Disclaimer : JK Rowling only.

A/N : Snape Age's 30, Rossane 19. NO VOLDEMORT! But, Riddle as a professor.

Date settings : Agust, 20, 1997

...


Rovine PoV

Suatu sore yang tak pernah ingin kualami. ini adalah tahun terakhirku di Hogwarts. Aku sangat sedih, dan tak pernah ingin hal ini terjadi. aku mungkin takkan langsung pulang kerumah. Mengambil beberapa ratus Galleon peninggalan nenek dan kakekku, lalu berkeliling ketempat yang aku inginkan. aku –Rovine Blade 19 tahun tidak akan pulang kerumah ku yang lebih pantas disebut neraka itu. Oh iya, tentu saja ini karena tahun terkhirku di Hogwarts, jadi aku punya alasan kenapa aku tidak ingin cepat-cepat pulang. Jelas saja, orang tuaku lebih menyayangi adikku dari pada aku. Mereka tak pernah menganggapku ada , bahkan saat aku pulang saja tak ada penyambutan ataupun wajah bahagia dari mereka. Yang kulihat dan yang kurasakan, mereka seperti tidak senang jika aku pulang, dan akan menyuruh-nyuruhku seperti peri rumah. mereka memang Muggle yang tak pernah menginginkan penyihir. Hogwarts adalah rumahku, aku bahagia berada disini, ada teman-temanku dan ada Profesor yang paling aku cintai disini. Aku sudah jatuh cinta pada beliau sejak tahun ke empatku.


-Flashback-

Saat itu, berawal dari pelajaran ramuan yang dimana saat itu kami diperintahkan untuk membuat ramuan Hidup Bagai Mati, aku membuat nya secara sempurna, tetapi sebuah kejadian tidak terduga hampir merenggut nyawaku saat itu.

Teman sekelasku, Hugo Rove, tidak sengaja menumpahkan kuali yang didalamnya ada ramuan yang hanya setetes saja bisa membunuh 10 orang dalam hitungan jam. Ramuan itu tumpah dan mengenai lenganku yang tidak jauh dari kuali Hugo saat itu. Aku meraunng kesakitan. Ramuan itu tak hanya panas, tetapi juga mematikan. Saat itu aku pingsan dan Profesor Snape dengan sigap membawaku ke Hospital Wings untuk memberikan perawatan lebih lanjut. Betapa kagetnya Profesor Snape dan Madam Pomfrey saat melihat kondisiku yang sekarat itu. Madam Pofrey segera berlari menuju lemari obat didekat mejanya itu, tetapi lagi-lagi ada kesialan yang hampir membuatku mati. Ramuan penawar itu habis! Walaupun ada, itu masih setengah jadi. Itupun juga harus menunggu sampai 3 hari lagi, dan aku takkan bisa bertahan sampai ramuan itu jadi.

Saat itu, hanya ada satu-satunya cara, yaitu diembuhkan secara manual. Dan Profesor Snape bersedia melakukannya untukku. Profesor Snape memegang tangan kanan ku sambil merapalkan sebuah mantra untuk mengobatiku. Profesor Snape memegang tanganku bukan tanpa maksud, tetapi agar kontak antara aku dan Profesor Snape tidak terputus. Ya, bisa dibilang jika Profesor Snape menyelamatkan ku melalui diriku sendiri. ia memberi dorongan kekuatan untuk membuatku melawan efek samping ramuan itu.

Berjam-jam Profesor melakukan itu, dan usahanya tidak sia-sia. Aku terbangun dan memuntahkan sebuah cairan hitam kental seperti darah yang tak lain adalah racun dari ramuan itu. Profesor Snape masih memegang tanganku dan merapalkan mantra itu, sampai ember untuk muntahan ku tadi penuh. Aku merasa hidup kembali saat itu.

Profesor Snape, masih memegang tanganku. Dan merapal mantra yang lain, entah untuk apa. Yang jelas, aku merasa sehat sekali saat itu.

Aku memandang Profesor Snape tanpa berkedip dari pembaringanku. Aku merasa-

Hangat...

Nyaman...

Dan Aman..

Selain itu, aku merasa jantungku berdebar keras tak menentu, awalnya ku kira itu adalah efek dari mantra yang dirapalkan Profesor Snape tadi. Tapi ternyata tidak. Ini adalah pertama kalinya aku memandang Profesor Snape sedekat ini. Aku bisa memandang wajahnya sedekat ini. Kurasa Profesor Snape memang...

Tampan..

"Ada apa memandangiku selekat itu, Mrs Blade?" Suara dingin itu tiba-tiba muncul dan menghancurkan Fantasi ku yang baru saja kurasakan beberapa menit yang lalu.

"Umm, Nothing, Sir. I just wanna say, Thank you very much, Sir. I'm so Thanked to you." Ucapku sambil memandang mata hitam itu lekat-lekat dan tersenyum tentunya.

"Sudah kewajibanku untuk menolong siswaku yang terkena kecelakaan kerja, Mrs Blade." Tukasnya dingin dan masih dengan wajah tanpa ekspresi. Tetapi aku tetap saja menganggap itu sebagai hutang nyawa. Selain itu, dia adalah cinta pertamaku.

"Sekarang istirahatlah, Mrs Blade. Poppy akan memberimu ramuan. Dan aku akan keruangan kepala sekolah."

"baik, Sir. Thank you very much about all this." Jawabku yang tak henti-hentinya mengucap terima kasih kepada Profesor Snape. Dia hanya mengangguk lalu berlalu, jubahnya melambai.

"Profesor?"

Dia berhenti dan membalikkan badannya, memandangku tajam.

"Semoga hari anda menyenangkan." Entah dari mana aku memiliki keberanian seperti itu untuk mengatakan hal tersebut kepada seorang guru yang dijuluki Kelelawar-Bengkok itu.

Profesor Snape hanya mengangguk, tetapi aku bersumpah jika matanya memancarkan kilasan seperti,, tersenyum mungkin?

-End of Flashback-


Ya, tentu saja aku selalu berharap jika Profesor Snape akan mencintaiku juga. Ah, sepertinya tidak mungkin. Mana mungkin dia mau dengan aku yang semuda ini? Hahaha. Aku juga tak berharap banyak.

Kurasa aku harus turun ke Aula untuk makan malam, dan mengucapkan perpisahan kepada teman-temanku yang akan pulang hari ini. Aku akan pulang minggu depan. Sekaligus menemui Profesor Snape ku itu.

Tristan Gogh adalah sahabat laki-laki ku dan satu-satunya orang yang tau perasaanku dengan Profesor Snape. Awalnya dia juga kaget saat ku beritahu, tapi ia akhirnya percaya dengan melihat sendiri tingkahku yang begitu kikuk saat didepan Profesor Snape.

Hm, mengenai NEWT, aku akan mengambil Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam dan Ramuan. Entah kenapa aku mencintai dua pelajaran itu. Karena aku juga ingin berniat untuk melamar kerja di Hogwarts saja. Aku begitu mencintai Hogwarts.


3 Days Later.

Normal PoV

Rovine saat itu datang keruangan bawah tanah untuk bertanya suatu hal kepada Severus. Hal itu sudah mengganggunya beberapa hari ini.

Tok..tok...tok..

"Masuk." Jawabnya dari belakang pintu tebal nan berat itu. Tanpa banyak tanya lagi, ia masuk dan menutup pintu itu kembali. Ia tak langsung duduk, tetapi aku menunggu dipersilakan duduk.

"Silakan duduk, Mrs Blade. Ada perlu apa kau kemari saat liburan? Dan, bukankah kudengar kau memiliki nilai tertinggi di Hogwarts, terutama PTIH dan.. Ramuan..?" tanya nya beruntun.

Rovine begitu gugup harus berkata apa. Ia benar-benar gugup. Nafas nya tersenggal-senggal dan jantungnya berdebar cepat. "ehm, aku ingin bertanya sesuatu, Sir."

"Ask away" jawbnya dingin.

"Apakah anda mengenal mantra kutukan.. em, Sectum, Sectumsempra dan Levicorpus?" Tanya Rovine.

"Darimana kau tau mantra itu?" Jawabnya seperti kaget, tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Entahlah, Sir. Saya mengetahuinya dari sebuah buku milik 'Half-Blood Prince' yang saya temukan diruang kebutuhan. Ini buku nya, Sir." Ucap Rovine sambil menyerahkan buku itu.

"Aah, aku sudah mencari bukuku yang hilang ini selama puluhan. Kau bilang kau menemukannya di Ruang Kebutuhan?" tanya Severus lagi, sambil membalik halaman-halaman buku itu. Ia sepertinya merindukan buku itu.

"App..Apaa? itu, milik Anda, Sir?" Rovine bertanya kaget. Bagaimana bisa dia adalah The Half-Blood Prince? bantinnya

"Prince adalah nama belakang ibuku, Mrs Blade. Kau mau minum apa?" Severus menjawab apa yang barusan dipikirkan oleh Rovine. Dan masih membolak-balik buku itu.

"Oh, Eh, bisakah aku meminta FireWhiskey, Sir?" Sebenarnya Rovine tak berani meminta minuman beralkohol tinggi itu kepada Snape. Tapi ia nekat.

"Firewhiskey? Kau yakin?" Severus melonjak kaget melihat ada murid yang berani meminta Fire whiskey kepadanya. Tapi, tak apalah. Severus mengabulkannya, lagipula ia sudah resmi lulus tahun ini, apa salahnya menurutinya sekali. Pikirnya.

"ya, sir." Rovine mengangguk.

Severus berdiri meninggalkan Rovine untuk mengambil sebotol fire whiskey dan dua buah gelas untuk Rovine dan dirinya. Ia menuangkan setengah gelas firewhiskey kedalam gelas-gelas kaca itu. Dan memberikannya kepada Rovine.

"Ini." Ucapnya dingin sambil memberikan gelas yang berisi wiski api itu. Rovine menerima dan meminumnya tanpa ragu. Ia merasakan sebuah emosi yang membara berapi-api dan mabuk pastinya. Mungkin ini sebabnya dinamakan wiski api.

"Sir, kau tau apa yang kurasakan selama ini?" Tanyanya yang masih memegang gelas kosong itu.

Severus hanya diam, mengangkat satu alis tebalnya itu, pertanda menunggu perkataan berikutnya. Sepertinya, Severus juga sudah mulai terpengaruh firewhiskey itu. Dia sudah mulai agak mabuk. Tapi setidaknya ia masih bisa mengendalikan pikirannya.

"Sejak kau menyelamatkan nyawaku di tahun keempat, aku merasakan sesuatu yang berbeda saat aku berada dekat denganmu. Sesuatu yang tak pernah kurasakan, jantungku bergetar hebat saat aku berada didekatmu. Aku tak pernah berani menatap matamu, aku selalu sedih saat kau jauh dariku. Setiap malam aku selalu memikirkanmu, berharap jika suatu saat aku akan bisa memilikimu dan berharap jika kau juga menginginkanku. Aku juga merasa sangat sedih sekali sekarang, aku akan meninggalkan Hogwarts, dan tak bisa melihatmu lagi dan takkan bisa sedekat ini denganmu. Aku akan selalu merindukanmu." Rovine bicaranya mulai ngelantur. Sepertinya ia mengatakan itu dari dalam hati yang terdalam. Ia sepertinya juga tidak mabuk. Tapi, bagaimana ia senekat ini?

"Dengar Mrs Blade, aku tau kau bicara seperti ini karena pengaruh wiski itu." Severus sebenarnya juga kaget dengan apa yang baru saja ia dengar. Ini adalah kali pertama seseorang takut kehilangan dan tak mau jauh dari seorang Pelahap maut seperti dirinya. Semua orang pasti akan berpikir dua kali untuk hal itu.

"Tidak, aku masih sepenuhnya sadar, Profesor." Rovine membenarkan perkataan Severus tadi.

"Lalu, atas dasar apa kau mengatakan hal itu, Mrs Blade?" tanya Severus. Ia sudah mulai tak bisa mengendalikan pikirannya lagi. Dia mabuk! Seorang Severus Snape mabuk didepan muridnya.

"Aku, Aku, Aku Mencintaimu Profesor." Rovine mengatakannya spontan. Tangannya sudah memegang tangan Profesor Snape. Mereka saling memandang satu sama lain tanpa berkedip. Hingga akhirnya, mereka berciuman. Dan Severus menggendong Rovine menuju kamar pribadinya. Dan yah, Author tak bisa menceritakan ini lebih lanjut, dikarenakan tidak mau merubah rating T menjadi M.

Rovine bangun pagi itu, ia tak menyangka jika hari ini adalah hari yang tak pernah dia inginkan. Ia mencintai Severus, tapi tidak dengan cara seperti ini. Sementra ia membenahi pakaiannya, Rovine melihat seorang pria yang duduk membelakangi Rovine. Menatap jauh sekali.

"Maafkan aku, Rovine. Aku... perkataannya terhenti dan tak sanggup melanjutkan perkataannya.

"It's Ok, Sir. Ini bukan kesalahan anda." Rovine menjawabnya dengan wajah tersenyum, akan tetapi ia sedang menangis didalam hatinya.

"Aku, Aku akan bertanggung jawab, Rovine. Ini kesalahanku. Aku telah menodaimu, bagaimanapun, aku akan tetap bertanggung jawab dengan menikahimu." Severus terharu. Ini adalah kesalahan terbesarnya setelah membuat Lily terbunuh.

"Sir, aku ingin menjadi milik anda karena kesalahan ini. Aku ingin menjadi milik anda karena anda menginginkan saya juga." Rovine memeluk Profesornya untuk yang terakhir. Lalu ia kembali ke asrama dan meninggalkan Hogwarts.


A/N : And Yeah.. Here i am. ini fanfiction pertama saya dan sekaligus multichapter pertama saya. sangat sulit membuat chapter pertama ini, saya maksa deh jadinya. #plak saya mohon maaf jika ada kekurangan. jadi berkenankan Review untuk saya sekaligus membantu saya?