Naruto © Masashi Kishimoto

Last Friday Night © MissAnchovy

Pair: SasuSaku

Genre: Angst, Crime, Romance

Rated: M

Warning: OOC, AU, gaje, garing, typo bertebaran (mungkin)

.

Don't Like? Don't Read!

.

No Flame, Please!

RnR?

~OOO~

Sakura berjalan keluar dari kamar mandinya. Dilihatnya kalender yang menggantung disamping lemari pakaiannya. Ia menyeringai senang, "Jum'at ya?"

"Baiklah, mari beraksi"

Sakura segera memilih gaun malam yang cukup memperlihatkan kemolekan tubuhnya. Tak lupa ia memoleskan make up cukup tebal dengan lipstick merah agar memperlihatkan kesan 'nakal'. Setelah siap, Sakura berjalan keluar kamarnya dengan cukup berhati-hati. Ia melangkah menuju sebuah ruangan yang terletak paling pojok dengan warna pintu mencolok.

Setelah memastikan keadaan cukup aman, Sakura masuk ke ruangan itu dengan cepat lalu menutupnya kembali.

.

.

.

Sasuke's POV

Entah sudah keberapa kalinya aku menghela nafas. Aku merasa benar-benar bosan sekarang. Selama beberapa hari hanya mengurung diri dikamar dan hanya keluar saat jam sekolah dan jam makan malam. Sudah lama aku tak keluar melihat keadaan kota Konoha. Mungkin tidak ada salahnya untuk berjalan-jalan sebentar.

Aku pun segera mengambil mantel yang baru saja dibelikan Sakura lalu berjalan menuju pintu kamarku. Saat pintu kamar terbuka sedikit, aku mendengar langkah kaki. Ya, pastinya itu langkah kaki Sakura. Kulihat gadis itu berjalan menuju ruangan yang sangat ingin kuketahui apa isinya. Ia masuk dengan cepat lalu kembali menutup pintu itu. Ah, tak ada kesempatan untukku mencari tahu.

Tak lama kemudian, ia kembali keluar dari ruangan itu. Dia cukup terkejut melihatku sudah berdiri didepan pintu kamar.

"Kau mau kemana?" Tanyanya sambil memperhatikan penampilanku dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Keluar sebentar," Jawabku singkat.

"Oh, baiklah. Aku sedang ada pesta malam ini, jadi mungkin akan pulang larut malam," Jelasnya padahal aku sama sekali tak menanyakannya.

Sasuke's POV End

.

.

.

Sakura mengendarai mobilnya dengan santai menyusuri jalanan kota Konoha yang cukup ramai. Tiba-tiba ponselnya bergetar membuat Sakura memperlambat laju mobilnya lalu mengangkat telepon itu.

"Halo, ada apa?" Tanya Sakura sambil terus memperhatikan jalan.

"Kau dimana? 'Dia' sudah datang," Jawab sang penelepon

"Sabar sedikit, aku sedang dijalan," Sakura langsung memutuskan telepon lalu melempar ponselnya asal.

.

.

.

Gemerlapnya cahaya lampu disko menambah keindahan lantai dansa yang dipenuhi manusia malam itu. Lantunan lagu yang memekakkan telinga turut mengiringi tarian mereka. Sang DJ nampak begitu menikmati permainannya.

Disisi lain diskotik itu, terlihat seorang gadis bersurai merah muda yang sedang meneguk minuman non alkoholnya. Matanya tak pernah lepas dari seorang pria yang kini sedang berdansa dengan beberapa gadis. Pria itu tahu jika Sakura sedang memperhatikannya namun mencoba untuk tidak mempedulikannya.

'Cih, sampai kapan aku harus seperti ini?' Batin Sakura kesal karena mendapat tatapan penuh nafsu dari lelaki disekelilingnya.

"Hei, nona. Sepertinya kau sedang sendirian, bisa kutemani?" Tanya seorang pria berambut pirang panjang. Ia terus memperhatikan paha mulus Sakura yang memang sengaja diekspos.

"Tidak perlu, dia milikku. Jadi, menjauhlah!" Sebuah suara menginterupsi.

Sakura menyeringai begitu menyadari siapa lelaki itu. Dengan cepat Sakura bergelayut manja dilengan pria tadi.

"Kau bisa menemaniku lain kali," Sakura mengedipkan sebelah matanya sebelum ditarik oleh 'target'nya itu. Sepertinya aksinya akan segera dimulai.

.

.

.

Sakura memasuki sebuah kamar dilantai dua diskotik. Ia segera merebahkan dirinya dikasur dan mencoba berpose seseksi mungkin agar menarik perhatian pria itu.

"Jangan lupa untuk mengunci pintunya, tuan" Ucap Sakura saat melihat lelaki itu akan segera naik ke kasur dengan tidak sabaran.

"Haha tenang saja, aku sudah menguncinya. Takkan ada yang mengganggu kita malam ini,"

"Hm, namamu Hidan kan?" Tebak Sakura sambil memainkan jemarinya di dada lelaki itu.

"Ya, dan kau?"

"Apakah itu penting?"

"Ya tentu saja, saying," Jawab Hidan. Tangan nakalnya mulai menyentuh kulit mulus Sakura membuat gadis itu mulai muak dan ingin segera menyelesaikan ini semua.

Hidan akan segera membuka dress Sakura sebelum gadis itu menahan tangannya dan tersenyum nakal, "Kau benar-benar tidak sabaran, tuan."

"Kau benar-benar menggoda, nona"

Dengan cepat tangan Hidan menarik Sakura lalu mengulum bibir ranumnya kasar. Sakura pun dengan terpaksa membalasnya. Mereka berdua berciuman dengan sangat panas lalu sama-sama melepaskan diri begitu kekurangan stok oksigen.

Wajah Sakura memerah membuat Hidan semakin ingin menyentuh gadis itu. Dengan lincah tangannya meraih bukit kembar Sakura yang masih terbungkus dress kemudian meremasnya dengan gemas. Sakura hanya bisa menahan desahannya sambil berusaha meraih sesuatu di tasnya.

'Akan kuakhiri sekarang!' Batin Sakura lalu menancapkan sebuah benda kecil di leher Hidan tanpa sepengetahuan pria itu.

Tiba-tiba Hidan akan melepas dress Sakura, tapi dengan cepat Sakura menepis tangannya.

"Ada apa?" Tanya Hidan sedikit terkejut.

"Aku akan ke toilet sebentar lalu kita lanjutkan kembali permainan ini," Jawab Sakura lalu melangkah menuju toilet. Tak lupa ia membawa semua barang miliknya dan itu tak membuat Hidan curiga.

"Ah menyebalkan!" Gerutu Sakura sambil mencuci wajah terutama bibirnya berkali-kali. Ingin sekali ia mencincang pria tadi.

Setelah puas membersihkan bibirnya yang di'kotori' pria tadi, Sakura segera melompat keluar kamar melalui ventilasi yang ada di toilet. Tentu saja itu bukan hal sulit baginya. Setelah berhasil keluar, Sakura berjalan dengan santai menuju tempat parkir mobil. Dilihatnya seorang gadis pirang tengah berdiri sambil bersandar dipintu mobilnya.

"Bagaimana? Kau sudah mengakhiri hidupnya?" Tanya gadis pirang itu.

"Kau benar-benar tak sabar ingin mendengar kabar kematiannya, Ino. Tenang saja kau akan melihatnya sendiri," Sakura menunjukkan seringainya lalu menekan tombol merah pada sebuah remote control kecil.

DUAARR!

Terjadi sebuah ledakan yang tidak bisa dibilang kecil, tapi tak cukup besar untuk menghancurkan gedung diskotik itu. Ledakan itu diiringi lolongan kesakitan seseorang dari sebuah kamar membuat Sakura ingin tertawa puas begitu pula dengan Ino yang kini tersenyum puas.

"Terima kasih, Sakura. Kau memang dapat diandalkan,"

.

.

.

Sakura melangkah dengan riang menuju kamarnya. Selalu seperti ini jika ia telah selesai melakukan aksinya. Tapi sayang sekali aksinya malam ini tak cukup menarik karena ia tak bisa menyiksa mangsanya sebelum membunuhnya.

PRANGG!

Terdengar suara pecahan gelas yang menggema dirumah yang besar namun sepi itu. Sakura langsung merasa ada hal buruk yang terjadi. Dengan cepat ia berlari menuju lantai bawah tempat asal suara itu.

Mata Sakura terbelalak saat melewati dapur rumahnya. Tampak seorang wanita paruh baya tengah tergeletak tak berdaya dilantai sambil memegang pecahan gelas. Darah segar mengalir dari hidung wanita itu.

"Bibi! Bangunlah! Bibi!" Jerit Sakura panik sambil mengguncang tubuh Mikoto.

"Sasuke! Sasuke!" Sakura terus berteriak memanggil pemuda yang tak lain adalah anak kandung Mikoto.

"Cih! Dia kemana sih!"

Karena Sasuke tak kunjung datang, Sakura langsung mengambil ponselnya lalu menelpon ambulance.

.

.

.

"Bagaimana ibuku?" Tanya Sasuke dengan nafas tersengal-sengal. Rambutnya basah karena peluh. Pasti ia berlari sampai rumah sakit.

"Entahlah, dokter belum keluar dari ruang pemeriksaan. Padahal sudah dua jam aku menunggu," Jawab Sakura lemas. Matanya terlihat berkantung menahan kantuknya. Ya jelas saja, ini sudah pukul 2 pagi.

Sasuke mendudukkan dirinya disamping Sakura. Ia menjambak rambutnya kesal. Ia khawatir penyakit ibunya semakin parah.

"Pulanglah, kau pasti lelah," Ucap Sasuke dengan sangat pelan hampir seperti berbisik.

"Meskipun aku pulang, aku tak bisa tidur. Mana bisa aku bisa tidur lelap saat bibi sedang dalam keadaan seperti ini?" Sakura menghela nafas panjang.

Mereka menunggu dalam diam. Tak ada satupun yang mau membuka pembicaraan. Hanya helaan nafas yang terdengar.

30 menit berlalu

Dokter tak kunjung keluar dari ruang ICU. Hal itu tentu saja membuat Sasuke frustasi. Begitu pula dengan Sakura. Entah kenapa Sakura sangat takut kehilangan Mikoto yang belum cukup seminggu tinggal dirumahnya. Ia sudah menganggap wanita itu ibunya sendiri. Mikoto lebih menyayanginya daripada ibu kandungnya sendiri, yah setidaknya itulah pemikirannya.

Tiba-tiba pintu ruang ICU terbuka. Seorang dokter keluar dari ruang tersebut dengan didampingi dua perawat. Sasuke dan Sakura sontak berdiri hampir bersamaan.

"Bagaimana keadaan ibuku?" Tanya Sasuke langsung.

Dokter menghela nafas, "Kalian anak kandungnya?"

"Ya, saya anak kandungnya," Jawab Sasuke.

"Bisa ikut ke ruangan saya? Ada hal yang perlu saya bicarakan,"

"Baiklah,"

Sasuke pun mengikuti dokter ke ruangannya. Sedangkan Sakura segera masuk untuk menemani Mikoto. Hati Sakura seakan teriris melihat tubuh wanita itu dipenuhi alat-alat 'laknat' yang sangat dibencinya. Ia benci saat melihat orang-orang yang disayanginya ditempeli alat-alat itu. Seperti dulu, ketika cinta pertamanya masuk ke ruangan yang sama dan menempuh masa kritisnya sebelum menghembuskan nafas terakhir.

"Okaa-san," Lirih Sakura. Ini pertama kalinya ia memanggil Mikoto dengan sebutan itu. Entah apa yang membuatnya berani mengatakan itu, tapi ia sangat ingin memanggil ibu Sasuke dengan sebutan ibu juga.

.

.

.

"Sudah berapa lama Mikoto-san menderita kanker hati?" Tanya sang dokter begitu duduk berhadapan dengan Sasuke diruangannya.

"Sudah lebih dua tahun," Jawab Sasuke. Entah kenapa ia merasa ada yang tak beres.

"Kenapa kau tak pernah membawanya berobat? Hal itu membuat penyakit ibumu semakin parah…" Dokter memberi jeda sebentar, "Penyakitnya telah mencapai stadium akhir,"

Bak disambar petir, Sasuke benar-benar tak percaya dengan kata-kata yang meluncur dari bibir sang dokter.

"A-apa kau bercanda?"

"Apakah ini waktu yang tepat untuk bercanda?"

Entahlah, Sasuke seperti ingin mengakhiri hidupnya sekarang. Satu-satunya keluarganya yang tersisa hanya ibunya dan kakaknya. Sayangnya sang kakak entah berada dimana.

.

.

.

Setelah dirawat selama 6 hari, akhirnya Mikoto diperbolehkan pulang. Sebenarnya kondisi wanita itu belum begitu baik. Tapi Sasuke bersikeras ingin merawat ibunya dirumah.

Sakura sendiri bingung ada apa dengan lelaki itu. Padahal ia sama sekali tidak perlu membayar biaya perawatan ibunya karena Sakura sanggup melunasi semuanya. Dan rasanya akan lebih baik jika ibunya dirawat dirumah sakit. Dasar aneh.

"Bu, sampai kapan kita akan tinggal disini?" Tanya Sasuke setelah selesai menyelimuti ibunya yang kini tengah berbaring di kamarnya. Ya, sekarang mereka sudah berada dirumah Sakura.

"Entahlah, ibu rasa ibu tidak bisa meninggalkan Sakura sendirian. Dia sangat kesepian disini," Jawab Mikoto.

"Tapi, bu-"

"Sasuke, apa kau pernah berpikir bagaimana hidup sendiri seperti Sakura? Bagaimana kalau ibu meninggal nanti? Apa kau siap hidup sendiri sepertinya? Ibu ingin tetap tinggal disini karena ibu menyayanginya seperti ibu menyayangimu dan Itachi," Jelas Mikoto sambil mengelus rambut raven milik Sasuke. Anaknya itu hanya mendengus mendengarnya.

"Ibu berkata seakan-akan ibu akan meninggalkanku,"

"Ibu tidak tahu kapan nyawa ibu akan dicabut, sayang. Ibu hanya berharap kau siap jika saat itu tiba. Dan tetaplah berada disisi Sakura saat ibu tidak ada nanti. Kalian harus saling melindungi, jangan menyakitinya, jangan pernah meninggalkannya," Entah kenapa air mata Mikoto keluar setelah mengucapkan hal itu.

"Jangan berkata seperti itu, bu. Aku tak suka," Balas Sasuke sok tegar padahal didalam hatinya ia tengah menangis. Ia benar-benar tak bisa membayangkan jika saat itu tiba.

"Naiklah ke kamarmu, kau terlihat sangat lelah." Pinta Mikoto yang hanya dibalas anggukan Sasuke.

.

.

Diskotik itu nampak dikelilingi police line. Ya tentu saja, beberapa hari yang lalu terjadi ledakkan disalah satu kamar milik diskotik yang cukup ternama di Konoha itu. Polisi masih terus menyelidiki kejadian yang sangat tidak jelas itu. Kenapa pelakunya tak meledakkan diskotiknya? Kenapa hanya kamar itu saja? Apa modusnya?

"Sasori, apa kau menemukan barang yang mencurigakan?" Tanya Asuma –kepala kepolisian Konoha, kepada salah satu anggotanya.

"Sampai saat ini belum ada, tapi kami menemukan daging manusia dibelakang lemari dan beberapa sobekkan baju pria. Sepertinya ada korban jiwa dalam peristiwa ini," Jawab Sasori

"Berapa orang?"

"Menurut data yang kami terima, kamar ini disewa oleh dua orang. Tapi dilihat dari kondisinya, korban jiwa disini hanya satu,"

Asuma nampak berpikir. Kemana yang satunya lagi? Apa ia melarikan diri? Atau mungkin dia pelakunya?

"Penyelidikan hari ini cukup sampai disini, besok kita lanjutkan lagi," Teriak Asuma memberi perintah.

Sepanjang perjalanan menuju kantor kepolisian, Asuma terus memeriksa data kasus-kasus pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini. Semuanya benar-benar aneh. Tak ada petunjuk yang berarti.

Asuma menghela nafas lalu memijit pelipisnya. Kasus ini tak semudah yang dibayangkan.

"Sasori, jika kau berhasil memecahkan kasus ini, pangkatmu akan kunaikkan,"

"Be-benarkah?" Tanya Sasori tak percaya sambil terus mengemudikan mobil.

"Ya. Kau adalah anggotaku yang paling bisa diandalkan. Aku rasa kau bisa menemukan titik terang dari kasus ini," Jawab Asuma sebelum menghisap rokoknya.

Sasori memang masih terbilang muda. Diumurnya yang ke-21 ini ia hampir mendapat gelar inspektur.

"Baiklah, aku akan memecahkan masalah ini. Secepatnya." Ucap Sasori mantap.

~OOO~

*CuapCuapAuthor*

Aaaa maaf banget baru update. Maaf kalau FF ini jelek. Baru kali ini bikin ff yang genrenya kayak gini.

Makasih buat reviewnya :D

Dan jangan lupa Review lagi yaa ;)