.


Natsu no Sakura: CHAPTER III: SEMAI SORA

Sepenggal kisah yang berawal dari sebuah pohon sakura di musim panas. Selagi bayangan Kuro belum hilang dari benaknya, Hikari ingin mengetahui apakah Akira benar? "Totemo DAIKIRAI DA!"/"Koi ga taihen da ne..."/"Yamero yo..."/"itu namanya."/ CHAPTER III: SEMAI SORA


.

Misaki memutar-mutarkan pensil mekanik yang sedari tadi berada dalam genggamannya. Ia sedang berusaha menahan diri agar tidak terus-menerus menguap sejak seperempat jam yang lalu. Jam dinding yang bertengger manis di atas papan tulis membiarkan jarum pendek jam beristirahat di angka dua sedangkan sang jarum panjang sedang berdiam diri di angka sepuluh. Pelajaran sastra klasik memang baru dimulai sekitar tiga menit yang lalu tapi ia ingin segera menyelesaikannya. Ia ingin langsung berlari ke kelas 3-A lalu meminta maaf dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Nadeshiko.

Sebuah kertas mendarat di atas buku tulisnya yang terbuka lebar. Misaki menoleh ke arah datangnya si kertas, tepat di samping kirinya Fuma sedang melambai padanya. Sang pemain andalan klub baseball itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia tahu pasti Fuma menanyakan soal sikapnya tadi pagi. Misaki membuka kertas yang dilipat asal itu.

Daijoubu ka?

Kau bilang mau cerita saat istirahat, kenapa tadi kau malah hilang?

-Fuu

Kan? Misaki sudah tahu apa yang ditulis Fuma bahkan sebelum membacanya.

Tapi harus ia akui, itu memang salahnya. Ia tahu ia sudah berjanji pada Fuma akan menceritakan masalahnya saat istirahat tapi alih-alih melakukan hal itu, ia malah pergi ke gedung olah raga dan duduk sendirian di sana. Pemuda bermarga Takahata itu menghela nafas panjang. Ia tidak terlalu suka membicarakan tentang masalahnya dengan Nadeshiko.

Gomen na. Daijoubu da yo... Shinpai shinai.

Tulis Misaki singkat sebelum mengembalikan kertas itu pada Fuma.

Fuma memajukan bibirnya setelah membaca tulisan salah satu sahabatnya. Itu memang kebiasaan Fuma yang sulit dihilangkan dan kali ini maksudnya adalah ia sedang kesal. Pemuda bermarga Kikuchi itu langsung meraih pulpen hijau kesayangannya dan menulis dengan cepat,

Apa maksudmu dengan "Shinpai shinai"?! Kau malah membuatku khawatir baka Misaki-CHAN! :o

Misaki hampir saja menyobek kertas kecil itu dengan brutal begitu membaca kata terakhir yang dituliskan Fuma dengan huruf kapital. Tampaknya jika mereka sedang bercakap-cakap alih-alih menulis pesan di kertas, Fuma akan mengatakan kata terakhir dengan penuh penekanan. Ia yakin Fuma jelas mengetahui bahwa menambahkan embel-embel '-chan' pada namanya bukanlah hal yang ia sukai, akan membuat namanya terlihat seperti nama perempuan. Jadi sepertinya Fuma cukup kesal karena kata-kata Misaki. Baiklah, Misaki menyerah. Lagi pula cepat atau lambat teman-temannya akan tahu jika melihat sikap Nadeshiko nanti.

Nanti akan kuceritakan.

Kedua onyx Fuma menatap Misaki dan kertas yang ada di tangannya bergantian. Kemudian mengacungkan jempol kanannya. Misaki tidak mau repot-repot membalas isyarat itu, jadi ia hanya angkat bahu saja dan kembali mengalihkan pandangannya pada Sakurai-sensei yang sedang menjelaskan tentang karya-karya Lady Murasaki. Misaki menopangkan kepalanya ke tangan kirinya, tangan kanannya ia gunakan untuk memutar-mutar pensil mekanik kelabunya. Lagi-lagi ia menghela nafas, ia tidak mengerti, kenapa ia harus mempelajari hal-hal seperti ini?

.

Akhirnya bel tanda pelajaran berakhir berdering nyaring. Fuma, yang sejak lima menit lalu tak berhenti mengembangkan senyum di bibirnya, langsung menghampiri Misaki yang sedang membereskan alat tulis dan buku-bukunya. Pemuda bermarga Kikuchi itu tak mengatakan apapun, ia hanya berdiri di sisi kiri meja Misaki sambil bertopang pada kedua lengannya yang ia letakkan di meja salah satu sahabatnya itu. Misaki tak terlalu bodoh untuk menyadari maksud Fuma. Ia hafal sekali kelakuan sahabatnya sejak ia duduk di bangku sekolah dasar itu.

Misaki melirik ke arah Fuma yang menatapnya dengan tatapan penasaran bercampur tak sabar dan senyum lebar di bibirnya. Ia berkata, "Ikut aku." Tak banyak bertanya, Fuma langsung mengangguk dan mengikuti Misaki keluar dari kelas mereka.

Fuma terus mengikuti langkah Misaki hingga ia berhenti tepat di depan kelas 3-A, kelas Nadeshiko, "Kau tunggu di sini," kata Misaki tajam sebelum memasuki kelas itu. Fuma hanya mengangguk singkat lalu menunggu sambil memandangi siswa-siswi yang berlalu-lalang di hadapannya.

Tak butuh waktu lima menit, Fuma terkejut mendengar suara seruan seorang gadis yang ia kenali sebagai suara Nadeshiko, "BAKA MISAKI!"

"NADESHIKO-CHAN!" Kemudian ia hanya melihat Nadeshiko keluar dari kelasnya dengan wajah kesal diikuti oleh Misaki yang berusaha mengejarnya.

"Nadeshiko-chan!" panggil Misaki, tetapi sang pemilik nama tak menoleh. Pemuda itu terus mengejar Nadeshiko hingga ujung tangga.

Tepat sebelum Nadeshiko menuruni tangga, ia menoleh pada Misaki, "Misaki no koto," gadis itu memberi jeda sejenak, "totemo DAIKIRAI DA!" ia pun berlari menuruni tangga.

"Nadeshiko-chan!" Misaki mengepalkan tangannya erat-erat, menahan kesal. Separah itu kah dirinya di mata Nadeshiko?

Fuma menghampiri sahabatnya, "Wakatta na," ia menepuk punggung Misaki pelan. Misaki menoleh pada pemuda bermarga Kikuchi itu lemah. "Kaerimashou?" ajak Fuma.

"Bukannya latihan rutin klub sepak bola itu hari ini ya?" tanya Misaki.

"Ah!" Fuma menepuk dahinya yang tertutup helai-helai rambut hitamnya, "Gomen ne... Yabu-sensei pasti memarahiku kalau aku telat latihan lagi..." anggota klub sepak bola itu membungkukkan badannya, "Daijoubu ka, Misaki?"

Misaki menggeleng, "Ii yo. Shinpai shinai ne!" pemain andalan klub baseball itu tersenyum, tersenyum pahit dan sang sahabat tahu itu. "Sore jaa!" Fuma belum sempat mengatakan apa-apa saat Misaki sudah mulai menuruni tangga.

"Koi ga taihen da ne..." gumam Fuma pada dirinya sendiri sebelum melangkah pergi.

.

.

.

.

.


Natsu no Sakura

A B.I. Shadow PLUS a little bit Hey! Say! JUMP fanfic—Sepenggal kisah yang berawal dari sebuah pohon sakura di musim panas. Akhirnya Hikari bertemu dengan orang yang begitu mirip dengan Kuro. Apakah itu benar-benar Kuro?/III: SEMAI SORA/

All Johnny's Jrs. and Hey! Say! JUMP members belongs to Kami-sama, their parents, and Johnny's Jimusho

Natsu no Sakura belongs to Mochiraito

WARNING! Contains: Johnny's Jrs. everywhere, OCs, OOCness, ABALness, GAJEness, LOCH(?)ness, EPIC FAIL plot, EPIC FAIL story.

DON'T LIKE DON'T READ!

.

ENJOY!


.

.

.

.

.

Kouchi Yugo berpapasan dengan Fuma saat ia baru saja keluar dari kamar mandi. Sayang sekali rencananya untuk langsung pulang tanpa bertemu sahabat-sahabatnya kini rusak sudah karena pertemuannya yang tak disengaja ini. Awalnya Yugo berniat untuk masuk kembali ke dalam kamar mandi agar terhindar dari salah satu sahabatnya, yang juga teman seklubnya. Terlambat, Fuma sudah melihat dirinya, "Yugo!" sapanya sambil melambaikan tangannya yang tak menenteng tas sekolahnya.

"Yo!" sahut Yugo.

"Pas sekali! Ayo kita sama-sama ke lapangan! Yabu-sensei pasti sudah menunggu kita," Fuma langsung menarik tangan kiri Yugo dan mulai berjalan. "Aku rasa Jesse dan Yabu-sensei sudah rindu pada partner lapangannya dan pada salah satu pemain andalannya!" katanya penuh semangat.

"Ano sa, go—" baru saja Yugo hendak menolak ajakan Fuma, kata-katanya terinterupsi oleh pemuda ceria itu, "Oke, hanya setor muka pun tidak apa-apa kok!" Apa boleh buat? Fuma sudah keburu menyeretnya. Mau tidak mau ia harus tetap datang ke lapangan, kan?

Tak butuh waktu lama untuk sampai di lapangan yang dalam keadaan cukup ramai. Beberapa anggota klub atletik sedang sibuk pemanasan statis dan sisanya berlari mengelilingi lapangan. Para anggota klub sepak bola pun tengah melakukan pemanasan di sisi lain lapangan. Sang pelatih, Yabu Kouta, terlihat tengah mengawasi setiap anggota klubnya dari depan. Fuma yang diikuti Yugo berlari ke arah mereka dengan cepat—Fuma menambah kecepatannya ketika ia melihat sang pelatih sudah memulai sesi pemanasannya.

"Yabai! Yabai!" gumam Fuma pada dirinya sendiri.

Kouta melirik ke arah kedua anggota klubnya yang datang terlambat itu, "Kikuchi! Ini sudah keempat kalinya kau terlambat!"

Fuma buru-buru membungkukkan badannya saat sampai dihadapan sang pelatih, "Sumimasen deshita, sensei!"

"Kau sudah sembuh, Kouchi?" tanya Kouta.

Kento terbelalak menatap orang yang tengah diajak bicara oleh sang pelatih klub. Apa yang Fuma lakukan sampai-sampai Yugo mau diajak datang saat latihan sedang berlangsung? Atau apakah Yugo sudah menentukan pilihannya?

"Etto..."

"Datanglah meskipun kau belum sembuh sepenuhnya. Kau bisa melihat teman-temanmu berlatih," kata sang pelatih dengan senyum.

Yugo mengangguk ragu-ragu, "H-hai." Lagi-lagi Yugo tak punya pilihan, ia duduk di salah satu bangku panjang yang ada di pinggir lapangan, menatap teman-temannya sibuk berlatih dibawah bimbingan sang pelatih.

Fuma memasuki lapangan tepat saat Kouta meniup peluitnya tanda latih tanding babak pertama akan dimulai dan para pemain, yang merupakan setengah dari anggota klub sepak bola yang hadir, segera bersiap di posisi masing-masing. Kento melemparkan sebuah rompi berwarna merah pada Fuma, "Apa yang kau katakan sampai membuatnya mau ikut denganmu ke sini?" tanya Kento.

Fuma mengenakan rompi itu dengan cepat, "Tidak ada. Aku hanya menariknya ke sini, itu saja," ia mengangkat bahunya dengan seulas senyum terukir di bibirnya.

Kento ikut tersenyum, "Arigatou na."

"Nakajima, Kikuchi, hayaku!" seru Kouta dari tengah lapangan.

"Hai!" jawab kedua pemilik nama kompak.

Latihan pun dimulai. Sepasang orb onyx Yugo mengamati permainan teman-temannya. Semuanya sudah bertambah kompak dan permainan mereka pun sudah semakin hebat. Ia tahu hanya dirinya yang tertinggal. Bukankah itu bagus? Ia bisa dengan mudah meninggalkan mereka karena alasan itu. Akan tetapi melihat teman-temannya yang penuh semangat, ia kembali tak yakin bisa meninggalkan mereka, Kento, Fuma, Jesse, Keigo, Noeru, Akatsuki, dan yang lainnya.

"Yo, Yugo!" sapa pemuda berdarah keturunan setengah Jepang, Lewis Jesse.

"Lewis Jesse," sahut Yugo.

"Sudah lama aku tidak melihatmu, kau kemana saja?" tanya Jesse. Mereka memang tidak sekelas, Yugo di kelas 3-C dan Jesse di kelas 3-A, tetapi mereka berteman cukup akrab karena pernah sekelas di kelas 1 dan mereka masuk ke klub yang sama, klub sepak bola. Selain itu ia dan Jesse merupakan partner dalam permainan sepak bola mereka sehingga mendapat julukan Wind Duo karena kekompakan dan kecepatan mereka.

"Warui na. Aku harus banyak beristirahat," jawab Yugo.

"Ii yo," Jesse tertawa, "aku hanya rindu berlatih bersama dengan my best partner."

Kata-kata Jesse membuat Yugo semakin merasa berat jika ia harus meninggalkan teman-teman seklubnya. Ia dan Jesse mungkin baru bertemu dua tahun yang lalu, saat mereka masih duduk di kelas satu tapi ia sudah menganggap Jesse seperti keempat sahabatnya yang lain. Memikirkan tidak akan bisa bermain sepak bola bersama dengan duo Kento dan Fuma serta partnernya, Jesse, saja sudah membuatnya bingung setengah mati. Apakah ia harus menuruti kata-kata ayahnya sebagai anak yang baik atau mengikuti mimpinya sendiri dan terus berjuang bersama sahabat-sahabat serta teman-temannya?

"Yugo?" suara Jesse membuyarkan lamunannya. Sang pemilik nama buru-buru menyingkirkan segala pemikirannya tentang pembicaraannya dengan sang ayah sebulan lalu. "Daijoubu ka?" Jesse mengguncang bahu Yugo.

"Un," jawab Yugo cepat. Ia tak ingin membuat pemuda berdarah campuran itu khawatir.

Sang Wind Duo pun kembali menatap permainan teman-teman mereka. Untuk sesaat tak ada satu kata pun yang lolos dari mulut kedua pemuda itu. Tampaknya mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Yugo berharap Jesse tak mengatakan satu hal pun yang dapat membuat dirinya semakin ragu dan sulit untuk pergi dari teman-temannya. Ia takut jika Jesse mengatakan sesuatu, ia tak bisa mengambil pilihan. Pemuda bermarga Kouchi itu memejamkan kedua matanya, mencoba berpikir jernih. Sulit, dengan semua seruan dan bayangan teman-temannya yang sedang menggiring bola, hal itu terasa sangat sulit.

"Ne, Yugo," sang pemilik nama menoleh, "kuharap kau bisa sembuh secepatnya agar kita bisa bermain bersama lagi." Nafas Yugo tercekat ia sungguh berharap bisa meminta pada Kami-sama agar tak mendengar kata-kata partnernya itu. "Kau tahu, rasanya benar-benar membosankan kalau tidak bermain bersama denganmu," tambah Jesse dengan senyum terkembang di bibir tipisnya. Yugo masih tak mengatakan apa-apa. Tepatnya ia tak bisa mengatakan apa-apa.

"Daijoubu ka?" tanya Jesse, "Kau terlihat pucat."

Yugo mencoba tersenyum, menyembunyikan perasaan bimbangnya, "Daijoubu da yo."

"Kau harus kembali bersemangat seperti dulu lagi, ya! Jangan banyak melamun!" Jesse menepuk punggung Yugo. Sepertinya Jesse ingin mengatakan sesuatu lagi, untunglah peluit Kouta bertiup membuat pemuda itu menoleh pada sang pelatih.

"Lewis, Hanzawa, Takada, kalian gantikan Nakajima, Sanada, dan Hagiya!" seru Kouta.

"Hai!" Lewis Jesse, Hanzawa Akatsuki, dan Takada Sho menjawab dengan kompak.

"Ne, Yugo, lihat saja aku pasti bisa lebih hebat darimu!" Jesse mengacungkan jempolnya sebelum berlari menuju tengah lapangan mengikuti Akatsuki dan Sho. Yugo tak menyahuti kata-kata Jesse.

"Yamero yo..." gumam Yugo dengan kepala ditundukkan. Ia ingin menghentikan kebimbangan ini. Tak bisakah Kami-sama memutar kembali waktu agar ia bisa keluar dari kamar mandi tanpa bertemu Fuma? Tak bisakah ia segera pulang ke rumah tanpa melihat permainan sepak bola teman-teman seklubnya dan mendengar kata-kata Jesse?

Bungsu Kouchi itu sama sekali tak menyadari jika Kento sudah duduk tepat di sampingnya. Yugo baru menyadari keberadaan Kento saat pemuda itu mulai menenggak air mineral yang ada di botol miliknya. Yugo sama sekali tak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap Kento sekilas sebelum perhatiannya kembali tertuju pada teman-teman seklubnya yang sedang berlatih tanding.

"Jadi, kapan kau akan kembali berlatih?" tanya Kento dengan nada ceria khasnya.

Sang lawan bicara tak menoleh. Ia terdiam beberapa saat, "Entahlah..." gumamnya.

"Kurasa lebih cepat lebih baik," Kento tersenyum, "aku ingin melihat Wind Duo lagi!" tambah pemuda itu.

Yugo tersenyum pahit. Lagi-lagi soal sepak bola. Ia tahu akan seperti ini jadinya jika ia datang saat latihan sedang berlangsung karena itulah ia tak pernah datang latihan sejak kejadian itu dengan dalih beristirahat setelah dua kecelakaan yang menimpa dirinya. Hari ini adalah hari pertamanya datang saat latihan sejak saat itu.

"Ayolah Yugo, kau harus tetap bersemangat, oke?" Kento menepuk-nepuk bahu Yugo.

"Wakatta," sahut Yugo sambil berusaha menepis tepukan Kento yang semakin lama semakin keras. Ia tahu maksud pemuda bermarga Nakajima itu memang baik, masalahnya adalah perasaannya tidak sedang dalam keadaan yang baik.

"Ah, warui na! Bad mood?" tanya Kento. Yugo hanya mendengus.

.

Hikari berjalan berdampingan dengan Akira di koridor lantai satu. Mereka sepakat untuk membahas tentang Kuro sepulang sekolah. Namun Akira mengatakan ia tak yakin jika Kuro yang dimaksud Hikari dan orang yang menurut Akira sangat persis dengan Kuro adalah orang yang sama. Kalau mereka bukan orang yang sama, kemungkinan orang yang Akira maksud masih berkerabat dengan Kuro mengingat kemiripan mereka.

Kedua gadis itu mengganti uwabaki mereka dengan sepatu dan melangkah keluar dari gedung sekolah dengan langkah lambat. Kedua orb Akira mengamati satu per satu bayangan siswa yang bisa ditangkap retinanya. Cukup sulit memang, mengingat banyaknya orang yang ada di lapangan dan sekitarnya. Mulai dari klub atletik, klub sepak bola, sampai klub pecinta tanaman.

Gadis bermarga Shirakawa itu menyerah. Ia memang tidak melihat orang yang ia maksud sejak beberapa minggu yang lalu tapi seingatnya ia melihat pemuda yang ia maksud siang tadi di koridor lantai dua. Mungkin pemuda itu sudah pulang, batin Akira.

"GOOOOL!" seru para anggota klub sepak bola yang mengenakan rompi merah. Sedangkan mereka yang tidak mengenakan rompi merah terlihat sedikit kecewa namun senang di saat yang bersamaan. Perhatian beberapa orang di sekitar lapangan sepak bola sontak tersedot ke sana, menikmati euforia yang dialami para anggota klub.

"Latihan sepak bola ya... Kupikir apa," kata Hikari.

Akira menatap para pemain yang tadinya duduk di kursi di pinggir lapangan kini ikut berbaris di pinggir lapangan. Sang pelatih tampak mengatakan sesuatu yang membuat para anggota klub kembali bersorak.

Gadis bermarga Shirakawa itu baru saja hendak memalingkan wajahnya saat ia menangkap sosok pemuda yang tengah duduk di bangku di sisi lapangan. Ia sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya meski teman-temannya yang lain tampak bersorak-sorai dan melompat-lompat kegirangan. Kedua onyx Akira terbelalak.

"Hikari! Acchira!" Akira mengguncang-guncang lengan Hikari sambil menunjuk ke arah pemuda yang tampaknya sedang melamun itu.

"Dare? Kuro?" tanya Hikari antusias, pandangannya mengikuti arah tangan Akira. Retinanya menangkap bayangan pemuda yang sedang duduk melamun itu. Jarak dari tempat kedua gadis itu berdiri tak begitu jauh dari pemuda itu karenanya Hikari masih bisa mengamati pemuda itu dengan jelas. Rambut hitamnya yang halus, kedua alisnya yang tebal tumbuh di atas kedua orb onyx yang tajam, garis wajahnya yang tegas, postur tubuhnya...

Hikari tercekat. Itu Kuro!

"Kuro..." bisik Hikari tanpa sadar.

"Kouchi Yugo-senpai," kata Akira, "itu namanya."

"Kouchi Yugo-senpai?" ulang Hikari. "Kouchi... Yugo-senpai..." Akira mengangguk.

Kedua onyx Hikari tak lepas dari sosok pemuda yang tetap duduk manis di tempatnya itu. Tampaknya sang senpai tidak ingin masuk ke dalam lingkaran euforia teman-temannya. Ia hanya mengembangkan senyum tipis dengan pandangan tertuju pada teman-temannya yang mulai berkumpul setelah peluit sang pelatih bertiup. Tiba-tiba saja Yugo menoleh ke arah Hikari dan Akira. Pemuda itu menatap kedua gadis di pinggir lapangan itu selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandang ke arah teman-temannya.

"Aki-chan, ikou?" ajak Hikari. Akira mengangguk.

.

.

.

To be continued...


#AUTHOR's notes:

Alurnya terlalu cepat ga sih? Kalau aku sih merasa kalau di awal alurnya sedikit terlalu lambat dan sekarang malah jadi terlalu cepat. Aku ga nyangka Hikari bakal secepat itu menemukan orang yang mirip 'Kuro'. Padahal waktu masih di plot, kayanya malah masih agak lama. Jadi biar si Hikarinya galau-galau gitu. Tapi entah kenapa negitu jadi malah langsung ketemu gini... -_- #digetok Misaki

Yang pasti mereka berdua ga akan ketemu dan ngobrol dulu. Aku pengen bikin mereka berdua bergalau ria karena hal yang berbeda dulu. Lagian toh belum tentu si Kuro tuh Yugo kaya kata Akira kan? #digaplok Yugo

Akhirnya bagian yang paling aku suka—pas ada Jessenya! Waktu aku baca ulang deskripnya, entah kenapa aku malah merasa kalau Yugo galau karena hal lain. Emang akunya yang suka pairing YugoJesse atau emang tanpa sengaja aku bikin kaya gitu sih? Tadinya pengen aku ubah sedikit supaya kesannya ga terlalu kaya ada pairing YugoJesse tapi ga jadi, soalnya aku udah keburu PW sama deskripnya. Hahahahaha gomen na...

Dan... lagi-lagi si Author curcol...

Nanti bakal ada anak Sexy Zone yang lain (meskipun kalau Sou-chan sama Mari-chan sih ga bisa jamin) dan sebenernya aku pengen banget masukin Johnny's Jr. yang banyak di fanfic ini. Tapi kayanya ga akan bisa sebanyak yang aku bayangkan, soalnya takut nanti ceritanya malah jadi melebar kemana-mana dan ga kena ke plot utamanya. Jadi gomen buat Inoue Mizuki-chan, Kuramoto Kaoru-chan, Otsuka Yuya, Jinguji dan Kishi Yuta, Nakamura Reia, Hagiya Keigo, Hanzawa Akatsuki, Nozawa Yuuki, Takada Sho, Sanada Yuma, dan yang lainnya! DAN kayanya ga akan semua anak Hey! Say! JUMP bakal aku masukin di fanfic ini dengan alasan yang sama kaya yang di atas. Kalaupun masuk, pasti perannya ga akan terlalu penting dan ga akan terlalu diceritain. Pokoknya yang pasti bakal terlibat cukup banyak di ceritanya sejauh ini sih cuma Kouta sama Yuto, dan mungkin a bit Keito and Yamada. Sisanya... mungkin menyusul. #dikeroyok sama anak HSJ plus Jrs. sisanya

Saigo ni, minta maaf karena segala typos dan kegajean cerita!

Sore ja, review? Comment?