WARNING: Fantasy, romance, adventure, politic, and many other :DD. Rating bisa BERUBAH sewaktu-waktu.
Terinspirasi dari DEVIL MAY CRY 4, Game XBOX tahun 2009 yang saya tamatkan DENGAN WAKTU 22 JAM (^-^), diramu dengan ide GILA saya diantara sibuknya mahasiswa yang sibuk ngantor harian dan juga jualan pulsa :DD
.
.
.
.
V
V
V
DISCLAIMER:
Masashi Kishimoto-1999
AUTHOR:
Alp Arslan no Namikaze-2012
SUMMARY:
Namikaze Naruto, pangeran yang terdampar karena insiden keji yang menghancurkan negaranya. Bersama dua jenderal dan adik perempuannya, Naruto harus bertempur guna merebut kembali kerajaannya,tahta mahkotanya, juga hati gadis impiannya.
HAPPY READING!
V
V
V
.
.
.
Ibukota EGARTH- NERV, 1923
Langit itu berwarna merah.
Api di sudut-sudut kota menggempur oksigen, menukarnya dengan gas karbon yang mengiritasi tenggorokan. Taman kota yang sejam lalu masih terlihat asri kini menghitam, tak ada lagi keramaian penuh tawa yang biasa di dengar di Egarth. Semuanya telah lenyap.
Sebuah dinding roboh kembali. Berderu keras membentur bumi sebelum pecah menjadi serpihan semen.
BAM!
Naruto menutup kelopak mata kanannya seperempat, menghindari debu yang bertambah frekuensinya setelah sekian menit mengadu nafas dengan makhluk-makhluk aneh yang teramat jalang ini dengan bersamaan jatuhnya tiang. Tangannya menegang, lalu ditarik paksa.
Demon dengan tangan berbentuk pisau selebar 60 senti ini menggelepar tatkala Naruto menarik tebasannya. Mata biru itu memicing tajam tanpa ampun, menyaksikan debu hitam yang lenyap di oksigen bersama percikan darah.
Naruto mengibaskan sekali sebelah FUERZAnya yang berbentuk pedang, membersihkannya dari darah sebelum memanggilnya masuk ke dalam cincin bandul yang tersemat di jari tengahnya. Secepati mungkin kemudian dia beranjak.
Naruto lari, dia mungkin sempat menghitung baru saja membantai 139 Demon. Jalanan kota sudah sepi dari suara, menyisakan puluhan badan yang tergeletak di jalanan. Naruto melompati tiang gedung yang roboh melintang, lalu berjongkok di depan salah satu jasad tergeletak.
"Hei! Bangun!" Ia menggoyang-goyangkan sebelah bahu, lalu pindah ke bahu yang lain, "Kau masih hidup, kan? HEI!"
Tak ada respon, Naruto panas.
"HEY, AYO BANG-!"
Kalimatnya lantas berhenti di tengah jalan. Dia mendecih lalu meninju tanah.
BUAGH!
.
.
"SIAL!"
Dia mendecih murka lagi. Terhenyak sebuah ide di kepalanya,
"HIKAZE!"
"Aku di sini!"
Naruto menggeser kepalanya sesenti ke kanan, memandang penuh harap pada spirit penghuni fuerza miliknya ini. Namun sang rubah dengan kulit oranye keemasan itu menggelengkan kepalanya sudah, matanya yang biasa dilihat tajam berubah sendu.
Naruto tanpa bertanya pun sudah tahu tak ada harapan lagi untuk jasad-jasad yang tengah bergeletakan bak sampah. Pangeran Pirang ini sudah terbiasa dengan kematian di depan mata, darah membasahi wajah, hingga mendengar gemertak tulang patah. Sudah biasa. Kematian adalah simbol pergantian alur kehidupan, dalil akan perputaran jenjang kehidupan, dan akhir dari tahap kedua kehidupan manusia.
Dan kematian adalah cara paling mudah bagi Kerajaan NERV untuk memberantas DEMON.
Ya, Demon. Makhluk-makhluk najis yang dengan mudahnya menyembelih dan mencabik tubuh manusia ini tak mampu sama sekali diajak untuk birokrasi. Mereka membisu, berjalan berkedut-kedut, meremukkan dinding bangunan, dan seperti yang di awal, tak pernah kenal ampun dengan nyawa manusia.
Dengan tujuan tidak jelas.
Maka NERV memberantas Demon dengan tujuan ekslusif. Karena sekian kematian yang bahkan menarik NERV untuk menginvasi negara-negara tetangga. Kematian-kematian yang hanya mampu ditindaklanjuti dengan pembantaian Demon.
Namun kematian kali ini, kematian HARI ini, terbangnya ratusan ribu nyawa hari ini adalah kematian yang paling buruk pernah dirasakan Naruto. Ia sudah menjauh hampir dua kilo dari istana, menyisiri jalan, membantai demon sampai sini.
Untuk mencari SESEORANG.
2 KILOMETER. Bukan jarak yang pendek apalagi harus ditempuh dengan membantai sekian ratus Demon.
Naruto berlari lagi. Beberapa puluh meter lagi.
Dan dia sampai.
Kedai yang berdinding bahan bambu itu sudah hancur berantakan. Corak gosong hitam terpampang jelas di papan dan meja yang berserakan. Halamannya sudah menjadi lapangan gersang beraroma debu dan pasir. Naruto terpana spontan, kakinya lemas.
"M-Mustahil..."
Naruto berlutut, Ia tertunduk sayu dengan mata berkaca-kaca. Tangannya menumpu badan, sebelah tangannya mencengkeram tanah.
Dan sungguh dirasakannya, bulir air mata pertama jatuh menetes.
"Sial... Siaal... SIALAN!"
Makian sempurna meluncur dari mulutnya. Diangkatnya tanah yang tergenggam itu beberapa senti sebelum menjatuhkannya bersamaan dengan kepalan yang menghantam tanah. Berkali-kali.
Dan air mata yang barusan hanya setetes itu mendadak lancar beruntun. Menjadi titik-titik yang muncul dari iris sewarna safir.
Darah muncul dari bagian pangkal tulang jari tengah, Naruto menyadarinya. Dihentikan aktivitas tangannya sebelum mendongak, melihat pemandangan menyedihkan itu sedetik sebelum kembali menghantamkan kepalan tangannya ke tanah.
"BRENGSEK! BRENGSEK! SIAAL!"
Umpatan lagi. Ooh, Tuhan. Dia baru saja bersumpah kalau dia baru saja menyesal, BENAR-BENAR menyesal.
"SI-..."
Baru saja ingin mengumpat lagi, Naruto merasa lidahnya tatkala itu bertulang. Pangeran pirang ini kehilangan semua kekuatan lisannya.
"Yang Mulia Pangeran..."
Gumaman tak jelas di antara udara yang berbisik memecut mental Naruto secara otomatis. Hanya mampu berhipotesa, Naruto menajamkan kelima inderanya baik-baik.
Lantas selincah kijang dia melompat ke arah seonggok reruntuhan, mendapati potong-potongan plafon ada tertumpuk di sana. Naruto menarik nafasnya, mengumpulkan kekuatan lalu menarik papan lapuk itu keluar.
Dan sosok gadis itu ada di sana, telungkup. Dengan baju seragam pelayan sebagaimana dia perintahkan, Sang Putra Mahkota berani bertaruh dengan memotong sebelah tangannya kalau sosok ini adalah manusia yang dia cari.
"SAKURA-CHAN!"
Dibaliknya tubuh yang lunglai itu kini menghadapnya, dibopongnya dengan kedua lengan. Safir berkilau itu menangkap objek yang tengah tak sadar, lantas meredup.
Oh, Yang Maha Adil. Naruto menang taruhan.
Namun tatkala jarinya menyentuh nadi sang gadis, segasi senyum tertarik di wajahnya.
Masih ada harapan.
"Kochira, Hikaze!"
"Hai!"
Spirit Rubah itu memindai tubuh sang gadis, memberikan pancaran tenaga dalam. Naruto mencabut kain penutup kepala sang gadis guna mempermudahnya menghapus pasir dan abu yang menempel di dahi lebarnya. Naruto menggoyangkan bahu yang mungil itu,
"Sakura-Chan? Hei?"
Belum ada reaksi. Naruto melirik pada fuerzanya, dibalas dengan anggukan mantap dari sang spirit. Pancaran tenaga dalam itu masih kentara.
"Sakura-Chan? SAKURA-CHAN!"
Naruto menggoyangkan tubuh perempuan ini lebih kuat.
"A-engh...O-OHOK! OHOK!"
Desahan nafas diikuti batuk dan suara serak serasa melonggarkan dada Naruto yang sedari tadi serasa sesak.
Dan kelonggaran itu kentara semakin lega tatkala bulu mata lentik itu bergoyang perlahan, lamat-lamat, lalu menarik diri. Memperlihatkan corak sewarna hijiau lembut disana.
Dan tatkala iris emerald itu terpantul sempurna di safir miliknya, Naruto mengulang nama itu lagi.
"Sakura-Chan?"
Dan pemilik wajah manis itu kian memalingkan kepalanya, mendongak ke arah Naruto. Sang Pangeran Pirang kian luas senyumnya, dan pemilik sewarna hijau itu membelalak.
"Y-Yang Mulia Pangeran!"
Gadis itu spontan memberontak, berniat melepaskan diri. Namun sepertinya cedera badannya tak bisa diajak kompromi. Sakura mengaduh nyeri, sekujur tubuhnya serasa sakit. Naruto menangkap perihal itu. Terkubur tertimpa plafon adalah sebuah pilihan yang termasuk sangat buruk. Naruto membuka saku bajunya, mengambil sebotol pil dari sana.
"Telan ini." Naruto mengeluarkan sebotol air yang tinggal hitungan teguk dari saku yang sama, mengairi kerongkongan Sakura dengan sebegitu pelan.
"Daijoka? Sakura-Chan?"
Namun jawaban yang datang selanjutnya tak seperti yang dia bayangkan, "B-Biarkan saya berdiri, Naruto-Sama. Saya-"
"Diam."
Dan Sakura baru saja memotong kalimat gagap sang gadis," Masih mau melawan titah Pangeran?"
"Ini Perintah."
Dan perempuan muda itu diam, sedetik. Lalu memberanikan lagi membuka mulutnya.
"B-Baik, N-Naruto-Sama." Naruto memutar matanya,
"Itu lebih baik." Naruto melonggarkan rangkulan tangannya. "Sudah baikan?"
Dan gadis itu mengangguk. Naruto mengendurkan otot dahinya, "Baguslah. Sekarang ikut ak-"
"APA YANG TENGAH DILAKUKAN SEORANG PANGERAN DI SINI BERSAMA SEORANG RAKYAT JELATA?"
Suara dingin itu terdengar jelas, membuat Naruto luar biasa bergidik hingga tak mampu melanjutkan kalimatnya.. Hanya dengan melihat raut pucat Sakura Naruto dapat memastikan siapa yang datang.
IBLIS yang telah menyebabkan semua ini terjadi.
Iblis yang telah dengan seenaknya membuka portal, membiarkan ribuan demon bangkit dan mengobrak-abrik NERV, menyerang ayahnya, mengintimidasi adiknya, menculik ibunya...
...Dan memisahkannya dengan Sakura.
Naruto mengelus pipi calon istrinya, memastikan kalau mereka akan baik-baik saja. Sakura mengangguk, gadis itu mencoba menapakkan kaki di tanah.
"Kaukah, OROCHIMARU?"
Naruto berdiri lalu berbalik badan sepenuhnya, iris safirnya berkilat-kilat. Sosok dengan wujud mata ular itu menjilati bibirnya.
"HA? PERTANYAAN YANG MUBADZIR. SEORANG CALON PENERUS TAHTA MESTINYA TAHU MANA YANG WAJIB DIUCAPKAN ATAU TIDAK, BUKANKAH BEGITU? YANG MULIA PANGERAN?"
Kilatan safir itu berubah murka,
"DIMANA Ibuku?"
"OH, YANG INI LEBIH MUBADZIR LAGI." Nadanya terdengar amat sombong. Kedua tangannya terangkat bak sedang berorasi. "BAGINDA PERMAISURI TENGAH MENIKMATI SEBUAH AWAL DARI LIBURAN PANJANG, DAN DIA MENGAJAKMU IKUT BERSAMAN-"
"EIEN... Hikaze!"
Pedang bermata dua itu muncul, tergenggam di tangan kanan bersamaan dengan peluncur metal yang membungkus lengan kirinya. Aura tenaga dalam berwarna oranye terang itu terpancar keluar dari tubuh Naruto. Orochimaru mengangkat sebelah alisnya.
"PFF! SATU LAGI, TERNYATA PUTRA MAHKOTA NERV JUGA TAK TAHU SOPAN SANTUN."
Naruto memasang kuda-kuda, diacungkannya pedang selaras lengan. "Akan kupaksa kau, untuk bicara, OROCHIMARU!"
Yang dipanggil namanya menyeringai, Naruto merasakan giginya bergelemetuk. Sakura masih berdiri mematung, tak tahu apa yang harus dilakukannya.
"Lari."
Ha?
Telinga Naruto menangkap ketidakpahaman Sakura, tanpa menoleh dia berkata,
"Lari, Sakura-Chan. Aku akan menyusulmu nanti."
"Tapi... N-Naruto-Sama..Kita baru..."
"-Aku janji, sayang."
Sakura terdiam. Naruto mengeser kepalanya sekian senti ke kanan. Memperlihatkan sudut matanya yang melembut dengan segaris senyuman.
Sakura mengangguk. Dia mulai melangkah mundur,
"Tunggu aku di-"
"...-NERAKA..."
Dan jantung Naruto bak berhenti berdetak saat itu juga, menyadari musuhnya tak lagi di depan mata. Naruto melacak asal suara, dan tepat saat dia menyadari dimana angin meniupkan bunyi dari mulut musuhnya, Naruto memutar badannya ke kanan, dia berteriak,
"PENGECUT! KAU MAU AP-!"
.
.
.
TRAAANGG!
Sebuah desingan terdengar menyayat angin.
Naruto hanya bisa terpana tatkala fuerzanya pecah menjadi serpihan tenaga dalam, merasuk kembali pada cincin yang tersemat di jari tengahnya. Iris safir itu memantulkan wajah Sakura yang menangis menjerit, hanya berjarak 2 langkah di depannya tepat saat Orochimaru menyeringai.
Kesimpulan mudah, Sakura tak sempat melarikan diri.
Selanjutnya, selain bulu roma yang berdiri, Naruto hanya bisa merasakan sebilah logam menebas dadanya.
Dan HITAM pun datang setelah MERAH.
Naruto tak sadarkan diri.
Sakura...
Sakura...
Sakura...
1st Chapter:
"The Beginning"
Setahun kemudian, Tokyo- April 2012
"Onii-Chan?"
Naruto tertarik dari alam khayalnya. Mata birunya sesaat membulat kejang, lalu kentara meredup. Naruto berbalik setengah badan, menatap adiknya yang menjulurkan leher ke dalam kamar.
"Sudah kubilang ketuk pintu dulu kalau ingin masuk kamar, kan? Ino?"
Sang adik mengerucut bibirnya, "Ih! Kan sudah kupanggil dari tadi? Kakak sedang apa sih? Bajunya saja belum ganti!"
Naruto mengacak rambut pirangnya, "Iya-iya, setelah ini ganti." Jawabnya malas. "kalian tunggu aku di bawah, llima menit lagi aku turun."
"Ok!" Ino mengedipkan sebelah matanya. Lalu pergi meninggalkan Naruto.
Naruto memastikan suara klek terdengar sempurna, diikuti langkah jenjang yang berderap menuruni tangga. Dia mendengus, lalu kembali menyempurnakan posisi badannya. Kedua tangannya tertumpu di meja, mendengus lagi sebelum mendongak sekian senti. Melihat wajahnya sendiri di cermin. Lalu menunduk.
Di atas meja yang sedang ditatapnya ini ada sebuah kotak kayu. Berukuran hanya seperempat telapak tangan dengan pahatan bersuasana mistis. Kepala Naga di ambang bibir kotaknya bertautan dengan 4 delima mungil kebiruan, menyatu dengan ukiran penuh kenangan di seluruh sisi kotak.
NERV.
Naruto menimbang-nimbang, nama penuh kenangan itu itu terlintas sambill memikirkan bolak-balik apa yang akan menjadi efek selanjutnya setelah ia sukses mengeksekusi si kotak. Ayolah, kedua tangannya sudah berada tepat di kedua sisi, apa sulitnya hanya 'membuka' saja?
Ya, membukanya tidak akan sulit.
Satu sisi hatinya menginstruksikan.
Namun apa kau MASIH mampu?
Kali ini sebelah sisi lain menyanggah.
Dan bagaimanapun ada sudut-sudut di mana dia merasakan sebuah kesadaran, Naruto pun tahu bahwa keputusan tetap berada di tangannya.
Positif atau negatif apapun pekerjaannya, konsekuensi harus dijalankan.
Dan Naruto menghembuskan nafasnya. Ia sudah usai mandi lebih dari setengah jam yang lalu, dan berdiri lama-lama di depan sebuah meja sambil berfikir bukanlah tipenya.
"Aaah... Sekarang sudah musim semi ya?"
Naruto bergumam sendiri. Tangannya ditarik dari meja, matanya menatap birunya langit dari jendela. Ya, minggu ini sudah mulai masuk musim semi. Musim di mana kehangatan udara dan damainya langit bersatu. Membangkitkan semangat hidup yang lama terpendam. Naruto percaya benar itu. Musim semi bisa menghapus gundah, menidurkan lara, menghapus kesedihan dari tiga perempat kuartal hidup tahunan manusia
Musim semi itu ajaib.
Musim semi punya sekian juta rim simpanan arsip yang mendokumentasikan milyaran kejadian bahagia manusia yang terjadi.
Musim semi adalah musim kebahagiaan abadi.
Ya, kau harus sedikit tersenyum hari ini, Naruto.
Naruto tersenyum manis, dia beranjak dari meja, mengganti kaos hitam itu dengan kaos motif dan training capoeira standar. Naruto menata sedikit pirang jabriknya di cermin dengan wax, mengambil jaket di gantungan lalu kembali pada si kotak.
"Dan aku akan memberikan sedikit senyumku itu padamu, Hikaze."
Dia meraih kotak, memasukkannya ke saku bagian dalam jaket. Naruto berjalan meninggalkan meja, membuka pintu lalu menutupnya rapat.
Naruto menyusul adiknya yang dilihatnya baru saja menatap jam tangan. Ino dan Shikamaru tengah berdiri tepat di depan pintu mobil.
"Hh, 5 menit lebih 38 detik!" Ino berseru seraya mencubit lengan Naruto. Sang kakak hanya mengaduh pelan, berpura-pura kesakitan.
"Ehehehe... Gomen-gomen!" Naruto berkilah,
"Ah, tapi kakak malah jadi seperti Shikamaru!" Kejar Ino. "Padahal ini kan hari dimana kita ingin bersantai penuh." Gadis itu mengeluarkan permen lollypop dari dalam tasnya, lalu berpaling pada pemuda kuncir, "Benar kan, Shika?"
Yang dijadikan perumpamaan mengerucutkan bibirnya, pura-pura cemberut.
"He, m-maksud Tuan Putri itu apa...?"
Ino dan Naruto lantas tertawa, iris birunya terbuka mengintip. Membiarkan Shikamaru yang kesal sendiri sebelum menyadari akan sesuatu yang kurang .
"Aaah... sekarang tinggal Si Teme..." Naruto mengetuk-ngetukkan jarinya di depan dagu. "Ah, itu dia!"
"Sasuke-Kun...!"
Pemuda raven berambut hitam itu menuruni tangga apartemen. Dia sunyi terdiam, lantas tersenyum seraya mengangkat sebelah alisnya. Sebelah tangannya keluar dari saku celana, lantas melemparkan kunci pada Naruto sebelum merapikan tas gitar yang dibopong oleh sebelah bahun. Naruto menyambut dengan cengiran.
Sebentar kemudian, mobil sport sewarna langit malam itu melaju meninggalkan halaman parkir. Naruto berhenti di mulut gang, memeriksa adanya pengguna jalan yang lain sebelum memutar stir perlahan ke kiri, lantas berpacu di jalan.
Naruto memindahkan paradigmanya ke jalanan. Di sampingnya Ino mulai sibuk dengan Ipodnya, mencolokkan headset lalu memasangkannya di telinga. Sasuke menekan-nekan sekian tombol di ponsel, lalu menghubungi seseorang. Shikamaru bahkan sudah mulai menguap, terkantuk-kantuk.
Upss, well.. Sepertinya Naruto harus menikmati jalanan sendiri.
Sang Pangeran menyentuhkan ujung telunjuk kirinya sesaat pada tonjolan di saku jaketnya, memastikan kalau kotak itu masih ada di sana.
Kau saja yang temani aku ya, Hikaze?
Naruto mulai mengkhayal, lalu terkekeh garing sembari mengembalikan kedua tangannya pada sisi stir mobil. Naruto memutar perseneling, dan mobil pun melaju.
-TBC-
.
.
.
AN: YEAH, well. akhirnya ane bikin fict lagi. jujur deh, ini benar-benar terinspirasi dari itu GAME. *NGAKAK tanpa dosa XDD*
.
.
Cerita nih, baru 5 menit main langsung ketagihan, HAHAHA...! kemarin beberapa kawan kontak kok nggak mulai ngetik lagi? Sepertinya kalian pun sudah tahu jawabannya, kan? Game memang bisa sangat menjadi racun kalau nggak bisa dikontrol. Ane jujur mengakui, beberapa waktu itu sempat begadang hanya buat 'nyikat' habis musuh-musuhnya! EDAN! Ane sendiri sebenarnya nggak terlalu hobi nge-game, ane hanya hobi beberapa tipe RTS dan itu pun sudah bosan. Namun sekalinya ketemu ni DMC...
.
Sekali lagi EDAN!
Hahaha...!:DD
.
OSH! Ini hanyalah sebuah pembukaan. Akan ada sekian chapter lagi petualangan Naruto yang telah ane susun dalam beberapa arsip. Tentang NERV, keluarga, hubungan politik dan cinta akan mengikuti sesuai dengan episode. Saran, evaluasi, dan kritik membangun diharapkan sekali. Akan selalu saya tunggu, minna ^^b
.
.
Regards,
Alp Arslan.