Halo, sebelumnya terima kasih sudah membaca cerita abal saya sebelumnya. Ini adalah sequel dari cerita Always You.

Jujur saja sebenarnya sih gak ada niat untuk bikin sequel, Always You memang aku rencanain habis One-Shoot

Tapi berhubung ada permintaan buat sequel, aku usahakan membuatnya, walau sebenarnya sih gak percaya diri karena fanfic saya sebelumnya belum selesai.

Oke, Just Enjoy ^^

If you don't like, don't read, just leave

Title : Different Life

:

:

Disclaimer : Masashi Kishimoto, right?

:

:

Kakiku melangkah menuju sebuah ruangan putih dihiasi oleh cahaya, perasaanku entah mengapa begitu tenang dan damai, seolah tak ada beban dalam hatiku. Kepalaku menengok ke segala arah, mencoba menyimpulkan ruangan apa yang aku tempati ini? Ketertarikanku berubah menjadi keterkejutan saat sebuah suara bergema di seluruh ruangan. Suara seorang wanita, terasa begitu familiar, hangat, dan nyaman. Seperti suara ibuku yang telah lama tiada. Suara wanita itu terus memanggil namaku, tapi suaranya penuh keputusasaan dan penderitaan. Aku tersadar ternyata kini aku tengah menangis, tidak mengerti dengan apa yang kutangisi. Perlahan ruangan penuh cahaya mulai meredup, kemudian semuanya menjadi gelap.


"Hinata..."

Mataku terasa berat, namun aku mencoba untuk membukanya.

"Hinata, cepatlah bangun. Kau harus sekolah."

Kini mata amethys-ku terbuka sempurna, agak menguap aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Perlahan aku bangkit dari ranjangku, bisa ku lihat seorang gadis yang hampir mirip denganku mendekati jendela. Kenapa aku berkata hampir mirip? Kami memang sangat mirip satu sama lain, hanya saja yang membedakan kami adalah warna rambut. Rambutku berwarna indigo gelap, sedangkan gadis itu memiliki rambut abu muda. Berbeda bukan?

Sinar matahari segera menyerobot masuk setelah Shion membuka lebar-lebar jendela kamarku..

"Ugh, sinar matahari membuatku sakit kepala." Keluhku pelan di sertai dengan pelotoan Shion.

"Cepatlah Hinata, hari ini kau berjanji menemaniku berangkat bersama Sasuke-kun. Jangan bilang kau ingin melanggarnya." Ancam Shion sambil melemparkan handuk ungu milikku.

Tanpa sadar aku menghela napas panjang mengingat kekasih Shion. Ya, Sasuke Uchiha, anak kedua dari Uchiha Corp. Ia adalah kekasih dari sepupu kandungku, Shion Hyuuga. Sebenarnya ada cerita di balik hubungan mereka, namun jika aku mulai mengingatnya membuatku merasa sangat kesal.

"Hei, apa kau mendengarkanku? Jangan melamun seperti ini! Ayo cepatlah Hinata, aku tunggu di ruang makan bersama Paman Hiashi, oke?" Omel Shion sebal sebelum akhirnya pergi menuruni tangga menuju ruang makan.

Mataku masih memandang kepergian Shion, mau tidak mau aku segera meraih handuk unguku kemudian melangkah menuju kamar mandi. Mungkin dengan mandi pagi aku bisa menghilangkan sedikit bebanku.

Setelah 20 menit lamanya aku bersiap-siap, kakiku melangkah menuruni tangga ke arah ruang makan. Terlihat ayahku tengah menyantap roti bakar dengan saus kacang di sebelahnya. Sedangkan Shion memandangku dengan tatapan mengapa-kau-begitu-lama.

Tanpa memperdulikan tatapan membunuh Shion, dengan santai aku menarik kursi dekat ayahku lalu duduk dengan tenang sambil mengambil beberapa roti bakar di hadapanku.

"Mengapa kau terlambat bangun Hinata?" Tanya ayahku datar tanpa ekspresi. Tapi dibalik itu semua aku bisa menangkap nada khawatir dari ayahku.

"Ma..maafkan a..aku ayah, lain kali a..aku tidak a..kan terlambat." Jawabku gugup. Seperti inilah kepribadianku sebenarnya jika berhadapan dengan ayahku. Bukan berarti aku takut pada ayahku sendiri, hanya saja aku memang terbiasa menjadi gadis pemalu dan baik hati di depannya.

Sejak umurku 10 tahun, sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa ibuku. Kematian ibu membuat hidupku berubah total. Ayah yang sangat kehilangan ibu tidak lagi memiliki semangat hidup yang dulu, sehingga perusahaannya bangkrut dan mengalami kerugian. Dengan sangat terpaksa, ayah menjual rumah penuh kenangan kami bersama ibu untuk menanggung semua kerugian tersebut. Aku dan ayah pindah ke rumah kami yang sekarang, walaupun rumah ini kecil dan sederhana. Tapi semua hal itu tidak membuatku patah semangat. Tanpa ayahku sadari, aku bekerja keras ke sana kemari untuk mencari uang, kemudian di waktu luang bekerja part-time untuk membantu ekonomi keluargaku. Aku tidak mungkin mengandalkan ayahku yang hanya pegawai rendah. Kerasnya hidupku bersama ayah membuatku ber-metamorfosis dari gadis pemalu yang lemah menjadi gadis yang kuat dan percaya diri. Aku tidak ingin menjadi beban bagi ayahku, sudah cukup beban penderitaan yang ayah tanggung demi aku.

"Hinata-chan? Kau melamun lagi, apa kau sakit?" Tanya Shion khawatir, kini wajahnya berada tepat di hadapanku. Sedikit tersentak karena gerakan tiba-tiba darinya, kepalaku sedikit mundur kebelakang.

"A..aku tidak apa-apa Shion. Sebaiknya kita segera pergi, kau bilang Uchiha-san menunggumu bukan?" Dengan cepat aku bangkit dari kursi sambil meraih tas sekolah di sebelahku.

"Ayah, a..aku berangkat."

"Baiklah. Hati-hati di jalan." Tukas ayah pelan. Aku mengangguk hormat lalu pergi keluar rumah tanpa memperdulikan panggilan Shion di belakangku.

Kakiku terhenti saat melihat sebuah mobil sport keluaran terbaru warna hitam terparkir sempurna di depan rumahku. Seorang pemuda dengan model rambut aneh –menurutku- keluar dari dalam mobil mengenakan seragam yang sama denganku, Konoha High School.

Matanya Onix pemuda itu melihatku tajam, membuatku mendengus kesal. Tanpa berkata apa-apa, aku kembali melangkah berniat meninggalkannya, namun sebuah tangan menahan lenganku. "Mau kemana kau Hinata?" Geram seorang gadis yang tidak lain adalah Shion.

Aku mendelik kesal pada sepupu-menyebalkanku ini, "Tentu saja ke sekolah, apa kau lupa?" Ujarku sarkastis.

Bisa kulihat raut kekecewaan diberikan Shion padaku, "Untuk sekali saja pergilah bersamaku dan Sasuke-kun, kau sudah berjanji." Mohon Shion lemah.

Bukannya aku tidak ingat dengan janjiku sendiri, tapi aku sungguh tidak ingin terlalu dekat dengan seseorang yang-kini-terlihat-datar-datar-saja. Ya, mungkin sudah terbiasa dengan sifat dingin yang aku berikan padanya atau marah? Aku sungguh tidak perduli.

"Bila kau takut Sasuke-kun keberatan, aku sudah bicara dengannya. Jangan menolak lagi Hinata, aku ingin kau akrab dengan Sasuke-kun." Wajah Shion semakin memelas.

Heh? Akrab katanya? Aku ingin sekali berteriak pada Shion apa sepupuku ini lupa dengan apa yang telah diperbuat pemuda-perebut-segalanya ini pada keluargaku?

"Sudahlah Shion, sepupumu tidak ingin pergi bersama kita. Jangan memaksanya." Sahut Sasuke dingin dan datar. Setelah berkata seperti itu, ia masuk ke dalam mobilnya tanpa memperdulikan Shion.

"Kau sudah mendengarnya bukan? Pergilah! Aku akan naik bus seperti biasa." Ujarku dengan nada final, membuat Shion melepaskan tangannya dari lenganku.

"Baiklah, hati-hati di jalan, Hinata, jaa." Jawab Shion kecewa lalu masuk ke dalam mobil.

Mobil mewah Sasuke melaju kencang melewati Hinata, seolah mengejek Hinata untuk menyesal dengan keputusannya. Namun tampaknya Hinata memang sama sekali tidak perduli. Kini malah terpasang headset berwarna putih di kedua telinganya. Kakinya melangkah ringan sambil bibirnya bersenandung kecil menuju halte bus terdekat.


Normal POV

Sementara itu Shion terjebak dalam keheningan di dalam mobil bersama Sasuke. Sejak penolakan Hinata, Sasuke hanya diam sambil fokus menyetir mobilnya. Biasanya Sasuke akan bertanya apa saja kegiatan yang akan dilakukan Shion, lalu mendengarkannya sambil mengangguk sesekali. Sepertinya Sasuke tersinggung dengan sikap dingin Hinata padanya.

"Sasuke-kun.." Suara Shion menyapa telinga Sasuke. Mata Sasuke melirik kekasihnya sejenak sebelum akhirnya kembali fokus menyetir.

Perasaan Shion semakin tidak enak, tidak pernah Sasuke sedingin ini padanya, "Maafkan Hinata, dia memang seperti itu pada orang yang baru di kenalnya."

"Aku bukan orang yang baru dikenalnya Shion.." Ucapan Sasuke masih dingin dan tajam, membuat Shion membeku.

"A..aku tau itu, tapi mungkin dia sedang ada masalah-.."

"Aku heran mengapa hanya padaku ia bersikap seperti itu?" Sasuke memotong kata-kata Shion cepat.

Kali ini Sasuke menghentikan laju mobilnya lalu memandang kekasihnya lembut. "Aku menyayangimu Shion, kau tahu itu. Selama ini aku sudah cukup bersabar menghadapi kelakuan sepupumu padaku karena aku tahu kau menyayanginya. Sejak kecil entah mengapa ia selalu mengabaikanku, aku tidak yakin bisa bersabar menghadapinya."

Mulut Shion terkunci rapat mendengar penuturan Sasuke. Ia paham akan kondisi Sasuke tapi tidak mungkin ia membiarkan kekasihnya tahu akan rahasia besar diantara mereka.

"Bersabarlah, aku yakin Hinata akan berubah." Jawab Shion pasrah.

Jujur, mendengar jawaban Shion mengecewakan Sasuke. Bertahan? Untuk kesekian kalinya? Pikir Sasuke sarkastis.

Dia adalah seorang Uchiha! Mana mungkin ia bisa diperlakukan seperti ini selama bertahun-tahun oleh seorang gadis yang mungkin membencinya tanpa alasan yang jelas? Jawabannya adalah satu, karena Sasuke berhutang nyawa pada Shion. Ya, saat Sasuke berumur 10 tahun dirinya mengalami kecelakaan yang hampir menewaskan dirinya. Kejadian itu bermula saat dirinya kesal karena ayahnya lebih memperhatikan Itachi, kakaknya. Well, Itachi memang sangat sempurna untuk seorang bocah 14 tahun. Itachi merupakan anak yang baik, mandiri dan tentu penurut. Berbeda dengan Sasuke, dirinya sendiri mengakui bahwa ia anak yang 'sedikit' nakal, manja, dan pemberontak. Dan kalau soal siapa yang lebih pintar, tentu saja mereka memiliki kejeniusan yang sama sebagai seorang Uchiha. Namun Sasuke kecil masih belum mengerti mengapa ayahnya lebih menyayangi Itachi. Bukankah semestinya orang tua memberikan kasih sayang sama rata kepada anak-anaknya?

Di suatu kejadian Sasuke ingin sekali pergi bersama ayahnya pergi ke Taman Bermain. Ia iri melihat teman-temannya yang asik bercerita tentang para ayah mengajak mereka pergi ke Taman Bermain. Sialnya, belum sempat Sasuke mengutarakan keinginannya ayahnya malah pergi bersama Itachi untuk acara kolega bisnis Uchiha Corp. Sasuke yang marah menyuruh salah satu supir keluarga membawanya pergi ke Taman Bermain sendiri dengan maksud menghilangkan amarahnya. Sasuke memaksa supirnya melajukan mobilnya dengan cepat. Supir yang malang itu menuruti keinginan Tuan Mudanya tanpa melihat sebuah mobil berbelok dihadapannya. Kecelakaan itu tak terelakan, Sasuke tidak terlalu mengingat apa yang terjadi, namun sesaat setelah tersadar dirinya berada di rumah sakit. Lalu seorang gadis kecil berambut abu mendekatinya, menanyakan keadaannya. Sasuke hanya bisa terpaku melihat tingkah malu-malu gadis tersebut. Sasuke masih teringat kata-kata gadis kecil tersebut padanya.

"Namaku Shion Hyuuga, akulah yang menyelamatkanmu dari kecelakaan."

Lamunan Sasuke buyar saat tangan Shion menyentuh pipinya. "Sasuke-kun, kau tidak apa-apa?"

Menghela napas panjang, Sasuke menjawab dengan anggukan. "Sebaiknya kita segera pergi, nanti kita bisa terlambat." Ujar Shion lembut. Mobil Sasuke kembali melaju dengan kecepatan sedang, dalam pikirannya masih ada satu pertanyaan yang belum terjawab.

Siapakah yang supirku tabrak di malam itu?

Di sebuah bandara, seorang pria jangkung berkaca mata hitam berjalan santai sambil menarik koper di belakangnya. Kancing kemeja birunya terbuka sedikit, memperlihatkan garis tegas pada dada bidangnya. Kakinya terbalut jeans dengan warna senada kemejanya. Rambut hitamnya terpotong pendek membuatnya makin tampan dan mempesona. Tidak lama langkahnya terhenti kemudian memandang sekelilingnya. Sebuah senyum terukir di sudut bibirnya, membuat wajahnya yang tampan semakin tampan.

"Aku kembali, Hime..."

Bagaimana? Abal? Jelek? Atau Gaje?

Maaf sebelumnya lupa memberi tahu kalian bahwa Hinata di sini very different, ia tidak lemah dan pemalu seperti biasanya, sangat OOC

Kalau menurut aku di Naruto pun Hinata bukanlah wanita lemah, hanya saja kelembutannya menutupi kekuatannya yang sebenarnya, aku terinspirasi membuat Hinata tidak menutupi kekuatannya.

Itu pendapatku aja lho ^^a

Kalau ada yang tidak berkenan jangan di flame ya ^^v

Review Please...