WARNING: Fantasy, romance, adventure, politic, and many other :DD. Rating bisa BERUBAH sewaktu-waktu.
Terinspirasi dari DEVIL MAY CRY 4, Game XBOX tahun 2009 yang saya tamatkan DENGAN WAKTU 22 JAM(^-^), diramu dengan ide GILA saya diantara sibuknya mahasiswa yang panitia lomba, koordinator seminar, sibuk kajian mingguan dan juga jualan pulsa:DD
SUMMARY:
Namikaze Naruto, pangeran yang terdampar karena insiden keji yang menghancurkan negaranya. Bersama dua jenderal dan adik perempuannya, Naruto harus bertempur guna merebut kembali kerajaannya,tahta mahkotanya, juga hati gadis impiannya.
DISCLAIMER:
Masashi Kishimoto-1999
AUTHOR:
Alp Arslan no Namikaze-2012
HAPPY READING!
V
V
V
PREVIOUS CHAPTER:
Sepertinya istana NERV tidak akan rusak sama sekali.
Belum sempat sang Jendral membangkitkan FUERZA-nya,sebuah tebasan terlampau cepat melintasi badan Sasuke. Tubuh kekar itu sejenak merasakan adanya tekanan yang melewati kulit dan dagingnya sebelum seliter darah terciprat dari tubuhnya.
Sasuke roboh, lututnya menahan laju jatuh tubuhnya sebelum seluruhnya ambruk.
Kabuto mengibaskan tangannya yang merah,
"Cih, tanganku kotor lagi."
Dilihatnya di arah lain Ino tengah menghela nafasnya berkali-kali. Ah, sebentar lagi juga mati. Begitu benaknya.
Kabuto menjauh selangkah dari tempat itu, kemudian lanjut. Misinya sudah selesai.
.
.
DEEEEEEEEEGGGH!
Atau BELUM?
Tekanan tenaga dalam itu membuat Kabuto terdiam langkahnya, dia berbalik setengah badan. Sosok Sasuke tengah berdiri dari baring, dengan luapan tenaga dalam yang menggelegar dengan hawa panas magma. Sasuke berdiri sempurna, dan tatkala berbalik badan, FUERZA-nya tengah digenggam kuat di tangan.
"Kau akan mati di ruangan ini, Kabuto." Ketus Sasuke, "Aku akan menjadikanmu kepala sajian kuburan masal prajuritku, KAU SILUMAN LAKNAT GILA!"
Kabuto tertantang, "Oh, baiklah. Kita uji kemampuan seorang Jendral divisi I. Apakah sama saja dengan prajuritnya, atau mungkin sedikit lebih baik?" Kabuto menekankan kata baiksambil berjalan mendekat. Sasuke terkekeh tipis,
"Chamos Inferno..."
Bisikan itu diucapkan benar-benar lirih agar tidak terdengar, namun ternyata Kabuto sukses mendengarnya dan dia terbelalak!
Sasuke tak berkenan memberikan sedikitpun nafas bagi sang penghianat, seiring dengan selsainya dua kata barusan, tenaga dalam pun semakin santer memadat ke seluruh badannya.
"...ZEN-KAI!"
CHAPTER XIIi
"LIGHT"
"Memikirkan sesuatu, Jendral?"
Sasuke tersadar, dia lantas sesenti menyentuh dahinya dengan ujung jari -Menunduk.
"Tidak, maaf." Sasuke menggeleng kemudian membenarkan posisi duduknya, kali ini dengan posisi punggung membungkuk. Membuat jarak antara wajahnya dan permukaan meja semakin dekat.
"Sampai di mana tadi, Yang Mulia Pangeran?"
Naruto mengerutkan dahinya, diikuti oleh ketiga pemuda lainnya. Dia menghela nafasnya lantas menutup buku yang sedari tadi menjadi objek perbincangan.
"Ima no wa owari da." Ujarnya yang disambut dengan anggukan Gaara. "Kita lanjutkan besok pagi. Ayo istirahat."
Kankuro mengangkat pinggulnya dan keluar kamar begitu saja. Shikamaru bangkit, menepuk bahu Sasuke sebelum keluar dan mengambil zippo dari kantong bajunya. Gaara mendekati Naruto,
"Aku akan pastikan waktunya, Yang Mulia. Selamat istirahat dan sampai jumpa besok."
Naruto mengangguk, menjabat tangan pemuda berambut merah itu dengan senyum lebar, "Arigatou, Gaara."
" Do itashimashite, Naruto."
Sosok penerus kerajaan Saito ini membalas senyum Naruto, lantas beranjak meninggalkan meja. Tangan putih itu telah menyentuh gagang pintu tatkala kemudian dia menoleh, ke arah Sasuke.
"Jangan terlalu banyak pikiran, Jendral."
Dan pintu pun tertutup, Sasuke tak banyak komentar. Ia bahkan tak sempat menoleh hanya untuk menanggapi sedikit nasehat Gaara.
Sasuke mendengar helaan nafas malas dari Naruto, itu jelas membuatnya mendongakkan kepala. Naruto menjepit buku dengan ketiaknya sebelum beranjak.
Naruto sampai di samping Sasuke,
"Ayo ikut."
Sasuke mengerutkan kening,
"Doko ka?"
Naruto mendongak-memasang pose berpikir " Ayo. Pokoknya ikut!"
Naruto tak banyak bicara lagi, dia meninggalkan Sasuke terdiam sejenak di kursinya saat membuka pintu, membiarkannya terbuka beberapa detik dengan berdiri di sana. Naruto berbalik badan, memberi isyarat dengan kepalanya pada Sasuke hingga pemuda emo itu mengangkat sebelah alisnya, lantas beranjak meninggalkan tempatnya.
.
.
.
"Aduh!"
BRUK!
Sakura menahan nyeri yang menjalar dari pinggul dan punggungnya. Dia jatuh terjerembab, nafasnya terengah lantas mendesis.
Ino menggeleng-geleng melihatnya, menoleh sekali pada Temari yang langsung disambut dengan gelengan kepala pula.
"A-Apa tidak ada cara lain, Ojou-Sama?"
Ino mengerutkan keningnya, "Tidak ada. Kau harus tahan dengan itu Sakura."
"Dua hari lagi," Temari berjengit, "Dan entah kenapa badannya tidak mau bersentuhan dengan tenaga dalam."
"Aneh."
"Tapi semua manusia di SIOC bisa melakukannya!" Ino berteriak histeris, badannya berbalik penuh pada Temari, tangan kirinya menunjuk tepat pada Sakura yang terduduk. "Pasti ada sesuatu yang membuat segel Ayah tak mampu terbuka, pasti!"
"Maka dari itu kita harus cari solusinya, Tuan Putri." Temari menjawab tenang, "Masalah tak akan usai jika kau terus berteriak seperti seorang ratu pada bawahannya, Ino."
Ino spontan menutup mulutnya dengan kedua tangan, dia terkesiap.
"M-Maaf!" Tukasnya cepat, "A-Aku tidak bermaksud-"
"-Aku tahu." Potong Temari cepat. "Aku tahu apa yang sedang kau rasakan."
Ino membulat matanya, kedua tangannya tak menjauh dari mulut-takjub dengan perlakuan Temari. Temari menundukkan kepalanya, menyembunyikan iris jade anggun di sana,
"Aku tahu kalau kita semua merasakan kehilangan yang sama..."
TES!
Eh?
Sakura menyadari sesuatu. Temari menangis?
Jawabannya tidak ada yang mengutarakan, namun Sakura tahu benar apa itu. Tanpa sadar dia menunduk, penuh rasa bersalah hingga rambut merah jambunya terurai ke depan. Dua hari lebih mereka berlatih menggunakan tenaga dalam, namun hasilnya nihil. Sakura tidak bisa sedikitpun mengendalikan putaran aura. Tenaga dalam tubuhnya ketika pertama kali tak terbaca Ino kira bukan masalah, namun toh ternyata yang terjadi lebih dari sekedar masalah.
Sakura menelan ludah, mereka tidak ada waktu lagi.
Sedikit diangkatnya kepalanya ke kanan, dilihatnya Ino tengah menekuk wajahnya pula. Tetesan air mata Temari berkelanjutan, namun kali ini tak ada yang berkata lanjut. Bisu.
"Aku...minta maaf."
Sakura membuka mulutnya, seraya menunduk. Meski tak mampu menyaksikan wajah Ino dan Temari yang tengah berpaling padanya, Sakura memberanikan diri untuk berkata,
"...Karena aku terlalu lemah, aku tidak bisa menjadi tumpuan kalian. Aku tidak bisa menjadi penyelamat yang kalian duga."
Kaca bening mulai terbit di pelupuk mata Sakura, namun kentara tidak juga mengalir
"...Mungkin sudah sekian lama ini aku merepotkan kalian, tapi...
...Mungkin kita bisa mencoba lagi, Temari-Sama?"
Temari mau tak mau membulat matanya, menyaksikan Sakura yang kentara mendongak dan menatapnya dengan pandangan sendu penuh sesal seperti itu. Sakura memaksakan senyum pahit-menatqap Temari sebelum berpaling pula pada Ino.
"Iya, kan? Ino-Sama?"
Ino mempertemukan mata safirnya pada iris emerald Sakura, Ino mengedipkan matanya sekali. Membiarkan secarik air mata mengalir dari pojok pelupuk sebelum lantas menghapusnya dengan punggung tangan sebelah kiri,
"Ya, Ayo kita coba lagi."
Mata Sakura berbinar, Ino mengangguk mantap dengan senyum tertahan seraya mendongak pada Temari. Gadis kuncir itu terhenyak sedetik, pandangnya berpindah dari Ino dan Sakura sekian kali. Air matanya-entah sejak kapan telah berhenti, menyisakan garis basah yang kering sedetik kemudian di kedua sisi pipinya yang putih.
Temari perlahan menganggukkan kepalanya,
"Iya, ayo kita coba lagi."
Senyum Temari bak angin hangat yang membelai kedua gadis, menggariskan kembali raut bahagia milik mereka sebelumnya. Suasana kecut yang semenit lalu terbit lenyap sudah, tergantikan dengan senyum lebar nan indah. Sakura mengangkat tubuhnya, mundur beberapa langkah untuk mengambil jarak. Temari dan Ino menyelaraskan posisi mereka pula di sudut yang tersisa, menyamakan jarak dengan Sakura yang tengah berhenti di sebuah titik. Sakura berdehem menahan grogi, kedua tangannya terbuka ke depan sembari menghela nafas..
"Langkah garis barat, tapak tepi selatan, tembok sisi timur, atap segi utara.
Tangan langit mencapai semesta, kaki bumi menggapai akhirat.
Esensi angin, inti api, substansi air, hakekat tanah, bagian dari isi Bumi..."
Mantra itu tajam di telinga Ino maupun Temari, mereka berdua menahan ludah.
Sakura melanjutkan penutup dari mantra gaibnya, memancing cahaya terang lahir secara gaib dari dalam dirinya.
Ino membulatkan kedua matanya,
M-Mustahil!
"Membalikkan surga di langit, membatalkan kiamat di Bumi,
Penciptaan tanpa awal hakekat
Musnah dalam sekejap tapak..."
Cahaya itu menebal, hingga membutakan sekitar. Ino tak lagi bisa merasakan kehadiran Temari lewat matanya, namun jantungnya berdetak tak keruan dan nafasnya tertahan. Tenaga dalam ini masih menjalar di awal, namun perlahan merasuki sukma Ino hingga ke dalam. Kulitnya mendingin, bak mati rasa. Telinganya yang menjadi satu-satunya panca indera yang mampu berfungsi
"...EIEN..."
Ino menahan nafas, kalimat itu-
"...HIKARI..."
.
.
.
Naruto berhenti melangkah, lantas berbalik badan. Sasuke jadi mendahuluinya, Uchiha bungsu ini menautkan alisnya di dahi usai mengikuti gerak Pangerannya,
"Ada sesuatu?"
Naruto bergeming. Dahinya sejenak berkerut, membuatnya tampak lebih tua.
"Tidak, tapi..."
"...Tapi...?"
Sasuke mengejar, namun Naruto enggan menjawab.
"Hikaze?"
"Hai, Naruto-Dono."
Sasuke bingung, sosok spirit rubah itu muncul begitu saja di samping Naruto. Naruto memasukkan telapaknya ke dalam saku, berdirinya tetap tegap. Naruto jelas membelakanginya, namun Sasuke bisa menyadari benar kalau pandangan Pangerannya begitu menajam.
"Apa itu barusan?"
"Aku tidak tahu, namun rasanya tidak asing."
Naruto tak menanggapi, matanya lurus ke arah apartemen. Di jarak sejauh kegelapan jalan ini dia merasakan sesuatu, namun apa?
Naruto tak tahu pasti. Yang jelas, tekanan tenaga dalam barusan jelas teramat mirip dengan miliknya. Milik Hikaze.
Naruto menghela nafasnya. Dia berbalik badan, lantas melewati Sasuke. Hikaze mengikuti masternya berbalik sebelum lenyap di kegelapan. Sasuke keheranan, namun lantas diikutinya langkah Naruto begitu saja.
"Oi, kau yakin tidak ada apa-apa?"
Naruto melirik sedetik,
"Mungkin."
Sasuke menarik kepalanya-semakin heran, "Ck! Terserah!"
"Haha! Kau benar-benar sahabatku yang benar-benar mengkhawatirkanku, ya? Teme?" Naruto menepuk-nepuk bahu Sasuke yang setengah langkah di belakangnya sambil nyengir lebar. Sasuke berjengit, menghindar.
"Urushai!" Umpatnya, lalu bergeser selangkah, "Lagian sudah sepantasnya seorang Pangeran itu dilindungi, bodoh!"
"Aku bukan bodoh."Kilah Naruto. Jempolnya menunjuk dirinya sendiri, "Aku adalah 'Putra Mahkota NERV'; Namikaze Naruto."
Sasuke menggeram, "Awas kau!"
Naruto malah tergelak, Sasuke jadi ngedumel sendiri.
Beberapa detik kemudian, Naruto berhenti tertawa. Sasuke pun diam, suasana kian sunyi.
Mereka berhenti di depan mesin penjual minuman otomatis, Naruto memasukkan koin, menangkap dua kaleng coffe ice yang bergulir ke luar sebelum melemparkan sebuah pada Sasuke.
Sasuke menangkapnya, Naruto menangkap kursi panjang tepat di samping mesin. Dia berjalan santai dan menaruh pinggulnya begitu saja.
Sasuke terdiam dengan kaleng ice coffe di tangannya. Naruto membuka tutup kaleng dan meneguk isinya,
"Duduklah." Tukasnya sembarang, membuat Sasuke kembali menyatukan alis.
"Kau tahu kapan aku harus bicara, Sasuke."
Kali ini Sasuke tak punya alasan, dia membuka kaleng ice coffe-nya sambil berjalan ke arah Naruto.
Sasuke meneguk bagian pertama kopinya sembari duduk,
"Memikirkan sesuatu, Jendral?"
Dan juga dengan sambaran pertanyaan langsung dari Naruto. Sasuke tercekat, namun diteguknya lagi isi kalengnya.
"Bukan apa-apa."
Naruto menekuk wajahnya,
"Oh, sungguhkah? Kepalamu mahal harganya, Uchiha."
"Bukan urusanmu."
Naruto tergelak, Sasuke mendengus. Seraya meneguk minumannya lagi dia tahu salah besar kalau merasa bisa membohongi Naruto. Sasuke tak akan pernah lupa kalau sahabatnya ini juga adalah seorang Putra Mahkota.
Dan meskipun Naruto serius soal yang terakhir itu, membohongi Keluarga Kerajaan dalam bentuk apapun akan berujung dengan hukuman mati.
"Hanya sedikit mengenang," Sasuke menjawab sekenanya, "Puas?"
Naruto menjilati ice coffe yang tertnggal di bibirnya,
"Mengenang?"
Sasuke membungkukkan badannya membiarkan bagian luar lengannya mampu bersandar di paha. Ujung jari yang menggenggam kaleng merenggang, hanya menahan berat minuman itu sekedarnya.
Sasuke menghela nafas berat,"Aku mengenang hari itu."
"..."
Naruto diam, tak berniat menimpali ataupun menyanggah. Meskipun dia tahu kalau Sasuke jelas enggan untuk sekedar melanjutkan itu, namun Naruto merasa harus berpikir panjang untuk sekedar memberikan komentar.
Yang Naruto dapat simpulkan adalah, bahwa Sasuke hingga saat ini pun masih dikejar rasa bersalah karena tidak bisa melindungi Ino.
Naruto jadi sendu pandangannya tanpa dia sadari. Dia tidak bodoh, dan paham benar dengan perasaan Sasuke. Naruto pun jadi merasa serba salah, bagaimanapun tinggal Ino harta termalahnya sekarang. Adik perempuannya, yang gagal dilindungi oleh sahabatnya sendiri.
Namun Naruto tidak bakal membiarkan Sasuke terpekur terlalu lama. Naruto memasang senyum lebar,
"Hei, tak usah dipikirkan." Gumamnya. "Lagipula itu bukan salahmu karen-"
PRANG! BRAK!
Cairan coklat kental dingin mengalir di trotoar, kaleng yang tadi masih bertengger di tangan Sasuke sudah tergeletak pula di sana. Berdampingan dengan cair minuman. Sasuke lantas kemudian mengayunkan kepalan tinjunya ke sandaran bangku, merusakkannya dengan menjadikannya patah terbelah.
Nafasnya terengah-engah, memburu dalam titik basah awal keringat yang merembes. Naruto bungkam.
"Urushai!" Bentak Sasuke, "Kau selalu bilang 'tidak usah pikirkan', ' tidak apa-apa', namun nytanya kau itu yang paling mengkhawatirkan, hah? Kau tahu itu?"
Naruto menegak minumannya, tetap bungkam.
"Sampai saat ini kau selalu tersenyum dengan menahan tawa, menepuk pundak kami, mengatkan semuanya baik-baik saja, nyatanya apa yang baik? Hah? Apanya yang di bawah kendali? Aku tak bisa melindungi Ino! Aku tidak bisa! Seandainya aku tidak meremehkan Kabuto! Seandainya Orochimaru tidak datang waktu itu! Seandainya aku lebih kuat! Seandainya... seandainya..."
Kepalan tangan itu turun dari sandaran kursi, terseret sebelum mendarat di bangku-tepat di samping Sasuke.
"...Seandainya aku tidak mencintainya, mungkin aku tidak bakal kebingungan sepetti ini..."
Suara itu melemah. Naruto menajamkan matanya, berdiri di depan Sasuke yang menunduk sebelum lantas menghajar telat wajahnya.
BUAGH! BRUK
Jelas, Sasuke tersungkur. Dia terdorong ke sandaran sebelum terjerembab di trotoar. Malam semakin sepi, dan suara pukulan tadi cukup bergema di telinga Sasuke.
Naruto menarik kerah baju Sasuke,
"Bangun, BRENGSEK!"Makinya. "Bolak-balik bilang seandainya, kesambet setan apa kau? Hah?"
Naruto mengeratkan cengkeramannya, Sasuke nyaris tercekik.
"Aku tahu kalau kau merasa paling bersalah pada sebab terlukanya Ino, namun bisa kau bayangkan kalau orang lain yang Ayahku pecayakan di sana? HA?"
Sasuke tercekat, perlahan dia menunduk. Dan dilihatnya Naruto kembali sendu matanya,
"Ayahku tahu kalau kau mencintainya! L:epas dari bagaimana perasaan Ino, dia pun tak pernah cerita padaku tentang siapa yang disukainya, tapi..."
Naruto memundukkan wajahnya,
"... Tapi jika bukan kau yang bertugas di istana waktu itu...
... Ino sekarang sudah tidak ada lagi."
"Omong kosong!" Sasuke melawan, dia berontak berusaha melepaskan diri. "Aku telah gagal Naru-"
"HANYA KAU YANG BISA! KAU DENGAR ITU? HA?"
Makian kasar itu meluluhlantakkan semua ego Sasuke. Kaleng yang tergelaetak itu bergulir goyang, kemudian melintir permukaan trotoar kerena angin.
Angin kencang itu membunyikan suara daun pohon yang loepas dari dahannya, memelantingkan kaleng dari lantainya, sembari meledakkan titah amarah sang Pangeran Muda.
"Tidak ada yang bisa melindungi adikku selain kau, Teme." Naruto terengah-engah, rambut pirangnya berjuntai ke depan. "Bahkan aku pun tidak."
"Aku mungkin kurang ajar sudah membiarkan adikku semanja itu, berbeda jauh dengan kakakku yang acuh, tak hobi bermain dengan kami dulu. Namun. Hubungan kami tetaplah sebatas saudara! Benang-benang batas itu secara langsung membuatku tidak bisa, Sasuke. Kau bilang Jendral lain saat itu mungkin berkesempatan untuk menang, namun bagiku; Tidak."
"Peraasaanmu padanya yang telah membuatmu mampu berdiri melawan Orochimaru dan Kabuto bersamaan tatkala itu, Sasuke. Ini bukan soal kekuatan, namun saat seseorangmempunya sesuatu yang harus dilindungi, ia akan jadi yang terkuat."
Naruto melonggarkan genggamannya,
"Aku percayakan Tuan Putri Namikaze padamu, Jendral Uchiha."
Sasuke terperangah, begitu Naruto usai mengucapkan kalimatnya lantas cengkeramannya renggang begitu saja. Sasuke turun ke trotoar, kakinya kembali bisa menapak waras permukaan. Sasuke mengolah emosinya yang masih terasa rancu sebelum mendapati wajah pangerannya kecut bukan main.
Sasuke meghembuskan nafasnya, sedetik dia mendongak tipis ke langit malam. Hembusan angin yang serselip di antara temaram bintang bak telah mengilhaminya akan sesuatu.
BRUK!
"Aku mengeti, Yang Mulia Pangeran." Sasuke berlutut, kepalanya menunduk. "Mohon maafkan kekhilafan hamba."
Naruto perlahan mengangkat kepalanya,
"Bangunlah, Jendral."
Sasuke berdiri, meluruskan jarak pandang antara dirinya dengan Sang Pangeran.
"Tidak akan kubiarkan kau terpuruk begitu saja hanya karena memori. Bukan salah seorang Jendral tatkala gagal dan menimbulkan korban."
"Camkan itu baik-baik, Jendral."
Naruto mengangkat tangannya, membentuk sebuah kepalan yang menghadap lurus Sasuke. Sang Jendral tersadar, lantas mendapati cengiran lebar itu telah kembali. Menahan senyum, Sasuke mengangkat tangannya pula. Membenturkan kepalan tinjunya pada Naruto.
DEEEEEGGHH!
Naruto dan Sasuke kejang bersamaan, mereka serempak memasang kuda-kuda. Menghadap dua arah yang berbeda.
HAWA PEMBUNUH! AURA SESAT!
DEMON!
"Kau merasakannya? Sasuke?"
Tanpa menoleh, sang Jendral menajamkan matanya sembari bnergumam,
"Iya. Besar, dan cukup-"
DUAARRRRGGGHH!
Ledakan gas yang merayap oksigen muncul begitu saja di depan mereka, xsekitar jarak setengah kilo. Angin tajam berhembus, menyisakan hawa sesat yang membentur kebun rerumputan hijau yang berada di samping jalanan remuk dengan sisa-sisa beton dan semen berserakan.
"UGH!" Naruto dan Sasuke menahan debu yang menyambar dengan menaruh tangan di depan mata. Perlahan mereka memicing, berusaha mengintip. .
Asap yang terhembus menipis, menghapuskan jeda pandang mereka berdua. Dalam kegelapan malam mereka dapat menyaksikan kini tinggi besar makhluk itu.
"Makan malam, Jendral."
Sasuke menoleh pada Naruto yang tengah mengedipkan matanya, lantas tersenyum.
"Perintahkan saya, Yang Mulia."
Naruto menahan cengir yang semakin melebar, kepalanya kembali ke arah depan dengan tangan kanan terangkat ke samping. Luapan tenaga dalam perlahan merembes dari cincin yang tersemat di jari tengahnya, perlahan namun pasti, padatan tenaga dalam itu membentuk
"EIEN...
... HIKA-!"
"Tunggu."
Naruto terkejut bukan main, suara itu menghentikan mantra pemanggilnya. Sasuke pun tak kalah kaget, Inferno-nya tak jadi muncul. Naruto kemudian merasakan sentuhan lembut di bahunya, membuat pemuda pirang itu reflek menoleh kalut.
Sedetik kemudian, mata biru itu melebar bukan main dahsyatnya.
.
.
.
"Sakura-chan?"
Gadis berambut merah jambu itu menahan senyum yang disertai rona wajah yang mulai memerah,
"Hai, Naruto-sama."
Jawaban tanpa dosa itu membuat kikuk Putra Mahkota. Lebih bingung lagi tatkala di belakangnya berdiri Ino dan Shikamaru.
Kerut di dahi Naruto menebal, tidak. Bukan hanya mereka. Gaara , Kankuro dan Temari pun ikut pula.
Naruto spontan menuding, "Sedang apa kalian di sini?"
Ino maju selangkah, menyetarakan dirinya dengan Sakura. "Pertanyaan sama kami berikan untukmu,O-nii-chan. Sedang apa kakak di sini bersama Sasuke-kun?"
He?
Naruto jadi salah tingkah. Begitu dia melirik Sasuke, orang ini tengah membuang muka.
"E-Etoo... Aku hanya-"
"-Minum es kopi dan tidak mengajak aku, pelit!" Ino menyanggah cepat seraya mengembungkan mulutnya kesal, kedua tangannya bersilang di dada. Naruto cepat-cepat menggoyangkan tangannya membela diri.
"I-Itu bukan! Aku hanya-"
"Langsung ke intinya saja, Ino-Sama." Shikamaru kali ini bersuara, tangannya ditekuk di samping pinggang. "Saya kira anda jangan terlalu kejam pada kakak Anda."
"Jangan perintahkan aku, Tuan Pemalas!"
Shikamaru berjengit usai Ino membentaknya, tangannya berpindah ke kepala guna menggaruk bagian kepala yang sesungguhnya tidak gatal. Meninggalkan Naruto dalam sweatdrop.
Sialan, Naruto mengumpat batin. Apa-apaan sih ini?
Naruto belum bergerak dari tempatnya, namun Ino sudah melangkah maju seraya kemudian menepuk dadanya yang tertutup kaos.
"Kakak tidak perlu mengeluarkan Fuerza untuk kali ini, kami punya sesuatu yang akan membuat kakak mampu tidur nyenyak. "
Naruto manyun, "Nggak nyambung banget, Ino-Chan."
Ino tertawa, "Nyambung lah, kan yang mau tampil istrimu."
BLUSH!
Naruto otomatis memerah wajahnya, matanya berpindah pada Sakura yang juga bukan main merona. Ino tertawa, lalu berjalan ke belakang Sakura, menepuk-nepuk punggungnya dengan daya dorong yang cukup untuk membuatnya berjalan.
"C-Chotto, Ino-Sama-!"
"Sudah, langsung saja." Potong Ino, "Tunjukkan pada kakakku kalau kau calon permaisuri yang baik!"
Mau tak mau Sakura bergerak maju, melintasi beberapa petak marmer yang menyusun trotoar. Ino tak perduli dengan tatapan heran Naruto yang tetap linglung, mengikuti arah langkah mereka hingga kini berdiri di depan.
Makhluk itu melolong keras, mendentumkan aliran udara hingga bak memantulkan audio yang menggetarkan kuping. Dari kejauhan 7 anak manusia itu bisa melihat badannya yang bulat dengan tangan kekar sebesar tubuh. Menggasak apapun di depannya. Ino mundur ke samping Naruto, membiarkan Sakura berdiri di sana.
"Lihat dan perhatikan, kakak." Ino bergumam,
"Dan tak usah tanya."
Naruto menggerutu dalam diam, telunjuknya berhenti dan turun begitu saja tatkala Ino kembali membuang mukanya dengan tangan bersilang. Dia memindahkan arah pandangnya ke punggung Sakura, memperhatikannya jengah.
Tanpa diduganya, Sakura menoleh sembari berbalik badan,
Eh?
"Watashi wa ganbarimashou..."
Sakura membungkukkan badan, Naruto terperangah.
"...Naruto-Sama."
Sakura membalikkan badannya kembali, meninggalkan Naruto dalam khayalnya sendiri.
Sakura-chan...
Kedua tangan berjemarikan lentik itu terangkat ke depan. Sakura menghela nafasnya, menghembuskannya kuat sekali hingga menggoyangkan rambut merah mudanya. Kedua tngan itu membentuk sebuah simbol, menarik kekuatan magis dari udara seraya mantra yang diucap dalam bisikan.
Dia benar-benar Sakura-chan...
Cahaya berkilauan merah muda keputihan bersinar dari tubuh Sakura, memaksa semua sosok di sana sedetik memicingkan mata.
Naruto berusaha mencerna sesuatu, cahaya ini terang namun tidak menekan apakah-
Sebelum genap terkejut, Naruto menyadarinya.
Dia tidak bisa merasakan pancaran tenaga dari kekasihnya itu.
Namun kenapa-
"Naruto-Dono!"
Naruto tak lanjut membatin, Spiritnya yang hadir ini dirasa akan memberikan jawaban.
"Hikaze?"
Rubah itu mengangguk,"Tenaga dalam yang tersembunyi barusan, adalah milik Sakura-Dono."
Naruto terkesiap, Sang Pangeran masih sibuk menyimpulkan tatkala telinganya menangkap suara manis Sakura tengah mengucap,
"...EIEN...
...HIKARI..."
Cahaya terang itu perlahan memutar, membentuk sedemikian detail sesosok makhluk berdiri di atas Sakura. Naruto memperhatikannya, benar-benar teliti bak seakan ingin menghafal lekuk bentuknya. Semakin jelas, dan tatkala Naruto menyadari waktu yang terlewat sekian detik, iris safir Naruto telah menemukan sesosok malaikat bersayap enam tengah melayang di atas Sakura. Selendang yang membentang dari ujung kanan ke ujung kiri melewati bahu, sergapan sinar yang membutakan namun hangat terasa ini...
Naruto menoleh pada Ino, yang tengah mengedipkan matanya. Gaara berjalan mendekati Naruto, menarik perhatian sang pangeran dengan segera.
"Gaara, jangan bilan kalau..."
Gaara menoleh, dengan menatap wajah seriusnya Naruto tak jadi bertanya. Gaara kembali melihat pada Sakura lantas bergumam.
"Orochimaru tengah memancing kita, Naruto."
Naruto menggelengkan kepalanya, "Maksudmu?-"
"-Orochimaru mengirim salah seekor peliharaannya ke sini, guna memancing kehadiran kita. Memakai Fuerza, kemudian datang ke tempat kita sekarang dengan melacak pancaran tenaga dalam lantas menghabisi kita semua." Sanggah Gaara. "Itu rencananya."
Naruto menelan ludahnya,
"Jadi benar, kalau ini..."
Kalau Fuerza ini...
"Tapi Orochimaru tidak bisa mengintai kekuatan ini."
Gaara menggoyangkan kepalanya, membuat Naruto kian memperhatikan gerak Sakura .
"...FUERZA tipe malaikat, ahli segel terkuat, dan tidak mampu terlacak oleh panca indera manapun, dengan kandungan energi yang mampu meletupkan aura gaib seluas satu buah provinsi. Satu dari 6 FUERZA terkuat, dan merupakan senjata kunci untuk menghabiskan era Orochimaru, Naruto."
Naruto terperangah, terhipnotis. Dia bak membeku tatkala Sakura melayang, mengendalikan Malaikat itu dengan sebuah gerakan. Pantulan aksi Fuerza itu bak membawanya ke awang-awang. Naruto bak tidak sadar apa yang terjadi selanjutnya. Yang ia ingat hanyalah sesosok gadis manis berambut merah muda tengah berdiri di depannya, bersanding di antara debu hitam yang melayang. Sakura membungkukkan badan lantas berkata,
"Aku berhasil,kan? Yang Mulia Pangeran."
-(TBC)-
POJOK REVIEW:
Kanzaki asamu: Oke gan, maksih banyak. Sudah di edit dan makasih banget buat masukannya (^_^)bb
Ryuu : Thank juga gan. Sori kalau ni chap nggak keluar battlenya. Biasa deh, OTW :DD
nona fergie: Lah, emang belum #nggak kalah siok LOL Kalau sebangsa C.O.D sih jujur pernah 'megang'. XDD Wafatnya Minato dan kejadian sejarah lain akan berlanjut di chap berikutnya :)) Sasuhina? Boywh-boyeh, namun emang ini sekedar variasi. Kan yang penting NaruSakunya :DD
Guest alias XXX: Khekhekhe... yang chap ini kalau nggak kerasa fightnya juga maaf ya masbro. Insya Allah proses.:)) Makasih udah mampir ^^bb
gui gui M.I.T: Bwahahaha! Sakura sih ada, namun dia emang diam :)) CInta segitiga? Lihat aja deg nanti XD
Guest: Senpaiku Cintaku? ^^" Hehehe... tunggu ya, Hehehe... #nervously laugh
Guest: Yupz, di sini SasuIno lebih menojol meskipun masih jadi pertanyaan. Sabar ya :DD
AN:
Bwehehehe... saya muncul lagi setelah segel mutlak UAS XD Terimakasih untuk semua pihak yang senantiasai menunggu upadatenya chap ini ^^b. Untuk kali ini sepertinya saya tidak usah beri sambutan panjang, ya? Intinya saya tunggu saja review dan kritik dari semuanya ^^bb
I always waiting
Alp Arslan
(REVIEW)
v
v
v