Title : Beautiful Mistake
:
:
:
Disclaimer: JK Rowling
:
:
:
Just Read :)
Prologue
Albus Severus Potter, itulah nama yang di berikan kedua orangtuanya untuknya. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara, James Sirius Potter dan Lily Luna Potter. Wajahnya persis seperti ayahnya, Harry James Potter, Al –panggilan Albus, memiliki rambut yang hitam gelap dan mata hijau cemerlang yang indah. Bayangkan saja bagaimana rupa Harry Potter saat masih bersekolah,cuma lebih tinggi beberapa centi.
Hanya Al yang tidak mewarisi rambut keluarga Weasley seperti halnya James dan Lily. James sendiri mempunyai rambut hitam kemerahan dan warna mata merah, seperti Ginerva Potter –nee Weasley. Sedangkan Lily persis seperti Ginny saat bersekolah.
Walaupun rupanya sangat persis seperti Harry, namun tidak dengan sifatnya. Albus cenderung pendiam dan menutup diri. Tapi terkadang bila Albus ingin, dia dapat menjadi licin seperti ular. Sifatnya itu diketahui pertama kali oleh James di tahun pertama dirinya bersekolah. Saat itu keluarga mereka sedang merayakan kepulangan James dari Hogwarts, dan James sangat bangga karena dia masuk ke dalam Asrama Gryffindor, tempat dimana keluarga Potter harusnya berada -pikir James. Saat mereka sekeluarga sedang asyik berbincang, tiba-tiba Albus mendekatinya.
"James, apa kau berencana untuk menjadi seeker seperti ayah?"
James tersenyum lebar dan menjawab , "Ya, tentu saja. Aku memang berencana menjadi seeker Gryffindor. Memang kenapa?"
Al menyeringai kecil, "Begitu? Apa kau memiliki rencana untuk menempati posisi itu?"
James tertawa mendengar komentar Al, "Apa? Aku tidak mempunyai rencana seperti yang kau bilang. Permainan Quidditich merupakan permainan yang sportif." Jawab James santai.
"Kau terlalu bersih James, sama seperti ayah." Komentar Al pendek di sertai pelototan James. Namun Al dengan santai melengos pergi seperti komentarnya bukanlah apa-apa.
Sejak saat itu James menjadi khawatir dengan Albus . Dan lengkap sudah kekhawatiran James dengan masuknya Albus ke Asrama Slytherin. Sama seperti dirinya, seluruh keluarganya pun cukup terkejut dengan kabar tersebut. Namun reaksi Harry Potter lebih mengejutkan lagi. Dia tersenyum dan mengucapkan selamat pada Albus. Harry-pun ikut senang mendengar Scorpius Malfoy menjadi sahabat barunya.
Lalu kita beralih ke Rose Hermonie Weasley, anak pertama dari pasangan Ronald Weasley dan Hermione Weasley –nee Granger. Sama seperti ibunya, begitu jenius dan keras kepala. Warna rambutnya merah terang serta matanya yang cokelat sangat mudah dikenali sebagai anggota besar keluarga Weasley. Tapi satu kelemahan dari Rose Weasley adalah dia juga mewarisi rambut semak-tak-beraturan milik Hermonie. Tidak seperti adiknya, Hugo Weasley yang mempunyai rambut mudah- di-atur seperti Ron. Rose Weasley dan Albus sangat dekat saat kecil, namun entah mengapa Albus berubah menjadi –brengsek menyebalkan di tahun keenam, membuat Rose sering bertengkar begitu mereka masih sering berkomunikasi satu sama lain.
Dan ada Scorpius Lucius Malfoy, sahabat kental Albus Severus Potter, anak pertama juga satu-satunya dari pasangan Draco Lucius Malfoy dan Astoria Greengras. Sangat keras kepala dan juga menjengkelkan. Wajahnya persis seperti ayahnya ketika muda, memiliki rambut pucat-albino dengan warna mata abu-abu.
Entah mengapa dia sangat akrab dengan Albus, anak musuh bebuyutan ayahnya dahulu. Mungkin karena Albus berbeda dari saudaranya yang lain –membenci keluarga Malfoy. Mungkin pula karena Scorpius tak pernah berlaku menyebalkan –seperti Draco. Scorpius lebih memilik pembawaan tenang tetapi menghanyutkan, sifat yang di warisi dari ibunya.
Walaupun akrab dengan Albus Potter, Scorpius kurang dekat dengan Rose. Seakan ada aturan tidak tertulis bahwa terlarang bagi mereka untuk berteman. Mereka hanya saling menyapa dengan wajah datar bila bertemu di lorong Hogwarts. Ditambah lagi dengan Ronald Weasley selalu mendoktrin anak gadisnya untuk menjauhi keluarga kalangan darah murni -seperti Malfoy. Tetapi takdir sedikit bermain-main dengan hidup mereka, satu Gryffindor dan dua Slytherin, Singa dan Ular, keberanian memikat kelicikan. Akankah masing-masing dari mereka dapat memenangkan permainan ini?
Rose POV
Aku melangkahkan kakiku cepat, menabrak semua orang yang menghalangiku. Banyak sekali caci maki dan umpatan yang aku terima, tapi aku –sialan tidak perduli. Sesampainya di Aula, mataku beralih pada meja Slytherin, menatap penuh kekesalan pada lelaki beriris hijau cemerlang, namun lelaki tersebut malah dengan –brengsek santainya memakan makanannya.
Mengepalkan tanganku erat-erat. Melangkah pasti aku menghampirinya. Lelaki itu mengangkat satu alisnya sambil menyeringai sinis, seolah menantangku untuk segera meluapkan amarahku.
"Albus Severus Potter! Sungguh, kau adalah orang yang paling menyebalkan! Jika bukan sepupuku, akan kukutuk dengan sihir terbaru Uncle George!" Jeritku frustasi.
Cowok menyebalkan –maksudku Albus menatapku jengah, mungkin malu terhadap teman-temannya yang melihatku seperti orang tak waras. Tapi sekali lagi kukatakan, aku –sialan tidak peduli. Selama satu tahun ini sudah cukup stok kesabaranku habis melihat tingkah lakunya.
Ya, aku tidak mengerti mengapa sepupuku ini berubah begitu drastis. Dulu ia merupakan murid pendiam dan baik, tetapi sekarang?
Dia menjadi seseorang yang asing bagiku, sangat mengerikan mendengar Albus menjadi Prince of Slytherin, The Casanova, anak dari The Choosen One dan masih banyak lagi julukan dari seperempat wanita – menurutku bodoh di Hogwarts, mengalahkan Scopius Malfoy.
Miris, bukan?
Keluarga kami tidak pernah tahu kelakuannya yang berubah drastis, karena selain Albus begitu licik dan licin, kami sengaja menutupinya dari mereka. Jika Uncle Harry mengetahui segalanya, entah bagaimana reaksinya. Gawat bukan jika ia terkena penyakit jantung?
"Tak bisakah kau mengecilkan suaramu? Semua orang di Aula mendengarmu!" Dengus Albus kesal, membuatku semakin melotot marah.
"Oh Demi Merlin! Jangan mentang-mentang James dan Fred pergi dari Hogwarts kau bisa berbuat seenaknya. Masih ada aku, kau dengar?!"
Albus memutar kedua bola matanya, "Ya, aku tahu. Jadi kali ini apa masalahnya?"
Aku menghela napas berat, berusaha menekan amarahku. "Aku dengar kau ber-ber-...akh, kau-tahu-apa- di kelas kosong lalu mendapat detensi, apa berita itu benar?"
Albus tertawa kecil, "Maksudmu bercinta?"
Wajahku memanas seketika. Walau ia mengatakannya perlahan, semua murid Slytherin menengok ke arah kami dengan wajah penasaran. Aku langsung melemparkan mantera Muflianto agar orang lain tak mendengar ucapan-vulgar-Albus Potter.
"Huh-...tak bisakah kau menutup mulut kasarmu?" Ujarku Sarkastis
"Rose-...kau dan aku sudah dewasa. Mereka-pun demikian, jadi tak ada masalah bukan?" Jawabnya enteng.
Sumpah! Aku benar-benar muak sekarang.
Muak dengan kebiasaan bertengkar dengan Albus.
Dengan satu jentikan, mantera pelindung terpecah dan kemudian aku meninggalkan Albus tanpa sepatah katapun.
Huh, karena tergesa-gesa, aku malah menabrak seseorang.
"Maaf, aku tidak senga-..." Ucapanku terputus menengadah mendapati sosok pemuda berambut pirang-albino disampingku.
Bravo! Aku bertemu dua Casanova dalam satu hari, hebat sekali bukan?
Ya, siapa lagi jika bukan Scorpius Malfoy.
"Tak apa." Tukasnya pendek sebelum akhirnya ia pergi menuju meja Slytherin.
Aku menatapnya sejenak kemudian benar-benar pergi dari Aula, menghindari tatapan iri dari gadis-gadis Ravenclaw.
Albus POV
Mataku terbelalak ketika Rose pergi begitu saja tanpa berkata apapun padaku. Sepertinya ia benar-benar marah kali ini.
"Apa kalian bertengkar lagi, Mate?" Tanya Scorpius tiba-tiba datang. Dengan santai ia meminum jus labuku.
"Huh, dia tahu skandalku dengan Christine, padahal sudah kupastikan mereka untuk tutup mulut ." Jawabku sekenanya.
Scorpius menyeringai jahil, "Seharusnya kau lebih berhati-hati , aku yakin kecerdasanmu melebihiku, bukan? Sayangnya dia lebih lihai dari yang terlihat."
Aku tersenyum miris mendengar kata-kata sahabat-kentalku, "Tentu saja, dia memang bukan gadis biasa."
Scorpius mengerutkan keningnya, "Kau masih memanggilnya seorang gadis? Demi Janggut Merlin! Rose sudah dewasa, hampir setengah laki-laki di Hogwarts menginginkannya." Ujarnya tenang, membuatku meliriknya tajam.
"Sampai kapanpun dia adalah seorang gadis bagiku. Tak akan ada satupun laki-laki yang berhak memilikinya."
Scorpius POV
Ekor mataku menatap Albus heran. Mengapa ia mengatakan seolah-olah Rose adalah miliknya?
"Al, sebenarnya sudah lama aku ingin bertanya padamu. Apa yang membuatmu berubah, Mate? Tidakkah kau tahu selama setahun ini perubahanmu begitu besar?"
Ekspresi Albus berubah, kemudian dengan cepat menyambar tas kulit miliknya, "Sepertinya aku harus mulai menulis surat pada ayahku mengenai persiapan OWL, tak keberatan bukan aku pergi duluan?" Tukasnya dingin sambil melangkah melangkah pergi meninggalkan Aula.
Sudah kuduga ia takkan mau menjawabnya.
Mataku menyipit saat tubuh Albus menghilang di balik kerumunan gadis-gadis Ravenclaw. Tak lupa dengan jeritan histeris dari mereka.
Jujur, aku masih belum mengerti dengan jalan pikirannya.
Apa yang membuatnya berubah?
Mengapa dia begitu berubah? Bahkan sampai titik dimana dia melebihi aku?
Sungguh, bukan aku iri padanya. Saat dia berubah –brengsek sepertiku bagiku merupakan hal yang wajar. Bermain-main dengan wanita adalah hal yang menyenangkan bagi kami kaum pria. Tidak ada yang salah dengan itu.
Tetapi yang aku khawatirkan adalah seiring perubahan minatnya, sikap protektif Albus –menurutku sangat over pada sepupu-tercintanya, Rose Weasley. Bahkan melebihi perhatiannya pada Lily Potter, adik kandungnya sendiri.
Tanpa sepengetahuan Albus, aku memperhatikan setiap sikap Albus pada laki-laki yang ingin mendekati Rose. Bulan lalu saja seorang cowok Ravenclaw yang mencoba mendekati Rose babak belur –tentu aku tahu Albus yang melakukannya. Berita ini tak pernah sampai ke telinga gadis Weasley itu. Seperti yang kau dengar, Albus Severus Potter sangat ahli dalam hal –tutup mulutmu.
Kepalaku menggeleng pelan, mengapa aku berpikiran jelek pada sahabatku sendiri?
Tidak mungkin Albus menyukai sepupunya sendiri,bukan? Konyol sekali pikiranku ini.
Mungkin memang dia mendapat amanat dari Mr Weasley untuk menjaga sepupunya. Hal yang sangat wajar seorang saudara menjaga saudara yang lainnya.
Melirik jam tangan sihirku yang menunjukan pukul enam sore, kakiku melangkah santai meninggalkan Aula. Melewati gerombolan gadis Gryffindor yang tertawa cekikikan melihatku. Tersenyum manis, aku menebar sejuta pesona Malfoy yang pastinya membuat siapapun bertekuk lutut. Mereka semua menjerit kegirangan melihatnya, sampai akhirnya kesenanganku berakhir mendapati sosok gadis berambut merah menatapku tajam lalu segera masuk ke dalam Ruang Rapat. Tanpa pikir panjang aku mengikutinya, siap mendengar Head Girl - Rose Weasley memberikan tugas pada kami, para prefek.