapan terakhir membuat Sakura mematung di tempat. Bulu mata lentiknya yang masih basah mengerjap. Wajahnya sedikit memerah malu. Lalu dia menahan nafas, dan menunduk. "Maaf. Emosiku terlalu mengebu-ebu." Bisiknya lirih, masih menggenggam kemeja Sasuke. "Ngga heran dulu gaara memfitnahku sebagai murahan."
Sakura sadar diri. Dia lepaskan genggamannya di kemeja Sasuke, lalu menengusap kain itu agar kerutannya tak terlalu tercetak jelas. Lalu ia mengadah. "Apa menurutmu aku seperti itu? Terlalu gila mendekatimu, bahkan berani menciummu seperti ini duluan?"
Tidak ada kalimat selanjutnya dari Sasuke selain ibu jarinya yang menyeka jejak air mata di pipi Sakura dan juga hidungnya yang berair. "Kita seri."
"Eh?" Ucapan Sasuke yang sedikit di luar perkiraan membuat Sakura menatapnya. "A-Apa maksudmu?"
"Kita sudah lima kali ciuman. Tiga kau duluan yang menciumku, dan duanya aku."
"Kau menghitungnya?" Dengan suara pilu Sakura tertawa. Nafas mereka masih bersahutan. "Sedikit ngga ada kerjaan, ya?"
Salah satu sudut bibir Sasuke naik. Ia mendengus. "Mungkin."
"Tapi... kenapa kau bilang seri? Perasaan tadi kau sebutnya 'tiga' aku yang cium dan 'dua'-nya kau duluan? Bukannya itu masih lima?"
Sasuke diam sebentar, tapi Sakura bertaruh pria itu tidak sedang menyesali dirinya yang tadi salah hitung. Ada maksud di balik semua itu. Dan di detik berikutnya, Sakura menyadari sesuatu saat pria itu mulai berucap pelan dengan nada menggoda. "Menurutmu?"
Satu kata simple, kata tanya, yang bahkan sudah ia dengar ribuan kali selama dirinya hidup. Hanya saja, tidak tau mengapa dan karena apa, baru kali ini Sakura dibuat deg-degan oleh karena pertanyaan barusan. Nada Sasuke yang serak namun jelas itu terasa menantang. Tangan Sakura pun meremas kembali kain kemeja Sasuke. Mata gioknya menghadap lurus ke kacamatanya. Membiarkan iris hitam di balik sana menatapnya lekat-lekat. Ia tahan nafas sesaat, lalu mengucapkannya. "Kalau kau memang mau menciumku... lakukanlah."
Wajah Sasuke mendekat. Dahi mereka bersentuhan. Bersamaan dengan puncak hidung yang bertemu, kedua bibir mereka saling menekan. Sasuke memiringkan wajah. Mulutnya sengaja ia buka untuk mencium lebih gadis itu. Merengkuhnya ke sebuah perasaan terdalam yang jarang sekali bisa dibebaskan begitu saja. Nafas panas mereka semakin beradu. Tak jarang ada sebuah embun yang mengotori kacamata Sasuke. Tapi Sakura tak memperhatikannya lebih lanjut. Tangannya datang mengelus rahang tegas Sasuke. Turun ke leher, dan kemudian memeluk kepalanya. Kini keduanya saling tak tau siapakah yang mendominasi di ciuman kali ini. Punggungnya ditekan ke papan pintu perpustakaan yang rata. Tubuh mereka saling menekan. Matanya terpejam mengikuti irama permainan ini.
Apa rasanya?
Lembut, hangat, perlahan, penuh kasih sayang.
Sakura meremas pelan helaian biru kehitaman yang dapat ia raih. Ciuman mereka terasa lama, hangat dan memabukkan. Sakura suka. Sakura suka Sasuke yang lembut seperti ini. Lalu gadis itu memundurkan kepala. Ia butuh menarik pasokan oksigen ke dalam paru-parunya. Keduanya saling melihat wajah masing-masing. Pipi dan ekspresi sakura benar-benar menyerupai udang masak. Agak kelelahan. Tapi dengan usaha kecil ia tertawa manis dan memeluk Sasuke. Ia jadi teringat kalimat hinata, kalau sebenarnya Sasuke itu suka dipeluk. Ia berbisik tepat di lehernya. "Kau mencintaiku kan, Sasuke? Kau sangat mencintaiku, kan?"
"Ini kulakukan supaya kau mencapai taruhan bodohmu itu."
Sakura memeluknya gemas. Cubitan kecil diterima di pinggang Sasuke.
"Dasar tsundere."
Sakura rasakan tangan besar Sasuke menyentuh ubun-ubunnya. Mengusap surainya dengan lembut. Sasuke tersenyum geli.
"Mungkin sifatmu menular."
Mereka diam sesaat lalu Sakura berbisik. "Sasuke... ngga tau kenapa aku merasa ada yang salah mengenai perhitunganmu soal ciuman tadi. Rasanya selama ini malah kau yang lebih banyak menciumku."
Kali ini Sasuke tertawa. Senyumnya yang lebih lebar dari biasanya terpampang jelas di depan mata emerald Sakura. "Yang tadi memang asal." Sakura nyaris memukul pundaknya sebelum ia menambahkan. "Tapi kalau merasa aku lebih banyak menciummu, apa susahnya?"
"Mm? 'Apa susahnya' apa, maksudmu?"
"Kita buat seri lagi."
Sakura tersenyum, dan kembali menciumnya dengan perasaan bahagia.
.
.
~zo : twins alert~
.
.
Tak ada angin, tak ada hujan, Sakura datang ke sekolah paginya dengan raut bahagia yang menetas keluar. Semua orang yang ia temui ia berikan senyuman. Bahkan Tamaki atau siapa pun yang pernah jadi musuh berbuyutannya—dalam hal kecantikan dan popularitas—sejak kelas X itu ia sapa saat berpapasan. Sakura dipandangi sebagai orang aneh sepanjang koridor, tapi gadis itu tidak ambil pusing. Yang ia mau lakukan adalah cepat-cepat ke kelas, menaruh tasnya ke meja di sebelah Ino, lalu segera memeluk bahu sahabatnya itu sampai wajah merahnya terbenam di sana.
"Inoo~!"
Tepat waktu, Sakura datang di saat Ino yang ada di dalam menoleh ke arah pintu kelas yang baru saja dibuka. Alunan nada yang Sakura lontarkan membuat Ino risih sendiri. "Kau kenapa sih, Saku? Pasti karena Sasuke lagi." Sudah pasti ino bisa menerka. Toh, kemarin sepanjang malam Sakura menyuruhnya bergadang karena anak itu ingin menceritakan hal-hal apa saja yang ia lakukan bersama Sasuke di ruang perpus. Heboh banget pokoknya. "Ada hal baru, ya?"
"Ngga. Aku cuma lagi senang mengingat ulang part itu."
"Yang Sasuke menciummu?"
"Iya, kau harus tau seberapa gilanya aku saat dia bilang 'menurutmu?'! Lalu—" Curhatan Sakura mengecil dan berhenti saat melihat Ino tertawa dan mengingatkannya.
"Iya, iya. Kemarin kau sudah menceritakan part itu sebanyak 10 kali padaku via telefon." Ino menggeleng. "Ck, Ck, Sakura. Kayak baru first kiss aja."
Sakura memegangi bibirnya dengan jemarinya, lalu ia terkikik sendiri.
"Balada cewek yang baru jatuh cinta."
Sakura menepuk pundak Ino sekalipun bibirnya terus tersenyum. Ino terkekeh pelan. Ia suruh Sakura menegakkan badan dan kemudian ia putar posisi duduknya untuk menghadap ke anak itu. "Kau sudah ceritain hubunganmu dengan Sasuke ke Naruto?"
"Sudah."
"Apa katanya?"
"Dia tertawa terbahak-bahak, mengataiku Ratu Tsundere. Tapi akhir kata dia mendukungku."
Ino tertawa. "Siapa aja yang tau selain aku dan Naruto?"
"Tidak ada lagi. Mungkin Hinata tau."
"Cuma segitu? Tenten? Kiba? Gaara?" Ino agak berat saat menanyakan nama Gaara. Ada suatu hal yang masih mengganjal.
"Ngga, cukup kalian yang tau. Untuk apa kasih tau ke semua orang? Paling mereka tau sendiri nantinya."
Ino mengangguk paham. Sekolah ini penuh dengan para manusia yang gemar menggosip sih. "Tapi aku mau tanya... kenapa tiba-tiba kamu pacaran sama Sasuke? Aku udah sedikit nebak-nebak perasaan sukamu sih ke dia, tapi ini mendadak banget. Memangnya kau suka cowok itu dari kapan, Sakura?"
Mata hijaunya memandang atas kanan, berpikir. "Aku juga tidak tau sejak kapan. Aneh, ya? Seumur-umur aku ngga pernah kayak gini."
"Soalnya biasanya kamu ngeliat cowok cuma dari tampang dan modus-modusnya doang." Sindir Ino dengan senggolan bahu. "Ah, apa jangan-jangan kamu sudah melihat wajah Sasuke? Ayo, ngaku. Pasti dia ganteng kan, jadinya kamu suka?"
"Eh, ngga..." Ia berpikir sebentar. "Aku memang sempat melihat warna matanya, tapi ngga sempat lihat sampai keseluruhan. Ah, tapi aku ngga peduli. Lagian sudah dari dulu aku ngga pernah ngebayangin dia ganteng." Lalu Sakura melirik homescreen ponselnya yang masih memajang punggung Sasuke. "Err... ya sedikit, tapi ngga ganteng banget. Kalau dibayanganku sih paling muka Sasuke masih kalah sama deretan Gaara, Naruto atau Kiba."
"Adiknya aja cantik begitu, masa sih ngga pernah kepikiran?"
"Ngga. Aku serius."
"Jadi kalau pas dia buka kacamata ganteng, apa pendapatmu?"
"Fine aja."
Ino mengangkat alis. "Kalau jelek?"
"Aku terima."
"Tumben."
Sakura merilis senyum. Pipinya yang memerah terangkat.
"Karena aku mencintainya, Ino. Sangat."
.
.
~zo : twins alert~
.
.
Hari demi hari terlewat, dan suasana sekolah pun mulai menjadi hal yang menyenangkan bagi duo Sasuke-Sakura dan Naruto-Hinata. Mereka biasanya berpacaran dengan gaya masing-masing dan batasan tersendiri. Orang-orang yang dulunya lebih sering melihat mereka bertengkar pun tak lagi heran dan bingung apabila menjumpai pasangan-pasangan itu lagi bersama di koridor sekolah, maupun di mall-mall terkemuka di daerah Tokyo ini. Pegangan tangan? Sudah biasa. Pelukan? Sudah santai melihatnya. Cium-cium pipi? Well, ini mungkin kurang menyenangkan jika dilakukan di lingkungan sekolah, tapi tidak tau kenapa apabila Naruto melakukannya ke Hinata, semua malah melihat mereka dengan tatapan mendukung. Gemas sendiri. Sedangkan kalau Sasuke dan Sakura, sepertinya mereka tak minat mengumbar kemesraan di depan umum. Tau sendiri kan level ke-tsundere-an mereka yang hampir setara?
Hanya saja ada satu hal yang terlupa. Saking lovey dovey-nya dengan pacar baru, di lain sisi Sabaku Gaara yang masih menyimpan dendam terhadap si kembar Uchiha—terlebihnya pada Sasuke—sudah menyusun rencana matang-matang. Dia hanya perlu menjalaninya dengan awal yang mudah. Ya, cukup mudah. Mendatangi Hinata, misalnya.
Sore ini bel pulang berdering lantang. Murid-murid yang ada di Konoha International High School keluar dari kelas dengan berbondong-bondong. Banyak yang mendesah lega dan tak sedikit yang langsung mengajak temannya untuk singgah sebentar ke kafe-kafe di sekitar sekolah. Sebuah rutinitas biasa yang dapat dijumpai di kehidupan anak SMA Jepang. Hanya saja hari ini Hinata memilih untuk mendatangi loker khusus kelasnya di daerah lantai tiga seorang diri. Dengan modal kunci dia buka loker bernomor 15 itu dan mengambil beberapa buku paket untuk dipelajari besok. Hanya saja saat loker dia tutup dan baru akan berbalik, baru ia lihat ada sosok di belakangnya yang telah berdiri tegap.
Jarak yang dekat serta tinggi tubuh orang tersebut membuat Hinata mengadah.
Mata jade serta seringainya yang berbahaya itulah yang meyakinkan Hinata bahwa orang yang ada di hadapannya saat ini adalah Gaara. Sabaku Gaara. Dan Hinata masih ingat, detik-detik di mana Gaara menolak membantu Sakura yang saat itu tenggelam di pantai tempo hari saat outing. Entah pria itu sengaja atau tidak. Tapi yang jelas, mungkin dia bukanlah tipe orang yang bisa dijadikan teman olehnya.
Hinata menelan ludah tanpa suara. Ingin berjalan menyamping, menghindar, tapi ia yakin ada tangan kekar pria itu yang siap menahannya kapan saja jika ia kabur. Tapi sebelum ia kembali memikirkan apa yang harus ia lakukan, Hinata terlebih dulu tersentak kaget saat wajah Gaara tiba-tiba mendekat. Nyaris tak bernafas rasanya saat Gaara nyaris menyatukan dahi mereka. Pria itu berbisik.
"Apa besok ada waktu? Aku ingin kita bertemu untuk bicara sebentar." Katanya, pelan. Lebih pelan dari suara jantung Hinata yang berdebar takut.
"Be-Bertemu?" Jawab Hinata, tegang. Ingin mendorongnya, mengatakan bahwa pria itu berbicara terlalu dekat, tapi dirinya tak berani. "Besok kan... Sabtu?"
Gaara tersenyum. "Kenapa? Ada masalah? Ngga biasa diajak kencan, eh?"
"K-Ke-Kencan?" Malu. Hinata malu hingga nyaris menangis. "A-Aku... N-Naruto..."
"Iya, aku tau kau sudah punya Naruto." Tangan Gaara bergerak menangkup pipi Hinata, dan gadis itu luar biasa kaku. "Tapi kupikir tak apa jika kau selingkuh sebentar denganku. Aku cuma mau mengajakmu ngobrol sambil jalan-jalan sampai malam. Bagaimana? Mau?"
Oh, demi apapun, Hinata ingin sekali berlari menjauh dari Gaara. Jarak mereka sudah terlalu dekat. Tapi tanpa diduga pundak Gaara ditarik dari belakang oleh seseorang. Pelakunya adalah Naruto. Pria yang sepertinya datang karena ingin menjemput Hinata di lokernya itu tak tersenyum seperti biasa. Iris birunya pun tak secerah langit lagi—seolah memancarkan kekesalan.
"Bisa menjauh dari pacar orang, Gaara?"
Gaara mendengus, menjauh sambil mengangkat kedua tangan, membentuk pose menyerah. "Yang punya datang." Lalu ia menatap Hinata dengan sebuah senyum yang kali ini terasa tulus, namun ada maksud di baliknya. "Besok aku akan datang ke rumah. Jangan ke mana-mana."
Setelahnya Gaara pergi. Naruto yang tersisa di sana bete ke Hinata. Kedua tangannya terlipat di dada. "Kau sudah bisa selingkuh ternyata..."
"Aku ngga selingkuh..." Ia mengerucutkan bibir.
"Lalu kenapa Gaara mau mengajakmu pergi?"
"Aku juga ngga ngerti." Hinata menggeleng lelah. "Mungkin dia hanya bercanda."
"Kalau begitu besok kau menginap di rumahku aja. Biar aman. Besok orangtuaku lagi pergi, jadi kita bisa berduaan sepanjang hari."
Hinata menatapnya datar. Padahal baru bete, tapi sekarang Naruto sudah bisa menggodanya lagi. "Ngga mau."
"Oh, ayolah, jangan mau dekat-dekat Gaara. Dia itu pria berbahaya. Lebih baik kau ke rumahku. Aku punya ruangan kedap suara, jadi kalau kau teriak-teriak di sana tak akan ada yang mendengarmu."
Pipi Hinata menggembung.
Dasar Naruto...
Tapi iya. Yang ia yakini, Hinata setuju kalau menganggap Gaara adalah orang yang berbahaya.
.
.
TO BE CONTINUED
.
.
Author's Note :
Well, akhirnya mereka berdua pacaran \:D/
.
.
Thankyou for Read and Review!
Special Thanks to :
smiley, uchihi ratih, Haruka smile, mantika mochi, YunaYunaYunaaa, keybaekyixing, uchiha yardi, hanafid, wedusgembel41, Ifaharra sasusaku, Mutiara Fujisawa Uchiha, yollapebriana, m-u-albab, Meme Chua, Okita Yumi, Mizuira, NamikazeARES, Ribby-chan, Biiancast Rodith, OneeKyuuChan, Luluchai10, Misti Chan, stillewolfie, haruchan, ikalutfi97, AF Namikaze, sgiariza, Hinaka Aoi, Guest, Lhylia Kiryu, imahkakoeni, Nagi Sa Mikazuki Ananda, Kafuu-Chino, princess cica, Anka-Chan, Rui, Gilang363, Name hana-chan, Himura, Akasuna Sakurai, AdeSky19, ochi hyuuzu, Guest, Kagamine Ritsu, CherryBlossom, sofia-siquelle, Namikaze Yuli, Tsurugi De Lelouch, Haruno Legina, iya baka-san, Soeun ah, Guest, uchihA keiME, Guest, Z-L-C, Re Na Ta, GladdHanna, SASUSAKULOVERS, SasuSaku, ssnh, Sabaku Hana, My Blue, Little Deer Chanie94, nurjannah-sukanaruto, sylviaapril, fjuknii-lotogg, Guest, bendout-prakoso, Charllotte-chan, My BluePink, MaharanieHime, yaki, Uzumaki Ruchigo, CHimE, Guest, Hiro-Yukicci, september 9th, iib-junior, VampireDPS, MaelaFarRon II, redman-asdoc2, NanaJai0240, ana darren shan, nn, venna Hinata, marchellan, Guest, rzkamalia1102, isabella-stefani.
.
.
Pojok Balas Review :
Konfliknya lebih hot lagi dong. Nanti ya kalau Gaara udah beraksi. Tamatnya chapter berapa? Dua puluhan, kayaknya. Zo kamu kuliah di mana? Di salah satu universitas kawasan Tangsel. Apa ada flashback tentang Saara? Adanya cuma di chap terdahulu. Zo kok bales reviewnya dengan cara seperti ini? Karena biar kalian bisa baca jawabanku atas pertanyaan-pertanyaan yang pernah dilontarkan. Dan maaf kalo balesnya singkat dan ngga pake emot. Aneh rasanya kalo semua pertanyaan dibales dengan haha-hehe plus emot-emot tanpa henti. Update-nya kenapa lama? Iya, aku ngga nyangka kehidupan kuliah bener-bener gila tugas. Semoga Ino bisa mengubah Gaara. Amin. Scene NaruHina-nya gemesin, scene SasuSaku-nya greget.Thanks. SasuSaku ngga dapet feel-nya. Semoga ada kemajuan di chap ini. Happy atau sad ending? Kayaknya udah ketebak. Pengen liat Sasuke cemburu. Hm... Boleh tau umur Zo berapa? Saat ini 18.
.
.
Next Chap :
"Ng... kata Naruto dia mau main ke rumah."
"Coba sekarang kutanya, sudah berapa kali kau ciuman dengannya?"
"Kalau aku membawamu ke acara menginap ini, posisi tidur kita kan mau ngga mau: kau di kamar Hinata dan aku di kamar Sasuke... nah, karena itulah pas malam, tanpa mereka tau, nanti kita gantian posisi."
"Sukses ya di kamar sebelah."
.
.
Review kalian adalah semangatku :')
Mind to Review?
.
.
THANKYOU