Hai, maaf yah baru update sekarang, saya gak nyangka ternyata banyak yang menyukai pairing Edmund/Lucy di Malaikat Jatuh, hiks...jadi terharu :')

Sebelumnya juga saya ingin berterima kasih pada Rama Diggory Malfoy,Naomi,dan Javellin yang telah mendukung cerita ini :D

Daripada kepanjangan, mendingan langsung baca, lets reading ...

Title: Malaikat Jatuh

Disclaimer: CS Lewis (Akan selalu Bapak Lewis)

:

:

:

Normal POV

Tidak terasa malam semakin gelap, cahaya matahari kini tergantikan oleh kerlip bintang yang indah. Susan dan Lucy menatap bintang, saling terdiam satu sama lain. Tidak tau apa yang mesti mereka lakukan. Lama terdiam, akhirnya Susan menghela napas panjang.

"Kita harus bisa menyembuhkan Miraz, dia satu-satunya kartu yang bisa kita gunakan." Ujar Susan pelan, Lucy menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Aku...aku tidak mengerti, kenapa waktunya begitu tepat saat dia ingin mengumumkan diriku di depan altar. Kenapa bisa tiba-tiba dia jatuh...?" Tanya Susan pada dirinya sendiri.

Lucy menghela napas diam-diam, sebenarnya dia ingin sekali memberitahu kakaknya tentang spekulasi Edmund yang meracuni ayahnya sendiri. Tapi, dia sendiri masih belum yakin, mustahil seorang anak meracuni ayahnya sendiri bukan?

Sementara Lucy sibuk dengan pikirannya, Susan menatap Lucy khawatir. "Ada apa denganmu Lu? Jangan takut, Miraz masih hidup. Kau dengar sendiri penuturan tabib istana yang mengatakan bahwa Miraz hanya keracunan makanan."

Lucy menatap Susan penuh, "Sejujurnya aku tidak khawatir bila aku tidak bisa kembali ke London, Su..."

Mata Susan melebar, terkejut, "Apa maksudmu Lu? Kau harus kembali..."

"Tidak Susan, bukan aku...tapi kau. Ini tidak akan berhasil-..."Susan memotong kata-kata Lucy.

"Tidak, Lucy aku mohon, demi Peter, kau jangan menyerah. Aku sungguh tidak ingin kau di sini, kau sudah cukup menderita..." Tangis Susan pecah lalu memeluk Lucy erat-erat. "Aku mohon Lu, akan aku lakukan segalanya agar kau bisa kembali walau nyawa taruhannya."

Lucy meneteskan air matanya, terharu akan kata-kata Susan. "Maaf Susan...maafkan aku..." Mereka saling berpelukan satu sama lain, meluapkan semua emosi mereka berdua. Hingga akhirnya Lucy kelelahan dan tertidur dalam pelukan Susan. Susan membaringkan Lucy dan menatap adiknya lekat-lekat.

"Lucy, kau harus kuat, tegarlah untuk sedikit lagi..." Ujar Susan sebelum akhirnya meninggalkan adiknya. Dia tidak sadar ada seseorang menunggunya. Seseorang itu menyekapnya dan lalu membawanya pergi ke menara tertinggi. Tidak ada penerangan di sana, sehingga Susan tidak bisa mengenali wajah orang tersebut. Susan berusaha memberontak, namun orang tersebut lebih kuat darinya.

Mereka tiba di ruangan terbuka, Susan merasakan tubuhnya bergidik menahan dingin, sebenarnya siapa yang telah membawanya kemari? Apakah Edmund? Pikiran negatif melayang di kepalanya. Akankah dia akan mati di tangan Edmund? Tiba-tiba saja orang tersebut melepaskan tangannya dari Susan. Susan menoleh dan melihat wajah asing di bawah sinar bulan.

"Siapa kau?" Tanya Susan ketakutan, suaranya bergetar hebat, ia sudah mengira ajalnya akan datang.

"Maaf menakuti anda ma'am. Perkenalkan, namaku Caspian. Aku anak dari Drinian, pemimpin The Threader." Sapa Caspian. Susan menyipit curiga, "Aku tahu aku salah membawamu seperti ini, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku harus memastikan tidak ada yang mencurigaiku..."

Perlahan air muka Susan mencair, mencoba percaya pada Caspian. "Drinian tidak pernah bercerita dia mempunyai seorang anak? Dan aku tidak melihatmu di kemah Threader saat aku di sana?"

Caspian tertawa kecil, "Yah, dia memang seperti itu. Tentu saja aku tidak di sana, aku selalu berada di sini. Istana Miraz..."

"Kau...kau menghianati ayahmu?" Tanya Susan dengan nada ketakutan.

"Tidak, bukan begitu ma'am. Aku di sini sebagai mata-mata Miraz. Aku baru saja menerima surat dari ayah yang mengatakan aku harus melindungi kalian." Jawab Caspian meyakinkan Susan.

Susan menunduk sedih, "Maaf membuat Drinian khawatir, dia sudah begitu baik pada kami. Lalu bagaimana dengan keadaaanya?"

Caspian menunduk muram, "Tidak baik, kami harus segera mengungsikan kelompok kami ke Selatan. Ayah tahu kalian gagal kembali ke tempat kalian, maka dari itu dia mengutusku untuk melindungimu sampai kami pergi dari Negara ini."

"Maksudmu kau akan pergi?" Sahut Susan hati-hati.

"Ya, kami menawarkan kalian untuk lari bersama kami. Kita akan pergi besok malam, apa kau bersedia walau kalian tidak bisa kembali ke dunia kalian?"

Air mata Susan mengalir, apa dia akan ikut pergi? Yang artinya dia tidak bisa kembali ke Narnia, ke Hutan Utara, Portal satu-satunya menuju London. Tapi dia juga tidak bisa terus di Istana, akan lebih baik Susan bisa menyelamatkan Lucy dari Edmund. Miraz tidak bisa membantunya sekarang.

"Baiklah...aku dan adikku ikut...apa rencanamu?" Caspian tersenyum lebar. "Dengarkan baik-baik rencana tidak boleh melakukan satu kesalahan apapun."


Lucy POV

Aku menggeliat tidak nyaman di atas tempat tidur, mataku terbuka mencoba beradaptasi dengan cahaya yang masuk. Aku memandang sekelilingku, berharap semua ini adalah mimpi buruk dan akhirnya aku terbangun. Akan ada Ayah dan Ibu, Susan yang mengomel dan Peter...Peter yang membelaku lalu menyentuh rambutku lembut. Namun, aku tersadar ini semua adalah nyata. Tidak ada Ayah dan Ibu yang memandang sayang pada kami, tidak ada Susan yang mengomel sayang padaku, tidak ada Peter. Air mataku mengalir pelan, aku meringkuk, memeluk diriku sendiri. Perasaanku campur aduk, semua ini membuat aku gila. Memang lebih baik semestinya aku tidak masuk dalam keluarga Pevensie. Semestinya dari awal aku ikut bersama Edmund dan semuanya akan baik-baik saja. Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki seseorang masuk, mataku menyipit melihat Susan mengelus kepalaku dengan lembut.

"Tiap pagi semestinya kita tertawa bersama dan Peter akan melakukan hal ini padamu bukan?" Aku menyeka air mataku, memaksa tersenyum.

"Yah, dan kau akan memarahiku karena lupa mengganti pakaianku dengan baju tidur."

Susan menarikku dalam pelukannya, "Kita akan segera pergi dari sini Lu, nanti malam..."

Mataku terbelalak kaget, "Apa kau bilang?" Melepaskan pelukan Susan.

"Drinian mempunyai anak yang menjadi mata-mata, namanya Caspian. Dia salah satu prajurit di Istana ini. Drinian membuat rencana untuk kita melarikan diri, dia tahu kita tertangkap..."

"Lalu kau memutuskan untuk pergi?"

"Kita harus pergi Lucy, Caspian sudah memberitahuku keadaan Miraz semakin buruk. Itu berarti keadaan kita juga buruk Lu, Edmund akan segera di nobatkan menjadi Raja. Sebelum itu terjadi, kita harus pergi, walaupun kita tidak akan pernah bisa kembali ke London."

Susan menatapku penuh kesungguhan, aku balas menatap ragu. "Aku tidak yakin Su, apa kau yakin tidak ingin kembali ke London? Bagaimana dengan Ayah dan Ibu?"

Susan memalingkan wajahnya, "Aku juga sedih tidak bisa kembali ke London. Tapi aku mulai mempercayai ramalan Aslan. Walau Peter telah tiada, masih ada kau dan aku yang harus berjuang. Kita harus mencegah pecahnya ramalan itu agar bisa kembali."

Hatiku terasa teremas mendengar kata terakhir yang di ucapkan Susan. Dia masih belum tau bahwa pemecahan ramalan dengan menikahi salah satu dari kami adalah karangan Edmund. "Susan, pernikahan untuk mencegah terjadinya ramalan adalah palsu..."Sahutku pelan.

"A..apa kau bilang?" Tanya Susan tidak yakin.

"Ini semua karangan Edmund. Dia sengaja membohongi ayahnya..."

Sesaat suasana hening, Susan menatapku intens."Aku sudah tahu itu, tapi aku tidak pernah menyangka kau juga mengetahui hal ini."

"A-aku mengetahuinya dari Edmund, dia mengaku secara terang-terangan padaku..." Jawabku gugup. Jangan sampai Susan mengetahui Edmund masuk ke dalam kamarku dan bahkan mengukur ukuran tubuhku.

Susan menghela napas kesal, "Dia benar-benar bajingan..."

"Tapi mengapa kau tidak mengatakan bahwa cara mematahkan ramalan itu adalah palsu?" Tanyaku penasaran, Susan mengedikan bahunya.

"Yah, hanya itu satu-satunya jalan untuk bisa membawamu pergi Lu, tapi sekarang tidak penting lagi. Kita bisa memulai hidup baru di dunia yang baru, walau kita tidak akan pernah bisa kembali ke London."

Aku melihat Susan sedih, "Apa kau yakin Su?"

Susan hanya diam terpaku, membuatku menjadi semakin bersalah.

"Jangan merasa bersalah Lu...sudah aku bilang ini bukanlah kesalahanmu..." Aku agak terkejut mendengar perkataan Susan, bagaimana bisa dia tahu apa yang sedang aku pikirkan?

"Ya, aku mencoba untuk percaya Su. Dan bagaimana dengan Caspian? Apa benar dia adalah anak dari Drinian?" Susan mengerutkan kening, kelihatan sedang berpikir.

"Aku sudah melihat surat yang diberikan Drinian pada Caspian. Dan mengenai apa kita bisa percaya pada Caspian, aku rasa kita harus mempercayainya. Aku pikir untuk apa Caspian membohongi kita? Tidak ada untungnya kan?"

Susan benar, tidak ada untungnya Caspian membohongi kami. Tapi entah mengapa aku merasa tidak nyaman dan mencurigainya. Buru-buru aku mengubah ekspresiku saat Susan melihat ke arahku.

"Persiapkan dirimu Lucy, rencana sudah kami susun sematang mungkin. Aku yakin kita bisa pergi dari Istana terkutuk ini sebelum pengangkatan Edmund menjadi Raja." Sahut Susan seraya tersenyum manis, mau tak mau aku ikut tersenyum.

"Ya, semoga..." Ucapku lirih.


Normal POV

Pangeran Edmund melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan yang agak gelap,diikuti oleh beberapa pelayan dan seorang memasuki ruangan,hanya ada sedikit cahaya di ruangan tersebut, dan dilihatnya ayahnya terbaring lemah tidak berdaya di atas tempat tidur berukuran besar. Edmund menyeringai kecil sebelum akhirnya mendekati ayahnya.

"Ayah..."Panggil Edmund pelan, perlahan mata Miraz terbuka. Saat melihat anaknya tersungging seringaian kecil dari sudut bibirnya.

"Edmund, kau harus menjadi Raja Telmar..." Ujar Miraz lemah dan terbatuk kecil.

Pemuda yang akan menjadi Calon Raja Telmar mengangguk pelan. "Ya ayah, besok penobatanku akan dilaksanakan. Sebaiknya ayah istirahat." Sambil memberi isyarat pada pelayan untuk memberikan cairan berwarna abu-abu yang sedari tadi di bawanya.

Miraz menatap cairan tersebut dengan seksama, "Apa itu anakku?"

Edmund tersenyum kecil lalu membuka tutup botol cairan tersebut, " Ini adalah obat barumu ayah. Minumlah.." Jawab Edmund sambil membantu ayahnya meminum cairan tersebut. Tak berapa lama, napas Miraz mulai teratur, dia telah tertidur. Edmund menyeringai senang, sementara prajurit yang mengikuti Edmund menyipitkan matanya seolah-olah Miraz akan mati hari ini juga, namun pikirannya ditapik oleh dirinya sendiri saat melihat dada Miraz naik turun, menandakan Rajanya masih hidup.

"Yang Mulia, aku ingin berbicara dengan anda..." Sahut prajurit itu pelan, secara perlahan para pelayan mengundurkan diri. Dilihat dari sikap para pelayan yang bersikap hormat pada prajurit itu, sepertinya prajurit tersebut memiliki posisi yang tinggi.

"Ada apa? Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Edmund dingin tanpa ekspresi. Matanya masih mengawasi Miraz yang tertidur.

Prajurit itu menghela napas, "Aku yakin Yang Mulia tidak mungkin berbuat hal yang mungkin akan Yang Mulia sesali dikemudian hari, maka dari itu aku bersedia menjalankan misi dari Yang Mulia..."

Edmund melirik prajurit tersebut, hanya sebagian wajahnya saja yang terlihat, sebagian lagi tertutup bayangan tirai kamar Miraz. "Tergantung padamu bagaimana menjalankan misimu. Aku hanya ingin memiliki sesuatu yang semestinya menjadi milikku. Dan tentang ayahku tersayang, aku masih bisa mengampuni dirinya." Prajurit merinding sesaat sebelum akhirnya mengangguk hormat lalu melangkah ke arah pintu. Namun sebelum tangannya meraih handel pintu, Edmund berbicara sesuatu padanya, seperti sebuah peringatan karena prajurit itu berhenti sejenak, beberapa menit kemudian prajurit itu benar-benar pergi meninggalkan Edmund dan Miraz.

Aku merencanakan akan membuat Malaikat Jatuh tamat pada chapter 10, menurut kalian sebaiknya cerita ini berakhir tragis atau happy ending?

Review Please...