Tara...ini adalah chapter yang kedua, akhirnya Peter dan Susan muncul di sini, lalu akhirnya Lucy kembali ke Narnia, upss...keceplosan.
Edmund: 19 tahun
Lucy : 17 tahun
Peter : 21 tahun
Susan : 20 tahun
Hehe, sebaiknya langsung saja, and this it...
Title: Malaikat Jatuh
Disclaimer: Masih punya C. :)
10 Tahun Kemudian
"Lucy Pevensie...kau tidak bisa lari dariku, katakan apa yang terjadi dengan Peter!" Seorang wanita cantik mengejar seorang gadis muda sambil menahan topinya agar tidak jatuh.
"Ikuti saja aku, kau akan tahu..." Jawab Lucy sambil terus berlari. Mereka berdua sampai di sebuah Stasiun Kereta Api, dan melihat Peter Pevensie sedang bertengkar dan saling memukul dengan anak lelaki seumurannya. Susan mendesah frustasi sedangkan Lucy memandang khawatir kakaknya. Perkelahian itu terhenti saat petugas stasiun melerai mereka, Peter berjalan cepat menghindari kedua adiknya.
"Kali ini apa masalahnya?" Tanya Susan sakratis.
"Dia menabrakku ..." Geram Peter marah.
"Lalu kau memukulnya?" Tanya Lucy penasaran.
"Tidak...saat dia meminta maaf, saat itulah aku memukulnya." Susan memutar kedua bola matanya.
"Tak bisakah kau membiarkannya pergi?"
"Susan...mengertilah. Kita sudah dewasa dan orang dewasa tidak di perlakukan seperti anak kecil." Jawab Peter sakratis.
"Kau yang semestinya mengerti, kau yang selalu bersikap kekanak-kanakan." Teriak Susan marah.
Lucy mendesah frustasi, selalu saja kedua kakaknya tidak pernah bisa akur. Saling berteriak dan mengejek sudah menjadi kebiasaan mereka sehari-hari. Namun Lucy bahagia bersama mereka. Sepuluh tahun ini mereka berdua menyayanginya seperti adik mereka sendiri. Tidak pernah mereka menyinggung masa lalu Lucy. Dan yang paling menggembirakan adalah Jill. Dia sudah menemukan orang tua yang baik untuknya dan juga anak-anak panti asuhan yang lain. sudah merawat mereka dengan baik dan menepati janjinya. Lucy merasa berhutang besar padanya. Dan Edmund...Lucy tetap mengingatnya walaupun itu membuat hatinya sakit. Dia merasa ada yang belum sempurna dengan kehidupannya sekarang tanpa Edmund. Tiba-tiba Lucy tersentak dan bangkit dari tempat duduknya. Peter dan Susan menghentikan pertengkaran dan memandang aneh pada Lucy.
"Ada apa Lucy? Apa yang salah?" Tanya Peter hati-hati.
"Sesuatu...seperti ada sesuatu menyentuhku..." Lalu angin kencang seperti badai datang entah dari mana. Susan dan Peter memandang sekelilingnya dengan ketakutan. Mereka heran orang-orang selain mereka seperti tidak menyadari angin tersebut.
"Peter, Lucy, berpegangan padaku..." Mereka berdua menuruti kata Susan. Saat kereta melaju di depan mereka, suasana dan pemandangan mulai berubah. Stasiun kereta berubah menjadi pantai dan pasir yang indah. Lucy dan kedua kakaknya tersenyum satu sama lain dan berlari, melepas sepatu dan bermain air.
"Tempat apa ini? Kita seperti ada di negeri dongeng..." Tanya Susan penasaran.
"Ya, dan sebaiknya kita berjalan-jalan di sekitar sini untuk meminta bantuan." Peter memegang bahu Lucy protective. "Kita akan baik-baik saja Lu, aku berjanji."
Lucy tersenyum penuh kasih sayang. "Ya, Peter, aku percaya padamu."
Edmund POV
Aku mendengar teriakan ayahku untuk ketiga kalinya. Entah apa yang membuatnya kesal hari ini, aku melangkah masuk ke ruang takhta. Di sana aku melihat ayah mengacungkan pedang pada seorang pengawal.
"Sudah kubilang, jangan mengangguku di saat aku sendirian!"
Aku berdehem kecil dan menatap dingin pada pengawal tersebut. "Ayah, tolong memiliki kesabaran. Mungkin ada hal penting untuk dia sampaikan."
Miraz memasukan pedangnya dan menatapku kagum. "Kau benar anakku, baiklah, ada berita penting apa sehingga kau berani mengusik ketenanganku!." Masih dalam nada yang kesal.
"A...ampu..un... yang mulia, saya memiliki laporan ada tiga orang menyusup masuk ke dalam wilayah Narnia,tepatnya di Pantai bagian Timur."
Miraz mendelik marah, "Apa? Orang luar?"
"Ya,yang mulia. Mereka bukan berasal dari tanah narnia." Jawab pengawal itu ketakutan.
Aku berpikir sejenak lalu tersenyum menyeringai. Sesaat bayangan gadis kecil keluar dari memoriku. "Ayah...biar aku yang membasmi mereka." Sahutku tenang seakan mereka adalah serangga menjijikan.
Ayah tertawa kejam dan menatap senang padaku. Aku membalasnya dengan seringaian lebar. "Kau memang putraku, pintar dan bertindak cepat. Baiklah, bunuh mereka semua, pastikan mereka menderita dahulu sebelum mati." Aku mengangguk kaku dan segera pergi dengan kuda kesayanganku. Ini akan menjadi hal yang menarik, ibu harus mengetahui hal ini. Aku tercenung ketika teringat ibuku. Ibuku memang seorang penyihir putih yang kejam dan jahat, tapi bagaimanapun dia adalah ibuku dan Ratu Narnia. Semua ini karena pengkhianatan yang dilakukan Drwaft, ibuku harus hidup dengan darah anak adam dan hawa. Narnia jatuh ke tanganku dan ayahku memimpin penyerangan kepada para Drawft. Aku mengetahui niat busuk ayahku membantuku memberantas pemberontakan. Itu semua demi kekuasaan dia semata agar Narnia menjadi miliknya. Namun sayang, ayahku tersayang tidak tahu bahwa ibuku masih bisa melindungi Narnia walau harus terperangkap di dalam es.
Dua jam kemudian aku sampai di depan bukit tempat ibuku berada. Aku menyiapkan belatiku untuk darah yang akan aku korbankan.
Lucy POV
Kami berkeliling di sekitar pantai, namun tidak satu orangpun terlihat di sana. Sejujurnya aku ingin sekali berkata pada Peter dan Susan bahwa mereka telah masuk ke dalam Narnia. Namun aku sendiri tidak yakin, seingatku Narnia di tutupi oleh salju yang tebal. Bukan dalam keadaan musim semi. Aku melihat sebuah bukit dari kejauhan memiliki pintu batu sebagai penyangga pintu masuk.
"Peter! Lihat ada ruangan di dalam bukit ini...! Teriakku pada Peter yang jauh dariku.
"Lucy! Jangan masuk...!" Terdengar sayup-sayup jeritan Peter dan Susan, tapi aku tidak perduli. Aku terus melangkah dan masuk ke dalam. Di dalam tidak terlalu gelap, ada beberapa obor sebagai penerangan. Perlahan-lahan aku menuruni tangga dan mulai terdengar seseorang berbicara. Aku mengintip dari balik tangga dan berusaha melihat wajah seorang pemuda, aku perkirakan dia tinggi, dia memakai baju tunik biru. Namun sialnya aku tidak bisa melihat wajahnya. Lalu aku berpaling melihat sebuah balok es berukuran besar dan yang menakutkan adalah ada seorang wanita di dalamnya.
"Anakku...kau tahu resiko untuk menemuiku bukan?"
"Ya ibu, tapi akan aku lakukan apa saja agar tetap bisa menemui ibu." Suara pemuda itu seram dan penuh keyakinan.
"Lalu ada keperluan apa kau menemui ibu?"
"Aku harus bertugas membunuh penyusup yang datang ke dalam narnia. Sebelum itu aku menemuimu, aku meminta izin dan restumu."
Membunuh? Apa dia orang gila? Sahutku dalam hati. Sepertinya aku harus cepat keluar dari sini. Perlahan aku menaiki tangga tetapi aku tidak menyadari tangga itu licin dan aku tergelincir jatuh. Oh tidak, pasti pemuda itu mendengarku, aku harus cepat keluar dari sini. Namun aku terlambat, pemuda tersebut mendekatiku sambil membawa belati. Kami saling diam hingga akhirnya aku memutuskan untuk menatap pemuda itu. Pemuda itu tampan, dengan mata yang coklat berbinar, walau memancarkan kekejaman. Rambutnya hitam pekat dan kulitnya putih pucat. Memoriku bermain di kepalaku, aku mengenalnya...dia..Edmund. Dalam hati aku berdoa semoga dia tidak mengenaliku, namun reaksi Edmund sama sepertiku. "Lucy?"
Aku bangkit meninggalkan Edmund dan cepat-cepat menaiki tangga, dia mengenaliku! Ini gawat...Peter dan Susan dalam bahaya, aku harus cepat memperingatkan mereka! Aku terengah-engah keluar dari bukit dan segera menghampiri Peter dan Susan. "Peter,Susan, kita harus segera pergi dari sini!" Ucapku tegas melawan ketakutanku. Peter dan Susan memandangku bingung.
"Ada apa Lu? Apa ada seseorang di sana?" Tanya Peter waspada.
"Tidak, sebaiknya kita semua pergi, biar nanti aku yang jelaskan." Paksaku menarik tangan mereka berdua. Tapi Susan menghempaskan tanganku.
"Jelaskan dulu pada kami Lu, ada apa sebenarnya?" Sebelum aku menjawab, terdengar suara sepatu mendekati kami. Edmund keluar dengan wajah yang dingin dan kejam, bukan seperti Edmund yang aku temui sepuluh tahun yang lalu.
"Apa kau mengenalnya Lu?" Peter bertanya kembali, memegang tanganku protektive. Edmund memandang aku dan Peter seakan-akan kami ini makanan yang siap ia santap.
"Lepaskan tanganmu darinya, ini akan meyakitimu." Ancam Edmund dingin.
"Apa maksudmu? Mengapa aku tidak boleh menyentuhnya?" Jawab Peter marah.
Edmund menyeringai licik, "Terserah kau saja..." Secara tiba-tiba Edmund menarik pedangnya ke arah Peter, Peter terjerembab ke belakang, Susan berteriak histeris. Edmund kembali menyerang Peter, tetapi Susan menabrak Edmund untuk melindungi Peter. Situasinya sangat menguntungkan, aku segera merebut pedang Edmund dan menahannya di dada Edmund.
"Susan, bawa Peter pergi, cepat!"
"Tapi Lu, bagaimana dengan kau?"
"Jangan pikirkan aku, aku bisa menanganinya." Sambil tetap menahan Edmund, tapi bukan ketakutan Edmund menyeringai, seperti aku bukanlah mahluk yang berbahaya.
Susan dan Peter pergi meninggalkan aku berdua dengan Edmund. Aku memandang mereka penuh kecemasan, saat berbalik aku tersentak, Edmund tidak ada. Dan tiba-tiba saja dia sudah ada di sampingku, memelintir tanganku sehingga aku menjatuhkan pedangnya.
"Kau kuat Lucy..." Edmund mengambil pedangnya. "Kuat tetapi ceroboh..." lalu melepaskan tangannya dariku.
"Ke..kenapa kau menyerang Peter?" Sial, mengapa aku jadi terbata-bata seperti ini?
"Memang apa hubunganmu dengannya?" Edmund malah bertanya.
"Dia adalah kakak tiriku, dia keluargaku!" Edmund mendengus hina mendengar pernyataanku. Aku membalas dengan memelototinya.
Sesaat kami terdiam sampai Edmund mengajukan pertanyaan lagi. "Bagaimana kau bisa kembali lagi ke Narnia?"
Aku menceritakan dengan detail keseluruhan cerita bagaimana aku bisa masuk kembali ke Narnia bersama kakakku. Edmund mendengarkanku dengan sabar dan perhatian.
"Jadi, kau datang dari portal yang kau sebut stasiun kereta?" Aku mengangguk mengiyakan.
"Apa kau tahu cara agar aku dan kakakku bisa kembali ke dunia kami. Saat kami mencoba kembali, tidak sama saat di lemari dulu, seperti portal itu tertutup."
"Kau ingin kembali?" Suara Edmund terdengar khawatir, namun aku menepis perasaan itu. Dia itu kejam dan tiran, tidak mungkin dia punya rasa khawatir.
"Tentu saja, ini bukanlah tempatku.." Sahutku yakin.
Edmund mendesah frustasi lalu menatapku penuh. "Aku bisa membantumu, tapi tidak saudaramu. Ayah tidak akan percaya bahwa aku akan mengkhianati dia."
"Apa maksudmu? Mengapa kau tidak bisa membantu Peter dan Susan?" Ujarku geram.
"Kau berjanji Lucy, kau berhutang padaku. Itu sebabnya hanya kau yang bisa aku selamatkan. Kau dengar percakapanku dengan ibuku tadi? Ayahku memerintahkan aku membunuh penyusup Narnia, dan itu adalah kalian bertiga."
Normal POV
Mata Lucy melebar mendengar pengakuan Edmund. Sungguh kejadian ini membuat dirinya ketakutan, tetapi apa yang di dengarnya lebih menakutkan.
"Aku...aku tidak bisa Edmund, aku tidak bisa meninggalkan mereka. Mereka sudah menjadi keluargaku."
Edmund menatap Lucy tajam, mulai berpikir untuk membenci saudara tiri Lucy. "Baiklah bila itu maumu. Sekarang pergilah bersama kakakmu, pergi yang jauh hingga aku tidak bisa menemukanmu. Tapi ingat Lucy, bila aku menemukan kalian, aku tidak akan segan-segan."
Ekspresi Lucy kecewa dan terluka, tapi dia berusaha untuk tidak menunjukannya. "Baik, aku akan pergi, selamat tinggal Edmund." Ujar Lucy pahit, lalu pergi menyusul kedua kakaknya.
Edmund masih memandang Lucy hingga tubuhnya menghilang di antara pepohonan. Setelah benar-benar menghilang, Edmund mengambil sebuah tongkat dari tas-nya dan membaca mantera. Dari ujung tongkatnya keluar secercah cahaya biru yang lalu membentuk balok es. Sesaat setelah balok es terbuat, Edmund menusuk balok tersebut dan balok tersebut berubah menjadi Maugrim –serigala putih- yang terkenal kejam dan setia mengikuti Jadis.
"Yang Mulia, apa tugas kami kali ini?"
"Aku ingin kau membunuh mata-mata ayahku. Aku tidak suka mereka terus mengikutiku. Setelah itu akan aku beri tugas selanjutnya." Perintah Edmund datar tanpa ekspresi.
"Baiklah yang Mulia..." Jawab ketua Maugrim. Mereka segera memburu mata-mata Miraz dan mencabik-cabiknya, Edmund hanya menonton dengan tatapan kosong. "Inilah akibatnya terlalu patuh pada ayahku." Gumamnya kecil lalu pergi meninggalkan para Maugrim yang kelaparan.
Aku tau di sini Edmund memang kejam, tapi aku suka dia yang seperti itu :D
Please review...