SUMMARY: CANON/Saat menyambut Gajeel pulang dari misi, yang ditemukan Levy pada diri lelaki kesayangannya itu bukanlah kerinduan dan cinta, namun sakit hati dan luka/'Gajeel, tapi kamu-'/Bukan urusanmu'/ Levy McGarden pun depresi/Meninggalkan kegalauan pada seluruh anggota GUILD/FIRST published ini FAIRY TAIL Fandom/INK and IRON/Romance and Friendship/RnR?


.

Gajeel merasakan perubahan hawa. Dia membuka matanya, mata merahnya sejenak kemudian kentara memantulkan warna langit yang mendung. Gajeel meredupkan matanya, mencoba untuk tidur kembali.

Angin berhembus, membelai wajah dan rambutnya. Sebenarnya terkesan lembut, namun entah kenapa Gajeel merasa tiupan udara ini bak terasa cambuk. Rasa tak nyaman menjalari dirinya. Perlahan, tangannya bergerak, meremas pelan rerumputan.

Langit yang mendung, angin bertiup penuh kegalauan, dan yang terakhir adalah rumput yang kasar. Gajeel dengan mata tertutup laksana gelisah. Seketika dia buka matanya, punggungnya terangkat frustasi. Seketika dia duduk.

Di mana ini?

Pertanyaan yang terlintas di otaknya secara spontan itu kentara langsung terjawab. Otaknya mungkin lamban, namun instingnya sebagai seorang pembunuh bukan hanya sekedar khayal. Di sini, di tempat ini...

Taman Magnolia? Bagaimana bisa-

Gajeel memegangi dahinya, keras, keringat pun senantiasa tercucur. Kepalanya sakit. Yang dia ingat terakhir kali adalah dia tengah tidur di apartemennya bersama Lily. Urat nadi di dahinya menegang, berusaha mengingat apa yang tengah terjadi.

Namun tak sempat. Sekali lagi angin telah bertiup, menghempaskan cambuk gaib yang secara kasat mata memaksanya untuk menarik kepalanya mendongak. Gajeel menurunkan tangannya perlahan, dan sedikit demi sedikit kepalanya terangkat.

Tatkala pandangan matanya sudah sebatas garis lurus, dia terkejut bukan main. Nafasnya nyaris terhenti, derup jantung Gajeel naik turun, keringatnya tiba-tiba mengalir deras. Dia tergagap.

Matanya membulat hebat menangkap adegan yang ada di depannya.

Sebuah pohon.

Pohon terkutuk yang sampai mati tidak akan mampu dilihatnya lagi. Najis! Gajeel sudah bersumpah dengan darah naganya tidak akan lagi mau mendekati pohon sebisa mungkin. Tapi...

Sepertinya harapan Gajeel pupus sudah. Tekadnya sudah bulat, namun takdir berkata lain. Gajeel menelan ludah, mata merahnya menangkap sebuah mimpi buruk.

"Tidak mungkin..."

Di tengah-tengah pohon setinggi belasan meter itu, tergantung tiga orang. Dua lelaki, mengapit seorang gadis mungil di tengah. Gajeel sesak nafasnya, emosinya tercekik luar biasa.

"Tidak mungkin..."

Siluet sosok itu perlahan semakin fokus, Sesak nafas Gajeel bertambah, peluhnya mengalir deras nan parah. Gajeel gemetar ketakutan. Ketika siluet sosok itu sudah jelas sempurna, pupil merah Gajeel seketika itu juga langsung mengabaikan dua sosok lelaki itu tanpa perduli. Matanya lantas berkaca melihat sosok gadis mungil berambut biru, matanya tertutup. Kaos tersingkap di bagian perut dengan tanda tinta Phantom Lord terukir sembarangan.

Gajeel menggelengkan kepalanya tak percaya. Gadis itu tak bergerak, tertunduk lemas tergantung dengan bibir yang memerah di pinggir hingga tahu benar apa itu; Jejak darah.

TES!

Suara percikan cairan merah laknat itu sukses mencekik sendi nafasnya. Gajeel tercekik tatkala berusaha mengangkat tangannya bangkit. Namun badannya kemudian jatuh. Otot-ototnya lantas laksana kaku. Susah payah menggerakkan tubuhnya yang mengeras bak batu, Gajeel kian depresi. Ia menangis.

Gajeel berteriak histeris,

"LEVY!"

"GAJEEL!"

Gajeel bangkit dari tidurnya, nafasnya tersengal, memburu. Keringatnya bercucuran. Kamarnya belum menyala, namun cahaya dari lampu meja sudah cukup mengilustrasikan seekor Exceed yang tengah berdiri di kaki kasurnya.

Lily menyodorkan gelas air minum, menaruhnya di meja dekat kepala tempat tidur.

"Kau mimpi buruk, Gajeel."

Gajeel tak pelak semakin terkejut. Seiring dengan kesadaran yang kembali perlahan-lahan, pandangannya kian samar. Lily semakin tak terlihat, begitu pula dengan suasana kamarnya yang temaram. Bukan karena pingsan, namun bulir air mata perlahan menutupi irisnya, mengaburkan pandangnya.

Dan di tengah keabu-abuan pemandangan temaram itu, sosok perempuan mungil itu muncul. Rambut birunya tergerai indah, menghipnotisnya sebagaimana sedia kala dengan bando kuning bermotif yang mengapit rambut birunya. Ia tidak lagi terlihat terluka sebagaimana dia lihat beberapa detik lalu, namun dengan rupa jelita dan senyum manis yang teramat disukai Gajeel. Tangannya teramit di belakang, lantas berputar di depan Si Naga Besi.

Gajeel menutup sebelah mata dengan telapak tangannnya. Ia menangis terisak,

"Levy..."

SELF-ISH

DISCLAIMER: Hiro Mashima (2006)

Author: Alp Arslan no Namikaze (2013)

WARNING: DON'T LIKE DON'T READ!

Beberapa jam kemudian di Guild FAIRY TAIL...

Levy menaruh kepalanya di meja, aras-arasen. Ini sudah hari ke lima hatinya gundah, jemu hatinya tak kunjung hilang. Levy menarik nafasnya, lantas menghembuskannya berat.

Hari pertama tatkala perasaannya remuk, Erza langsung mengungkapkan idenya; Menaruh strawberry cake di meja tempat Gajeel biasa duduk, lantas diselipkan di bawahnya selembar surat rahasia. Waktu itu Levy sudah yakin sekali Gajeel langsung tersentuh hatinya karena Erza mengiming-imingi dengan jaminan; Ini pasti berhasil.

Namun toh pada kenyataannya, Gajeel tak perduli sama sekali dengan surat itu. Alih-alih memakan strawberry cake itu, Gajeel malah meninggalkan surat berharga itu di tong sampah.

Hari kedua, kali itu giliran Mirajane yang memberikan opsi. Namun operasi yang melibatkan segerombolan anak-anak SD itu gagal pula. Hari ketiga, Lucy yang gantian, dia membuat Virgo menggali lubang di sepanjang jalan rumah Gajeel menuju Guild. Rencananya; Memaksa Gajeel diam di lubang sementara Levy bisa mengajaknya berbicara, namun ternyata malah Virgo yang kena amuk Si Naga Besi.

Hh, dan hari keempat, ide Erza datang lagi. Dia menyuruh Levy berdandan sefeminin mungkin. Lipstiknya tipis namun pekat, matanya dicelak, wanginya semerbak. Pakaiannya pun terbuka dengan sepasang sepatu hak. Namun toh di hari di mana Levy berubah seratus derajat, Gajeel malah berangkat misi.

Keterlaluan! Levy mengumpat kecil. Hari terakhir itu dia pun menangis terisak. Hatinya hancur. Saran dari teman-temannya tak ada yang berhasil meluluhkan pertahanan Gajeel Redfox. Lelaki besi itu tetap diam, dingin, dan angkuh menjauhinya.

Levy tidak mau dijauhi. Levy tidak mau ditinggalkan. Ia hanya ingin lima menit duduk bersama Gajeel. Ia ingin berbicara sedikit saja pada lelaki besi itu. Levy sadar akan itu. Namun...

Namun tadi malam, sesuatu yang bersifat fakta berhasil merasuki otaknya.

Ya, fakta. Fakta yang mengarah pada suatu kondisi yang sebetulnya memalukan dirinya. Dia bukan siapa-siapa dari seorang Gajeel Redfox. Dia bukanlah kekasih, adik atau apapun yang berhak mendapatkan kasih si Besi Hitam. Kesadaran itu muncul di benaknya hanya beberapa saat sebelum tidur, dan pagi ini sukses membuatnya tetap di awang-awang.

Ya, dia bukan siapa-siapa.

Lantas siapa dirimu?

Pertanyaan gaib mencercanya, Levy terdiam bisa.

"Aku hanya seorang yang perhatian padanya..." Levy berbisik.

Perhatian? Sungguhkah? Benarkah?

"Dia kesepian. Maka dari itu aku-"

Bukankah Lily sudah cukup? Dia seorang Tetsu Dragon Slayer yang lebih bisa menjaga dirinya lebih dari siapapun. Dia satu dari sekian orang terkuat di Guild, dan anggota paling rajin mengerjakan Misi level S secara solo. Dia dan Lily sudah lebih dari cukup untuk menghantam segala macam situasi.

Lagipula bukankah kau yang tidak ingin ditinggalkan?

"Bukan itu maksudku, tapi..."

Tiba-tiba kalimat Levy berhenti. Dia mendadak terpekur.

Kau merindukannya.

"B-Bukan!" Kalimat gaib itu menyempurnakan rona merah di pipinya, "Aku hanya-"

Kau tidak ingin dia meninggalkanmu, karena kau takut ada kejadian yang kelak membahayakan dirinya.

Kau ingin senantiasa di sampingnya. Kau mengkhawatirkannya.

Kali ini Levy diam, kalimatnya yang kali ini berhenti bukan karena tak tahu harus mengucap apa, namun –sekali lagi- dia diam berpikir.

Levy memberanikan diri menjawab,

"Itu... aku..."

Kalimat itu pun buntu. Suara gaib kembali membelainya.

Kau mencintainya.

Pipi mungil Levy kembali memerah.

"Tunggu!" Levy menyahut. "Itu-!"

"Levy-chan?"

Di tengah-tengah kegamangan kalimatnya Levy tersadar. Lamunannya usai. Suara gaib itu hilang, percakapannya pun lenyap. Dia menoleh dan mendapati Lucy tengah menggeser kursi keluar dari bawah meja –berniat duduk di sampingnya.

"Aku punya ide."

Levy mengerlingkan matanya, menangkap sudah maksud gadis blondie itu. Levy menggelengkan kepalanya lemas, namun belum sempurna penolakannya tangan halus Spirit Mage itu sudah keburu menangkap tangannya –mencegahnya pergi.

"Levy-chan, dengarkan aku!"

Warna hazel itu tegas bukan main, spontan menerangkap Levy dalam bingung. Raut tegas dengan ekspresi tajam itu otomatis membuat Levy kikuk seratus persen.

"T-Tunggu!" Levy mendadak gagap, "A-Ada apa ini?"

Lucy menggelengkan kepalanya, "Aku tahu Levy-chan sudah hampir putus asa, tapi tolong dengarkan saranku yang terakhir ini!"

Levy mendelik.

"T-Tapi jangan... Aku-"

"Aku akan membuat Gajeel mau mendengarkanmu." Lucy berkata mantap. "Zettai dayo!"

Cengkeraman tangan kanan yang mengikat pergelangan tangan Levy melembut, lantas kemudian berpindah ke telapak mungilnya.

Mata Levy membulat, lantas berkaca-kaca. Dirinya baru beberapa menit datang di Guild dengan khayalan semu dan lantas putus asa, tatkala kemudian sahabat terbaiknya datang dengan penuh semangat, menjanjikan sesuatu yang bak membuatnya kembali dari penjara hidup. Lucy menganyam jemari Levy. Hangat. Rasanya nyaman sekali. Levy bak entah kenapa merasa semuanya akan baik-baik saja. Hanya lewat genggaman tangan. Levy membalas genggaman tangan sahabatnya itu, tak pelak, pelupuknya menghangat.

Sebelum nyaris tumpah, Levy terisak sekali. "Arigatou... Lu-chan..." Suaranya serak, "Atashi...Atashi..."

Kalimat itu tidak berlanjut. Tanpa suara berisik Levy menangis haru. Dia menunduk, menyembunyikan wajahnya di antara kedua telapak yang menekan kuat pelupuknya. Air mata itu membanjir,

Lucy menarik nafasnya. Di belakangnya, Erza mengedipkan mata. Lisanna dan Juvia pun sepakat dengan isyarat.

Mira mendekati mereka,

"Yosh!" Tangannya bertepuk, menarik arah kepala keempat gadis.

"Ayo kita mulai!"


Sementara itu…..

Gajeel berjalan pelan, membelah jalanan kota Magnolia. Badan tegapnya membidang, membuat kesannya yang tak acuh kentara kental. Lily terbang rendah di sampingnya, menjaga jarak.

"Oi, Gajeel."

"Hn?"

Lily menghela nafasnya, menimbang sebentar, menimbang sebentar, lantas kemudian berbalik.

"Tidak," sahutnya. "Tidak apa-apa."

Gajeel melirik sesenti pada exceed itu, namun kemudian tetap diam. Gajeel memperhatikan langkahnya, dia berhenti. Lily mengikuti partnernya yang mendongak, mendapati plat nama Fairy Tailterpampang kekar di atas.

Gajeel menghela nafas. Entah kenapa serasa ada sekian beban yang menggerogoti seluruh inchi tubuhnya.

"Ayo, Lily."

Si exceed mengedipkan matanya sekali.

"Yeah."

Gajeel mendorong pintu kayu besar itu, membuatnya terbuka. Gajeel sadar pagi ini baru jam 8 pagi, namun intuisinya bisa bilang kalau pagi ini, Fairy Tail sangat ramai. Gajeel masuk ke dalam.

Mata merahnya lantas menangkap sosok itu di salah satu meja. Bersama gadis cheerleader dan Lisanna. Gajeel angkuh tak perduli, dia langsung menuju meja bar.

Namun tiba-tiba langkahnya berhenti. Lily heran,

"Ada apa, Gajeel?"

Tidak, lebih tepatnya dia tidak bisa maju lebih jauh lagi.

Gajeel diam seraya menggertakkan gigi. Dia menocba melangkahkan kakinya lagi, namun nihil. Mulai sadar apa yang terjadi, dengan geram tangannya terangkat, mencoba menyentuh dinding gaib yang menghalangi itu.

Dugaannya tepat; Aksara-aksara magis itu menyegel semua ruang geraknya. Kanan, kiri, atas, belakang. Gajeel marah luar biasa, ia meledak.

"FRIED!"Dia berteriak, "APA MAUMU?"

Terdengar langkah kaki. Gajeel menoleh, Fried mengacungkan pedangnya,

"Aku tidak menginginkan apapun. Namun satu hal yang harus kau lakukan untuk keluar dari situ adalah menjawab semua pertanyaan Levy."

Gajeel menggeram marah. Dia berbalik badan, mendapati gadis mungil itu telah berdiri di sana. Levy menduduk sesenti, sebelum akhirnya menatap mata merah Gajeel.

"Gajeel!" Serunya, "Dengarkan aku!"

Tsk!

Gajeel mengumpat tipis, dia tahu kalau dia bisa kabur dari situasi ini. Namun tatkala menoleh kembali ke arah Fried, yang hadir di barisan itu tidak hanya si Raijinshuu terkuat, namun juga Natsu, Gray, Wendy, serta Juvia. Serta segenap member lain termasuk Bickslow dan Evergreen. Gajeel muak, dia memalingkan mukanya kini ke arah Levy. Namun lebih parah, Erza, Lucy, Lisanna, Elfman, dan Mirajane yang ada di sana. Jet dan Droy, mereka berdua mengapit Levy. Happy dan Charlie juga ikut-ikutan seraya terbang di samping Natsu dan Wendy.

Natsu membunyikan tangannya hingga membunyikan suara 'KREK', melemaskan urat ototnya.

"Kau tidak bisa kemana-mana lagi, Gajeel."

"Aye!"

Gajeel berkeringat dingin, dia menghembuskan nafasnya keras.

"Wakatta." Gajeel bergumam pendek. Diangkat perlahan kepalanya meskipun pandangan tak acuh. Badannya ke depan, namun padangannya asal-asalan.

"Ungkapkan semua pertanyaanmu, Chisai."

Levy juga tegang, dia mungkin merasakan dag-dig-dug yang sama seperti Gajeel. Seisi guild yang berdiri di sekeliling mereka hanya diam.

Levy membuka mulutnya, memulai bicara.

"Atashi ga...

... Anata no koto ga aishiteru, Gajeel..." Suara Levy bergetar.

Gajeel sontak mengangkat kepalanya, kaget benar dengan pengungkapan itu. Matanya terfokus kini pada si gadis mungil berambut biru, mata merah itu mengecil, bertemu dengan hazel mungil itu dengan seksama sesaat sebelum akhirnya Gajeel menghela nafas.

"Ho, Shitteru."

Jawaban itu pendek, namun serta merta menusuk hati Levy. Solid Script Mage itu kemudian lambat menggelengkan kepalanya tak percaya, dia hampir menangis.

"...Jawaban macam apa itu...?" Levy menutup mulut dengan tangannya, nyaris terisak."A-aku tidak ingin jawaban seperti itu, Gajeel..."

"Lantas apa yang kau mau?" Gajeel menantang.

"Aku ingin kamu tahu kalau AKU CINTA KAMU!" Levy berteriak, "Aku hanya ingin kepastian, Gajeel..."

Levy melanjutkan isakannya, membiarkan Gajeel dalam diam.

"...Kamu yang bilang kalau aku nggak boleh tinggalkan kamu. ..."

"..."

"...Tapi kamu sendiri yang sudah mencampakkan aku..."

"..."

"Aku nggak bisa sendirian tanpa kamu Gajeel."

"..."

"...Jadi tolong, kembali padaku..."

"..."

"..."

Kalimat Levy berhenti, tergantikan dengan tangisan yang terisak-isak. Gajeel tertunduk, entah apa yang dipikirkannya.

"...Aku juga mencintaimu, Levy..."

Levy sontak mengangkat kepalanya, dia menatap penuh harap lelaki itu.

"...Tapi tidak bisa."

Levy tersentak, pandangan penuh harap itu berubah menjadi nanar.

"Kenapa…?" Suara Levy terdengar sangat lemah, "...Lantas kenapa...?"

Gajeel menghela nafas, "Aku sudah menyakitimu dan teman-temanmu, merusak guildmu, dan Master pun tidak akan pernah memaafkan aku." Gajeel menggoyangkan kepalanya, "Kau mencintaimu, aku pun mencintaimu..."

Pandangan Gajeel kian rapuh, "...Namun aku tidak bisa lebih jauh sebatas rasa, Levy."

Levy menggeleng, "Aku sudah tidak pernah mengingat kejadian itu sekalipun, Gajeel." Suaranya serak, "Aku tidak pernah-"

"Tapi aku selalu mengingatnya." Gajeel memotong dengan parau, "Aku selalu terbawa mimpi buruk, bahkan ketika misi. Meskipun aku berusaha memaafkan diriku sendiri, namun aku tidak bisa..."

"...Aku bisa memaafkan diriku sendiri kalau aku sudah mati-"

"Tapi bohong, kan?"

Suara itu pelan, namun menarik perhatian segenap anggota guild. Pelak sudah, mereka semua berpaling ke arah pintu Guild.

Gajeel hafal benar suara itu, saingan terberatnya setelah Natsu. Tanpa berniat menoleh, Gajeel menahan kalimatnya berlanjut dengan geraman.

Sosok berambut kuning itu melangkah tegap, tangannya tersilang di dada.

"Tapi kau bohong, Gajeel Redfox."

"Laxus." Gajeel mendecih, tetap tanpa berbalik. "Ini bukan urusanmu."

"Ah, hontou ka?" Laxus memicingkan matanya. Kepalanya dimiringkan.

"Dimana Master, Laxus?" Erza menyahut. "Mestinya kau bersama Beliau, kan?"

"Ya, mestinya." Laxus menjawab lantang. Dia membuka lengannya. "Namun Kakek terlihat sangat sibuk jadi dia pun menyuruhku pulang. Council sial, mereka membuat jadwal rapat yang hanya sehari menjadi sangat lama. Aku bosan."

"Makanya aku langsung pulang, "Laxus mulai berjalan, mendekati meja dengan buah apel di atas piring di salah satu meja –meraih, menggigitnya lantas lanjut melangkah.

"Dan ternyata apa yang aku dapat?" Laxus bertanya pada seisi Guild, " Di salah satu kota aku mendengar bahwa seorang penyihir telah berhasil mengalahkan seekor naga yang baru saja melakukan pembantaian beberapa minggu sebelumnya."

"Hentikan..."Gajeel bergumam, Laxus mendengarnya.

Dikunyahnya cepat buah apel ,"Ha? Apa?"Laxus melingkarkan telapak tangan kirinya di telinga, "Jangan bilang kau tidak ingin diketahui rahasia yang kau dapat dari MEMBUNUH DAIYRŪ! GAJEEL! HAHAHA!"

Laxus tertawa terbahak-bahak, Gajeel nyaris berkeringat. Tertawa nista Laxus yang tidak dipahami seisi Guild mengundang kerut dahi. Bahkan Erza tak berkata apapun.

Namun Wendy bak menyadari sesuatu.

"Daiyrū?" Wendy mengulangi, lantas kemudian berusaha mengingat-ingat.

"Uuhmm... Daiyrū'tte..." Dia bergumam tipis seraya memutar memorinya. Beberapa detik kemudian, Wendy reflek menutup mulutnya!

"AH!"

Wajah Wendy seketika memucat, Charlie menyadari itu.

"Doishta? Wendy?"

Wendy bergetar tubuhnya.

"I-Itu..." Wendy tergagap, "N-Nggak mungkin, kan?"

"Eh?" Natsu pun menangkap gelagat aneh Wendy, "Ada yang aneh, Wendy?"

"Daiyrū..." Wendy menelan ludah. "N-Naga material terkuat... N-Naga berlian."

"Naga Berlian?" Natsu memekik, alisnya bertaut tanda belum mengerti. Dia mengangkat dagunya, "Hei, jelaskan padaku, Laxus!"

"Ho, Wendy? Anak cerdas. Pasti kau tahu itu." Laxus menyeringai, dia berjalan memutari Gajeel. Kunyahan terakhir apelnya diselesaikan. Lantas kemudian dibuangnya sembarangan.

"Di dunia ini ada banyak Dragon Slayer. Tidak hanya Natsu, Gajeel dan Wendy, yang menjadi generasi pertama yang masih menerima langsung Metsuryū Mahou. Kemudian dilanjutkan oleh orang sepertiku yang mendapat asupan Dragon Lacrima, dan tidak juga hanya seperti Sting dan Rogue dari Sabertooth yang digelari generasi ketiga." Laxus menarik nafas sekali,"Namun tahukah kalian bahwa generasi pertama memiliki rahasia terbesar untuk memiliki kekuatan baru?"

"Yameru..." Gajeel menggeram dengan gigi yang bergemeletuk. Laxus tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha! Jangan bilang kalau kalian berdua tidak tahu, Natsu! Wendy!" Laxus mengacungkan telunjuknya bergantian kepada mereka. Natsu tak bergeming, bukannya perduli dengan kekuatan itu. Namun entah kenapa, dia merasa ada yang aneh pada Laxus.

"Hh, maka akan kuberitahu..." Laxus berhenti di salah satu kursi, mendudukkan dirinya.

"... Bahwa dengan membunuh naga yang mempunyai sifat dasar elemen yang sama, maka dia akan-"

PRAAAANNG!

BRAAAAAAKKK!

Kalimat Laxus terhenti, tergantikan oleh suara ledakan yang terdengar begitu cepat. Dua kali. Natsu tak melihat ataupun menyadari sesuatu yang kurang, pandangannya terpaku pada kursi dimana Laxus duduk tiba-tiba hancur dihiasi asap. Suara sesuatu yang pecah, kemudian ledakan yang memekkakkan. Membuat kawasan hancur terbentang kemudian sepanjang area meja yang tadi diduduki Laxus ke dinding, namun-

"Gajeel?" Natsu berbisik.

BLAAAARRR!

Gelegar halilintar kuning mencuat, menghempaskan sosok Laxus keluar dari reruntuhan. Tekanan hawa magis memekat, aura kilat kuning terlihat samar-samar di sekitar tubuh Laxus.

"Laxus!"

"Laxus-san!"

Namun yang dipanggil menyeringai, pandangan kejinya mengarah tajam ke arah sosok yang baru saja menghempaskannya.

"Sono tori da..." Sahutnya. Laxus bergumam sembari menunggu tipis asap yang menutupi dirinya."... Dia akan mendapatkan teknik baru yang bahkan bisa membuat dirinya jauh lebih kuat hingga kalian tidak mungkin mengenalinya."

"Atarashi... METSURYŪ MAHOU!"

Laxus tertawa nista lagi, mendengarnya Natsu entah kenapa berkeringat dingin.

Atarashi metsuryū mahou?

Saat asap sempurna hilang sudah, Natsu menelah ludah. Dia sudah biasa kalau pingsan sedetik sesudah memulai bertarung dengan Laxus, ataupun berakhir dengan babak belur kalau sembarangan menantang Gildarts. Namun...

Natsu sama sekali tak percaya dengan pemandangan ini.

Sosok itu berdiri tegap, menarik kembali tinjunya dalam posisi menyiku. Rambut hitam gondrongnya berkibar, keringat tak muncul barang setitik pun di dahinya. Gajeel tidak sedikitpun terlihat kelelahan, padahal dirinya baru saja...

"G-Gajeel... Bagaimana bisa..."

Fried terbata-bata, Jutsushiki-nya musnah hanya dengan sebuah tinju. Seisi Guild menyadari kekalutan yang sama. Entah apa yang sudah didapatkan Gajeel, itu bukan sesuatu yang bisa diterima banyak orang secara positif.

Fairy Tail kedatangan monster yang bisa menghancurkan jutsushiki Fried? Yang bahkan tidak bisa dihancurkan Master Makarov?

Fairy Tail mendapat pasukan baru yang mampu dengan mudah memukul mundur Laxus?

Bagi siapapun, itu kabar baik sekaligus buruk.

Levy tak lagi menutup mulutnya, dia turunkan pelan-pelan tangannya meski pandanganya tetap nanar. Dia bergumam pelan,

"Gajeel..."

"Gajeel-kun..." Juvia bergumam takut-takut. Gray menyadari situasi tak mengenakkan itu, Ia maju melangkah

"Hei-hei, machigaru!" Gray mengibaskan tangannya. "Kalau memang itu masalahnya lantas kenapa kau meninggalkan Levy, menghiraukan segala macam perhatian yang telah dia berikan padamu, Gajeel?"

Gajeel memalingkan kepalantya sedikit ke arah Gray.

"Bukan urusanmu."

Jawaban asal-asalan itu memacu amarah Gray, "Apa maksudmu, Brengsek?"

"Levy jelas-jelas mencintaimu, bodoh! "Natsu tak mau kalah. "Lagipula dia sudah memaafkanmu! Jangan terlalu terbawa harga diri, Gajeel!"

"Aye!"

"So yo!" Lucy menyahut, "Kau tidak bisa meninggalkan Levy... Tidak, kau tidak bisa meninggalkan seorang pun dari seorang nakama di Fairy Tail!"

"Lagipula kau tidak punya alasan logis untuk meninggalkan nakama-mu, Gajeel." Erza pun menimpali, tatapan tajam itu tertangkap mata merah Gajeel dengan berbalik sebelah badan.

Gajeel menggaruk sedikit telinganya,

"Aku dan Levy adalah urusan pribadi, yang kau tidak perlu mengikuti atau mencampurinya, Gray, Salamander, Erza.Kau juga, gadis cheerlader."

Kalimat Gajeel menekan di sebutah nama di akhir. Strongest Team mengumpat,

"Ukh!"

"Kalian tidak perlu menanyakan hal tabu semacam itu pada Gajeel. Natsu, Gray, Lucy, Erza." Laxus kembali bersuara, "Gajeel hanya takut jikalau dekat dengan Levy maka akan membahayakan dirinya... Gadis yang dicintainya-"

"Laxus!" Gajeel mengumpat kasar, "TUTUP MULUTMU!"

Levy sedari tadi menonton, dan akhirnya dia pun menyadari sesuatu.

"Jadi...Gajeel-AKH!"

Levy tidak berbicara lebih banyak, dia menunduk karena tangannya telah dipiting seseorang. Susah payah Levy menoleh ke belakang, dan dilihatnya Laxus tengah mengunci kedua tangannya. Tidak hanya itu, secepat kilat laxus membawa Levy ke lantai atas. Memperlihatkan dirinya di pinggir balkon.

"L...Laxus...UKH!"

Laxus mempererat kuncian tangannya, membuat Levy tak pelak mengaduh. Seisi guild yang tentu saja memperhatikan itu terperanjat sangat dari lantai bawah.

"Levy!" Jet dan Gajeel meneriakkan nama itu berbarengan.

Droy ikut mendebat,"T-Tunggu dulu, Laxus! Bukankah kau tadi bilang-"

"Dakara omoshiroi..." Laxus menjilati bibirnya, "Orang yang telah mendapatkan kekuatan baru bahkan mampu memukulku mundur, aku ingin tahu sampai mana batasnya..."

Gajeel muak,

"Tsk!"

"Jadi ternyata..."

"Gajeel..."

Melihat fenomena yang berlangsung sangat cepat membuat Fairy Tail kebingungan. Di antara kebenaran yang entah disampaikan oleh Laxus, kebingungan yang melanda Gajeel. Entah bagaimana mereka harus terlebih dahulu menyesaikan ini.

Menyadari kegalauan yang menggerogoti Fairy Tail, Laxus melirik sesenti ke arah Levy yang menahan sakit dilengannya. Dengan pandangan jijik laxus mempererat kembali kunciannya, membuat Levy kembali berteriak kecil,

"ARGH!"

"...Bertarunglah denganku Gajeel," Laxus menyipitkan alisnya, "Jika kau menang, maka aku akan lepaskan Levy..."

"... Tapi jika kau kalah..." Laxus menerbitkan seringai kejinya lagi, menimbulkan geram pada seluruh Guild,

"... Levy akan jadi milikku, selamanya..."

Gajeel menggeram murka, "K-Konoyaro..."

"K-Kejam...Kejam sekali..." Warren berkomentar dalam bisikan.

"N-Nande Hidoi koto-ga?" Bahkan Cana pun mengecam.

Wakaba bergumam, "Ano yaro..."

"G-Gajeel-kun..." Juvia tidak bisa berkomentar lagi, dia nyaris menangis. Levy menahan sakit yang menyiksa lengannya dengan menggigit bibir, air matanya yang barusan mengering kembali lagi. Levy terisak tipis menahan sakit.

"G-Gajeel..."

Tanpa diberitahu oleh makhluk apapun, Gajeel tahu bahwa kalimat yang nyaris tak terdengar seperti bisikan itu adalah permintaan minta tolong.

Dan tanpa diminta pun, Gajeel akan langsung menyelamatkan perempuan kutu buku itu. Gajeel pun menyadari, refleknya –entah kenapa- selalu meningkat drastis jika digunakan untuk menyelamatkan Levy McGarden. Tak usah tanya soal stamina, tak usah tanya peristiwa di Tenroujima. Gajeel bisa bergerak lebih cepat dari serangan petir Laxus, ketika itu. Untuk menyelamatkan Levy.

Namun apakah benar-benar kekuatannya meningkat karena seorang Levy?

Gajeel tak mampu menjawab. Namun dia menyadari bahwa dirinya sekarang tengah berada di posisi yang sulit.

Di posisi manakah dia akan berdiri? Posisi Fairy Tail no nakama-kah?

Tidak. Dia tidak bisa sembarangan mengambil pihak. Hampir lima hari ini dia telah menjauhi mereka, dan dengan itu berdiri di antara mereka hanyalah akan memberikan tekanan batin.

Gajeel berpikir keras, memaksa keringat sebutir biji jagung keluar dari dahinya. Sialan, batinnya. Gajeel mengumpati kebodohan dirinya. Sialan...Sialan...

Di hitungan ketiga, Gajeel bak menyadari sesuatu. Dia tersentak, dan dengan itu Gajeel mengangkat kepalanya.

"Oi, Lax-!"

Belum selesai kalimatnya, Gajeel terkejut. Di dinding sudah berlari seseorang dengan kepalan tinju yang menyala-nyala. Natsu menyerang Laxus.

"Beraninya, kau! Laxus!"

Laxus terkekeh, Natsu berang.

"KARYU NO TEKK-!"

BLAAAAARRR!

"UGH!"

Jurus itu tak terselesaikan, Natsu belum sempat melancarkan tinjunya tatkala sambaran petir Laxus keburu merobohkan lelaki api itu. Natsu terkapar seketika di lantai balkon

"A-a-a-a-a-..." Mata Natsu berkunang-kunang.

"Si bodoh itu..." Gajeel menggeram. Dia menelan ludahnya sekali lantas berteriak lantang,

"Oi, Laxus!"

Laxus memutar matanya, "Ho?"

Gajeel menajamkan pandangannya, "Kuterima tantanganmu!"

Laxus tak henti menampilkan senyum remehnya, Gajeel berteriak lagi.

"Dengan satu syarat!"

Laxus menautkan dahinya, tanpa berniat memotong. Gajeel pun melanjutkan,

"...KAU TIDAK MEMPUNYA IZIN UNTUK MENYENTUH LEVY HINGGA AKU KALAH, BRENGSEK..." Gajeel menggeram, "MAKA LEPASKAN DIA, DAN AYO BERTARUNG SECARA JANTAN..."

"...SESAMA DRAGON SLAYER!"

"HAHAHA! Menarik sekali!" Laxus tertawa terbahak-bahak. Dilepaskannya kuncian tangannya pada Levy. Levy mengaduh sekali, dan tanpa berpikir lebih lama lantas kemudian berlari ke arah tangga. Nahas, di anak tangga kesekian Levy tergelincir.

Gajeel membulat matanya, seraya menerka-nerka apa yang akan terjadi.

Levy jatuh terguling. Di detik berikutnya, putaran tubuh yang bertemu dengan lekukan anak tangga menghempaskan tubuhnya-terpental ke bawah.

"AKH!" Levy menjerit.

"LEVY!"

"LEVY!"

"LEVY-CHAN!"

Levy tak mampu berpikir lagi, dia menutup matanya, pasrah menunggu tubuhnya kelak terbentur di lantai.

BRUK!

Suara benturan itu ada, namun tidak sekeras yang diduga Levy sebelumnya. Lantai kayu yang disangkanya keras itu justru sedikit lembut dengan aroma lelaki yang disukainya.

Levy menyadari sesuatu. Spontan mata hazel itu terbuka, menatap wajah yang tengah menunduk itu penuh rasa. Levy tak kuat menahan rasa harunya. Dia menangis perlahan.

"G...Gajeel..? Hiks..."

Gajeel tak urung mengangkat kepalanya, dia menunduk, menyembunyikan wajahnya di sela rambut hitamnya. Dua hitungan lamanya sebelumnya akhirnya di Naga Besi membuka mulutnya,

"Gomen na, Chisai..."

"Eh?"

Mendengar permohonan maaf itu membuat Levy membulatkan matanya. Levy kini bisa melihat jelas wajah Gajeel yang kacau, membuat hati Levy bak semakin lemah.

"... Aku tidak bisa terus melindungimu jika musuhku bertambah banyak, kecil..." Gajeel berbisik, "...Membunuh seekor naga dalam sebuah misi resmi telah membuatku banyak mendapatkan surat tantangan. Mereka bilang Kurogane, Fairy Tail no Saikyo Dragon Slayer... Sepanjang jalan aku sudah banyak mendengar perbincangan. Bukan untuk menjadi terkenal, namun untuk menjadi seorang yang harus dikalahkan. Cih, orang-orang itu... Mereka bahkan mengatakan aku bisa mengalahkan 300 orang sendirian, entah gosip darimana mereka itu..."

Gajeel bercerita panjang lebar, pelan ia menghela nafasnya.

"... Aku tidak ingin kamu sedikitpun luka, Chisai. Makanya aku berbohong padamu."

Kepala Levy terangkat, dia sesaat terkejut tatkala Gajeel mengangkat pelan lehernya. Mendekapkan badan Levy ke dadanya,

"Maka izinkan aku untuk jujur kali ini, Levy. Maafkan aku..."

Levy mendengarkan dengan haru, dengan tubuh mereka yang berdekapan seperti ini Levy menangkap benar detak jantung Gajeel. Dia tahu lelaki ini tidak berbohong, dia tahu kalau lelaki ini tengah berada di posisi paling rapuh, dia tahu kalau lelaki tengah menyerahkan semua kebodohan yang diketahuinya padanya. Levy tak kuat menahan tangis. Air matanya menitik lagi. Perlahan mengalir di pipinya sebelum akhirnya turun lepas ke bawah, membasahi baju Gajeel.

"Dakara atashi no soba o hōchi shinaide... Gajeel."

Gajeel kaget bukan main, ditariknya wajahnya dari dekapan Levy.

"Hoka ni dare... a-atashi o mamoru koto ga dekiru...? " Levy menahan gagap di bicaranya, menatap tepat di mata Gajeel, "...Nggak ada selain kamu, Gajeel..."

Gajeel tersentuh hatinya bukan main. Ia menahan isak, perlahan, kemudian sebelum akhirnya menangis tersedu-sedu.

"Oi!"

Gajeel tersentak kaget, suara dingin itu mengingatkannya akan sesuatu yang penting. Gajeel menarik nafasnya, kemudian menatap Levy.

"Pertarunganku belum berakhir, Levy." Gajeel bergumam. "Ore wa ittekuru."

Levy menjawab lemah, "Uhm." Dipaksakannya mengangguk. "Itta rashai, Gajeel."

Gajeel tersenyum singkat,

"Levy-chan!"

Lucy berlari ke arah mereka berdua, Gajeel menyadari itu. Ditatapnya Lucy kemudian,

"Levy no koto ga tanomu, Chia."

Levy melongo, lantas kemudian mengepalkan tangannya.

"Shinpaishinaide!" Lucy tersenyum lantang, "Anata ga sore o tatakau!"

Gajeel tidak keburu menjawab, diserahkannya perlahan tubuh Levy pada Lucy sebelum tertawa tipis.

"Ge-he... Kau tidak ingin menghancurkan Guild, kan? Laxus?"

Laxus melihat Gajeel membalikkan badannya penuh, pertanda serius. Peringai itu tidak pelak membuat Laxus menyeringai,

"Cukup di halaman saja, aku tidak ingin membuang waktuku untuk bertarung, Kurogane."

.

.

.

.

Tak tahu siapa yang akan menjadi penengah, namun yang pasti keduanya tak bisa dihentikan.

Natsu masih terkapar, Happy menangisinya. Lucy memapah Levy untuk berdiri. Gray, bersama orang-orang terkuat Fairy Tail menguntit mereka berdua dari belakang. Menjaga dari sesuatu yang tidak diinginkan. Erza menarik nafas. Tanpa berusaha menduga-duga, namun toh udara yang mengisi paru-parunya terasa berat.

Hawa pembunuh perlahan mulai menekan di sekeliling. Langit masih biru, waktu pun masih pagi, namun suasana pertarungan kelas S telah tercium di hidung. Detak jantung terasa, denyut nadi terdengar, serakan daun bersua. Alam seakan mendukung penuh pertarungan yang akan diadakan dua naga.

Laxus mengambil jarak, berdiri seraya melemaskan otot-ototnya. Gajeel berdiri tak jauh, hanya sekitar sepuluh langkah dari Laxus. Mereka bertatapan, dan kemudian-

"METSURYŪ OGI..."

Tekanan energi perlahan meluap dari tubuh Gajeel, namun ganjil. Gajeel menghempaskan tenaganya tanpa adanya perubahan Tetsuryū no Uroko sebagaimana biasa dia lakukan. Tanah bergetar, oksigen pun terasa menekan.

"A-Apa ini?"

"Badanku terasa berat!"

"UGH!"

Laxus bergumam, "Kau benar-benar ingin serius, eh?"

"Kau yang memintaku untuk memperlihatkan jurus baruku." Gajeel menjawab, "Akan sedikit mempersingkat waktu untuk hari ini jika aku memakai OGI."

"Akan kuperlihatkan padamu, Laxus!"

Laxus terkekeh,

"Omoshiroi!"

Laxus menghempaskan kilat halilintarnya, menyebarkan hawa listrik yang memekat kuning. Gajeel merasakan energi sihir yang semakin kental dengan aroma Dragon, lantas kemudian menyeringai sadis.

Otot tubuh Laxus menebal, taringnya pun memanjang. Gajeel menunggu Laxus usai mengakrifkan Dragon Force-nya sembari tetap mengalirkan metsuryū-nya ke sekitar,

"METSURYŪ OGI..." Laxus menggumamkan kata yang sama dengan Gajeel sebelumnya, yang lantas kemudian ditanggapi Gajeel dengan tawa buas. Dihempaskan langkah besinya hingga melontar ke depan, begitu pula Laxus.

"GOMA-!"

"KOGEKI-!"

"BERHENTI!"

Sebuah teriakan menghentikan gerak mereka berdua. Baik Gajeel maupun Laxus tak jadi melanjutkan serangan. Mereka serempak menoleh ke arah suara, menyaksikan si empunya yang tengah berjalan mendekat.

Laxus mengangkat alisnya, "jiji?"

BUAGH!

"I-Ittai!"

Bogem raksasa meninju Laxus, menimpanya dari atas. Mau tak mau Laxus mengaduh.

Makarov menggeram, menarik tinjunya lantas kemudian berteriak lantang.

"BAKAEYARO! INI DI LUAR RENCANA, LAXUS!"

Laxus meringis, dibersihkan kepalanya dari debu yang mungkin menempel. Duduk bersila lantas bergumam,

"Ha? Mana yang salah?" Laxus innocent.

Kedut urat di dahi Makarov berlipat empat, Dia menggeram murka.

"BUAAAAAKAAAA! OGIIIII! YANG OGI!"

Laxus melengos, "Tsk! Sore wa tada jutsu janai ka?"

Makarov kesal bukan main.

"SORE JA RIYU DEWA NAI! SORE WA bla... blaa.. blaa... DAKARA bla... bla... bla..."

Makarov ceramah tanpa henti, Laxus ogah-ogahan. Dia bersila dan ketika Makarov mendapatkannya tidak perhatian, Makarov berteriak lagi.

Pertengkaran kakek –cucu ini membuat seluruh member guild sweatdrop. Gajeel bingung bukan main, dia jadi ikut-ikutan sweatdrop.

" O-Oi..." Gajeel tergagap. "M-Matte..."

Makarov tak memperdulikan sekitarnya, dia terus mengomel hingga Mirajane datang mendekatinya. Otomatis, wajah tahi itu membuat Gajeel bak kambing conge.

"Master, okaerinasai."

"Oh, Mirajane janai ka!" Makarov menganggut-nganggut. Dia lantas berjalan tak perduli dengan Laxus yang masih bersila di tanah, maupun dengan Gajeel yang tengah bingung. Lucy dan Levy berjalan mendekati Gajeel. Bersama Gray dan Erza.

"Gajeel!" Seru Gray dan Lily bersamaan.

"Gajeel-san Daijobu ka na?" Wendy turut ikut.

"Nanto ka..."Gajeel memperbaiki posisi berdirinya.

"Master sudah kembali, dan sepertinya ada yang harus kita dengar. " Erza menimpali, "Dare demo ga iitainara, Gajeel?"

Gajeel sesaat bergeming, "Nani mo..." Dia melirik Levy.

"Kakimu?"

Levy menggeleng, "Uhm. Sudah tidak apa-apa, Gajeel. Wendy menyembuhkanku."

"So ka."

Gajeel kemudian menoleh ke arah dimana Makarov baru selesai ceramah. Laxus terlihat uring-uringan, dia akhirnya berdiri lantas turut berjalan –mendampingi Mirajane mengiringi Makarov ke halaman Guild –tatkala Makarov kemudian bak melupakan sesuatu, lantas kemudian berhenti.

"Gajeel, tatto?"

Gajeel menautkan alisnya,

"Hai?"

Makarov menghela nafas, "Betapa besarpun dosamu, Guild tetaplah menjadi tetap kembali pulang. Di sana ada keluarga, nakama, serta cinta yang senantiasa menunggu." Makarov berbalik badan, "Masa lalu adalah sesuatu yang paling jauh, tidak dapat dicapai. Namun kau bisa mencium wanginya dengan memperbaiki hari ini, masa depan. Masa lalu tidak akan pernah mengejarmu, Gajeel..."

Gajeel membulatkan matanya, dia menunduk tragis dengan mata berkaca-kaca.

"Daga... ore wa..."

Makarov tersenyum, kemudian berbalik berjalan menuju Guild.

"Jangan pernah sia-siakan orang-orang yang mencintaimu hanya karena kau tidak bisa membahagiakan mereka, namun justru kehadiranmu di sisi mereka adalah kebahagiaan yang tidak pernah mampu bisa digantikan oleh apapun, Gajeel Redfox."

Gajeel tak berani lagi mengangkat kepalanya, Dia menangis perlahan, kemudian tersedu-sedu.

"Hai..." Gajeel mengatur isak, "Arigatou..."

Levy yang tengah berdiri di sampingnya mengurungkan kedip matanya, berjalan ke depan Gajeel yang tengah menangis.

CUP!

Tanpa suara, Levy berjinjit –mengecup sedetik bibir pemuda itu. Gajeel tersentak kaget. Dia tanpa sedikitpun menyadari kehadiran sang gadis yang kini tengah berdiri di depannya. Tanpa berpikir panjang Gajeel kemudian memeluk Si Kutu Buku ke dekapannya erat, ditariknya pinggang mungil itu pada dirinya. Levy kaget, namun kemudian dibalas pelukan itu dengan mengalungkan tangannya ke leher Gajeel. Detik-detik kemudian kedua mage ini menjauhkan wajah mereka –mendekatkannya kembali dengan posisi hidung bertautan, dan –hingga akhirnya-

Bibir mereka menyatu sempurna.

Dan semuanya bernafas lega.

Ya, karena meskipun mendapatkan monster baru, Fairy Tail tak perlu galau karena sudah ada majikan yang kutu buku.

-OWARI-

VOCAB'S:

Dakara atashi no soba o hōchi shinaide... Gajeel: Maka dari itu jangan pergi dari sisiku... Gajeel

Sore wa tada jutsu janai ka?: Itu nggak cuma 'sekedar' jurus saja?

Dare demo ga iitainara?: Ada yang ingin kau katakan?


.

AN: Hahaha... Updatenya baru dua minggu kemudian nyak? Ane kira nggak terlalu lama lah, hitung-hitung Hiro juga baru ngapdet manganya lagi XD

Okay, mungkin sekali lagi sebagai seorang baru di fandom FT, ane emang tipe ngetik yang panjang-panjang XD Jadi jikalau alurnya disini rumit, dialog yang bertaburan, atau pun diksi dan deskripsi yang kurang pas mohon maaf ya? Hehehe...

Well, sedikit silaturrahim bisa menjalin hubungan lebih baik. d(^_^)b Thank you for reading, and...

-MIND 2 REVIEW?-

V

V

V