Summary: Hai! Namaku Haruno Sakura, umurku enam belas tahun, dan statusku adalah seorang pelajar— eh? Status yang lain? Sayangnya aku ini sudah tidak single, aku sudah bersuami malahan. Hah? Kau ingin tahu siapa suamiku? Aah, maaf. Sayangnya aku sendiri tidak tahu, Aneh bukan?
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: AU/OOC/ Typo bertebaran/kayak sinetron/dll dsb.
'….' = ngomong dalem hati
Ours
.
.
.
Sakura's POV
Tadi aku sedang asyik-asyiknya menonton acara gosip tentang keluarga kerajaan di kamarku, tiba-tiba tou-sama memanggilku ke ruang keluarga. Perasaanku mulai aneh sekarang, pasalnya sedari tadi tou-sama maupun kaa-sama masih bungkam keduanya. Ah, aku jadi takut sendiri.
Kuberanikan diriku untuk buka suara, memecahkan keheningan yang terjadi. "Tou-sama, ada apa memanggilku kemari?"
Dapat kulihat tou-sama dan kaa-sama saling melirik satu sama lain kelihatan—err antara gugup dan ragu mungkin. Hei tou-sama, kaa-sama jangan membuatku mati penasaran dong! Ada apa sih? Apakah nilai raportku jelek? Apa aku membuat malu keluarga?
Tou-sama membersihkan kerongkongannya, "begini Sakura kami memanggilmu kesini untuk memberitahukan perihal …," tou-sama berhenti lagi sekarang, padahal ia hampir mengatakan tujuannya. Dapat kulihat kaa-sama memberi tatapan ayo-lanjutkan-ucapanmu pada tou-sama. "Perjodohanmu," lanjutnya kemudian.
Mataku melebar seketika. Apa? Perjodohan? Sepertinya aku membutuhkan cottonbath deh sekarang. Aku tertawa memaksa, "apa hari ini ulang tahunku? Jangan bercanda seperti itu tou-sama! Masa kau tega menyerahkan putrimu yang cantik ini di usia yang semuda ini?" Ayolah, ini tidak lucu sama sekali. Aku seorang gadis berusia enam belas tahun masa harus sudah mengurus seorang suami?
Aku berharap kaa-sama dan tou-sama ikut tertawa saat ini juga tapi sayangnya mereka tidak. Mereka malah menatapiku dengan intens seolah mengatakan kalau ini serius.
Aku menghela nafas, "baiklah, sumimasen tou-sama to kaa-sama."
"Dengarkan tou-sama, besok adalah hari pernikahanmu dengannya. Sore nanti, kau harus ikut kaa-sama ke suatu tempat," lanjut tou-sama kemudian.
Kalau ini di manga ataupun anime pasti saat ini ada background petir dibelakangku, "tou-sama! Menikah? Yang benar saja kenapa tidak ditunangkan dulu?" seruku gusar.
Tou-sama memejamkan matanya sejenak, "tidak bisa, keluarga keraj— maksudku keluarganya sudah memutuskan kalau kau harus menikahinya besok juga."
"Apa tou-sama tidak bisa menentangnya?" tanyaku kemudian. Entahlah, perasaanku campur aduk. Menjadi seorang istri di usia enam belas? Ini gila. Disaat anak-anak berumur enam belas tahun yang lain sedang menikmati masa muda mereka aku sedang sibuk mengurusi rumah tangga ah, konyol.
Tou-sama menggeleng tegas, "tidak bisa, aku tidak bisa menentangnya. Sakura … kau tahu, kedudukan orang ini sangatlah tinggi jadi tidak mungkin aku bisa menentangnya."
Aku menghela nafas panjang, apalagi yang bisa kulakukan selain pasrah? Menangis? Aku ingin sekali menangis tapi tentu saja tidak di sini. Aku menundukkan kepalaku, menahan air mata yang mau tumpah. Aku tidak mau membuat kaa-sama ataupun tou-sama merasa bersalah tapi … kalau begitu harus kepada siapakah aku bersandar?
Dapat kurasakan sebuah tangan membelai pelan rambutku, kaa-sama. Dia membelaiku penuh dengan kasih sayang, menenangkan hatiku yang masih gelisah ini. "Tenang saja Saku … kau tidak usah repot memikirkan rumah tangga, karena yang diperlukan mereka saat ini hanyalah status," ucapnya pelan.
Kaa-sama menggandengku menuju kamarku, kami sama-sama duduk di atas tempat tidurku.
"Apa maksudnya hanya status kaa-sama?" status saja? Lalu apa aku akan tidak dianggap? Atau bagaimana?
Kaa-sama menyunggingkan senyumnya, "ya … tujuan kami menikahkanmu di usia yang muda begini karena kakek dari calon suamimu sudah sakit parah, dan beliau ingin melihat cucunya menikah sebelum … yah, kau tahu meninggal," jelasnya panjang lebar.
"Tapi, kenapa harus aku? Dari sekian banyaknya gadis kenapa harus aku, kaa-sama?"
Dapat kulihat kaa-sama tersenyum lagi, "dulu kakekmu bersahabat baik dengan kakek dari orang itu, hubungan mereka sangat dekat sampai-sampai mereka bermaksud untuk membangun hubungan yang lebih dekat lagi dengan cara menikahkan cucu-cucu nya. Mereka bermaksud untuk menjadi keluarga, makanya mereka menempuh jalan ini."
Oke, ini semakin aneh. Kenapa harus aku yang dinikahkan? Aku masih memutar otak soal itu.
End of Sakura's POV
'Kriiiiiiiiiiiinnnggggggg!'
Terdengar bunyi suara telfon dari ruang keluarga berdering, dengan cepat Kizashi mengangkat telfon tersebut.
'Selamat siang, maaf apa betul ini kediaman Haruno?' tanya sebuah suara dari seberang sana.
Kizashi berdehem pelan lalu menjawab, "iya, betul saya Haruno Kizashi."
'Begini, kami dari Istana Nakano. Yang mulia paduka raja ingin berbicara dengan anda.'
"A-ah i-iya silahkan," ucap Kizashi tergugup. Hei bagaimana perasaanmu akan berbicara dengan orang nomor satu di negara Hi?
'Selamat siang, Haruno-san? Tentu anda sudah tahu bukan tujuan saya menelfon anda?'
"Selamat siang yang mulia, iya saya sudah tahu tujuan anda. Apa saja yang harus disiapkan untuk anak saya yang mulia?" tanya Kizashi sembari merendahkan suaranya.
'Hn, pakaikan penutup mata saat anakmu hendak berkunjung ke Istana Nakano dan saat upacara pernikahan besok. Anakku juga akan melakukan hal yang sama, nanti jam empat sore akan ada yang menjemput anakmu.' Jawab suara itu tegas.
Kizashi tidak ingin banyak bertanya walaupun ia sangat penasaran apa fungsi dari penutup mata itu. Akhirnya ia pun hanya menjawab, "ya, baik yang mulia."
.
.
.
Istana Nakano. Siapa sih yang tidak tahu istana ini? Tempat dimana keluarga kekaisaran negara Hi bernaung. Tempat yang bukan sembarang orang bisa dengan mudah memasukinya, saat ini ruang keluarga istana Nakano bagian barat atau istana permaisuri sedang dilanda suasana yang serius.
"Pernikahanmu akan dilaksanakan besok. Hanya upacara pernikahan biasa di gereja karena pernikahan ini tidak diekspos untuk umum, pernikahan ini dilaksanakan secara rahasia. Kau juga harus memakai penutup mata yang sudah kaa-sama siapkan saat upacara pernikahan itu dilangsungkan," jelas sang permaisuri, Mikoto kepada anaknya.
Itachi— sang anak hanya bisa mengerjapkan matanya mendengar penjelasan ibunya, "kaa-sama kenapa upacara pernikahan ini dilangsungkan secara tertutup? Kenapa tidak diekspos agar seluruh warga negara Hi tahu? Dan kenapa juga harus memakai penutup mata?" tanya Itachi bertubi-tubi menyuarakan pikirannya yang dari tadi kebingungan dan tidak mengerti maksud dari kaa-sama nya.
Mikoto menatap iris kelam milik anaknya, "kau tahu, usia adikmu masih muda. Bagaimana kalau orang-orang mengira adikmu itu berbuat yang tidak senonoh sehingga harus menikah muda? Kalau soal penutup mata, itu hanya pencegahan agar adikmu tidak melakukan hal yang seharusnya belum dilakukan pada usianya jadi kami memutuskan untuk membiarkan mereka tidak saling mengetahui satu sama lain sebelum batas umur yang ditentukan," jawab Mikoto panjang lebar.
Sasuke hanya terdiam di tempat, apa-apaan ini? Ia harus menikah muda dengan gadis yang bahkan ia belum tahu hanya karena kakeknya yang sudah mulai sakit-sakitan ingin melihat Sasuke menikah sebelum ia wafat. Dan apa pula dengan penutup mata? Orang lain yang menjodohkan anaknya pasti ingin anaknya agar cepat mengenal satu sama lain, tapi ini malah kebalikannya. Pencegahan katanya? Oh ayolah Sasuke tidak semesum itu.
Tapi kenapa harus Sasuke sih yang menikah dengan unknown girl ini? Kenapa tidak Itachi saja? Alasannya mudah, karena Itachi sudah mempunyai istri. Lagipula, kalau bukan Sasuke yang menikah dengan gadis ini cerita ini tidak akan bisa berjalan kan?
"Memangnya boleh menikah di gereja dan tidak melaksanakan prosesi upacara pernikahan kerajaan?" tanya Sasuke angkat bicara, seperti biasa ekspresi datar terpatri di wajah tampannya.
"Sasuke, upacara Kotsuki no gi baru akan dilaksanakan saat usiamu mencapai dua puluh empat tahun, kalau sekarang-sekarang ini kau masih terlalu muda. Yang penting itu, kau harus menikah di depan kakekmu agar ia bisa tenang," jawab Mikoto sembari merapihkan kanzashi-nya.
Singkatnya, upacara Kotsuki no gi adalah upacara pernikahan yang dilakukan oleh keluarga kerajaan.
"Yang mulia, maaf kalau saya tidak sopan. Keluarga Haruno sudah tiba," tutur seorang dayang sambil membungkukkan badannya.
"Baik, suruh tunggu saja dulu," kata Mikoto tegas, kemudian ia menatapi kedua anaknya. "Sasuke, Itachi kalian boleh keluar sekarang. Dan jangan mencoba untuk mengintip ya."
.
.
.
Sekali lagi Sakura menatap refleksi dirinya yang terpantul di depan cermin besar di hadapannya. Ia masih tak percaya kalau gadis yang sedang dibalut dengan gaun pengantin putih yang 'wow' ini adalah dirinya. Hari ini adalah hari H-nya, hari dimana ia akan melepas masa lajangnya. Lucu, gadis berusia enam belas tahun sudah harus melepas masa lajangnya.
'Tok! Tok!'
Seseorang mengetuk pintu ruangan tempat Sakura dirias. 'Apakah ini sudah saatnya?' jantung Sakura berdegup kencang sekarang. Ia menelan ludahnya, "y-ya, silahkan masuk," suruhnya pelan.
Seorang wanita yang kira-kira sudah berumur setengah abad memasuki ruangan tersebut, "uhm, maaf nona ini sudah saatnya…," katanya sembari mengacungkan sebuah kain penutup mata berwarna hitam.
Sakura mengangguk tegas pertanda ia mengerti maksud dari wanita tersebut, "silahkan, anda boleh menutup mataku," tuturnya seraya memaksakan seulas senyuman.
Mata Sakura ditutup sekarang, ia benar-benar tidak mengetahui keadaan di sekitarnya. Dituntun oleh seseorang— lebih tepatnya Haruno Kizashi ayahnya sendiri Sakura berjalan ragu-ragu. Musik pernikahan yang mengalun dengan indah lebih terdengar seperti musik kematian di indra pendengaran Sakura. Sesekali, ayahnya membisikkan kata-kata untuk menenangkan hati putrinya.
Sakura merasa ini terlalu salah, pernikahan bukanlah hal yang bisa dimainkan seperti ini. Pernikahan adalah sesuatu yang suci, orang yang menikah harus saling mencintai— tidak seperti ini. Saling tidak mengenal satu sama lain, saling tidak mengetahui wajah mereka masing-masing.
Sakura merasa takut sendiri, ia takut suaminya tidak seperti yang ada dibayangannya selama ini. Sakura selalu mengidam-idamkan suatu hari akan menikah dengan pangeran layaknya di dongeng-dongeng. Sakura, hal yang kau idamkan sudah menjadi nyata hanya saja kau tidak mengetahuinya— belum.
Begitu sampai di altar, otak Haruno Sakura mendadak kosong. Ia sudah tidak mendengarkan lagi kata-kata yang diucapkan oleh sang pendeta karena terlalu asyik bergelut dalam pikirannya sampai akhirnya seseorang— yang tidak Sakura tahu mencolek bahunya dan menyadarkan ia dari alam fantasinya.
"Kuulangi, apakah anda Haruno Sakura bersedia menjadi istrinya?" ulang sang pendeta singkat tidak panjang seperti yang sebelumnya.
Keheningan sempat terjadi beberapa saat. Lidah Sakura mendadak kelu, Sakura harus memilih antara 'ya' atau 'tidak'. Satu kata yang akan terucap dari bibirnya akan mempengaruhi kehidupan dan masa depannya.
"Ya, aku bersedia." Suaranya terdengar pelan namun tegas saat mengucapkannya.
"Baiklah, kalau begitu silahkan cium pasangan anda," ujar sang pendeta kemudian.
Sakura membeku ketika dirasakannya bibir suaminya mendarat diatas bibirnya. Ciuman itu berlangsung dengan cepat. Begitu mereka selesai, terdengar sorak sorai dari beberapa tamu undangan yang hadir. Terbesit sedikit perasaan menyesal menghinggapi Sakura karena ciuman pertamanya bukan dilakukan dengan orang yang dicintainya.
Hei Haruno Sakura, siapkah kau untuk menjalani kehidupan barumu?
Satu bulan kemudian
Hari ini tepat sepuluh tahun Fugaku memimpin negara Hi. Hei murid-murid sekolah, berterimakasihlah kepada beliau karena memberi kalian libur hari ini. Karena alasan itu juga, banyak restaurant yang memberikan makanan gratis. Festival juga diadakan di sekitar istana Nakano yang hari ini juga dibuka untuk umum.
Ramai? Tentu saja tempat ini sangat ramai dan penuh sekarang. Banyak warga negara Hi yang hadir hanya untuk sekedar melihat-lihat istana Nakano yang jarang sekali dibuka untuk umum seperti ini. Ada juga yang sengaja datang kesini karena modus ingin melihat ketampanan dari kedua pangeran tampan istana Nakano, Sasuke dan Itachi— seperti yang dilakukan oleh Yamanaka Ino, sahabat Sakura ini.
Tentu saja Ino tidak mau pergi sendirian ke istana Nakano, maka dari itu gadis cantik bak boneka barbie ini mengajak paksa Haruno Sakura untuk menemaninya. Sebetulnya, Sakura lebih memilih untuk memanfaatkan tanggal merah seperti ini untuk bermalas-malasan di rumah ataupun melakukan aktifitas lain yang bisa membuang-buang waktunya dibandingkan berdesak-desakkan di sini.
"Pig, aku ingin ke kamar kecil," kata Sakura tiba-tiba.
"Hei forehead! Jangan gila ah, memangnya kau siapa bisa seenaknya menumpang kamar kecil di sini?" balas Ino sinis, benar-benar menyusahkan masa kebelet di saat-saat seperti ini?
Sakura merengek, "Pig, ayolah tanyakan pada dayang-dayang yang ada di sana bisa tidak?" tutur Sakura memohon.
Ino meghela nafas pasrah, "baiklah, akan kutanyakan."
Sakura tersenyum senang, "terima kasih pig, ehehehe."
Akhirnya, Sakura dan Ino pun menghampiri seorang dayang yang sedang berdiri di pojokan istana bagian samping ini. "A-ano permisi, bolehkah temanku menggunakan kamar kecil di sini?" tanya Ino takut-takut. Feeling-nya sih megatakan kalau ia tidak boleh.
Dayang itu menatap kedua bola aquamarine milik Ino, "maaf, kamar kecil di sini hanya bisa digunakan oleh keluarga kerajaan," jawabnya sopan.
Ino menengok ke belakang, "tuhkan sudah kubilang tidak bisa."
Sakura hanya terkekeh pelan dan keluar dari balik punggung Ino, "yaah, tidak bisa ya? Sayang sekali aku sudah kebelet begini…," ucap Sakura pada dayang tersebut. Tunggu, ada yang aneh. Dayang itu tidak menatap Sakura seperti ia menatap Ino tadi, dayang itu justru menundukkan kepalanya dengan hormat.
"Hei dayang, kenapa kau menunduk?" tanya Sakura melihat gelagat aneh dari dayang yang berada dihadapannya.
Masih menundukkan kepalanya dayang itu menjawab, "ti-tidak yang mul— maksudku tidak apa-apa."
Sakura menautkan alisnya, ia menjadi tambah bingung. Ah, Sakura tidak mau terlalu banyak memikirkan hal ini dan memutuskan untuk memamerkan senyum lima jarinya, "yasudah kalau tidak apa-apa, terima kasih dayang~"
Sakura dan Ino kembali lagi ke kerumunan orang-orang yang sedang melihat-lihat istana Nakano, dan si dayang hanya bisa bernafas lega dan bergumam, "hampir saja."
Sakura dan Ino kembali lagi melanjutkan aktifitas mereka sebelumnya; menelusuri istana Nakano. Siapa tahu kan bisa bertemu langsung dengan salah satu dari kedua pangeran tampan yang ada?
Sesak. Tempat ini ternyata menjadi sangat sesak, Sakura sangat kesulitan untuk bergerak karena tubuhnya sendiri sudah terdorong-dorong sejak ingin menerobos kerumunan. Bahkan ia sudah terpisah dari Ino yang entah bagaimana caranya sudah tenggelam dalam kerumunan orang-orang itu. Sakura mencoba menerobos kerumunan itu sekali lagi, dan karena ia terlalu memaksa ia terdorong ke belakang dan hampir jatuh ke lantai kalau saja sepasang lengan kekar menahan tubuhnya.
Sakura masih memejamkan matanya dan menurunkan alisnya sampai sebuah suara menyadarkannya.
"Nona, kau sudah bisa membuka matamu," kata suara baritone itu datar.
Sakura mendongakkan kepalanya dan terlonjak mendapati sang pangeran— Sasuke yang menolongnya. "A-ah te-terima kasih yang mulia," katanya sambil tertunduk.
"Hn," jawabnya singkat.
Sakura kembali menundukkan kepalanya dan membungkukkan badannya lalu pergi meninggalkan Sasuke di situ. Sasuke melihat-lihat keadaan sekitarnya dan mendapati Namikaze Naruto— sahabatnya sejak kecil sedang tersenyum aneh.
Naruto memang mengetahui siapa gadis yang merupakan istri Sasuke karena ia menghadiri upacara pernikahan tersebut. Ia juga sempat mengintip ruang rias Sakura, jadi tentu saja Naruto tahu. Pertanyaannya adalah; bisakah Naruto membantu kedua insan ini untuk mengenal satu sama lain?
.
.
.
TBC~
A/N: Holaa minna-sama *digiles* iya maaf aku udah seenaknya bikin kuil Nakano jadi istana Nakano._. cerita ini aku bikin terinspirasi sedikit dari Goong, terus keluarga kekaisarannya ngikutin jepang. Setelah ngubek-ngubek isi perut mbah gugel(?) aku dapet beberapa info tentang keluarga kerajaan, kayak keluarga kerajaan nggak boleh pake marga dan sebagainya~ hehehe
Yah, aku tau sebenarnya bikin fic ini nambah utangku hehehe._. tapi gimana yaa, gatel nih pengen ngepublish._. Yaa aku tau sih, cerita kni super duper aneh bin ajaib lagian masa nikah nggak tau pasangannya? *mukul diri sendiri* yaah tapi mau gimana lagi… ini udah di publish hehe, maaf kepanjangan curhatnya :$ mind to R&R minna-sama?