Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya cuma minjam tokoh-tokohnya saja

Story by Morena L

Pairing: Sasusaku dan pairing lainnya

Warning: AU, OOC, OC, typo(s), DLDR

.

.

.

Bukannya terlalu percaya diri, tapi Neji yakin kalau Sasuke tak punya pilihan lagi selain memenuhi permintaannya. Ayolah, ini bukan permintaan yang terlalu sulit, paling tidak itulah yang ada dalam pikiran sang pemuda berambut cokelat tersebut. Membuat Uchiha Sasuke kesal menjadi agenda yang sangat dinikmatinya akhir-akhir ini.

Ia memandang langit malam, beberapa minggu ke depan akan terjadi pertempuran di mana ia juga punya andil besar di dalamnya. Paling tidak, sebelum semuanya terjadi ia harus mengamankan keluarganya dulu. Setelah ini, ia akan mengirim Hinata, Hanabi, dan ibunya ke luar negeri, memastikan tiga wanita yang sangat disayanginya itu berada dalam kondisi aman serta terlindungi.

Hyuuga Neji memutuskan membantu Sasuke bukan hanya karena Sakura. Bisa dibilang kalau wanita muda itu memang menjadi alasan utamanya, tapi bukan satu-satunya alasan. Kejahatan ayahnya di masa lalu yang membuat Neji semakin tergerak untuk membantu si bungsu Uchiha. Ayahnya, Hyuuga Hiashi, adalah dalang dari sabotase kecelakaan pesawat yang menimpa keluarga Uchiha bertahun-tahun yang lalu. Karenanya, seorang anak kehilangan seluruh keluarganya dan hidup bertahun-tahun seorang diri. Rasa iri dan dengki menyebabkan akal sehat serta nurani tertutupi, akibatnya malah mendatangkan celaka bagi orang lain. Neji merasa sangat malu karena perbuatan ayahnya di masa lalu tersebut. Selama bertahun-tahun ia menyembunyikan bukti konspirasi ayahnya dengan salah satu kelompok yakuza. Hal tersebut memberikan sebuah tekanan tersendiri untuknya. Terus diam agar keluarganya tetap aman atau memberikan bukti tersebut pada pihak berwajib, akan tetapi keutuhan keluarganya terancam. Keputusan apa pun yang ia ambil sama-sama berat. Dan sampailah ia pada satu titik di mana ia menyadari kalau keluarganya memang sudah tak utuh lagi sejak dulu. Untuk apa mempertahankan sesuatu yang memang sudah rapuh dari awal? Hancurkan saja, lalu bangun fondasi yang baru dengan lebih kuat.

Pemuda itu mendesah, saat ini dialah tumpuan utama keluarganya. Ia sudah memutuskan untuk menjebloskan ayahnya ke dalam penjara, maka sudah menjadi tugasnya juga untuk menjaga sisa anggota keluarganya. Tak jarang Neji berharap kalau saja dulu ia tak iseng, kalau saja dulu ia tak memasang alat penyadap di bawah meja kerja ayahnya, tentu saat ini ia tidak mengetahui rencana keji tersebut, dan ia tak perlu memanggul beban kejahatan sang ayah. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Sudah tak ada gunanya menyesali masa lalu.

.

.

.

oOo

.

.

.

Jeblosnya Hyuuga Hiashi ke dalam penjara karena menyabotase kecelakaan pesawat pribadi keluarga Uchiha belum tercium oleh pihak luar. Neji tak ingin hal ini membuat heboh di mana-mana dan menambah masalah di dalam keluarganya. Ia tak mau melihat ibu dan adik-adiknya semakin stress. Wajah tak percaya, sedih, terkejut, kecewa, semuanya bercampur menjadi satu saat sang kepala keluarga ditangkap. Ibunya tak henti-hentinya menitikkan air mata. Dengan mengingat semuanya, Neji melangkah mantap ke dalam rumahnya. Bangunan mewah tersebut seperti kehilangan aura hangatnya, yang terpancar hanya kemuraman.

"Kaa-san, sudah siap?"

Wanita paruh baya itu mengangguk, di belakanganya Hinata dan Hanabi yang masih larut dalam kesedihan berjalan sambil memegang tas bawaan masing-masing. Hari ini Neji akan mengirim mereka bertiga ke Hong Kong.

"Siapa yang di sebelahmu? Kenapa tidak memperkenalkannya pada kami?" tanya sang ibu lembut. Matanya yang cukup lelah seperti mendapatkan penghiburan karena melihat seorang gadis cantik berpakaian serba hitam yang berdiri di sisi putra sulungnya.

"Ah, maaf. Ini Tenten."

Tanpa diduga, sang ibu melangkah maju mendekati si gadis. Ia menggenggam tangan kanan Tenten dengan kedua tangannya. "Senang rasanya melihat putraku didampingi seseorang yang terlihat kuat sepertimu. Kau pasti bisa menjadi penopang Neji."

Mata Neji membulat. Hinata sampai menutup mulutnya yang membuka dengan kedua tangannya. Gadis itu tahu betul siapa yang disukai kakaknya. Sepasang saudara ini saling melirik, meyadari kesalahpahaman yang timbul.

"Kaa-san," seru Neji, "Dia bu—"

"Tolong jaga anakku. Aku bisa mempercayakan Neji padamu, kan?" lanjutnya lagi, terdengar sedikit nada putus asa dari setiap kata yang terlontar melalui mulutnya.

Dan tanpa diduga juga, Tenten mengangguk.

"Nee-san, apa dia pacar Nii-san yang sering kalian bicarakan itu?" bisik Hanabi penasaran, sedangkan Hinata hanya bisa semakin membelalak. Perkembangan yang terjadi dalam keluarganya akhir-akhir ini terlalu sulit untuk dicerna akal sehatnya.

oOo

"Jangan salah paham pada anggukanku tadi. Tentu saja aku harus terus memastikan kau selamat karena kau adalah sekutu Sasuke-sama sekarang," Tenten berujar datar. Ia sama sekali tidak melirik pria di sebelahnya. Baru lima menit yang lalu tiga perempuan yang mereka antar memasuki bandara.

Neji menyeringai tipis. "Bukan masalah juga kalau aku salah paham, kan?" Sejujurnya ia cukup beterima kasih karena anggukan Tenten tadi membuat ibunya tak berkata apa-apa lagi. Wanita itu juga terlihat cukup tenang. Mungkin memang terasa berat untuk meninggalkan Jepang, tapi Neji telah menjelaskan kalau ini harus dilakukan agar mereka bisa tetap aman. Di Hong Kong, salah satu kelompok mafia kenalan Tenten telah menjamin akan menjaga ibu dan kedua adiknya. Saat bertugas di sana, Tenten pernah menyelamatnya sang bos mafia, sehingga ia berjanji akan membalas kebaikan gadis itu suatu hari nanti. Suatu keuntungan yang juga sangat disyukuri Neji.

"Huh."

"Aku benar-benar berterimakasih. Mereka bertiga adalah prioritas utamaku," Neji berujar tulus.

"Tak kusangka kau akan menjebloskan ayahmu ke dalam penjara."

"Aku harus melakukannya untuk mengubah keluargaku. Kami bagaikan beban yang digantung dengan seutas benang rapuh, salah sedikit saja, kami akan jatuh dan hancur. Sebelum semakin memburuk, aku harus melakukan sesuatu."

Pria yang benar-benar mencintai keluarganya. Pemikiran itu langsung menembus ke dalam pikiran Tenten. Sayang sekali karena Sakura lebih dulu jatuh cinta pada Sasuke. Jika saja takdir cinta istri majikannya itu jatuh pada Neji, maka wanita itu juga pasti akan sangat bahagia. Tenten dapat melihat kelembutan dan rasa kasih sayang yang besar dari dalam diri pria itu.

Mereka memutuskan untuk tinggal sedikit lebih lama sampai pesawat lepas landas. Keduanya kembali ke parkiran setelah memastikan ketiga anggota keluarga Hyuuga tadi sudah berada di dalam pesawat. Neji bisa sedikit lega karena ketiga keluarganya telah aman, bebannya telah sedikit berkurang.

"NII-SAN!"

Teriakan yang sangat familiar terdengar saat mobil mulai bergerak.

"NII-SAN!"

Seperti teleskop yang mencari sebuah bintang di antara milyaran bintang yang memenuhi angkasa, mata Neji bergerak cepat mencari objek pemilik suara. Itu suara Hinata, tak salah lagi. Aliran darahnya memacu dengan kecepatan berkali-kali lipat kala melihat adiknya itu berlari mendekati mobilnya. Segera ia keluar dan berlari secepat kilat. Menghampiri gadis itu dan memeluknya erat. "Kenapa kau masih di sini?"

"Aku tak bisa meninggalkanmu, Nii-san," ujar gadis itu sambil terisak. "Aku tak bisa! Aku tak mau bersembunyi dengan aman sementara kau menantang bahaya demi kami."

"Hinata." Ia mengambil sedikit jarak, kedua tangannya masih melingkari bahu sang adik. "Justru semakin berbahaya kalau kau berada di sini."

"Nii-san, kumohon ... kumohon biarkan aku di sini. Paling tidak, biarkan aku menghadapi ini bersamamu."

"Kau tidak tahu apa yang akan kita hadapi nanti, Hinata."

Gadis itu menggeleng kuat, kembali ia memeluk erat tubuh kakaknya. "Aku memang tak tahu masalah apa yang akan kita hadapi. Tapi, aku tidak mau Nii-san menanggung semuanya sendiri."

Tiba-tiba Tenten menarik tangan Hinata, membuat pelukan di antara sepasang saudara itu terputus. Suasana menjadi sangat menegangkan saat satu tamparan yang begitu keras mendarat di pipi gadis itu.

"Kaupikir kami sedang bermain-main!? Kakakmu melakukan semua ini demi keselamatanmu! Apa yang ada dalam otak dangkalmu itu? Kau hanya akan menambah beban kakakmu! Ini bukan permainan teater!"

"TENTEN!"

"DIAM!" ia memelototi Hinata dan Neji sekaligus. "Aku serius, Hyuuga Hinata. Aku tahu kau ingin membantu kakakmu, tapi saat ini tak ada bisa kaulakukan. Tak ada bantuan yang bisa kauberikan. Masalah apa yang akan dihadapi kakakmu pun belum tentu kau tahu. Aku mengerti kalau kau hanya ingin meringankan beban kakakmu. Tapi, kau harus mendengarkanku sekarang, tingkah sok pahlawanmu yang kabur dari pesawat ini adalah sebuah kebodohan! Kalau musuh kakakmu tahu kau berada di sini, kau bisa menjadi sasaran mereka. Inilah kenapa kalian harus ke Hong Kong."

"Tenten ... cukup," balas Neji datar. Pria itu lalu merangkul bahu adiknya. "Dia benar," kata Neji sambil mengusap air mata dari pipi sang adik. "Tapi, aku tak bisa mengabaikan keberanianmu yang memilih menghadapi masalah ini bersamaku. Mungkin memang sekarang kau tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan kau bisa menjadi incaran musuhku, tapi kau tetap adikku. Kehadiranmu saja bisa menguatkanku. Jadi, jangan menangis lagi, ya." Neji memberikan satu senyuman untuk adiknya. "Kita kembali."

Tenten mendecih sinis. Teatrikal yang tak dapat dimengerti olehnya. "Aku sendiri yang akan menghabisimu kalau kau menjadi beban kami," ujarnya dingin, menatap tepat ke mata Hinata. Ia lalu berjalan cepat meninggalkan mereka di belakang.

"Aku yakin itu artinya kau akan tetap selamat selama bersama kami," ujar Neji yang dihadiahi gelak tawa singkat dari Hinata. Sekali lagi, gadis itu mengusap air matanya, lalu merangkul lengan kakaknya. Ini adalah keputusannya dan ia berjanji tak akan pernah menyesalinya.

.

.

.

oOo

.

.

.

Tangan-tangan halus itu memelukanya dari belakang, memberikan kelembutan yang sudah tak asing lagi bagi Sasuke. Rasanya begitu tenang dan damai saat wanita ini bersamanya.

"Sepi sekali, yang lain ke mana?" Sakura bertanya sembari menyandarkan kepalanya pada punggung tegap sang suami.

"Lucu sekali saat perutmu menyentuhku lebih dahulu padahal kau sedang berusaha memelukku dari belakang."

"Sasuke-kun," rajuk Sakura sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kakashi mengurus sesuatu, Neji dan Tenten mengantar keluarga Hyuuga ke Hong Kong." Pria itu berbalik dan meraih tubuh Sakura. Ia bahkan membuat Sakura semakin merengut kesal dengan menyentil jidat lebar sang istri. Wajah kesal wanita itu membuatnya tersenyum puas.

Namun, Sakura yang tadinya berniat marah malah ikut tersenyum. Ia menangkup pipi Sasuke dengan kedua tangannya. "Aku selalu suka saat Sasuke-kun tersenyum. Apalagi, kalau senyum Sasuke-kun hanya untukku."

Sasuke memegang kedua tangan Sakura yang menangkup kedua pipinya, membiarkan kedua telapak tangannya menindih punggung tangan wanita yang sangat dicintainya itu. Mereka bertatapan beberapa lama sebelum akhirnya Sasuke menunduk untuk mengecup bibir merah muda yang sudah berkali-kali ia klaim sebagai miliknya.

Ada cinta di sana dan Sakura bisa merasakannya.

Inilah Sasukenya.

Inilah ayah dari anaknya.

Inilah pria yang menjadi cintanya.

Kepada pria inilah ia menyerahkan hatinya.

"Ayo kita jalan-jalan ke luar," ajak Sasuke usai puas mengecup bibir sang istri.

oOo

Sakura tahu saat-saat tenang seperti ini sebentar lagi akan berakhir. Di bulan-bulan terakhir kehamilannya, ia merasa semakin resah dari hari ke hari. Masa depan seperti apa yang akan mereka hadapi? Sesuatu yang sangat besar tengah menunggu mereka.

Ia masih ingin terus bersama Sasuke, tak ingin berpisah. Namun, masalah besar yang sedang mereka hadapi sekarang membuatnya ragu. Sasuke bahkan sudah memberikan pesan kalau terjadi sesuatu dengannya, maka Sakura tak perlu khawatir. Pria itu telah menyiapkan segalanya untuknya dan Itachi. Bukan itu yang Sakura inginkan. Ia hanya menginginkan Sasuke. Hanya Sasuke dan bukan yang lain. Seribu pangeran tampan pun tak bisa menggantikan posisi Sasuke. Segunung emas pun tak bisa mengalihkan hatinya dari Sasuke. Ia selalu membawa nama Sasuke dalam doanya, berharap mereka bisa terus bersama selamanya.

"Sasuke-kun, kita bisa membesarkan Itachi bersama-sama, kan?"

Sasuke tak menjawab, ia terus berjalan melewati pepohonan. "Sudah musim semi sepertinya." Salju memang telah mencair, bunga-bunga mulai menunjukkan wujudnya kembali. Kuncup-kuncup kecil tanda bunga akan bermekaran mulai bermunculan satu demi satu.

"Bukan itu yang kutanyakan, Sasuke-kun," Sakura memprotes kesal.

"Aku hanya ingin bersamamu sampai maut memisahkan kita."

Sakura tertegun. Ucapan Sasuke juga merupakan impian kecilnya. Hidup tenang, tak ada masalah yang menerpa, hanya ada mereka berdua dan anak-anak keduanya kelak.

Maut bisa datang kapan saja, Sasuke tahu betul akan hal tersebut. Beberapa waktu yang lalu, ia baru saja menantang maut. Manusia adalah makhluk yang yang sebenarnya serba berkekurangan. Manusia hanya terlalu sombong untuk mengakui hal tersebut.

Ia sudah pernah melewati banyak masa-masa sulit. Ajaibnya, ia selalu lolos dari setiap masalah yang menyerangnya bertubi-tubi. Bisa dibilang, Sasuke sangat beruntung karena Dewi Fortuna selalu berada di pihaknya.

Kali ini, kehadiran Hyuuga Neji bisa dibilang sebagai penyelamat pada salah satu masa paling genting dalam hidupnya. Karena itu, Sasuke juga yakin kalau bantuan juga bisa datang pada saat tak terduga. Neji, yang notabene adalah saingannya kini bisa menjadi sekutunya. Bagi Sasuke, maut dan keberuntungannya adalah dua hal yang berjalan beriringan. Salah satu yang selangkah lebih maju adalah pemenangnya. Dan ia berharap kalau saat ini keberuntunganyalah yang berada di depan.

"Sa-ku-ra …." Sebuah suara terdengar memanggil wanita bermata hijau jernih itu. Sebuah suara yang juga sangat Sakura kenali. Suara yang bukan suara Sasuke.

Wanita bermahkota merah muda itu sedikit kaget, ia merasakan rangkulan Sasuke pada pinggangnya. Diberikannya seulas senyum pada sang suami sebelum akhirnya mengalihkan tatapannya ke depan. "Hinata-chan, Ino-chan, apa kabar?"

.

.

.

oOo

.

.

.

Mobil sedan hitam itu memasuki villa milik Neji. Hinata hanya bisa terkaget-kaget karena tak tahu kalau kakaknya memiliki villa pribadi tanpa diketahui siapa pun. Tak lama kemudian, ada mobil lain yang juga memasuki villa. Shimura Sai terlihat keluar bersama dengan seorang gadis pirang.

"Ino-chan?" Hinata cepat-cepat membuka pintu mobil dan menghampiri sahabatnya tersebut.

"Dia tak mau pergi meninggalkanku," kata Sai menjawab tatapan penuh tanya Neji.

"Terserah kalian saja!" seru Tenten kesal. Ia meninggalkan keempat orang orang itu. Terserah kalau mereka memang mau menambah ancaman. Ia tak akan peduli. Kalau kedua perempuan itu malah menjadi beban, ancaman yang ia lontarkan di bandara tadi bukan hanya sekadar ancaman.

"Dia kenapa?" Ino bertanya tanpa mengerti situasi yang sedang terjadi. Gadis pirang itu juga bertekad tak ingin pergi dari sisi Sai. Pria itu adalah orang yang membuatnya bangkit dari sakitnya patah hati, maka bagi Ino sudah menjadi kewajibannya untuk tak meninggalkan Sai dalam keadaan apa pun.

"Tamu bulanan hari pertama," jawab Neji seadanya. Hinata hanya tersenyum diam-diam, ia tak tahu kalau kakaknya bisa menanggapi seseorang dengan humor ringan seperti itu. Entahlah, ia hanya merasa kalau Neji sedikit berubah.

"Hi-Hinata-chan ... itu ...," ucap Ino tak percaya. Ucapannya menggantung di udara. Ia yakin matanya tak salah lihat. "Sa-ku-ra …."

Itu sahabat mereka! Itu Haruno Sakura yang menghilang selama hampir setahun terakhir ini! Membingungkan ... sahabat mereka itu seperti sedang hamil. Ah, tidak, bukan sepertinya lagi. Dia memang sedang hamil! Dan ... tunggu sebentar, apa itu Uchiha Sasuke? Tak salah lagi. Wajah angkuh, mata hitam, dan rambut mencuat itu memang hanya milik Uchiha Sasuke.

"Hinata-chan, Ino-chan, apa kabar?"

Beberapa detik kemudian mereka sudah berebutan memeluknya, bergantian melontarkan begitu banyak pertanyaan tanpa henti. Ini Sakura mereka. Ini sahabat mereka. Begitu banyak hal yang menjadi tanda tanya dalam benak Ino dan Hinata.

"Berhenti." Suara dingin Sasuke menghentikan aksi saling peluk ketiganya. "Aku tak mau aksi memeluk kalian yang sangat Barbar ini membuatnya melahirkan prematur."

Sakura hanya bisa menatap miris kedua sahabatnya saat Sasuke menariknya dan membawanya masuk ke dalam, meninggalkan kedua makhluk bergender perempuan itu dengan sejuta rasa penasaran. Pria ini masih saja sangat protektif padanya.

"Mereka sahabatku, Sasuke-kun." Tidak mau mengambil risiko, pria itu langsung membawanya ke atas.

"Dan aku suamimu."

Sasuke masih tetap tak ingin membagi Sakura dengan siapa pun, bahkan dengan sahabat-sahabat sang istri. Baginya, kedua perempuan tadi sudah mengganggu waktu pribadinya bersama dengan Sakura. Ia jarang memiliki waktu berdua seperti tadi, maka jika ada kesempatan, ia sama sekali tak ingin melewatkannya.

Wanita muda itu berjinjit untuk mengecup bibir suaminya sekilas. "Aku bahagia ada sahabat-sahabatku di sini. Aku tak akan mengabaikanmu karena kedatangan mereka."

"Hn."

Sakura menyandarkan kepalanya pada dada bidang pria itu. Ia sangat bersyukur karena masih bisa merasakan langsung detak jantung Sasuke yang teratur seperti sekarang. Rasanya seperti ingin mati saja saat tahu kalau suaminya akan dioperasi karena penyakit jantungnya. Ia tak bisa dan tak mau membayangkan betapa mengerikannya melewati hari tanpa Sasuke. Ia ingin Sasuke tahu kalau sebenarnya dalam setiap napasnya, setiap denyut nadinya, setiap udara yang ia hirup, semuanya hanya untuk bisa terus bersama pria itu.

oOo

Puas menghabiskan waktu bersama dengan istrinya, Sasuke menemui Neji dan Sai di bawah. Pemantapan rencana sangat diperlukan dalam situasi mereka sekarang ini. Dan juga, akhirnya dengan berat hati ia mengizinkan Ino dan Hinata bergabung bersama Sakura di atas. Kali pertemuan mereka minus Naruto, Shikamaru, dan Kakashi.

Shikamaru sedang menghadapi persalinan Temari. Berada pada situasi yang sama membuat Sasuke tak ingin memaksakan kehadiran Shikamaru sekarang. Saat ini adalah salah satu masa paling krusial dalam hidup Shikamaru. Kelahiran anak yang sudah ditunggu-tunggu adalah sesuatu yang begitu penting. Suatu saat nanti Sasuke juga akan mengalami hal yang sama, bahkan mungkin saja dalam waktu yang tak lagi lama Sakura akan melahirkan putra pertama mereka.

"Mana yang lain?" tanya Sai.

"Kakashi sedang mengurus sesuatu dan Naruto mungkin sebentar lagi sampai," jawab Sasuke singkat.

"Rubah satu itu lama sekali," keluh Sai.

"Hn."

Perbincangan dimulai setelah kedatangan Naruto tak lama kemudian. Cukup alot. Masing-masing dari mereka memiliki perkembangan rencana sendiri, terutama Sasuke dan Neji. Tak ada satu pun yang mau kalah di antara keduanya. Beberapa kali Sai mencoba memberikan pendapat jika perdebatan semakin alot, akan tetapi hal tersebut malah membuat suasana menjadi semakin panas karena Neji dan Sasuke menolak mentah-mentah pendapatnya.

"Mau tahu apa pendapatku, Uchiha?" kata Neji sinis. "Kurasa kau bahkan belum siap dengan pertempuran ini."

"Apa maksudmu?" balas Sasuke tak kalah sinisnya.

Atmosfer yang terbangun di antara mereka semakin menegangkan.

"Coba kita bertarung sekarang, aku jamin kau tak akan bisa mengalahkanmu. Selama ini kau hanya mengandalkan Kakashi," tantang Neji. Ia sama sekali tidak main-main dengan ajakan bertarungnya.

"Kaupikir aku takut?"

"Oh, tenang saja, Uchiha. Aku tak akan memperlakukanmu sebagai orang sakit. Aku bahkan tak peduli kalau jahitan di dadamu itu terbuka lagi."

"Kalian berdua, hentikan!" kata Tenten dengan nada yang sedikit tinggi. Sudah ia duga, tanpa ada Kakashi yang sering menjadi penengah, pertemuan ini akan menjadi arena adu ketegangan antara Neji dan Sasuke. Tidak hanya itu, absennya Shikamaru juga begitu terasa. Pria itulah penentu strategi utama pembalasan Sasuke.

"Tenang saja, Sayang. Aku tak akan membuat majikanmu mati sekarang. Aku hanya ingin memberikan pelajaran pada kesombongannya. Dia tak akan bisa melancarkan aksi balas dendamnya kalau mengalahkanku saja tak mampu."

Hah? Neji memanggilnya apa tadi?

"Ayo kita mulai, Hyuuga," ucap Sasuke seolah menjawab ejekan Neji tadi.

"Aku akan melupakan fakta kalau kau baru saja selesai operasi jantung, Uchiha."

"Teme, Hyuuga-san, sebaiknya kalian jangan bertengkar," gumam Naruto mencoba untuk melerai. Sayang sekali, usahanya sama sekali tidak diacuhkan kedua pria yang sedang panas itu.

Tenten menatap Sai penuh arti, berharap pria itu mau turun tangan melerai dua pria lainnya yang sudah siap meledak. Namun, sepertinya Sai lebih tertarik untuk menyaksikannya daripada melerai. Dia bahkan terus tersenyum saat Neji dan Sasuke saling melemparkan tantangan. Argh! Ini bahaya. Kesehatan Sasuke masih rentan dengan aktivitas berat. Bagaimana kalau jahitan operasinya terbuka kerena bertarung dengan Neji?

Tapi, di lain pihak, ia dapat menangkap maksud Neji. Pria itu tak ingin Sasuke terlalu gegabah. Tenten dapat menangkap kalau Neji tahu betul kondisi fisik Sasuke masih belum siap untuk pertarungan yang sebenarnya. Bagaimana mungkin pria itu sudah sesumbar untuk bertarung dengan musuh-musuhnya? Ego majikannya terlalu tinggi. Tak jarang Sasuke mengabaikan keadaannya sendiri demi mencapai target yang ia inginkan.

.

.

.

oOo

.

.

.

"Jadi, kau selama ini bersamanya?" jerit Ino histeris. "Kau tega sekali tidak pernah memberi kabar sedikit pun pada kami! Bisa kau bayangkan betapa khawatirnya kami?"

"I-Ino-chan."

"Diam Hinata, dia harus memberitahu kita kenapa dia menghilang, kenapa dia hamil, dan sebenarnya ada masalah apa yang sedang terjadi? Kalau tidak, persahabatan kita putus!" Ino mengultimatum dengan berapi-api, semua kata-kata yang keluar dari mulutnya diselesaikan dalam satu tarikan napas.

Sakura sendiri hanya tertawa karena ia tahu ancaman Ino di akhir itu hanyalah ancaman semata. Ino tak akan memutuskan persahabatan mereka karena rasa penasaran yang tak terjawab. Wanita yang sedang hamil itu malah menarik kedua sahabatnya, membawa mereka dalam sebuah pelukan yang sangat lama. Oh, ia sangat merindukan mereka berdua. Tanpa perlu berkata-kata, rasa rindu di antara mereka menguar, mengelilingi ketiganya, membuat suasana hangat karena persahabatan di antara mereka menjadi semakin intens.

"Aku rindu kalian." Setelah pelukan panjang itu, ketinga duduk bersama di atas ranjang.

"Kami juga merindukanmu, Jidat! Jadi, ceritakan, kenapa kau bisa menikah dengan Uchiha Sasuke?" gumam Ino tak sabaran karena setahunya kakak Sakuralah yang tergila-gila pada si bungsu Uchiha. Rasa ingin tahunya memang sudah meningkat ke titik tertinggi.

"Banyak yang terjadi, yang pasti aku mencintainya. Sangat mencintainya."

"Oh, Jidatku sayang, tidak adakah jawaban yang lebih panjang? Aku tak ingin mendengar deklarasi cintamu yang begitu menggebu-gebu."

"Nanti saja, Ino. Saat kita punya waktu yang lebih panjang."

Hati Hinata sedikit mencelos karena teringat pada Neji. Setahunya, Neji sangat mencintai Sakura. Kakaknya pasti merasa sangat sakit karena perempuan yang dicintainya mencintai pria lain.

"Ngomong-nongong, siapa perempuan galak yang berambut cokelat itu?" tanya Ino lagi.

"Siapa? Tenten-san?"

Ino dan Hinata mengangguk bersamaan. Terutama Hinata karena ia baru saja ditampar dengan sangat keras oleh perempuan itu. Belum lagi, kalimat-kalimat dari perempuan itu yang begitu menusuknya, tapi ia mengakui kalau semua ucapan Tenten memang ada benarnya.

"Dia salah satu elite ANBU, pengawal keluarga Uchiha. Dia sangat setia pada Sasuke-kun."

"Ma-maksud Sakura-chan dia itu seperti ... bodyguard?"

Berarti, perempuan itu memang kuat, pikir Hinata dalam hati. Ia kembali teringat pesan ibunya pada Tenten tadi. Sungguh, ia sama sekali tidak dendam pada perempuan itu, ia malah berharap di masa depan nanti mereka bisa berteman. Karena sama seperti ibunya, Hinata juga dapat melihat kalau Tenten pasti bisa menjadi penopang Neji. Entah dari mana datangnya pemikiran seperti itu—karena ia tahu kakaknya mencintai Sakura—Hinata hanya berharap yang terbaik untuk Neji dan untuk keluarga mereka.

"Bisa dibilang begitu."

Ino yang masih belum puas terus memborbardir Sakura dengan berbagai macam pertanyaan. Sesekali ia menggoda Sakura karena hamil lebih dulu. Hinata sendiri tak seganas Ino dalam bertanya. Ia hanya bertanya seputar kehamilan Sakura, kendala apa saja yang dialami selama hamil. Mereka berbincang akrab, tak jarang kembali berpelukan sebelum akhirnya kembali larut dalam obrolan santai.

"Uuuugh!" Tiba-tiba Sakura meringis sambil memeluk perutnya. Sejak kemarin ia memang sudah mulai merasakan sakit akibat kontraksi, tapi ia abaikan karena merasa belum waktunya untuk melahirkan.

"Jidat, kau kenapa!?"

"Uuuuugh!"

"Hinata-chan, panggil siapa pun di bawah!"

oOo

Tergopoh-gopoh Hinata berlari menuruni tangga. Ia begitu takut, tegang, khawatir, terkejut. Hampir saja ia terjatuh karena kurang berhati-hati. Sesampainya di bawah, ia malah mendapati suasana yang sama menegangkannya dengan di atas. Aura membunuh begitu kental terasa pada tubuh kakaknya dan suami Sakura.

"U-Uchiha-san."

Semua orang menatapnya dengan intensitas ketegangan yang tak juga surut.

"Sa-Sakura-chan sepertinya akan me-melahirkan."

Semua orang berbondong-bondong ke atas. Semuanya panik, terutama Sasuke. Ini belum waktunya. Selain itu, ini juga bukan waktu yang tepat bagi Sakura untuk melahirkan.

"SAKURA!"

Istrinya tampak kepayahan. Wajahnya begitu menderita karena menahan sakit yang begitu luar biasa menderanya. Seprainya terlihat sudah basah karena pecahnya ketuban.

Mengerti akan situasi, Tenten segera mengambil alih. "Sasuke-sama, hubungi Senju-sensei! Yang lainnya harap keluar dari ruangan ini!" Dengan sigap, ia menutupi tubuh Sakura dari perut ke bawah dengan selimut. "Astaga!" Tenten memijat pelipisnya dengan lunglai setelah melihat kondisi Sakura lagi.

"Tsunade-sensei ingin bicara denganmu," kata Sasuke sambil menyerahkan ponselnya pada Tenten. Lelaki itu lalu menggenggam tangan Sakura yang masih memekik kesakitan. Ia mengusap dahi Sakura yang terus mengeluarkan keringat.

Tenten mengembalikan ponsel di tangan Sasuke sambil tertunduk lemas.

"Tenten, ada apa?"

"Butuh waktu berjam-jam bagi Senju-sensei untuk sampai di sini. Sementara persalinan ini akan sangat berbahaya, Sasuke-sama."

"Tidak udah bertele-tele, Tenten!"

"Posisi bayi Anda sungsang, tadi saya sudah melihatnya, sudah ada ujung kaki mungil yang sedikit terlihat dari jalan lahirnya."

Sasuke yang sudah pucat kini semakin memucat. Sungsang? Posisi anaknya sungsang? Ini bukan persalinan normal. Biasanya bayi yang lahir sungsang akan dirujuk untuk operasi. Tapi, saat ini terlalu berbahaya untuk membawa Sakura ke rumah sakit, membutuhkan waktu lama karena villa Neji jauh dari pusat kota. Menunggu Tsunade juga sama saja. Persalinan sungsang dengan posisi kaki keluar lebih dahulu dapat menyebabkan kematian bayi. Sudah pasti Sasuke tak ingin hal itu terjadi! Masalahnya lagi, tak satu pun di antara mereka memiliki pengalaman dalam persalinan. Sasuke bahkan tak sanggup melihat ke bawah, ia tak sanggup bertatapan dengan wajah Sakura yang sudah penuh dengan linangan air mata dan jeritan akibat rasa sakit yang tak tertahankan.

.

.

.

.

.

Tbc

A/N:

Persalinan sungsang: persalinan karena posisi bayi yang tidak normal. Biasanya, pada persalinan normal, kepala akan lebih dulu di luar. Pada posisi sungsang, kepala bayi akan berada di atas. Kematian bayi pada persalinan sungsang 4x lebih besar dari persalinan biasa.

Kenapa akhir-akhir ini Neji banyak disorot? Karena ia salah satu tokoh paling krusial, dia salah satu tokoh kunci di sini. Tanpa Neji, belum tentu Sasuke bisa berhasil menjalankan rencanyanya. Jadi, saya rasa Neji juga perlu mendapatkan perhatian dalam fict ini #pelukNeji #ciumGaara

Saya tahu kalian semua sudah bosan dengan permintaan maaf saya. Tapi, saya benar-benar meminta maaf karena lama mengupdate fict ini.

Harap diperhatikan: Kondisi fisik saya sudah tidak memungkinkan saya untuk lama-lama di depan laptop, jadi saya sudah tidak bisa mengetik panjang-panjang. Dan kebiasaan saya itu sekali duduk ngetik, 1 chapter harus selesai. Saya bukan tipe yang nyicil dikit2 terus dilanjut lagi. Makanya saya sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuat 1 chapter.

Terima kasih untuk semua reader, pemberi review, fave, dan follow. Serius, saya benar-benar ga tau harus ngomong apa karena hampir setiap hari ada review yang masuk untuk menanyakan kelanjutan fict ini. Saya suka senyum-senyum sendiri kalau membaca review di fict ini (dan review yang ada di fict-fict lainnya juga). Tidak menyangka antusiasme dari reader pada fict ini sangat besar, padahal ada banyak hal yang masih kurang dari fict ini. Sekali lagi, terima kasih, ya. Kalau sempat, nanti review yang login saya balas via PM.

Saya tunggu tanggapannya untuk chapter ini. Terima kasih :)