Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya cuma minjam tokoh-tokohnya saja

Story by Morena L

Pairing: Sasusaku dan pairing lainnya

Warning: AU, OOC, OC, typo(s), DLDR

.

.

.

"SAKURA!"

Istrinya tampak kepayahan. Wajahnya begitu menderita karena menahan sakit yang luar biasa menderanya. Spreinya terlihat sudah basah karena pecahnya ketuban.

Mengerti akan situasi, Tenten segera mengambil alih. "Sasuke-sama, hubungi Senju-sensei! Yang lainnya harap keluar dari ruangan ini!" Dengan sigap, dia menutupi tubuh Sakura dari perut ke bawah dengan selimut. "Astaga!" Tenten memijat pelipisnya dengan lunglai setelah melihat kondisi Sakura lagi.

"Tsunade-sensei ingin bicara denganmu," kata Sasuke sambil menyerahkan ponselnya pada Tenten. Lelaki itu lalu menggenggam tangan Sakura yang masih memekik kesakitan. Dia mengusap dahi Sakura yang terus mengeluarkan keringat.

Tenten mengembalikan ponsel di tangan Sasuke sambil tertunduk lemas.

"Tenten, ada apa?"

"Butuh waktu berjam-jam bagi Senju-sensei untuk sampai di sini. Sementara persalinan ini akan sangat berbahaya, Sasuke-sama."

"Tidak udah bertele-tele, Tenten!"

"Posisi bayi Anda sungsang, tadi saya sudah melihatnya, sudah ada ujung kaki mungil yang sedikit terlihat dari jalan lahirnya."

Sasuke yang sudah pucat kini semakin memucat. Sungsang? Posisi anaknya sungsang? Ini bukan persalinan normal. Biasanya bayi yang lahir sungsang akan dirujuk untuk operasi. Tapi, saat ini terlalu berbahaya untuk membawa Sakura ke rumah sakit, membutuhkan waktu lama karena villa Neji jauh dari pusat kota. Menunggu Tsunade juga sama saja. Persalinan sungsang dengan posisi kaki keluar lebih dahulu dapat menyebabkan kematian bayi. Sudah pasti Sasuke tak ingin hal itu terjadi! Masalahnya lagi, tak satu pun di antara mereka memiliki pengalaman dalam persalinan. Sasuke bahkan tak sanggup melihat ke bawah, dia tak sanggup bertatapan dengan wajah Sakura yang sudah penuh dengan linangan air mata dan jeritan akibat rasa sakit yang tak tertahankan.

.

.

.

oOo

.

.

.

Begitu Tenten keluar, dia diserbu dengan berbagai pertanyaan. Kepalanya terasa kosong. Situasi ini sungguh meresahkan.

"Bayinya sungsang."

"Apa kauyakin!?" pekik Ino. Matanya melebar, tubuhnya kaku saking tegangnya.

Melihat Sai yang mencoba menenangkan Ino, mata Naruto mencari Hinata. Ke mana gadis itu di saat-saat menegangkan seperti ini?

"Kita bawa ke rumah sakit terdekat! Klinik, atau tempat mana pun yang bisa membantunya," usul Neji.

"Villa-mu ini di tempat terpencil, Neji. Jangan lupa itu!" timpal Tenten kesal.

"Sebentar," sela Naruto, "Hinata ... mana?"

Hah! Benar kan prediksi Tenten sejak awal! Di saat keadaan genting seperti ini dia malah menghilang! Mata Tenten nyalang menatap Neji. Rasanya perempuan itu siap untuk mengubur si Gadis Hyuuga hidup-hidup.

Bolak-balik penglihatan Naruto terarah pada Neji dan Tenten. Yang wanita terlihat makin emosi, sementara yang pria terlihat menyembunyikan kepanikannya.

"Hyuuga Neji, sudah kubilang kalau aku sendiri yang akan membunuhnya kalau dia menyusahkan kita!" Kedua tangan Tenten disilangkan di depan dada.

"Aku akan mencarinya," sela Naruto lagi. Firasatnya mengatakan kalau Tenten memang tidak sedang bermain-main.

Tepat pada saat itu Hinata datang dengan membawa sebaskom besar air panas. Kelegaan sama sekali tak dapat disembunyikan pada wajah Neji dan Naruto saat sosok gadis itu muncul. Gadis itu meletakan baskom berisi air panas di dekat pintu, lalu mengatur napasnya yang cukup tersendat akibat terburu-buru.

"A-aku tadi menyiapkan air panas, kurasa Sakura-chan membutuhkannya."

Tenten membuang muka geram. "Apa ada di antara kalian yang memiliki pengalaman persalinan?"

Mereka semua yang berkumpul di lorong itu saling pandang satu sama lain. Tak ada yang bersuara, bahkan bunyi jarum jam pun bisa terdengar dengan sangat jelas. Detik demi detik berlalu, tapi belum ada yang mulai membuka suara.

"Aku hanya pernah menyaksikan video persalinan. Kurasa jelas itu tak membantu," jawab Ino memecah kesunyian.

"Ini bukan persalinan biasa, posisi bayinya sungsang."

Atmosfer di antara mereka semakin meresahkan. Persalinan biasa saja tak ada yang tahu seluk beluknya dengan pasti, apalagi persalinan dengan posisi sungsang.

"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"

Suara teriakan Sakura kembali terdengar. Jerit kesakitannya membuat mereka semakin bingung harus melakukan apa. Mau bagaimana lagi? Mereka semua awam untuk situasi seperti ini.

Tak terbayangkan di dalam sana kebingungan dan kepanikan Sasuke seperti apa. Sakura adalah istrinya, anak itu adalah anaknya. Sudah pasti selain Sakura dialah yang paling tersiksa.

oOo

Ini sudah cukup lama sejak pertama kali mereka menemukan Sakura dalam keadaan akan melahirkan. Beberapa kali mereka mengintip ke dalam kamar. Sakura terlihat semakin lelah, tenaganya cukup terkuras. Untung saja Sasuke sama sekali tak melepaskan genggaman tangannya pada wanita itu.

Tenten bersandar pada jendela, menarik napas berat. Sampai kapan situasi genting seperti ini akan terus berlanjut? Apa majikannya bisa bertahan?

Tenten yang sangat waspada menyadari kalau pintu belakang villa terbuka. Shit! Sejak kapan?

"Hinata, tadi saat memanaskan air di dapur apa kau merasakan ada pergerakan aneh di belakang?"

Hinata bepikir, agak lama, sebelum akhirnya dia menggeleng.

Hah, berarti ini masih baru, pikir Tenten.

Dia dan Neji saling bertukar pandang penuh arti. Jangan sampai ada yang mengetahui keberadaan mereka di tempat ini.

"Sai, Naruto, jaga wilayah atas. Tenten, kita jaga di bawah. Ino dan Hinata, masuk ke dalam kamar Sakura. Bantu Sasuke menjaganya di dalam," titah Neji lugas.

Tenten menyingkap jaket hitamnya, mengeluarkan dua buah pistol yang sejak tadi bersarang di pinggangnya. Gadis itu melemparkan salah satunya pada Neji. Mereka menuruni tangga dengan waspada. Mata mereka mengawasi sekeliling seperti macan. Tak ada satu pun titik yang luput dari pengawasan mereka.

Saat sampai di dapur, mereka mulai memeriksa. Tidak ada apa-apa kecuali panci besar berisi air mendidih.

Dapur, aman.

Ruang makan, aman.

Mereka berdua berpencar untuk mengawasi ruangan lain di lantai bawah. Kalau memang yang datang adalah musuh, maka tak akan ada ampun di sini. Bunuh. Hanya kata itu yang terlintas di benak mereka. Lebih tepatnya, itulah tekad mereka sekarang.

Mereka bertemu lagi di pintu yang berhadapan langsung dengan halaman belakang. Keduanya berdiri pada masing-masing sisi pintu. Pistol sudah siap, siapa saja yang melewati pintu itu pasti akan kehilangan nyawa.

Dari langkah kaki yang tertangkap indera pendengarannya, Tenten menebak kalau di luar sana ada dua orang yang semakin mendekat.

Di saat seperti ini, Neji ingin memuji ketenangan Tenten yang luar biasa. Jelas sekali kalau dia adalah pengawal terlatih yang memiliki banyak pengalaman. Fokusnya semakin tajam, dia melirik ke arah pintu sementara pikirannya sudah menyiapkan berbagai strategi.

Kenop pintu bergerak pelan, tanda orang di luar mencoba untuk masuk.

Masuklah, karena yang akan dijemput adalah maut.

Pintu mulai terbuka, celahnya perlahan mulai melebar. Tenten dan Neji sudah siap. Konsentrasi mereka semakin tinggi. Bahkan, tak sadar kalau napas mereka telah seirama. Saat pelatuk akan ditarik—

"STOP!"

Pintu terbuka dengan Senju Tsunade mengangkat kedua tangannya. Hatake Kakashi berdiri di belakangnya dengan pistol yang juga sudah siap ditembakkan.

"Sensei!?" tanya Tenten tak percaya, pistolnya buru-buru dia turunkan. Begitu pula dengan Neji dan Kakashi. "Anda bilang perlu waktu lama untuk ke sini?"

"Kau bertanya waktu tempuh dari rumah sakit ke tempat ini, ya, kujawab butuh waktu beberapa jam. Sebenarnya saat kau menelepon tadi kami sudah hampir sampai."

"Untung saja," seru Neji lega.

Tenten hanya membeliak tak percaya. Oh, ya ampun, wanita paruh baya itu masih bisa mengerjainya di saat seperti ini?

"Mari hentikan basa-basi ini, di mana kamar Sakura?" kata Tsunade sambil mengangkat kopernya yang tadi diletakan di lantai. "Bagaimana keadaan anak itu?" ucapnya sambil berjalan cepat. Mereka tak boleh membuang waktu barang sedetik pun.

"Ikut aku," jawab Neji spontan, dia lalu berbalik, berjalan cepat dengan diikuti Tsunade.

"Posisi bayinya sungsang, tadi aku melihat kaki bayi di jalan lahirnya," jawan Tenten menyusul langkah cepat Tsunade.

"Kaki atau bokongnya? Sudah bukaan ke berapa sekarang?" Saking cepatnya langkah dokter itu, dia sampai harus memegang pagar pembatas tangga beberapa kali agar tak jatuh.

"Aku tak begitu yakin," jawab Tenten ragu

"Astaga! Aku harus cepat mengambil langkah selanjutnya. Yang kau lihat itu kaki atau bokong si bayi?"

"Aku tak pernah menghadapi situasi seperti ini, Sensei. Bukaannya tadi belum begitu besar, tapi sudah ada sesuatu di sana. Yang jelas itu bukan kepala bayi."

Tsunade menarik napas panjang. Ya, dia cukup memahami posisi Tenten. Mereka jelas tak paham kondisi seperti ini. Untung saja instingnya pagi ini tepat. Dan untung saja dia mengambil keputusan benar dengan menghubungi Kakashi yang sedang berada di kota. Ini bukan kebetulan, ini semua pasti jalan Tuhan.

Tsunade akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan ibu dan bayinya.

oOo

"Sasuke, keluarlah!" perintah Tsunade saat mereka sudah memasuki kamar Sakura.

"Tidak! Aku mau menemaninya!" jawab pria itu tegas.

"Keluarlah, yang harus kaulakukan sekarang adalah menunggu di luar dan berdoa," timpal Tsunade tak acuh. Dia bahkan mendorong tubuh Sasuke untuk keluar. "Ada banyak hal yang akan kami lakukan di dalam, kurasa sebaiknya kau di luar saja. Ini bukan proses persalinan biasa."

"Karena itu, aku ingin memberinya kekuatan!"

"Percayalah padaku!"

Melihat istrinya yang meringis dan menampilkan wajah pedih, Sasuke akhirnya mengalah. Dia tak mau perdebatan ini semakin memperlama proses persalinan istrinya. Berdebat hanya akan membuang-buang waktu dan membuat Sakura bertambah menderita. Belum lagi posisi bayi mereka sungsang.

Baiklah, untuk saat ini mengalah pada perintah Tsunade adalah opsi terbaik.

oOo

"Aku butuh bantuan kalian bertiga."

Tenten terlihat ragu, dia tak terbiasa dengan kondisi ini. Membantu nyawa baru terlahir ke dunia bukanlah hal yang biasa dia lakukan. Menghabiskan nyawa oranglah yang menjadi rutinitasnya.

"Ada air panas?"

"A-ada, aku memanaskannya tadi. Di-di dapur juga masih ada," jawab Hinata cepat.

"Bagus, kau yang berambut gelap," perintahnya pada Hinata, "ambil air panas dan kain bersih." Dokter wanita itu membuka kopernya dan mulai mengeluarkan semua peralatannya. "Kau yang pirang—"

"Namaku Ino," sanggah gadis itu cepat.

"Ya, siapa pun kau. Bantu aku di sini."

Ino bergegas menghampiri ranjang sementara Tsunade mulai meraba perut Sakura untuk memastikan posisi bayi.

"Tenten, bantu Sakura menghilangkan keringat pada wajahnya!"

Mereka semua tak menunggu waktu lebih lama untuk melaksanakan perintah wanita itu. Dalam waktu singkat, semua sudah berada pada posisinya.

Napas Sakura semakin terengah-engah. Semakin lama jarak antara kontraksi yang dia rasakan semakin pendek.

"Sakura, kau masih kuat?"

Wanita itu mengangguk cepat. Sebenarnya, tenaga Sakura sudah cukup terkuras. Tapi, dia tak akan menyerah. Demi Sasuke, demi anak ini, dan demi dirinya sendiri. Dia akan terus berjuang. Beberapa kali dia harus menjerit dan meringis kesakitan, akan tetapi Sakura yakin kalau semua akan terbayar.

.

.

.

oOo

.

.

.

Sementar di luar, Sasuke seperti sudah siap membumihanguskan seluruh kota. Demi Tuhan, dia ingin berada di dalam! Terima kasih karena Tsunade datang tepat pada waktunya, tapi dia sama sekali tak senang dengan keputusan Tsunade untuk mengeluarkannya dari dalam kamar itu.

"Sudahlah, Teme, melahirkan kan proses sakral bagi para wanita. Biarlah mereka yang mengurus istrimu," gumam Naruto mencoba menenangkan. Andai saja mereka tidak dalam situasi begini, dia pasti sudah menertawai ekspresi sasuke habis-habisan.

Sasuke sendiri masih tetap berdiri sambil bersedekap di depan pintu kamar. Bahunya menegang, matanya tajam. Dia sama sekali tak terpengaruh dengan ucapan Naruto.

"Mungkin Tsunade-sensei tak ingin melihatmu pingsan karena ada banyak darah dan proses aneh di dalam sana."

Sasuke mendelik sinis. Neji menahan tawa. Naruto bahkan sampai menyikut perut sahabat pucatnya itu agar segera menutup mulut sebelum bom nuklir bernama Uchiha Sasuke meledak.

"Teme, Tsunade-sensei adalah generalis hebat. Dia sudah sangat berpengalaman."

Hening lagi. Aura Sasuke semakin mencekam.

"Aku akan berjaga bersama Hatake di bawah."

Orang waras seperti dirinya pasti akan memilih pergi. Dia tak mau terjebak dalam keadaan ini bersama Sasuke. Dia bukan Sai atau Naruto yang merupakan sahabat karib Sasuke. Dalam hati, Neji berdoa agar Sakura dan bayinya selamat. Bagaimanapun, Sakura pernah berada di dalam hatinya.

Sedangkan Sasuke, pikirannya masih tak lepas dari keadaan Sakura. Apa Sakura bisa melewati semua ini? Apa anaknya bisa lahir dengan selamat? Dia tak ingin kehilangan salah satu di antara mereka. Sasuke sudah mengorbankan banyak hal untuk Sakura dan bayi mereka.

oOo

Sakura menarik napas dalam. Wanita itu mengejan sesuai dengan perintah Tsunade. Persalinan ini sangat berat.

"Sekali lagi, Sakura!"

"Nggghhhh."

"Iya, begitu, bokong anakmu mulai keluar."

Hinata yang melihatnya sampai hampir pingsan. Entah kenapa, nyeri itu juga melanda tubuhnya. Tulang-tulangnya terasa ngilu.

"Kalau kau tak kuat berada di sana, kemarilah," panggil Tenten pada Hinata. "Bantu aku di sini. Biarkan Ino yang membantu Sensei mengeluarkan bayinya."

Hinata pun segera beranjak ke sisi Sakura, membantu Tenten mengusap keringat Sakura yang seolah tak ada habisnya.

"Sakura," panggil Tsunade.

Wanita itu menarik napas, tanda dia siap mendengarkan perintah sang dokter yang berikutnya.

"Mengejan lagi, aku akan mengeluarkan kaki anakmu, lalu badan sampai lehernya. Ini harus cepat. Kau bisa?"

Satu tarikan napas lagi dari Sakura. Bisa. Dia pasti bisa.

"Nggggghhhhh."

Ino yang sedang menyiapkan suntikan sesuai dengan yang diperintahkan Tsunade sampai meringis melihat cara dokter senior itu memutar tubuh si bayi. Beruntung pengalamannya yang sering membantu dokter UKS cukup berguna untuk melaksanakan petunjuk Tsunade-sensei sekarang.

Tsunade mengangkat kepalanya "Bagus, Sakura ... sekarang kita akan pelan-pelan mengeluarkan kepala bayimu dan semua akan selesai." Kemudian dia melihat Hinata, "Siapkan handuk bersih dan air panas tadi. Setelah bayi ini lahir, kita akan segera membersihkan tubuhnya."

Mereka semua menahan napas bersamaan. Tidak terasa mereka sudah sampai sejauh ini. Sembari mempersiapkan hal-hal yang diperintahkan Tsunade, Hinata melirik lagi pada sahabatnya yang sedang berjuang. Dia sama sekali tak menyangka kalau mereka akan sejauh ini. Pertama mengeluarkan bokong dan kaki bayi Sakura dengan perlahan dan sangat hati-hati, lalu mengeluarkan badan sampai lehernya yang harus dilakukan dengan cepat. Dan sekarang proses mengeluarkan kepala si bayi yang kembali harus dilakukan dengan pelan dan penuh kehati-hatian.

Detak jantung yang bertalu-talu mengiringi detik-detik usaha Tsunade yang mencoba mengeluarkan kepala Itachi dari jalan lahirnya.

Sudah mau mendekati akhir. Sebentar lagi. Tinggal sedikit lagi.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dan tangisan bayi itu akhirnya pecah. Tangisan kencangnya memenuhi seisi ruangan.

Isakan haru Sakura tak tertahankan lagi.

Tenten dengan sigap menahan tubuhnya yang sudah kehilangan banyak tenaga. "Anda berhasil, Anda hebat," bisik Tenten tulus.

Ino dan Hinata juga ikut menitikkan air mata karena sangat bahagia. Perjuangan berat ini telah membuahkan hasil.

"Ayo kita keluarkan plasentanya dan selesaikan semua," ucap Tsunade dengan mata berkaca-kaca.

Kelahiran sebuah nyawa ke dunia memang membawa rasa haru penuh syukur bagi siapa saja yang menantikannya. Perjuangan mereka selama berjam-jam ini tak sia-sia.

.

.

.

oOo

.

.

.

Saat tangisan kencang itu terdengar, Sasuke merasa semua tulang di tubuhnya seperti kehilangan sendi. Anaknya. Putranya telah lahir ke dunia. Sungguh, ini seperti mimpi.

"Selamat, Teme," ujar Naruto yang diiringi tepukan Sai pada bahu sang ayah muda.

Pria itu kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan selamat dari sahabatnya. Dia bahagia. Sudah pasti. Terlalu bahagia malah.

Tadinya Sasuke sempat pesimis, tapi kini semua rasa khawatirnya sirna. Dia adalah seorang ayah sekarang. Matanya mulai terasa lembab. Tidak, harga dirinya masih sukses membuatnya tak menangis bahagia di hadapan Naruto dan Sai.

"Aku sudah menunggu berjam-jam di sini. Kenapa mereka begitu lama?" tanya Sasuke tak sabaran sekaligus berusaha mengalihkan perhatian Naruto dan Sai darinya.

"Dasar tak sabaran, mereka pasti sedang membereskan banyak hal di dalam sana," cibir Naruto kesal.

Tsunade akhirnya membuka pintu setelah ketiga pria itu menunggu cukup lama di luar. "Kita perlu bicara empat mata, Sasuke."

oOo

Setelah kedua sahabat Sasuke serta ketiga gadis yang membantu persalinan tadi pergi barulah wanita itu menyampaikan maksudnya. Tak lama. Dia bahkan tak mau ke ruangan lain, bicara di depan kamar persalinan Sakura pun sudah cukup buatnya.

"Kau harus menunda balas dendammu."

Sasuke diam cukup lama. "Tak ada waktu lagi."

"Tidak. Aku tak mengizinkannya. Pemulihanmu pasca operasi belum optimal, istrimu baru saja melalui persalinan sulit. Kau harus menundanya."

Sasuke memalingkan mukanya. Mau ditunda sampai kapan? Semakin lama dia tak muncul, semakin merajalela orang-orang yang ingin menjatuhkannya. "Aku—"

"Dengarkan aku. Kau bukan Tuhan. Kau bukan manusia sempurna. Kau hanyalah manusia biasa. Tunggulah sampai kondisimu siap. Lagi pula, Sakura sangat membutuhkanmu sekarang. Persalinan ini sangat berat, aku khawatir akan ada dampak pada psikologisnya"

Sasuke memejamkan matanya. Tak ada yang salah dengan perkataan Tsunade. Tak ada. Hanya saja, Sasuke memang berat kalau harus lebih lama menunda rencananya.

"Kalau kami tak cepat, pasti kau sudah kehilangan mereka berdua sekarang. Jangan sampai karena keputusan gegabahmu, malah mereka yang balik kehilangan dirimu. Pikirkan lagi baik-baik."

"..."

"Sasuke, aku bicara sekarang bukan hanya sebagai seorang dokter, tapi juga sebagai orang yang peduli padamu."

Tsunade membiarkannya berpikir lagi. Tidak selamanya Sasuke akan terus selamat dari maut yang mengincarnya. Sasuke tak boleh salah dalam mengambil langkah. Meleset sedikit saja, maka semua akan kacau. Mungkin saja pendapat Neji memang benar, Sasuke belum siap. Fisiknya belum benar-benar fit dan sekarang Sakura sangat membutuhkannya. Tapi, kalau mengulur waktu lagi, apa keadaan akan baik-baik saja?

.

.

.

oOo

.

.

.

Tubuh Tenten masih belum behenti gemetar. Dia tak percaya kalau putra majikannya telah lahir dengan selamat. Mereka berhasil.

Bukan hanya Tenten, Ino pun masih memeluk Sai dengan gemetar karena shock bercampur takjub. Hinata dan Naruto sudah tak tahu lagi sedang berada di mana. Mungkin saja adik Neji itu juga mau menenangkan diri setelah melalui ketegangan tingkat tinggi seperti tadi.

Tenten duduk di tangga dengan kedua tangan yang masih saling bertautan. Dia berusaha untuk menghilangkan getar pada tubuhnya.

"Bagaimana rasanya?" Neji mengambil tempat di sebelah gadis itu.

"Apanya?"

"Membantu proses kelahiran bayi."

"Aneh, tak terdefinisikan."

Neji mendengus. "Mungkin kau akan tahu rasanya saat melahirkan anakmu sendiri."

Pria itu kembali tersenyum tipis karena ucapannya tadi mendapat delikan sinis.

"Ada sesuatu di dalam sini." Neji menunjuk dadanya sendiri. "Aku sama sekali tak sakit hati. Aku malah lega karena Sakura berhasil melahirkan anak pria brengsek itu."

Tenten tak mau menanggapi. Masalah asmara Hyuuga Neji sama sekali bukan urusannya. Benar, dia tak perlu memberi tanggapan.

Tiba-tiba saja Neji sudah merangkul bahu gadis itu. "Berhentilah gemetar, kau sudah berhasil."

Untuk kali ini, entah kenapa, tak ada keinginan untuk menghajar pria itu.

.

.

.

oOo

.

.

.

Sasuke tak dapat menahan senyum tulus saat menyaksikan pemandangan yang tersaji di hadapannya. Dia menutup pintu kamar dengan sangat pelan, seolah takut mengganggu kedua orang yang sangat disayanginya itu. Pakaian Sakura, sprei, selimut, semuanya sudah diganti dengan yang baru.

Sakura mendongakkan kepala, memandang penuh haru pada sang suami.

Sasuke mengambil tempat samping bayi mereka sehingga menempatkan bayi laki-laki itu tepat di tengah kedua orangtuanya.

"Terima kasih," ujarnya sambil mengelus rambut sang istri. "Kau sangat hebat. Kau luar biasa."

Sekali lagi, air mata Sakura mengalir karena begitu bahagia. "Anak kita akhirnya lahir. Aku takut sekali akan kehilangan dia tadi. Aku pikir Itachi kita tak sempat melihat dunia."

"Sssst ... bayi kita sudah selamat. Berhenti berpikiran negatif." Sasuke mengangkat tubuhnya sedikit untuk mengecup kening sang istri. Kalau bukan karena Sakura yang terus kuat, pasti saat ini sudah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kelahiran prematur dan posisi sungsang adalah kombinasi yang paling tak diinginkan siapa pun.

Sasuke mengelus pipi putra mungilnya. Anak yang telah dia nantikan selama ini akhirnya lahir ke dunia. Walaupun sudah melalui proses yang sangat sulit, semuanya kini berbuah manis. Masa depan anak ini harus dia lindungi. Apa pun akan Sasuke lakukan demi Sakura dan anak mereka.

Kembali dia berpikir mengenai nasihat Tsunade. Ah, saham grup perusahaan masih mayoritas miliknya. Dia hanya menghilang sesaat. Memang sangat berat untuk memilih. Tapi, sepertinya mundur sebentar tak ada salahnya. Biarkan dahulu musuhnya bersenang-senang.

.

.

.

.

.

Tbc

A/N:

Yah, ada insiden yang ngebuat fict ini update-nya lebih lama dari rencana. Sorry singkat, sekali lagi insiden yang saya sebut tadi bikin kacau segalanya.

Anak sasusaku tetap saya bikin cowok karena itu plot saya sejak awal. Duh, sempat galau juga mau tetap make itachi cilik atau sarada. Tapi, rasanya berat untuk mengkhianati plot yang sudah saya bikin sejak awal. Jadinya saya mutusin tetap bikin anak SS tuh laki-laki.

Ngomong-ngomong, saya shock sendiri lihat jumlah review, fave, dan follow untuk fict ini. Saya jadi berencana untuk mengedit semua chapter di TR biar sesuai sama jumlah respon yang didapat. Habisnya, fict ini masih punya banyak kekurangan tapi respon yang didapat di luar dugaan #nangis cuma edit typo dan misstypo (kalau yang satu ini semoga bisa deh) sama perbaikan teknis lain yang ga akan mengubah alur cerita sedikit pun. ya, maklumlah, fanfict yang pertama dibuat TT

Walau telat, Happy SasuSaku Fanday. Aih, masih ga percaya kalau pair kesayangan ini udah canon :D

Btw, kasih tau aja kalau nemu typo atau misstypo di chapter ini

Thx, saya tunggu tanggapannya ya ;)