Naruto ⓒ Masashi Kishimoto

This story pure is mine

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•°

Genre:: romance/drama/tragic/hurt/comfort;dsb..

OOC;OC;misstypo;dsb..

Rating:: M

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•° `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•°

Please Read n Review..!

I don't accept flame in my fict!

Onime no Uchiha Hanabi-hime

Present...

"Dream Traveller"

Senja menguning membuat warna kota kala itu berubah menjadi jingga kemerahan. Teriknya musim panas membuat matahari senja masih terasa menggerahkan.

Perempuan manis berambut merah jambu bertengger manis di jembatan penyebrangan menatap matahari terbenam di hadapannya. Tak perduli matahari sore membakar kulit putihnya.

Tiba-tiba ia merasa seseorang mengelus lengannya, membelenggunya dalam pelukan yang membuatnya semakin terbakar rasa panas dan juga perasaan lain yang menjadi efek samping dari pelukan tersebut.

Hembusan hangat berbau mint menerpa pipinya. Hembusan nafas yang menderu lembut dan menggumamkan kalimat "aku menginginkanmu".

Sakura semakin terhanyut dalam buaian pemuda itu. Ia sendiri tak tahu siapa pemuda yang ada di belakangnya. Yang pasti, pemuda itu kini berhasil mendapatkan dirinya.

Sakura membalikkan badannya, menatap lembut pemuda bermanik onyx itu. Tatapan tegas namun meneduhkan terus terpancar dari bola mata sang empunya. Pemuda itu mengelus pipi Sakura lembut. "Hidate" gumamnya.

Sakura mengerti, ia lalu menyelipkan sebuah kartu nama di saku kemeja pemuda itu. Lalu meninggalkannya bersamaan dengan matahari yang bersembunyi dari kota Tokyo kala itu.

Sakura memasuki apartemennya, ia tak menutup rapat pintu apartemennya dan membiarkannya begitu saja. Sakura lalu masuk ke kamarnya dan melepas segala pakaiannya. Dipandanginya tubuhnya yang tak tertutup apapun itu dicermin. Lalu sedikit tersenyum dan menutupi tubuhnya itu dengan mini dres tipis yang panjangnya 2 jengkal di atas lutut.

Sakura kembali memandangi tubuhnya di cermin. Cermin itu memantulkan sosok perempuan cantik dengan dres yang menampakkan lekuk tubuh serta bayang-bayang tubuhnya. Bagaimana tidak? Ia bahkan tak menggunakan pakaian dalam.

Sakura lalu menyemprotkan parfume beraroma cherry ke tubuhnya. Kemudian berjalan ke ruang tamu. Ia lalu duduk di sebuah sofa dengan menyilangkan kakinya. Mengambil sebuah majalah dan membolak-balik menghilangkan bosan. Sesekali ia menatap ke arah pintu apartemennya yang tak tertutup rapat itu.

Tak lama, pintu itu terbuka perlahan. Bau parfume maskulin menyeruap mengganti aroma cherry sebelumnya.

Sosok pemuda bernama Hidate itu berdiri dengan gagah diambang pintu. Menatap Sakura dalam diam, seolah takjub akan sesuatu.

Hidate menatap Sakura dari atas hingga ke bawah. Ia berhenti ketika menatap sebuah pemandangan yang membuat nafsunya bergejolak dan pejantannya menjadi menegang. Nafasnya berderu menahan nafsunya yang mulai tak terkendali.

Mata Hidate masih awas pada pemandangan diantara paha Sakura yang bertumpang tindih. Ia menelan salivanya dengan susah payah.

"Kenapa hanya berdiri di sana?" Tanya Sakura. Ia lalu melempar majalahnya entah kemana. Lalu berdiri, dan berjalan menghampiri Hidate.

Hidate semakin tak dapat menahan dirinya melihat tubuh Sakura yang menurutnya sangat indah dan menggiurkan itu hanya terbalut mini dress tembus pandang.

Sakura meletakkan jari lentiknya di dahi Hidate, lalu turun dan turun secara lembut hingga bagian tersensitif milik pemuda itu. Ditekannya bagian tersebut dengan jari telunjuknya, "kau menegang" bisik Sakura dengan sensasional.

Hidate memegang kedua pipi Sakura dan meraup bibirnya utuh. Diajaknya Sakura bergulat lidah. Dengan lihai ia mempermainkan lidah Sakura.

Sakura menarik diri dari Hidate, ditutupnya rapat pintu apartemennya dan mendorong Hidate hingga terduduk di sofa. Ia lalu duduk di paha Hidate dan melepas kemeja biru malam yang digunakan pemuda itu.

"Kau ingin mendominasi, huh?" Ucap Hidate dengan seringai.

Sakura tersenyum sepintas, lalu mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.

Hidate terbelalak menatap apa yang ada ditangan Sakura.

"Mari kita mulai sex kita" ucap Sakura. Disayatnya dada Hidate dengan cutter yang ada di tangannya. Darah segar mengalir perlahan dari goresan yang tercipta. Erangan Hidate membuat Sakura semakin menolehkan goresan indah di tubuh kekar pemuda itu. Sakura menjilati darah-darah itu dengan menggoda.

Hidate mengerang, namun di sisi lain gairahnya semakin menjadi. Ia lalu mendorong tubuh mungil Sakura, hingga mereka kini berubah posisi. "Kau boleh melakukan itu lagi jika aku telah selesai" ucap Hidate dan mulai menggerayangi tubuh Sakura.

"Ngh.. Ah.. Ah.. Uh.. Oh.. Uh.. Ah.. Ngh.." Desah Sakura ketika Hidate memacu kejantanannnya dengan cepat di dalam liangnya.

Hidate mengulum bibir Sakura dan semakin cepat menggerakkan pinggulnya.

"Ahhh...!" Jerit Sakura melepas ciuman Hidate. Ia merasa pandangannya mengabur dan merasa nikmat yang tiada tara sekaligus.

"Ughhh..." Hidate mendekap Sakura dan memasukkan kejantanannya semakin dalam ke dalam vagina Sakura.

Sakura menatap Hidate dengan pandangan yang masih agak mengabur. Nafasnya menderu kelelahan. Ia lalu mendorong tubuh Hidate, tanpa mengeluarkan kejantanan pemuda itu dari vaginanya. Sakura kembali menyayat pemuda itu dengan cutter dan sekaligus menggerakan pinggulnya.

"Argh.. Uh.. Argh.. Erh.. Ah.." Rintihan dan desahan Hidate membuat Sakura menyeringai misterius.

Sakura menjilati darah-darah yang mengalir di tubuh pemuda itu.

Hidate mengerang ketika lidah Sakura membuka luka yang telah digoreskannya sebelumnya. Rasa perih dan nikmat ia rasakan sekaligus.

Sakura terus menyayat dan menjilat. Hingga darah-darah itu terus keluar tanpa henti. Sakura tertawa melihat darah-darah yang mengalir itu. Hingga ia tiba-tiba mendesah panjang ketika menyadari dirinya telah mencapai klimaks kedua. Ditatapnya Hidate yang sudah tak bergerak sama sekali.

Sakura mengecup pemuda itu dan berbaring di sisi pemuda itu. Mendekapnya, memberi pemuda itu kehangatan yang mungkin akan ia rasakan. Atau hanya dingin dan semakin kedinginan.

"Dream Traveller"

'KRIIIIIIIIIIIINNNGGG!'

Sakura melempar jatuh jam wakernya. Ia menggeliat, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal. Ia menghela nafas panjang.

"Mimpi" gumamnya. Ia lalu merapikan rambutnya. Ia terbelalak ketika mendapati di sudut bibirnya terdapat bercak darah. "Apa-apaan ini?" Serunya terkejut.

"Ada apa Sakura?" Tiba-tiba seseorang bangkit dari ranjang yang ada di seberang ranjang Sakura.

"Tidak ada apa-apa" jawab Sakura dan ia langsung menuju kamar mandi. Setelah mandi, ia menutupi tubuhnya dengan handuk dan keluar dari sana.

"Lama sekali" gerutu pemuda yang tinggal satu apartemen dengannya itu.

"Maaf" sahut Sakura singkat.

Tiba-tiba pemuda itu menggenggam pergelangan tangan Sakura, dan menariknya jatuh dalam pelukannya.

'Cup' pemuda itu mengecup bibir Sakura. Lalu ia menjilati bibir itu.

Wajah Sakura memerah mendapat perlakuan sedemikian dari pemuda itu. "Hentikan Sasuke.. Ngh.. Kita harus berangkat sekolah.." Ucap Sakura disertai desahan ketika pemuda itu mulai menyelipkan tangannya ke balik handuk Sakura.

Sakura mendorong tubuh pemuda yang hanya mengenakan boxer itu. "Aku harus siapkan sarapan" ucap Sakura dan pergi ke arah lemarinya.

"Buru-buru sekali. Srlup!" Ucap Sasuke sembari menjilati jari tengahnya yang basah dengan erotis. Ia lalu menghampiri Sakura lagi dan memeluknya dari belakang. "Aku menginginkanmu" bisik Sasuke di sisi telinga Sakura.

Sakura terbelalak. Ia lalu kembali mendorong tubuh pemuda itu, "cepatlah mandi. Nanti kesiangan sekolah" perintah Sakura.

"Iya.. Iya.." Dengus Sasuke dan berjalan menuju kamar mandi dengan malas.

Sakura terdiam, ditatapnya pantulan dirinya di cermin.

Mimpikah? Atau kenyataan kah? Sekarang aku berada di mana?

Sakura memakai seragam sekolahnya dan mempersiapkan sarapan.

Tak lama Sasuke muncul dengan seragam yang agak berantakan. Dasi yang tak terikat sempurna hanya dibiarkan menggantung begitu saja, pakaian yang dikeluarkan, celana yang sepinggul.

Sakura mendecih, lalu diikatkannya dasi Sasuke dengan rapi. Sedangkan Sasuke memakan roti yang sudah disiapkan Sakura sembari terus menatap Sakura.

"Selalu begini.. Kau itu ketua OSIS, berapi-rapilah sedikit" ucap Sakura mengkritik dandanan Sasuke.

"Lagipula kan ada kau yang akan merapikanku" sahut Sasuke santai. Lalu tersenyum dan mengecup dahi Sakura.

Sakura mendengus dan duduk di kursinya setelah selesai merapikan dasi serta seragam pemuda berambut raven model emo itu.

Setelah selesai sarapan mereka berdua berangkat bersama. Sepanjang perjalanan Sakura hanya diam. Selama ini ia tinggal bersama dengan Sasuke, tak mungkin jika laki-laki dan perempuan tinggal bersama tak melakukan hal yang disebut 'sex' bukan? Jika benar ada, katakan padaku. Paling tidak mereka hanya bercinta biasa? Setiap manusia pasti memiliki nafsu 'kan? Manusia tercipta disertai nafsu, berbeda dengan mereka para malaikat.

Selama Sakura tinggal bersama Sasuke, ia tahu jauh di dalam hatinya ia sangat mencintai Sasuke. Dan ia rasa Sasuke pun begitu. Tapi entah kenapa Sasuke tak pernah mau mengatakannya. Kalimat yang paling sering ia dengar dari Sasuke adalah 'aku tahu kau perduli denganku', 'bercintalah denganku', dan sejenisnya. Sasuke tak pernah mengatakan 'aku mencintaimu'. Entah kalimat itu adalah sebuah laknat atau apa Sakura sendiri tak tahu. Tapi bagaimanapun ia seorang wanita dan ia ingin mendengar kalimat itu dari lelaki yang menjadi teman sekamarnya, teman sepermainannya, dan teman dalam hidupnya itu.

Sasuke bersenandung ringan menghapus kesunyian yang sejak tadi membuatnya merasa canggung dengan Sakura.

Sakura terus menatap jalanan, pikirannya sedang berkelut dengan mimpinya malam tadi. Mimpi yang terasa begitu nyata. Rasa nikmatnya, rasa sakitnya, rasa darahnya, dan rasa lelahnya.

"Apa yang kau lihat di bawah sana!" Seru Sasuke mulai bosan dengan Sakura yang terus mendiamkannya.

Sakura mendongak lalu menatap Sasuke. Tersenyum sepintas. Kemudian kembali merunduk.

Sasuke berhenti berjalan.

Sakura terus berjalan.

Sasuke diam.

Sakura diam.

Kini Sasuke tahu, pikiran wanita itu sedang tak berada di tempatnya. Dan ia ingin sekali tahu apa yang ada di pikiran wanita yang dianggapnya sebagai miliknya itu.

Sakura tersentak ketika menyadari dirinya hanya berjalan sendiri. Ditatapnya jauh ke belakang. Kemudian ia berlari menghampiri Sasuke, "kenapa berhenti?" Tanya Sakura.

"Dan kenapa kau baru menyadarinya sejauh itu?" Sahut Sasuke.

Sakura merunduk.

"Berhenti menundukkan kepalamu! Jika ada sesuatu yang membebani pikiranmu, keluarkan saja! Jangan membuatku merasa sendirian dengan kau yang terus diam!" Cerocot Sasuke kesal. Walau maksudnya baik, namun cara bicaranya yang kasar dan membentak membuat orang mungkin akan segan dengannya.

Namun berbeda bagi Sakura, ia mengerti watak Sasuke yang sedemikian dan berusaha menjadi apa yang Sasuke inginkan. "Maafkan aku. Kita jalan lagi?" Ucap Sakura sambil tersenyum.

Sasuke menatap Sakura ragu.

"Aku tak akan mendiamkanmu lagi" ucap Sakura yang mengerti maksud dari tatapan pemuda bermarga Uchiha itu.

"Baiklah" sahutnya dan melanjutkan perjalanannya dengan Sakura yang terus mengoceh. Entah itu penting atau tidak, yang penting Sakura selalu berbicara agar Sasuke tak merasa sendirian.

Sebelum sepenuhnya sampai di daerah sekolah, Sasuke berhenti berjalan.

"Aku duluan" ucap Sakura dan meninggalkan Sasuke.

Beberapa menit kemudian barulah Sasuke melanjutkan langkahnya menuju ke sekolah.

Di sekolah, mereka memang sepakat seolah tak saling mengenal. Itu karena Sasuke pikir akan lebih aman bagi Sakura seperti itu. Sebab jika para FGnya mengetahui siapa Sakura bagi Sasuke, maka bahayalah Sakura.

Sakura memasuki kelas, menyapa teman-temannya dengan ramah. Tak lama terdengar histeria para siswi yang menyerukan nama 'Sasuke'.

Setelah jam masuk berdenting, Kurenai memasuki kelas dengan pakaian yang serba hitam.

"Wah, ada acara apa bu?" Tanya seorang siswa.

"Maafkan kami ya anak-anak. Hari ini kalian dipulangkan, sebab adik dari Pak Ibiki meninggal dunia malam tadi" ucap Kurenai.

Tiba-tiba suasana kelas menjadi riuh.

"Meninggalnya karena apa, bu?"

Sakura menatap keluar jendela, melihat sekumpulan para guru berpakaian hitam.

"Ibu juga tidak tahu, hanya saja jenazahnya ditemukan malam tadi di sebuah apartemen kosong dengan keadaan yang mengenaskan" jelas Kurenai. "Nah, kalian harus langsung pulang ke rumah ya? Jangan berkeliaran, mengerti? Atau kalian mau ikut para guru untuk melayat?" Ucap Kurenai.

Sakura menatap Kurenai lalu melihat ke arah teman-temannya yang sibuk berbisik satu sama lain. "Ino, ada apa?" Tanya Sakura.

"Loh? Kau tak dengar?" Sahut Ino.

"Apa?" Tanya Sakura.

"Adik Ibiki-sensei meninggal, jadi kita dipulangkan" jelas Ino.

"Siapa?" Tanya Sakura.

"Adik Ibiki-sensei" sahut Ino.

"Maksudku namanya" ucap Sakura.

"Morino Hidate."

"Dream Traveller"

Bersambung...

Wew.. Gorenya nggak kerasa ya? Gimana lemonnya? Alah.. Ini mah jeruk nipis.. "̮ ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ "̮

Sebenarnya, aku nggak fokus ke lemonnya, aku hanya fokus ke inti dari alur fict ini. Karena aku tak pintar membuat gore, jadi mungkin gorenya aku buat yang pasaran. Semoga bisa membuat para readers senang?

Review boleh?