DISCLAIMER: I don't have FAIRY TAIL. All of name and original story fully owned of HIRO MASHIMA Sensei (^_^)
WARNING: First FT/ Romance and Friendship complicated/ CANON/ DON'T LIKE DON'T READ!-always GAJEELxLEVY
2 tahun semenjak usainya insiden Tenroujima; X793
"Apa yang sedang kau pikirkan, Gajeel?"
Gajeel tertarik dari khayalnya. Mulutnya terbuka ingin mengelak, namun tatapan spontan dari Lily membuatnya tak jadi bicara. Sejenak, namun akhirnya mendecih,
"Bukan urusanmu."
Si Besi Hitam meneguk kembali gelas besarnya, mengalirkan vodka kuning bening itu merasuki kerongkongannya; melepas dahaga. Lily juga kemudian menghirup jusnya, gelas plastik itu berkurang volumenya tatkala isinya tersedot lewat sedotan mungil. Lily mengusap mulutnya kemudian, lantas kembali bergumam,
"Kau tidak pernah bisa membohongiku, Gajeel."
"Diamlah, dan habiskan minumanmu, Lily."
Lily menatap Gajeel yang tak acuh, lantas diam. Keduanya kembali meneguk minumannya masing-masing. Gajeel menaruh gelasnya di meja, menimbulkan dentingan kecil karena pertemuan gelas beling kosong dengan meja kayu.
Mira hapal benar suara itu. Usai mengelap sebuah piring lagi, dia berbalik menghadap Gajeel. Mata biru lentik itu berkedip manis dengan senyum.
"Segelas lagi?"
Gajeel menggeleng, "Sudah cukup. Aku ambil yang ini,"
Pupil bundar Mira mendelik, kedua tangannya meraih pelan kertas yang disampirkan Gajeel. Belum berkomentar tatkala Gajeel sudah keburu mendahuluinya.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan, namun aku sedang butuh orang yang pantas dihajar." Gajeel merenggangkan jari-jarinya.
"Istirahat semalam sudah cukup buatku."
Mira menaikkan alisnya, "Baiklah, hati-hati, selamat bekerja dan..."
"...dan?" Gajeel mengejar, badannya sudah berdiri dari kursi dan hampir berbalik penuh. Lily pun sudah melayang dari meja. Namun tatkala Mira memanggil dengan nada menggantung seperti itu, dia mau tak mau sedikit penasaran.
"... Ehm... Apa tidak kau pikirkan untuk sekedar mencari pendukung?"
Gajeel menggeram, dia tahu arah pembicaraan sang Maid.
"Tidak perlu." Sahutnya pendek, dia berjalan berbalik. Badannya tegap saat melangkah. Lily melambaikan tangan pada Mira yang dibalas dengan senyuman manis, namun hambar. Lily juga sadar kesambungan antara itu dengan sikap Gajeel, namun sebagai partner, dia tidak memilih untuk memperpanjang masalah itu. Mereka berdua berjalan membelah Guild, yang memang selalu ramai. Di tengah-tengah, Natsu dan Gray seperti biasa tengah mengadukan kepala mereka dengan urat-urat menegang di dahi dan lengan mereka, Juvia asyik menonton dengan dua tangan teranyam di dada dan mata yang berbentuk hati. Lucy, Lisanna dan Erza sedang mengobrol di meja, berpura tak acuh dengan perkelahian terjadwal antara Natsu dan Gray. Wendy, Happy dan Charlie sedang bermain kartu di samping mereka. Romeo sibuk meneriaki Natsu dan Gray, yang entah sejak kapan sudah menyeret Jet, Droy, bahkan Warren terlibat ke dalam gumpalan asap. Master Makarov tidak terlihat karena sedang ada kesibukan dengan petinggi Guild lainnya di council. Elfman di salah satu meja sibuk berteriak tentang orasi –yang senantiasa bertemakan- laki-laki dengan dua tangan terkepal dan terangkat siku ke atas, sebelum mendapat lemparan meja gratis dari Natsu. Di salah satu meja, seperti biasa Cana sedang sibuk dengan tong ketiga-nya, dengan ada sekian orang yang turut teler karena kalah mabuk. Kinana sibuk mengantarkan gelas-gelas minuman bolak-balik, Bisca dan Alfred tengah mengelap senapan sihir mereka di balkon dasar, dekat lantai satu. Lily merekam itu sepanjang Guild, dan di salah satu sisi, dia melihatnya. Terdiam di pojok dengan tatapan sendu, matanya yang berkaca-kaca hampir membuat make up yang menghiasi pipi mungilnya lenyap.
Lily menyesali benar pemandangan itu, namun dia tak punya pilihan. Gajeel yang nyatanya jelas-jelas punya urusan tetap dingin, diam seribu bahasa. Lebih parah, bahkan mata merah milik Si Besi Hitam tidak berpaling sedikitpun ke pada sang gadis.
Di tengah-tengah keributan akibat tinju dan teriakan Natsu, Gajeel dan Lily berangkat meninggalkan Magnolia. Tanpa suara.
Saat langkah mereka sudah benar-benar lenyap, Mira menyelesaikan helap terakhirnya dengan tergesa. Mira meninggalkan meja bartender, lantas berjalan gelisah ke meja itu.
"Nggak berhasil, ya? Mira?"
Mira menoleh ke arah suara, Lucy dengan teramat hati-hati menurunkan nadanya. Mira menatap lesu si Celestial Wizard, mengggit bibirnya, sebelum memberi isyarat dengan mata. Lantas membungkukkan badannya,
"Levy? "
Gadis mungil yang tengah duduk itu menunduk, enggan mengangkat wajahnya menghadap Mira. Dia pun tak terlihat ingin sekedar hanya melirik beberapa senti ke sampingnya, di mana rekan berambut pirangnya berada. Rambut biru berbando kuning itu bergetar, Mira dan Lucy pun memastikan bahwa kejadian buruk yang mereka bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Pipi Levy mulai basah. Air mata meleleh mengaliri pipinya. Lucy menggelengkan kepalanya dengan bahu bergetar, ia berjalan seraya bergerak merangkul sahabatnya, lantas memeluknya erat.
Levy terisak, perlahan, namun akhirnya deras. Bulir-bulir air yang meleleh itu turut membasahi bagian bahu baju Lucy tanpa ampun.
"A-Aku nggak tahan lagi, Lucy... Mira...Hiks..."
Lucy mendekap badan Levy, dia diam saja mendengarkan.
"Gajeel sama sekali nggak mau melihat aku, dia... dia..."
"-Kami mengerti, Levy. Maaf, kami juga yang salah." Mira bergumam pelan, dia sudah berjongkok di samping Levy, memegangi telapak tangannya.
Levy menahan isaknya, namun tak bisa. Tangisnya malah semakin luruh, merusak sempurna hiasan pipinya. Mira menoleh tatkala mendengar langkah kaki mendekat. Erza dan Lisanna tengah berdiri di sampingnya.
"Gagal, ya? Mira-nee?" Lisanna bertanya hati-hati, kakaknya menjawab dengan kontak mata. Memahami bahasa isyarat itu, Lisanna turut menggigit bibir frustasi.
Erza mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu,
"Ck, padahal cara itu ampuh banget loh, waktu aku kencan pertama sama Jellal."
Dan semua mata gadis di sana, serentak menatap ke arahnya dengan pandangan melongo. Levy pun bak merasa air matanya terhenti oleh sebaris kalimat. Dia memalingkan kepalanya ke arah Erza. Bingung karena ditatap, perempuan berambut merah itu mendelik balik,
"Eh, kenapa?"
Lisanna menjawab tegas, "Tapi ini sudah hari keempat, Erza."
Titania spontan menutup mulut dengan tangannya.
Sedetik kemudian, air mata Levy membanjir lagi. Ia kini menangis menjerit-jerit.
Cinta itu memang banyak wujudnya. Ia mungkin bisa berwujud campuran cinta-benci sebagaimana Elfman dan Evergreen menjalin hubungan, bisa seperti hubungan adik-kakak sebagaimana Ultear kepada Gray, bisa berlangsung sedemikian rahasia seperti Jellal dan Erza, ataupun bisa jadi rumit dan sulit ditafsirkan antara Natsu, Lisanna dan Lucy.
Rumit.
Jujur, Levy tidak bisa mengatakan Natsu memiliki perasaan lebih baik terhadap Lisanna ataupun Lucy. Lisanna boleh jadi telah berada di sisi Natsu bahkan sejak awal-awal pertama si Dragon Slayer masuk guild, namun mau tak mau kehadiran Lucy mampu menggantikannya. Tepat dua tahun setelah kematian Lisanna. Namun, siapa yang tahu kalau di balik perilaku Natsu yang terlihat senantiasa bergembira itu kalau dia toh selama dua tahun kehampaan itu, hingga sebelum kejadian di Edolas menangis karena merindukan Lisanna? Istrinya?
Levy tak mau berspekulasi banyak. Akal dan emosinya sudah sedemikian lelah dan tentunya amat bijaksana jikalau dia lebih membuat capai dirinya dengan memikirkan masalah pribadinya yang teramat rumit ini.
Kejadiannya bermula tepatnya lima... enam hari yang lalu. Waktu dia dan Tim Shadow Gear baru pulang dari misi. Biasanya, Gajeel senantiasa menyambutnya. Mempertontonkan kejahilan yang membuat Levy berteriak-teriak malu kesenangan dengan pipi memerah. Levy sampai hapal benar, kalau sudah saatnya membalas, Gajeel akan mengikuti apa saja kata-kata Levy. Meski dengan aura tsundere yang kentara kental, namun bagi Levy itulah Gajeel-nya. Kehadiran Gajeel di sampingnya dengan apa adanya sudah lebih dari cukup untuk mengisi kekosongan hati seorang Levy McGarden.
Levy McGarden amat mencintainya. Seorang Iron Dragon Slayer bernama Gajeel Redfox.
Namun hari itu, semuanya bak pupus ditelan udara.
FLASHBACK ON
"Oh, Levy-chan?"
Levy menoleh, mata hazelnya segera menangkap gadis manis berambut pirang itu tengah berdiri menyambutnya. Levy menatap riang, sebelum kemudian nyaris berlari mendekatinya
"Lu-chan!"
"Uhm." Lucy menekuk kepalanya dengan senyum manis. "Bagaimana misimu?"
"Beres, meski aku juga yang musti kerja keras." Sahut Levy, jarinya menekuk, mengarahkan jempolnya mengikuti lekuk tangan ke belakang. Menunjuk ke Jet dan Troy yang tersungkur kelelahan.
Lucy dan Levy menahan tawa, namun detik berikutnya terbahak lepas. Mereka duduk kemudian, memesan minum dari Mirajane untuk sekedar melepas lelah. Saat Kinana mengantarkan sepasang gelas minum, Lucy dan Levy sudah asyik mengobrol kesana kemari.
"... Hm... tapi misi 3 hari itu rasanya sepi..." Levy menyeletuk, lantas diteguk gelas sirupnya. "Biasanya dia yang mengajakku misi, tapi rasanya akhir-akhir ini dia sibuk sekali. Makanya Shadow Gear berangkat tanpa dia."
"Eh, Levy-chan?" Lucy menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Jangan bilang kalau..."
Levy tersipu-sipu. Senyum mungilnya membuat Lucy geleng-geleng kepala.
"Oh, Tuhan! Kapan kau jadian? Ah... kau kejam sekali meninggalkan aku!" Lucy menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, pura-pura marah. Levy salah tingkah, dia hanya tersenyum manis dengan gigi putihnya terlihat, mata manik-manik hazelnya sesekali tertutup dengan pipi yang merona. Lucy mengamatinya. Levy cantik alami. Badannya mungil sepadan dengan raut imut yang dimilikinya, pintarnya pun kalau diingat-ingat bukan main! Kecerdasaan Levy niscaya menandingi seluruh penyihir yang ada di Floire...
...Dan mendapatkan salah seorang Dragon Slayer sebagai kekasihnya? Itu luar biasa.
"Aku belum pastikan diriku dengan dia, kok. Lucy." Tukas Levy cepat, membuat Lucy tak jadi meneruskan khayalnya. "Aku hanya butuh dia saat ini. Dan aku pikir dia juga membutuhkanku."
"Kau bijak sekali." Lucy geleng-gleng kepala dengan blushing. "Semoga aku bisa cepat sepertimu."
Levy berdehem, pipinya pun memerah. "Arigatou, Lu-chan..."
BRAAAAK!
Lantai Guild bergetar, Lucy dan Levy sontak memalingkan mukanya ke arah yang sama. Levy menyadari itu, tidak hanya mereka yang berhasil dibuat kaget oleh sang suara, namun seisi Guild juga melakukan hal yang sama. Natsu dan Gray, bahkan sampai berhenti berkelahi. Berhenti, mematung di tempat.
DUUUMM!
Karung besar menyusul, berdentum di tanah dua detik tepat setelah tengkorak raksasa itu mendarat di atas lantai kayu Guild Fairy Tail. Lengan kekar itu masih terlihat tegang, penuh dengan peluh dan luka berisikan darah kering tatkala menarik diri dari kungkungan karung setinggi empat kali lipat tubuh manusia itu. Mata merah itu meredup, memberikan kesan kelelahan dengan tetesan keringat menyusul. Mengaliri pelan badannya yang nyaris terbuka dengan babak belurdi sekujur. Baju hitamnya sobek, memperlihatakan kulit dada yang memar di sana sini.
PhanterLily yang terbang di sampingnya juga dengan keadaan yang tak jauh beda. Di kepalanya terlilit kain perban putih. Exceed itu terbang rendah, mendarat di depan Happy.
"Yo." Sapa Lily. "Kami pulang, Happy. Semuanya."
"A-Aye..."
Happy gemetaran tatkala menjawab, Lily tersenyum tipis. Dan ketika itu spontan Happy melirik ke arah sosok yang dimaksud.
Gajeel menghembuskan nafas lelahnya,
"Di mana Master?"
Pertanyaan singkat, namun membuat suasana seakan beku. Seisi Guild merasa ada yang berbeda di aura bicara si Besi Hitam. Sesaat waktu berlalu tanpa suara, Gray tahu-tahu hanya menyadari dirinya sudah terjerembab ke atas meja.
"Ugh! Natsu, Teme-!"
Umpatan Gray menarik perhatian. Gajeel berpaling ke kanan, dan dilihatnya Natsu sudah melompat di udara. Gajeel memicing, dan pupil merahnya menangkap Natsu yang tengah berteriak dengan api panas berkobar di kepalan tangan.
"GAJEEL! AYO BERTARU-ugh!"
BRAAAAAKK!
Biasanya, teriakan yang ada adalah 'Karyuu no Tekken!' atau kalau tidak 'Kagizume!'. Dua jurus itu biasa yang menjadi andalan pertama Salamander untuk menghajar si Besi Hitam. Dua tahun lebih sudah dua Dragon Slayer itu bersama, dan itu menjadi kebiasaan lama.
Namun kali ini ada yang sedikit berbeda. Natsu bahkan belum sempat mengucapkan sepatah katapun tatkala pilar besi hitam keburu menghantamnya, menghajarnya hingga menembus dinding Guild. Gajeel menarik kembali kekuatannya, membentuk tangan kanannya normal seperti semula.
TES!
"Ck! Ano yaro!"
Dan ketegangan pun bertambah dengan sweatdrop. Namun Gajeel tak perduli. Levy melihatnya. Badan yang tergores luka di sana sini itu pastinya memberikan suatu efek kepada tangan yang baru saja menghajar Natsu. Darah.
DUGH!
Gajeel berlutut dengan nafas terengah. Lily menoleh khawatir, namun didahului oleh langkah mungil yang tergesa.
Melihat itu, Lily memilih tak berbuat apa-apa.
"Gajeel!" Levy berteriak khawatir, lantas berlari mendekati. Dia turut membungkuk, menyetarakan dirinya dengan si Besi Hitam. "Kamu nggak apa-apa kan? Ini..."
Sedetik kemudian paras Levy memucat, dia reflek menutup mulutnya dengan mata melebar. Levy lemas,
TESS!
Tetesan darah lagi, kali ini bersamaan dengan titik air mata yang meleleh dari pupil hazel Levy.
"Ya Tuhan..." Levy menggeleng-gelengkan kepalanya, nyaris terisak. Namun sesaat, isakan Levy berhenti. Mage berambut biru itu seakan menyadari sesuatu.
"G-Gajeel... kamu bohong kan... Kamu sudah.."
PLAAAK!
"Jangan sentuh aku."
Alih-alih menghiraukan pertanyaan Levy, Gajeel malah bergumam kasar. Tangan mungil Levy terhempas, membuat mata hazel Levy yang menatap cemas kini membulat.
Mengetahui kejadian itu di depan mata, Jet berang. Dia melangkah maju,
"Gajeel, Kau-!"
"Jet!"
Jet berpaling, Troy tengah menahan lengannya. Jet menautkan alisnya tajam, namun Troy menggelengkan kepalanya sebagai isyarat. Jet menahan giginya yang bergemelutuk karena emosi. Dia menoleh sekali ke tengah, memastikan keanehan itu sekali lagi.
Ada apa dengan Gajeel?
"Master sedang pergi dengan Laxus. Ada pertemuan rutin di Council." Erza menyela, dia berjalan mendekati. "Lebih penting dari itu, bisa kau ceritakan dari mana kau dapatkan luka itu?"
Gajeel mendongak, mendapati Erza tengah berdiri pongah di depannya. Levy kali ini tak bersuara. Absennya Master hari ini sepertinya sudah cukup untuk diwakili seorang Erza Scarlet.
"Bukan urusanmu." Gajeel menjawab pendek, perlahan dia berdiri. "Sampaikan salamku pada Beliau jikalau sudah pulang. Tolong katakan misiku sudah selesai."
"Ayo kita pulang, Lily."
Melihat Gajeel yang perlahan berbalik pulang, Lily menoleh sebentar ke arah Happy. Mengangkat bahunya, lantas melayang.
Sambil melihat sosok Gajeel dan mulai menjauh, Levy menatap heran. Ia penasaran betul dengan cuek-nya Gajeel hari ini. Dia hendak menyusul, tangannya terangkat maju hendak menyentuh lelaki itu, namun-
"Jangan sentuh aku, Levy."
Levy menautkan alisnya, dia tidak sabar.
"Tapi kamu terluka, Gajeel-!"
"INI BUKAN URUSANMU!"
Levy terkesiap, dia kaget bukan main dan spontan berhenti di tempat. Bukan main ketusnya bentakan itu. Gajeel menyadari gadis mungil itu terdiam, dia lantas menoleh sesenti.
"Kau dengar aku, Levy." Sahut Gajeel parau. "Dan jangan pernah lagi menyentuhku."
"Cih! Ano yaro!"
TREK!
Natsu menaruh kasar gelas minumannya. Dia membanting pinggulnya ke kursi bartender, lantas disandarkan punggungnya ke meja. Tangannya terpangku di atas meja. Giginya bergemeletuk ria. Gray diam saja memperhatikan, sedetik... dua detik...
"AAAARGGGHHH! Gajeel BRENGSEK!" Natsu mengacak-ngacak rambutnya frustasi. "Apa-apaan sih dia itu? Jadi sinting setelah misi. Pergi ke mana rasa humornya?"
"Kali ini kau tidak bisa mengalahkannya Natsu." Happy menimpali, tangan kirinya yang tadi membantu tangan kanannya menyantap ikan terangkat. Natsu menunduk melihat mata bulat tanpa dosa itu, dia gusar.
"Ah! Urusshai!" Natsu menoleh ke arah Gray. "Apa yang kau tahu, Gray?"
Pemuda Es itu meneguk minumannya, lalu bertanya santai.
"Memangnya kapan kau pernah menang melawannya?"
"Itu BUKAN pertanyaan!"
"Memang bukan."
"Happy, kau jangan ikut-ikutan!"
"Itulah Natsu, bodohnya nggak ketulungan."
"Akan kubunuh kau, GRAY!"
"Sudah, sudah." Mirajane menepuk-nepuk tangannya. "tidak usah ribut lagi. Lagipula bukan kau saja yang galau, Natsu?"
Mendengar itu, Natsu mau tak mau menghela nafas.
"Tsk!"
"Aku tahu apa yang kau rasakan, namun aku yakin Levy akan baik-baik saja. Lucy dan Juvia sudah lebih dari cukup, Natsu." Gray meneguk minumannya lagi, "Lagipula Lisanna juga bersama mereka, kan?"
Natsu diam. Gray memberi isyarat pada Mirajane untuk menambah satu gelas lagi minumannya.
"Lagipula, Jet dan Droy lebih tahu apa yang harus dikhawatirkan soal Levy."
Arah mata Gray terlempar ke sebuah arah. Mata sang Naga Api mengikutinya, namun risih. Karena yang dilihatnya hanya kelompok percakapan yang dilaksanakan oleh Jet dan Troy, dan beberapa Mage lain.
"Gajeel-san. Sepertinya dia sedikit lebih mengkhawatirkan. "
"Aku benci mengatakannya, namun dia membuatku serba salah."
Suara Wendy dan Charlie menarik perhatian Natsu. Sang Naga Langit berjalan hati-hati, Charlie didekapnya.
"Aku ingin menyembuhkannya, namun Lucy-san bilang 'tidak perlu'." Suara Wendy melemah, dia menunduk cemas. "Gajeel-san... Aku harap tidak apa-apa..."
Natsu menepuk-nepuk lembut kepala Wendy, "Jangan khawatir, Wendy. Kau tahu kalau Gajeel adalah mage paling keras yang pernah ada di Fairy Tail," Tukasnya. "Dia tidak akan mati secepat itu hanya karena misi."
Wendy sesaat mendongak, memastikan seniornya berkata jujur. Cengir Natsu memang ada, lebar dan menenangkan. Wendy nyaris mengangkat senyumnya, namun...
"... Tapi... Kalau melawan Naga..." Wendy menunduk kembali,
"Itu mungkin masalahnya."
Wendy tersentak, ia mendongak kemudian. Dan wajah Natsu Dragneel yang dilihatnya barusan sungguh optimis kini kentara redup, matanya sayu tertarik ke bawah.
"... Gajeel berhasil mengalahkan naga, dan sekarang dia tengah berpikir apa yang harus dilakukannya, untuk sekarang ini..."
Mirajane yang datang dengan segelas minuman baru untuk Gray mau tak mau turut mendengar. Sampai di meja, dia memilih diam. Wendy meliriknya, untuk standar Mage level S ada kemungkinan besar sekali Mirajane sudah tahu soal misi Gajeel. Pertanyaan Erza tadi itu pun hanya basa-basi saja pada Gajeel.
Namun sepertinya, suasana memang lebih enak untuk mengarahkan orang-orang ini sebagai pendengar. Mirajane diam membisu.
Gray memindahkan matanya sekali ke gelas yang baru datang, menikmatinya beberapa teguk, menaruh gelas, lantas kembali ke Natsu. Gray tetap diam. Happy diam, Charlie diam.
Natsu menghela nafas.
"... Dia memikirkan apa yang harus disampaikan pada kita; Dragon Slayer yang belum sekalipun membunuh naga." Dia merendahkan punggungnya, menyangga tubuhnya dengan lengan yang tertumpu di atas paha. Jemarinya dianyam di tengah. " Kita tak punya apapun untuk berbuat selain menunggu, Wendy. "
Wendy mengangguk lemah,
"Uhm." Gumammnya. Dia mulai menyadari bahwa Natsu pun tengah merasakan kegundahan yang sama. Wendy berpikir sejenak, lantas tiba-tiba mengangkat kepalanya dengan mata berbinar.
"Tapi... aku yakin Gajeel-san akan kembali seperti sedia kala lagi! Iya, kan? Natsu-san?"
Natsu mendelik kaget, spontan dia angkat tubuhnya tegak. Kalimat Wendy terasa tidak asing, entah kenapa tiba-tiba Natsu bak merasa melihat dirinya di dalam Wendy. Namun tak sempat perduli dengan raut gembira yang mendadak itu, Natsu lantas melebarkan senyumnya.
"Heh, kau benar, Wendy." Tukas Natsu. Direbahkannya tubuhnya ke meja bartender. "Kalau dia tidak baik dalam satu hari, jangan pernah lagi memanggilnya Kurogane. "
Wendy tersenyum senang. Natsu nyengir lagi.
Happy menyelesaikan makan siangnya. Dia berjalan, lantas menepuk-nepuk bahu Natsu. Natsu menoleh,
Plok! Plok!
"Natsu, kata Gray kamu PEDHOFIL."
Bak tersambar petir, Natsu menganga tanpa ampun dengan mata memutih. Perlahan sweatdropnya mengalir kencang, namun tak lama urat-urat timbul di dahinya, lantas kemudian dia menggeram marah.
"GRAY! Kau BRENGSEK!"
"Kalau nggak mau dibilang begitu buang jauh-jauh senyum anehmu itu, dasar HENTAI!"
"Natsu, PEDHOFIL apaan sih?"
Petir kasat mata mencuat di antara wajah Natsu dan Gray, aura mematikan terasa. Wendy yang kini sweatdrop, salah tingkah seraya berusaha melerai.
"A-Ano... Natsu-san... Gray-san... mo... yamette kudasai..."
Natsu berdiri, "Aku bukan HENTAI!"
Gray juga berdiri, "Memang bukan, tapi SUPER HENTAI!"
"Natsu, PEDHOFIL itu apa?"
Jidat mereka beradu, Natsu membungkuk secukupnya untuk menatap tajam pada Gray, sementara si Pemuda ES melakukan hal yang sama.
"Yaru ka, Kuso KOORI?"
"Teme koso. Omoshiroi ja nai ka, HENTAI no yaro!"
"Ano 'HENTAI no yaro' omae shika nai yo, GRAY!"
"Daga omae wa CHO-HENTAI YARO ja nai ka, NATSU!"
"Natsu, PEDHOFIL itu apa?"
"Natsu?"
Si Naga Api menghentikan kelakuan urakannya, menarik kepalanya menjauh dari Gray lantas menoleh ke kiri. Gray juga tak mau dijuluki seorang bodoh. Ia turut melakukan hal yang sama.
"Lucy? Lisanna?"
"Juvia?"
Lucy memiringkan kepalanya, "Itadaima."
"Uh, o-okaeri..." Natsu mengerutkan kening, kikuk.
"Bagaimana keadaannya?" Gray mengambil alih pembicaraan. "Aku mungkin kurang pantas bicara ini, tapi... keributan pagi ini, aku sungguh tidak suka."
"Levy-san sudah sedikit baikan, namun sepertinya untuk sementara ini butuh sendiri dulu." Tandas Juvia."Namun yang lebih penting, secara psikologis Levy-san tidak terganggu lagi."
"Dia baru saja tidur tatkala kami tinggal tadi. Jadi kita sudah tidak perlu khawatir lagi." Lisanna menambahkan. Dia duduk di kursi di samping Natsu, mengedipkan matanya pada Wendy.
Menyadari kalimat jujur itu, Wendy tersenyum lebar,
"Hontou desu ka? Yokatta..."
"Levy hanya sedikit tegang karena baru saja kita lihat tadi, perilaku kasar itulah yang mengganggunya," Erza tiba-tiba menimpali seraya bersedekap. "Itulah cinta. Sangat sulit ditebak."
Natsu dan Gray berpandangan, Gray memberikan isyarat. Natsu membuka mulut,
"Lho? Erza? Kamu juga ikut?"
Gadis rambut merah itu mengerutkan keningnya,
"Memang kenapa?"
Raut itu tanpa dosa, Natsu dan Gray serempak menghela nafas.
"Hah." Gumam mereka.
"Nggak apa-apa kok, Natsu, Gray. Justru kehadiran Erza tadi sudah banyak membantu kita." Lucy mengedipkan matanya.
"Lucy-san benar sekali." Juvia membenarkan, "Erza-san baru saja mewakili Master untuk problem ini."
"Master, ka..." Mirajane bergumam. "Apa ada informasi soal kapan Master akan balik kembali, Erza?"
Erza menggeleng, "Tidak pasti. Beliau akan menghabiskan minimal satu hari kurang lebih untuk pertemuan, dan kalau pertemuan dimulai pagi hari ini maka paling tidak malam ini baru akan selesai." desahnya. "Berarti Beliau baru akan bisa pulang besok."
"Besok..." Wendy bergumam pelan, nyaris berbisik.
Nafas kesah keluar dari mulut mereka, bareng. Baik Erza maupun Mirajane, Lucy, maupun Lisanna, Wendy dan Juvia, Natsu dan Gray memikirkan hal yang sama. Sejak pagi tadi, tepatnya ketika Gajeel tiba semuanya jadi tidak baik.
Apa yang harus kita lakukan?
Semua orang juga tahu, bukan masalah kalau Gajeel Redfox pulang dengan babak belur dan darah masih menetes usai misi-S. Bukan masalah pula kalau Natsu terpental karena menyerang Si Besi Hitam dengan sembrono. Bukan masalah pula kalau dinding Guild hancur karena pertarungan antara dua Naga.
Namun masalahnya, semua orang juga tahu kalau biasanya Levy lah yang pertama kali menyambut Gajeel pulang dari misi, Levy lah yang mengantar Gajeel pulang, merawat luka Tetsuryū hingga sembuh, hingga menyediakan besi khusus dari solid script magic-nya untuk kemudian disantap Gajeel. Semua orang tahu itu.
Dan masalahnya, semua orang juga tahu kalau Levy punya perasaan yang belum bisa diungkapkan kepada seorang Gajeel Redfox.
Semua orang,
Bahkan termasuk Gajeel.
Membiarkan senyum seorang anggota Fairy Tail meredup barang semenit bukanlah hal yang biasa terjadi di Guild, terlebih jika Natsu dan kawan-kawan mengetahuinya. Mereka tidak bakal membiarkannya.
Namun Natsu lebih cerdas dari itu, hidup selama kurang lebih 19 tahun sudah lebih dari cukup untuk mengajarinya. Ada beberapa ranah yang kita tidak boleh turut campur banyak. Salah satunya; CINTA.
Namun apa itu berarti kita harus diam saja?
Natsu terpekur dalam, memikirkan.
Tidak, kita tidak boleh diam saja.
Dua menit berlalu, dan senyum pun terukir di bibirnya.
"Yosh!" Sebuah gumaman terdengar, diiringi tepukan tangan. Natsu mengerlingkan matanya segera.
"Erza?"
Mata sang Naga Api menatap Titania tak percaya. Erza tersenyum penuh rahasia seraya berbisik yang cukup mampu didengar oleh segenap orang yang ada di sekitarnya.
"Aku punya ide."
(TBC)
VOCABULARIES:
Cih! Ano yaro!: Cih, dia itu! (dengan pengucapan kasar)
Urusshai! : Diam!
A-Ano... Natsu-san... Gray-san... mo... yamette kudasai...: Natsu, Gray, tolong berhenti.
Yaru ka, Kuso KOORI?: Mau coba, Es SIALAN?
Teme koso. Omoshiroi ja nai ka, HENTAI no yaro!: kau juga, brengsek. Sepertinya ini menarik, Mesum!
Ano 'HENTAI no yaro' omae shika nai yo, GRAY!:Mesum itu tidaklah lain selain kamu, Gray!
Daga omae wa CHO-HENTAI YARO ja nai ka, NATSU!: Tapi bukannya kamu SUPER MESUM, Natsu?
Hontou desu ka? Yokatta..:Yang benar? Syukurlah..
A/N: Ini karya saya yang pertama di FAIRY TAIL, yoroshiku minna! ^_^.
.
Chapter terakhir mungkin di chap yang kedua. Insya Allah seminggu depan ini saya publish. doakan semoga lancar, Hehehe.. Saya memang baru sebulan ini mengikuti animenya. Alhamdulillah sudah lengkap 162 episode ^_^ manganya pun ngikutin pelan-pelan, dan chemistry yang diciptakan oleh Hiro Mashima memang luar saya sudah menamatkan karya beliau; RAVE MASTER, dan saya kira ternyata tidak ada penyesalan berarti bagi saya untuk sekedar mengikuti FAIRY TAIL. Kecuali untuk waktu, tentu saja. Hohoho...
Dan salah satu chemistry yang berhasil hadir di intuisi saya adalah hubungan karakter yang ini saya angkat menjadi cerita; GAJEEL dan LEVY. Di Fairy Tail, cerita yang mengalir sebagaimana kita tahu tidak hanya fokus kepada tokoh utama (dalam ini Natsu), namun saling mengaitkan satu sama lain. Metode Mashima-Sensei ini yang juga saya aplikasikan pada fict ini; meskipun menokohkan 'Beauty and The Beast', namun peran tokoh-tokoh lain tidak akan saya pinggirkan. Chapter depan yang juga merupakan chapter terakhir untuk porsi kedua tokoh utama akan saya tambah drastis, jadi saya harap reader jangan ada yang kecewa dulu ya ^_^
.
Oh, ya. untuk VOCAB'S yang tertera di atas adalah yang biasa dilontarkan di anime, jadi bukan bahasa resmi loh ya... :D
.
Mohon support dan reviewnya minna, akan selalu saya tunggu.
Regards,
Alp Arslan
.