Desclaimer : Sampai saat ini cuma tokoh Caroline Wihelmina yang punyaku, lainnya masih punya J.K Rowling.

Timeline : Masih sama, tahun ke-7 setelah jatuhnya rezim Voldemort

Chapter 2 : Apa ini hanya kebetulan semata?

"Ini tidak mungkin." Ginny bergumam pelan namun masih terdengar oleh Hermione.

"Ohh—Draco dan …. Caroline"

Tidak mungkin. Itu salah satu kalimat yang langsung terpikir dari otak Hermione. Kaget? Tentu saja, apakah ada orang yang tidak kaget melihat kekasih kalian jalan atau err—lebih tepatnya berangkulan di depan mata kalian?

Marah atau sedih? Jujur saja Hermione bingung harus mendiskripsikan bagaimana tepatnya perasaannya sekarang. Mungkin kali ini emosi Hermione yang menguasai dirinya. Sejenak Hermione berpikir akan menghampiri mereka. Menampar pipi Caroline atau langsung memutuskan hubungannya dengan Draco.

Air mata yang sedari tadi ia jaga agar tidak tumpah di depan banyak orang akhirnya meluap. Ia berusaha mengahapus setiap bulir air matanya tetapi air matanya terus saja turun. Ia ingin berlari tetapi kakinya terasa beku tak bisa digerakkan. Ia ingin berteriak tetapi lidahnya kelu tak bisa berucap.

'Aku harus tegar, tegar tegar. Draco pasti punya alasan tentang ini semua.' Hermione merutuk dalam hati menenagkan dirinya sendiri.

"Kau baik-baik saja, Mione?" Ginny yang sedari tadi juga mematung akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Ya, Gin. Aku baik-baik saja." Ucap Hermione dengan penekanan pada kata baik. Sejujurnya ia amat terpukul atas apa yang baru saja ia lihat.

"Kalau begitu, lebih baik kita bayar belanjaanmu dan kita kembali saja ke Menara Gryffindor. Aku janji –tidak akan menceritakan kepada siapapun tentang kejadian ini." Ginny tersenyum lembut seakan berusaha menghibur Hermione agar tidak terlalu memusingkan hal ini.

Mereka akhirnya kembali ke Hogwarts dalam diam. Ginny paham jika saat ini dia membicarakan kejadian di Hogsmeade tadi, perasaan Hermione tidak akan membaik malah mungkin—akan semakin parah.

"Gin, apakah menurutmu Draco atau Carol punya alasan untuk—ku tentang kejadian tadi?" Hermione akhirnya membuka suara saat mereka hampir sampai di lukisan Nyonya Gemuk. Mungkin malam ini ia akan menginap saja di Asrama Gryffindor. Walaupun sebenarnya ia malas bertemu dengan Caroline, tetapi sepertinya ia lebih malas bertemu Draco saat ini.

"Aku yakin, Draco bukan orang yang suka mempermainkan perempuan—lagi seperti dulu. Sejak ia bersamamu, aku tahu bahwa kau orang yang paling penting bagi hidupnya. Tenangkan dirimu, Hermione. Kurasa lebih baik sekarang kau istirahat dan bersikaplah sewajarnya. Anggap saja kejadian tadi tidak pernah terjadi." Hermione mengangguk setelah Ginny menghentikan kalimatnya tepat didepan Lukisan Nyonya Gemuk. Hermione tidak mau orang lain curiga terhadapnya. Ia mengembalikan raut wajah cerianya saat masuk ke ruang rekreasi Gryffindor.

"Kalian darimana saja, huh? Pergi tidak mengajak-ajak, lupa denganku?" Caroline menghampiri Hermione dan Ginny saat mereka berdua duduk di depan perapian.

"Bukankah tadi kau pergi ke Hogsmeade bersama seseorang, eh?" Ginny bertanya seakan memancing Caroline.

"Ah—ka..kau pasti salah li..hat. Aku tak kemana-mana sejak pagi. Hanya ke perpustakaan, mengembalikan beberapa buku karena sebentar lagi libur natal dan—" Jawab caroline dengan sedikit terbata-bata dan tidak melanjutkan ucapannya.

"Dan—apa, Carl?" ucap Hermione tak sabar mendengar kelanjutan kalimat Carolne.

"Lupakan saja. Astaga—aku lupa harus bertemu .Gonagall sekarang. Dah, Mione dan Ginny."

Caroline melenggang keluar dari asrama Gryffindor dengan sedikit terburu-buru. Hermione menatap Ginny dengan raut wajah bingung dan Ginny pun sama bingungnya dengan jawaban Caroline tadi. Namun akhirnya Ginny menyuruh Hermione naik ke kamar saja daripada terus memusingkan hal ini.

ooOoo

Caroline mempercepat langkahnya. Ia membawa kakinya melangkah menuju Asrama Ketua Murid. Untuk apa? Bertemu Draco Malfoy tentu saja. Barusan ia hampir 'keceplosan' didepan kedua sahabatnya. Untung dia mendapat sedikit ide untuk keluar dari pembicaraan tersebut.

"Albus Dumbledore—"

Caroline langsung masuk dan mencari keberadaan si pemuda berambut pirang itu. Ia menemukan Draco sedang membaca Daily Prophet di depan perapian sambil sesekali menyeruput secangkir coklat panas. Setelah kejatuhan Voldemort memang Daily Prophet menampilkan berita yang sudah 'lumayan' bermutu.

"Drake, kau harus tau ini."

"Hei hei hei, kau masuk tanpa mengetuk pintu dan langsung berbicara seakan-akan Voldemort bangkit dari kuburnya." Draco meletakkan korannya dan memperbaiki posisi duduknya.

"Iya—memang Voldemort bangkit dari kuburnya. Tentu saja tidak, Drake. Ada hal yang harus kau ketahui dan satu lagi mungkin ini lebih parah dari kebangkitan Voldemort." Ucap Caroline yang sedikit kesal karena Draco tidak bisa serius.

"Oke oke, sorry." Kini Draco memasang wajah yang serius untuk mendengarkan cerita Caroline.

"Kurasa, tadi Hermione melihat kita berdua saat di Hogsmeade." Caroline langsung to the point tanpa berbasa-basi.

"Hahahaha—kau ini. Aku kira ini benar-benar sebegitu parahnya, Carl." Draco malah tertawa mendengar cerita Caroline barusan.

"Arrghhh—Draco. Kau ini, benar-benar—" Caroline menonjok lengan Draco agar berhenti tertawa. Caroline heran dengan reaksi Draco yang sama sekali tidak takut atau sedih atau yang lainnya.

"Sshh, terserah kau saja, Drake. Jangan salahkan aku jika Hermione mengetahui semuanya. Aku tidak ikut tanggung jawab. Ini semua salahmu, titik." Caroline bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari Asrama Ketua Murid.

"Kau, tenang saja Carl. Semua akan baik-baik saja. Serahkan saja padaku. Saat ini waktunya belum tepat untuk menjelaskannya pada Hermione." Draco sedikit berteriak karena Caroline sudah hampir menutup pintu.

"Kau, tak pernah berubah, menyepelekan segala—hal." Jawab Caroline sebelum menutup pintu Asrama Ketua Murid dengan sempurna.

ooOoo

Berbalik ke kanan lalu ke kiri, begitu seterusnya. Mungkin ini sudah ke 100 kalinya eh—mungkin 50 kali atau ah terserahlah berapa kali yang pasti lebih dari 10 kali Hermione membolak-balikan posisi tidurnya. Pusing. Ya, ia semakin merasa kepalanya mau pecah sejak percakapannya dengan Caroline tadi. Ia merasa memang Caroline ada 'sesuatu' dengan Draco yang entah apa itu namanya.

'Apa mereka berpacaran? Caroline berpacaran dengan Draco dibelakangku? Apakah itu yang disebut sahabat?'

Berbagai pertanyaan terngiang-ngiang di benak Hermione. Rasa pening di kepalanya membuat ia selalu berpikiran negatif. Ia ingin langsung bertanya pada Draco besok pagi. Tetapi, hatinya tak mungkin kuat jika ternyata pikiran negatif Hermione benar-benar kenyataan. Ia terlalu pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang sebenarnya. Sesaat ia mendengar pintu kamarnya berderit. Ia langsung menenggelamkan wajahnya kedalam selimut dan berusaha menutup matanya walaupun tidak bisa.

Sayup-sayup terdengar bunyi pijakan kaki yang menghampiri ranjang Hermione. Hermione tak tahu siapa itu, tapi dari parfum yang berhasil tercium oleh indra penciumannya, sepertinya ia tahu siapa dia.

"Mione, maafkan aku—" orang tersebut berkata di dekat telinga Hermione karena mengira Hermione sudah tertidur. Lalu orang tersebut berjalan menjauh dan kembali terdengar suara pintu menutup.

Hermione tidak memindah posisi tidurnya. Ia mendengar apa yang baru saja di dengarnya. Ia menangis saat itu juga. Hermione merasa ia sudah mendapat jawaban dari semua kemungkinan yang selama beberapa jam tadi memenuhi pikirannya.

"Jangan salahkan aku jika aku tidak memaafkanmu, Carl". Hermione berbisik pelan dan langsung memejamkan matanya agar ia bisa tertidur.

ooOoo

Hermione bangun dengan kedua matanya membengkak. Tinggal 2 hari lagi waktu kepulangan libur natal dilaksanakan. Sepertinya ia memiliki perubahan rencana untuk libur natalnya. Hermione memutuskan bahwa ia akan merayakan natal di Grimmauld Place bersama keluarga Weasley dan Harry tentunya. Hadiah natal yang sudah ia beli kemarin akan dikirimnya melalui Owl Post. Burung hantu tidak ikut libur merayakan natal bukan?

Hermione memandang bekeliling di kamr tersebut. Kosong. Tak ada orang disana.

"Merlin, jam berapa ini?". Hermione menatap jam di nakas ranjangnya dan menemukan jam tersebut menunjukkan jam 9.

"Oh God, apa yang membuatku bangun sesiang ini. Untung saja hari ini dan besok tidak ada kegiatan pembelajaran." Hermione mengomel pada dirinya sendiri dan langsung bangkit untuk mandi dank e Aula Besar.

Setelah sampai di Aula Besar, Hermione langsung mengambil posisi menghadap meja Slytherin. Ia mendapati kekasihnya—Draco Malfoy juga duduk menghadap ke meja Gryffindor. Draco sedang asyik bergurau dengan Theo dan Zabini. Tetapi tidak barangkali sedikitpun Draco melirik Hermione.

"Apa dia tak merindukanku?". Hermione mengatakan hal tersebut dengan nada kesal namun ia merasa nada suaranya tidak akan terdengar oleh orang di sampingnya. Yap, ia duduk diantara Caroline dan Ginny, sedangkan Harry dan Ron ada di depannya.

"Merindukan apa, eh Hermione?" Caroline bertanya pada Hermione yang sedang membalik piringnya.

"Lupakan saja—" Hermione mangambil beberapa potong roti dan mulai melumurinya dengan selai blueberry.

"Mione, matamu bengkak, apa yang semalam terjadi?" Caroline bertanya lagi dengan nada yang bisa di bilang memang benar-benar pertanyaan kekhawatiran seorang sahabat.

"Ah, apa iya? Mungkin karena aku tidur terlalu larut semalam. Aku tak bisa tidur mendengar keramaian di Ruang Rekreasi." Jawab Hermione setelah itu mulai melahap rotinya.

"Ohiya, Gin. Sepertinya aku akan merayakan natal dengan keluargamu saja. Aku rasa terlalu lelah jika harus pulang ke Australia. Lebih baik hadiah natal untuk orang tua ku aku kriimkan dengan burung hantu."

"Apakah itu benar, Mione? Kalau iya itu ide yang sangat bagus" Ginny yang hendak menjawab namun sang kakak Ron Weasley sudah terlebih dulu menjawab Hermione.

"Tentu saja, Ron. Kurasa perkataanku tadi sudah-cukup-jelas untuk menjawab pertanyaanmu." Hermione memutar bola matanya karena kesal dengan Ron yang malah balik bertanya. Hermione tidak suka mengulangi lagi perkataannya yang ia rasa sudah jelas.

"Aku hanya memastikan, huh" Ron menjawab dengan wajah memberengut sedangkan yang lain menertwakannya. Hermione meneruskan sarapannya dan tidak menyadari ada sepasang mata kelabu menatap khawatir kearahnya.

ooOoo

Seharian itu Hermione habiskan waktunya bersama Ginny, Harry, Ron, Lavender dan beberapa anak Gryffindor lainnya—kecuali Caroline yang entah kemana sejak sarapan berakhir tadi. Mereka melakukan banyak permainan penghilang rasa bosan. Namun sekarang sudah larut malam. Hermione bangkit dari sofa. Semua anak yang masih duduk di dekatnya mendongak ke arahnya.

"Ehm, aku harus kembali ke Asrama Ketua Murid karena besok banyak yang harus ku persiapkan, kalian lanjutkan saja. Selamat malam." Hermione berjalan menuju pintu Asrama Gryffindor di barengi dengan beberapa ucapan 'Selamat Malam" dari teman-temannya.

Setelah mengucapkan kata sandi, Hermione masuk dengan langkah agak lesu. Ya mungkin kecapaian karena perjalanan dari Asrama Gryffindor menuju Asrama Ketua Murid tidaklah dekat. 'Seandainya disini aku bisa ber-apparate.' pikir Hermione.

Hermione memendarkan matanya untuk menatap seluruh ruangan di depan perapian Asrama Ketua Murid. Tak ada orang. Kini ia melangkah naik menuju kamar partner Ketua Murid-nya sekaligus kekasihnya.

"Draco…. Kau di dalam?" Hermione mengetuk pintu pelan dan mencoba membuka pintu kamar tersebut. Tak ada orang.

Lalu, kemana Draco? Entahlah, Hermione juga terakhir melihatnya saat sarapan tadi pagi. Setelah itu ia seharian penuh di Asrama Gryffindor. 'Apa mungkin dia sudah pulang? Tanpa bilang apa-apa kepadaku? Tidakkah dia rindu padaku?' batin Hermione.

Hermione langsung berpikir tentang Caroline. Caroline dari tadi pagi juga tak nampak batang hidungnya. Dan kebetulan Hermione tidak melihat Draco setelah sarapan pagi tadi walaupun memang Hermione tidak mungkin bertemu karena seharian penuh di Asrama Gryffindor. Apa ini sebuah kebetulan?

ooOoo

A/N : Yayaya, aku tau ini masih terlalu kependekan iya kan? :D Tapi kalau misalnya aku bikin langsung selesai aku takut kalian males bacanya *segini aja masih sedikit peminatnya* xD Tapi kalau bisa review what's on your mind about this fanfic ya, jangan jadi silent reader hehehehe :D

Special thanks buat Rissa Alfira Prativi yang udah nyumbangin ide-ide buat fic ini :3 Dan untuk para reviewer ini jawabanku :

atacchan : Iya saya tau kok alurnya berasa kayak ngebut banget hehe, untuk masalah Hogsmeade memang saya yang salah jadi makasih buat review dan komentarnya. Jangan malu-malu buat ngomentarin saya lagi ya

zheexo : makasih atas review-nya

Tiara Felton : iya masih T jadi aman aja deh dibaca buat seumuran kamu :D Alah biasa aja ah ini juga masih nggak begitu bagus, kak dechan kan juga anak PM yg jago bikin FF wkwk xD

ochan malfoy : thank you reviewnya iya aku semangat soalnya diluar sana masih banyak dukungan dari temen-temenku yang ga sempet ngasih review disini hehe :D siapa yang tega banget? Draco? xD liat dulu kelanjutannya deh wkwk :D

LovyS : thank you reviewnya :D Peran antagoniskah si Caroline itu? Kita lihat nanti saja seperti apakah Caroline itu, kalo disini udah kelihatan belum sih Caroline gimana? Hahaha :D

dremloxys : wah kalo itu aku gatau kenapa, yang pasti makasih buat reviewnya :D kita lihat saja nanti :D

Rise Star : iya kak, makasih reviewnya ya maaf kalo belum dapet feelnya hehe maklum lah kan tau gimana aku kan? Ga pinter bikin feel dan ini namanya bukan flame kakak wkwk

Rukaga Nay : thank you reviewnya, makasih juga udah suka haha bener juga sih kalo mirip belum tentu sama, ya aku bilang gitu soalnya siapa tau ada yang memang bener-bener mirip sama fic ini hehe :D

Thanks juga buat Ra Malfoy dan vovg muah muah deh buat kalian :3

Yang jadi silent reader ayo dong bagi review-nya. Hahaha, tanpa kalian apalah arti fic ini *ceileh* Ohya, aku takut di rendem sama 'seseorang' di cucian kaos kaki Troll. *salah sendiri ga review jadi ga aku sebutin namanya* :p Jadi aku buru-buru update chapter ini dan ternyata masih ada 1 chapter lagi yang kemungkinan minggu depan update'a. Makasih yang sudah membaca !

Keep Calm and Always Dramione

Sebuah Kebenaran Ch 2 w/ backsound Gotta Be You by One Direction :D

GiaMione