Embracing The Sky
.
.
Warning : Contain Gore,OOC,Bahasa acak-acak, Gak jelas, Dark Theme
Rating : T+/M
Disclaimer : Katekyoshi Hitman Reborn copyright by © Amano Akira
.
.
Orange Lily
-Lies, Fake, Right and Wrong-
(-Kebohongan, Kepalsuan, Kebenaran dan kesalahan-)
.
.
Though i always made it my pratice to be pleasant to everybody.
I have not actually experienced friendship.
I have only the most painful recollection of my various acquintances with the exception of such companions in pleasure as Horiki.
I Have frantically played the clown in order to disentangle myself from these painful relationship, Only to wear myself out as a result
-Ningen shikkaku/ Failed as human being-
.
.
Takeshi mulai sadar dia berbeda dari manusia 'Normal' sejak ibunya, Yamamoto Nashiko, meninggal dunia saat dia masih berusia 8 tahun. Saat itu dia hanya bisa diam dan melihat ayahnya, Yamamoto Tsuyoshi menangis tanpa suara di depan altar istrinya tercintanya.
Dia masih ingat saat itu Tsuyoshi menoleh ke arahnya dan tersenyum. Takeshi ingat senyuman itu terlihat sangat aneh, tidak seperti senyuman yang biasanya Takeshi lihat saat mereka berdua bersama. Dia meraih ke arah Takeshi dan memeluknya erat. Lalu dengan suara yang lembut dan pelan dia berkata.
"Kau sungguh anak yang baik. Tapi kau tidak perlu menahan air matamu. Kau boleh menangis saat sedih seperti ini. Aku menyayangimu Takeshi"
Tangannya yang dingin dan memeluk Takeshi, Mata yang berwarna merah karena terlalu lama menangis,Wajahnya yang lelah dan letih dan badannya yang gemetar karena menahan sakit di hati membuat Takeshi bingung.
Kenapa dia tidak merasakan apapun?
Hal itu membuat Takeshi bingung dan ketakutan. Dia melihat ke arah sekelilingnya, Matanya yang berwarna cokelat kwarsa menangkap segelintir orang berbaju hitam menangis akan kepergian Yamamoto Nashiko.
Namun Takeshi sama sekali tidak mengerti kenapa mereka menangis.
Tapi bila seseorang mengetahui apa yang dia rasakan akan sangat merepotkan. Karena itu dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengkhianati keyakinan Tsuyoshi. Itu adalah pertama kalinya dia menggunakan topeng di wajahnya.
"Aku juga menyayangimu ayah"
Setelah semua selesai, Takeshi segera mengunjungi kamar mandi dan mencuci wajahnya di wastafel putih. Dia menggosok wajahnya berkali-kali terutama bagian mulutnya. Entah mengapa dia merasa mual saat melihat wajahnya yang memantul di depan cermin.
Dia masih bisa mendengar seluruh manusia di dalam ruangan berbicara.
'Kasihan sekali anak itu. Dia masih sangat kecil'
'Lihat dia tidak menangis. Pasti dia masih belum mengerti apa artinya kematian'
'Sekarang Tsuyoshi harus mengurusinya sendirian'
'Anak yang malang'
Takeshi bisa merasakan rasa panas di kedua telinga dan pipinya. Tentu saja dia mengerti arti kata kematian, Dia tidak sebodoh itu. Takeshi merasa malu dan ketakutan karena dia tidak merasakan apapun, hatinya tetap tenang seperti sungai tanpa percikan emosi sedikitpun. Dia menggosok mukanya semakin keras.
Saat tidak sengaja dia melukai bibirnya yang mungil dan merah, Takeshi menghentikan kedua tangannya yang ingin menggosok mukanya dengan lebih keras. Darah menetes dari pinggir bibirnya yang kecil namun tidak ia hiraukan.
Lagi-lagi dia melihat pantulannya dari balik cermin. Tenggorokannya terasa terbakar, Matanya terasa berat dan Badannya gemetar. Di depannya dia melihat dirinya sendiri dengan air yang menetes dari wajahnya dan darah yang mengalir dari bibirnya.
Di depannya dia melihat 'Monster'.
.
.
.
Suatu ketika saat dia berusia 9 tahun, Kelinci yang mereka pelihara dalam kelas meninggal dengan cara yang tragis. Kepalanya meledak karena kembang api yang di nyalakan secara paksa ke dalam mulut kelinci itu. Sampai sekarang tidak ada yang tahu siapa yang melakukan perbuatan keji itu.
Takeshi masih bisa mengingatnya dengan jelas. Darah segar berwarna merah segar yang mengalir dari dalam kepala kelinci yang sudah tidak terbentuk lagi mewarnai lantai putih ruangan itu. Daging berwarna merah muda yang tersebar begitu saja dan bau busuk yang memabukan hidung mengisi udara di kelas.
Saat semua orang menangis dan sedih. Takeshi hanya bisa berdiri dan terdiam melihat mereka dari pojokan kelas. Dia merasa gelisah dan risau karena hal itu. Karena Dirinya sama sekali tidak merasa sedih saat melihat kelinci itu meninggal sama seperti saat Yamamoto Nashiko,ibunya sendiri meninggal dunia.
Kenapa mereka semua menangis? Dia sama sekali tidak mengerti.
Kenapa dia tidak menangis? Dia juga tidak mengerti hal itu.
Wajahnya begitu kaku dan dingin. Dia tidak dapat menangis dan mengeluarkan air matanya. Bagaimana jika mereka tahu bahwa Takeshi sama sekali tidak merasa sedih dan kehilangan atas kematian kelinci itu? Bahwa semua yang dia lakukan selama ini adalah kepalsuan? Apa yang mereka akan lakukan kepadanya?
.
.
.
Kali ini mereka tersenyum dan memegang perut mereka karena terlalu banyak tertawa. Apa yang mereka anggap lucu?Takeshi tidak mengerti. Dia benar-benar tidak mengerti Tapi jika dia tidak tertawa mereka akan mengetahui apa yang Takeshi pikirkan dan akan mengucilkannya.
TERTAWA HARUS TERTAWA MENANGIS
HARUS MENANGIS TERTAWA MENANGIS LAGI
TERTAWA LAGI TIDAK BOLEH MENANGIS HARUS TERTAWA LAGI
LALU TERTAWA MENANGIS TIDAK BOLEH TERTAWA
TertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTertawaT ertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTe rtawa TertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTertawaTertawa.
MenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangis MenangisMenangisMenangisMenangisMenangisMenangis.
Sesuatu yang sangat sederhana namun Takeshi tidak men gerti.
Dia aneh.
Dia adalah 'ABNORMAL'.
Seperti domba yang terlahir dengan bulu yang hitam. Domba yang hidup terisolasi di antara domba berbulu putih. Tanpa bisa merasakan apa yang mereka rasakan, Tanpa bisa benafas dengan cara yang mereka lakukan.
Seluruh perasaan mereka yang terasa asing di hatinya. Simpati, kehilangan dan Cinta adalah hal yang tidak pernah ia rasakan. Karena itu ia tidak mempunyai pilihan lain. Dia menyembunyikan bulu hitamnya dan menyamar menjadi mereka.
Jika mereka tahu bahwa ia sebenarnya adalah domba berbulu hitam, mereka tidak akan segan-segan untuk mengusirnya dan menginjak-injaknya. Untuk mengatakannya bahwa dia adalah makhluk aneh. Bahwa dia bukanlah mereka, Bahwa dia adalah monster tidak berhati.
Dia sendirian di dunia hitam ini tanpa ada yang mengerti dirinya sama seperti dia tidak mengerti mereka semua. Dia berdiri dengan topeng putih yang terpasang erat di wajahnya agar mereka bisa menerimanya.
Karena itu ia memohon agar tidak ada yang dapat melihatnya di balik topeng.
Agar tidak ada yang mengetahui bahwa dia monster yang tidak bisa mengerti hati manusia. Bahwa dia adalah monster yang tidak memiliki hati.
Jadi dia bisa hidup sebagai orang 'normal' di mata mereka. Jadi dia bisa berpura-pura menjadi manusia bodoh, periang dan tidak mengerti apa-apa. Jadi mereka bisa menerimanya.
Dan dia menggunakan topengnya sekarang.
Berpura-pura menjadi badut di mata mereka.
.
.
.
Terimakasih untuk usaha kerasnya karena sekarang untuk sebagian besar dia bisa berpura-pura menjadi manusia yang 'Normal'.Menjadi manusia yang sama dengan mereka. Dia berpura-pura bahwa dirinya bukanlah monster tidak berhati.
Orang di sekitarnya berkata bahwa dia adalah teman yang baik dan ceria. Bahwa dia memiliki senyuman hangat yang indah. Bahwa dia memiliki hati sehangat matahari. Bahwa dia memiliki cara tertawa seperi bunyi lonceng yang merdu.
Dan bahwa dia memiliki hati yang indah.
Dia hanya tersenyum saat mereka mengatakan hal itu namun hatinya sakit. Saat mereka mengatakan bahwa dia memiliki hati rasanya ia ingin muntah. Hatinya seperti tertusuk oleh ribuan jarum tajam, Perutnya seperti terisi oleh kupu-kupu.
Dia berhasil membohongi mereka dengan menggunakan topeng.
Namun mengapa dia tidak merasa puas ataupun bahagia?
Yang ada hanya kesedihan dan kesendirian.
.
.
Suatu ketika seorang gadis manis dengan rambut panjang sebahu menemuinya dengan surat di tangan. Dia berkata dengan suaranya yang masih kekaanak-kanakan
"Aku selalu memperhatikanmu. Aku menyukaimu"
Takeshi merasa senang saat dia mengatakan hal itu. Dia seperti mabuk dengan kebahagiaan karena ada orang yang mau menerimanya. Seseorang yang mau menerima segala kekurangannya. Lalu Takeshi bertanya kepada perempuan itu kenapa dia menyukai dirinya. Perempuan itu menjawab dengan malu-malu
"Aku menyukai hatimu yang indah"
Saat itu segala kegembiraan yang berada di hati Takeshi hancur seperti gelas kaca bening yang jatuh ke tanah. Namun Takeshi tidak memperdulikan hal itu semua, Dia hanya tersenyum kepada perempuan itu dan mengangguk pelan.
.
.
Cinta dapat mengubah seseorang
Itu adalah kata yang Ibunya selalu katakan kepada Takeshi sebelum tidur. Dia ingat ibunya sering bercerita tentang seorang pembunuh berdarah dingin dan sasarannya, Seorang putri dari mafia boss saingannya yang jatuh cinta satu sama lain.
Takeshi selalu senang mendengarkannya bercerita tentang hal itu. Mata cokelat yang Takeshi selalu kagumi bersinar di bawah cahaya bulan. Rambutnya yang berwarna hitam dan panjang seperti kayu Eboni digerai lepas. Bibirnya selalu tersenyum bahagia saat menceritakan kisah itu.
Dia menceritakan bagaimana mereka bertemu sebagai musuh, Mencoba membunuh satu sama lain. Mencoba untuk menghabisi nyawa satu sama lain. Namun di dunia yang hitam itu mereka mengerti satu sama lain lebih baik dari siapapun.
Mereka tahu apa yang akan musuhnya lakukan. Mereka tahu langkah apa yang akan musuhnya berikan. Mereka bertarung seperti menari dengan pedang mereka hingga suatu saat mereka berkata sudah cukup. Mereka sudah muak dengan dunia hitam ini.
Mereka kabur bersama-sama ke dunia yang lebih terang dari dunia mereka. Mereka terpukau akan keindahan dunia itu dan menjalani kehidupan mereka. Akhirnya mereka berdua menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki sehat dan baik hati.
Setelah Nashiko selesai menceritakan cerita sebelum tidur itu, Tsuyoshi akan selalu mengatakan bahwa Nashiko seperti Malaikat dan mencium keningnya dengan penuh cinta.
Karena itu Takeshi mencoba memberikan perempuan itu kesempatan untuk mengubah dirinya. Dia berharap walaupun perempuan itu hanya bisa melihat topengnya, Dia bisa merubah diri Takeshi menjadi manusia 'Normal'.
Itulah satu-satunya harapan Takeshi.
Menjadi manusia Normal.
Takeshi berusaha menjadi yang terbaik untuk perempuan itu. Dia selalu mengalah saat mereka bertengkar, Selalu tersenyum jika ada masalah dan selalu tertawa dan mengatakan itu tidak apa-apa setiap kali perempuan itu berbuat salah. Takeshi ingin perempuan itu menjadi dunianya karena itu dia memperlakukan perempuan itu layaknya seorang putri. Takeshi ingat perempuan itu pernah memberitahunya bahwa dia menyukai olahraga baseball.
Di dorong ke inginan untuk menjadi yang terbaik, Takeshi mulai bermain baseball. Siapa sangka ternyata dia mempunyai bakat dalam permainan itu dan senyuman di bibir perempuan itu membuat Takeshi merasa tenang karena apa yang dia lakukan adalah benar. Apa yang dia lakukan adalah 'Normal'.
Semua itu berjalan dengan baik selama beberapa bulan. Dia selalu menjadi pacar lelaki yang sempurna di mata para wanita. Namun suatu saat perempuan itu mengajaknya ke taman tanpa senyuman yang biasa dia pasang di wajahnya. Perempuan itu berkata
"Lebih baik kita berpisah. Kau terlalu baik untukku"
Takeshi tidak mengerti kenapa perempuan itu ingin mengakhiri hubungan mereka. Bukankah dia sudah menjadi kekasih yang sempurna? Dia tidak pernah marah dan menaikan suaranya ke pada perempuan itu. Dia selalu berusaha menjadi yang terbaik dan selalu tersenyum.
Tapi kenapa?
Kenapa?
Perempuan itu berkata lagi. Namun kali ini ada tetesan dari air matanya. Kepalanya terasa berat bila memikirkan ternyata seluruh perbuatannya telah menyakiti perempuan baik yang ingin menolongnya menjadi manusia 'Normal'.
"Bukankah sudah kubilang? Kau terlalu baik untukku. Selama kita berpacaran kau tidak pernah marah dan selalu memberlakukanku dengan lembut dan baik. Namun kau tidak pernah tersenyum kepadaku. Kau tidak pernah tersenyum dan menatapku seolah-olah aku adalah duniamu, Kau selalu menatapku dengan tatapan kosong"
Takeshi tidak dapat membantahnya. Memang benar kata orang intuisi seorang wanita sangat tajam. Bahkan perempuan itu hampir dapat melihat apa yang berada topengnya. Karena itu Takeshi hanya mengangguk dan tersenyum ke arah wanita itu seperti biasanya dan mendoakan yang terbaik untuknya.
Saat wanita tersebut pergi Takeshi tahu dia adalah benar-benar seorang monster. Dia bahkan tidak merasakan rasa sakit sedikitpun di hatinya yang ada hanyalah rasa marah pada dirinya yang tidak dapat merasakan apapun.
Dia adalah Monster.
.
.
Dua bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Takeshi masih sama seperti dirinya di masa lalu, Seperti boneka yang tidak memiliki hati dan jiwa. Kadang dia sengaja pulang sedikit larut untuk melihat perempuan itu dan betapa leganya saat dia melihat perempuan itu tertawa bersama teman-temannya. Dia lega melihat bahwa dia tidak merusak hidup seseorang karena kebodohannya.
Seharusnya dia tahu bahwa dirinya tidak akan pernah hidup normal, seharusnya dia tahu bahwa dirinya adalah monster.
Takeshi menggunakan topi baseball hitamnya dan seragam berwarna biru tua dengan namanya yang di jahit di belakakang. Walaupun mereka sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa Takeshi tetap bermain baseball. Mungkin itu karena perasaan bersalah dan ingin menghukum dirinya dengan mengingat perempuan itu setiap kali dia memukul atau melempar bola atau karena sekarang baseball adalah 'Kenormalan' untuknya, Takeshi sendiri juga tidak tahu.
1 tahun telah berlalu.
Kali ini Takeshi menjadi seorang pemain kunci di dalam clubnya. Dia di kenal sebagai pitcher yang handal dalam melempar bola dan bahkan ada kabar yang mengatakan bahwa seorang pemain terkenal sudah menaruh matanya kepada Takeshi. Dia memiliki banyak penggemar dan juga teman tapi Takeshi tahu di balik itu semua dia tetap Seorang 'Monster'.
Obsesinya dengan baseball adalah obsesi dirinya untuk 'Normal'. Baseball telah menjadi topeng baru untuknya. Topeng yang di beri nama 'Kenormalan'.
Namun di balik topengnya dia tahu dia sendirian. dia tidak benar-benar memiliki teman. Mereka hanya ingin menggunakan Takeshi untuk nama mereka sendiri, untuk diri mereka sendiri, untuk kebahagiaan mereka sendiri.
Kadang Takeshi merasa jijik dan muak dengan mereka terutama dengan dirinya sendiri. Kenapa dia harus menggunakan topeng? Kenapa dia tidak bisa menjadi Normal? Kenapa dia menjadi orang yang dia benci? Kenapa dia tidak bisa melepas topeng putih yang ia pakai? Bukankah dia membenci mereka yang menggunakan topeng dan berpura-pura menjadi temannya? Lalu kenapa dia tetap menggunakan topeng?
Bukankah itu artinya dia lebih rendah dari mereka?
.
.
.
Suatu ketika dia bermimpi
Bermimpi hal yang selalu impikan.
Impian yang ia selalu ia inginkan dari dulu.
Takeshi sudah lama menyerah menjadi manusia 'Normal' namun mimpi itu membangkitkan harapannya kembali.
Di balik dedaunan yang ridang, Di sedang duduk di sebuah kain tipis yang berwarna putih dengan motif kotak-kotak merah. Di mimpi itu dia tidak sendirian seperti mimpi-mimpi lainnya, dimana dia sendirian dan menangis si ruang yang gelap dengan topeng berwarna putih yang tersenyum berada di wajahnya.
Kali ini dia di kelilingi oleh orang-orang yang tersenyum ke arahnya. Dia dapat tertawa dengan mereka dan merasakan kehangatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dia tahu dirinya di mimpi itu masih belum dapat merasakan perasaan seperti orang-orang normal lainnya hanya saja yang membuatnya bahagia adalah dia mendapatkan alasan untuk hidup. Alasan dirinya untuk bernafas dan memulai harinya.
Takeshi menoleh ke belakang dan melihat seorang pria tersenyum. Pria itu memiliki rambut berwarna cokelat yang hangat. Awalnya dia hanya melihat mereka namun ketika dia melihat ke arah Takeshi, Bibirnya tersenyum kecil dan mengulurkan tangannya ke arah Takeshi. Seolah-olah mengetaui apa yang Takeshi pikirkan.
Seorang pria dengan rambut silver dengan rokok di mulutnya mendorong Takeshi dari belakang, Menyuruhnya untuk maju dan menghampiri pria itu. Dengan perlahan Takeshi berjalan ke arah pria itu dan berlutut dengan senyuman di wajahnya. Entah dari mana tiba-tiba Takeshi berkata.
"Ada apa langitku?"
Pria itu hanya tersenyum ke arah Takeshi dan berkata dengan suara yang penuh wibawa
"Takeshi, Kau adalah hujan yang menyapu segala kesedihan. Karena itu kau adalah orang yang harus selalu menanggung segala kesedihan dan kesusahan. Tapi meskipun begitu kau tidak perlu memendamnya sendiri. Kami adalah kekuatanmu dan kau adalah milikku. Takkan kubiarkan orang lain mengambilmu dariku dan meskipun kau ingin terlepas dariku takkan kubiarkan karena kau adalah milikku. Milikku seorang"
Takeshi hanya mengangguk dan tersenyum dari lubuk hatinya yang paling dalam. Perlahan Takeshi memegang Tangan kanan laki-laki itu. Sebuah cincin dengan Batu manika berwarna orange Citrus bersinar terang. Hatinya terasa hangat dengan segala kebahagiaan yang ia rasakan sekarang. Dengan penuh kebanggaan Takeshi mencium cincin itu dan berkata.
"Tentu saja il mio amato capo"
Saat Takeshi terbangun dia dapat merasakan air mata menetes dari matanya. Dia merasa hatinya hangat karena mimpi itu. Dia sama sekali tidak ingat wajah mereka dalam mimpinya tapi dia ingin bertemu. Ingin bertemu mereka terutama pria yang ia panggil sebagai 'Langit' walaupun dia sama sekali tidak mengingat wajah pria itu.
Tapi di saat yang bersamaan dirinya seperti kehilangan separuh hatinya, Terasa seperti ada lubang besar yang hanya bisa diisi oleh orang-orang itu. Takeshi tidak bodoh, dia tahu itu adalah mimpi tapi entah kenapa mimpi itu terasa lebih nyata dari kenyataan.
Dia tahu itu bukan mimpi belaka.
Dia tahu itu bukan khayalan.
Dia ingin bertemu orang-orang itu.
Apapun Bayarannya.
.
.
.
Hari ini seperti hari libur lainnya bagi Takeshi hanya saja ada sebuah lapangan yang baru saja di bangun. Berhubung rumahnya hanya berjarak 10 menit dari lapangan itu Takeshi memutuskan untuk kesana. Lapangan itu sendiri cukup besar bila dibandingkan dengan lapangan umum lainnya tapi sayangnya belum ada orang yang bermain disini.
Takeshi duduk di sebuah ayunan kayu yang berlapis cat biru. Ayunan itu di kaitkan dengan rantai besi lalu di ikatkan ke tiang yang menjulang tinggi. Sepatu hijau tua kesayangannya menyapu rumput yang baru saja ditanam setiap kali dia mengayun. Dia bermain ayunan sambil membayangkan dirinya untuk terbang. Dia ingin bebas dari dirinya sendiri, Dia ingin bebas dari kehidupan yang ia jalani sekarang dan satu-satunya yang dapat membebaskannya adalah pria yang berada di dalam mimpinya.
Dia ingin bertemu dengan 'langitnya'.
Lamunan Takeshi buyar ketika dia melihat seorang anak laki-laki kecil dengan rambut cokelat yang mengingatkannya kepada pria yang berada dalam mimpinya masuk ke dalam lapangan itu. Anehnya anak itu tidak menyadari bahwa Takeshi juga berada di lapangan yang sama.
Anak laki-laki itu berjalan dan duduk tepat di ayunan yang bersebelahan dengan Takeshi. Anak itu tidak bermain dengan ayunannya. Dia hanya duduk dan tidak melakukan apapun. Rambut cokelat yang terlihat lembut menutupi setengah bagian atas wajahnya.
Aneh.
Itulah yang ada di pikiran Takeshi pertama kali. Apa yang harus dia lakukan? Menyapanya dan menggunakan topeng seperti biasa atau meninggalkannya begitu saja? Takeshi melirik anak itu dengan pandangan bingung. Akhirnya Takeshi mengambil keputusan pertama. Instingnya mengatakan bahwa dia akan menyesal jika mengambil pilihan kedua.
"Yoo!" Katanya dengan nada riang dan senyuman palsu yang dia sudah sering gunakan."Namaku Yamamoto Takeshi! Siapa namamu?"
Anak itu memutar kepalanya perlahan ke arah Takeshi. Batu manika Yellow Garnet-nya memandang lurus bertemu dengan Smoky quartz milik Takeshi. Takeshi hampir tersedak udara saat bertemu Batu manika itu. Batu manika itu terlalu kosong untuk manusia.
Kosong,hampa,tidak bernyawa, rusak,jatuh.
Seperti boneka yang rusak.
.
.
.
"Yoo! Namaku Takeshi! Siapa namamu?"
Perlahan Tsuna memutar kepalanya ke arah suara itu berasal. Tsuna menangkap Batu manika orang itu dengan yellow garnet miliknya. Warna Smoky quartz yang tidak asing baginya. Di mana dia pernah melihat warna Batu manika seperti i-
Tiba-tiba pandangan di depan mata Tsuna berubah.
Kali ini dia sedang duduk di sebuah kursi sofa dengan Suit case di depannya. Di sebelah kirinya lelaki yang baru saja menyapanya sedang berdiri tanpa emosi. Lelaki itu membawa sebuah pedang yang Tsuna kenal dengan Katana. Dia memiliki bekas luka berbentuk silang di bagian dagu dan Batu manika kanannya.
Tidak seperti di bagian dagu yang sudah mengering dan membekas, Luka di bagian Batu manikanya masih berwarna merah muda dan belum sepenuhnya menutup. Tsuna bisa melihat daging dan darah di sela-sela luka itu.
"Baiklah Don Vongola" Pandangan Tsuna teralih ke arah orang yang duduk di depannya "Seperti yang sudah saya janjikan Famiglia kami akan menarik diri dari daerah kekuasaanmu"
Tsuna hanya mengangguk, entah kenapa ada perasaan aneh di dadanya. Perasaan yang mengatakan bahwa ada yang salah dengan semua hal ini.
Pria itu tersenyum di sela-sela gigi putihnya yang rapi,"Tapi setelah Don dari Vongola mati" Dengan seketika pintu yang berada di belakang pria itu terbuka dan beberapa pria dengan jaket hitam dan senjata api masuk ke dalam ruangan itu.
Tsuna menghela nafasnya dan melirik ke arah Pria berpedang yang dari tadi melihat ke arah Tsuna, Tsuna menggelengkan kepalanya,"Jangan, Takeshi "Katanya pelan.
Pria berambut raven itu - Takeshi, Segera mengeluarkan pedang yang berada di punggungnya dan mengancungkannya ke arah musuh mereka. Tidak ada rasa takut ataupun tegang di mukanya sama seperti Tsuna, yang ada hanya perasaan kesal yang terpampang jelas tanpa di tutup-tutupi.
Tsuna menghela nafasnya, "Kalau kau menyerah sekarang dan memberi tahu siapa yang merencanakan ini semua maka kau serta famigliamu akan kami ampuni"
Pria itu terdiam sebentar,"Apa maksudmu dengan siapa yang merencakan ini? Bukankah sudah jelas bahwa Famiglia kami yang melakukannya?" Tanya pria itu dengan nada tertarik di suaranya.
Mendengar jawabannya Tsuna hampir mendengus karena menahan tawa, "Kau kira kami sebodoh itu? Semua penyerangan ini terlalu rumit dan merugikan untuk famiglia kecil dan miskin sepertimu" Balas Tsuna dengan nada mengejek.
Batu manika Tsuna tiba-tiba menajam, "Kecuali ada Famiglia besar yang menyuruhmu untuk melakukan hal ini dan memberikan keuntungan untuk famigliamu. Seharusnya aku tahu bahwa Famigliamu adalah sampah yang tidak berguna bagi Vongola. Oh, Don Cinque Serpent Famiglia, Antonio Serpent " Deduksi Tsuna di akhiri dengan tawa kecil polos seperti bunyi bell.
Pria yang duduk berseberangan dengan Tsuna tertawa terbahak-bahak, "Kau benar Don Vongola, sama seperti rumor yang mereka katakan. Kau adalah pria cerdas yang menarik" Pria itu mengangkat tangannya ke atas, mempersiapkan tanda untuk menyerang,"Sayangnya kau akan mati sebelum mengetahui hal itu" lalu pria itu menjentikkan jarinya.
"Takeshi" Perintah Tsuna dengan nyaring, rendah di suara tapi nyaring di intensitas, bersamaan dengan bunyi suara tembakan yang menggema di seluruh ruangan.
Takeshi tidak membuang waktu lagi, dia segera berdiri di depan Tsuna dan menghadapi para peluru-peluru yang di tembakan ke arah mereka. Dengan gerakan anggun seperti penari, Takeshi menebas peluru-peluru itu tanpa gerakan yang terbuang percuma.
Bunyi tembakan terdengar lagi tapi kali ini Takeshi segera menerjang ke arah penembak terdekat setelah menangkis peluru yang di tembakan ke arahnya. Takeshi menebaskan pedangnya ke arah bahu kanan orang itu. Bagian lengan hingga jari jatuh begitu saja ke karpet berwarna emas ruangan itu. Pria malang itu berteriak dengan nada tinggi seperti perempuan sambil memegangi bahu kirinya yang terpotong oleh pedang tajam Takeshi.
Seluruh orang di ruangan itu terkejut melihat kejadian itu tapi tidak untuk Takeshi. Kali ini tarian Takeshi semakin maut, dia berlari ke arah pria terdekat kedua yang berada di sebelah kanan pria yang malang itu. Tanpa ragu Takeshi mengiris leher orang itu dan kepala tergelinding di lantai.
Ruangan semakin ricuh melihat seorang dari sisi mereka baru saja mati, Suara tembakan dan teriakan terdengar di segala arah namun Takeshi tetap tidak memberikan reaksi sedikitpun begitu juga dengan Tsuna yang dari tadi tidak bergerak dari sofa merahnya.
Bala bantuan datang dari sisi mereka dan keadaan semakin kacau, Takeshi memainkan tarianya kembali namun kali ini tariannya lebih memetikan dengan Rain Flame yang dia keluarkan.
"Shigure Soen Ryu : Style 10, Scontro di Rondine! (Clash of the swallow)"
Rain Flame dan air berkumpul di seluruh badan Takeshi. Seekor burung walet terbang dari kalung bersimbol Vongola yang Takeshi gunakan. "Kojiro" Sapa Takeshi kepada burung itu yang di balas dengan kicauan.
"Ayo kita bermain"
.
.
.
Darah, Cairan itu terpajang dimana-mana. Di dinding, di lantai, di perabotan bahkan di kaca, Tidak ada satupun yang terlewat dari Pria itu. Dia akan menghabisi siapapun yang mencoba menyerang Tsuna tanpa ampun.
Rain yang ia selamatkan dari dirinya sendiri sekarang menderita karena langitnya. Tsuna selalu merasa sedih saat mengingat betapa hancurnya Takeshi saat dia bertemu dengan rainnya. Saat dia dapat melihat topeng yang ia pakai.
Dia ingat betapa bersinarnya senyum yang ia berikan kepada Tsuna saat Tsuna memberitahunya bahwa dia akan menjadi alasan Takeshi untuk hidup. Bahwa dia tidak akan membuangnya walaupun dia tahu apa yang berada di balik topeng itu.
Bahwa dia akan menerima monster di dirinya.
Setelah itu hampir setiap hari mereka tersenyum, Hampir setiap hari mereka tertawa karena hal kecil. Keberadaan mereka satu sama lain selalu membuat mereka tenang. Namun sekarang..
Seluruh guardiannya, Tidak hanya Rain, mereka tidak pernah menampakan senyumannya lagi.
Dan Tsuna tahu itu semua adalah salahnya.
Itu semua adalah salahnya.
Tsuna melihat ke arah satu-satunya pria yang belum di bunuh oleh Rain-nya. Dia memiliki rambut cokelat ,yang berwarna sama seperti Tsuna, spike yang di sisir kebelakang. Warna Batu manika birunya mengingatkan Tsuna kepada laut dan jujur saja untuk mafia dari keluarga kecil pria itu cukup tampan.
Sangat disayangkan dia tidak akan bisa memakai wajahnya lagi dalam beberapa menit.
Tsuna menyenderkan tubuhnya dengan nyaman ke sofa, tidak terganggu sedikitpun dengan kumpulan mayat dan percikan darah di depannya, "Nee..bagaimana kalau kita membuat persetujuan? Kami akan membebaskanmu tapi beritahu siapa yang memerintahkan serangan ini" Katanya dengan senyuman manis yang tidak sampai ke matanya.
Badan pria itu bergetar karena ketakutan,"Ka..Kami hanya famiglia kecil dari keluarga di silika barat" Katanya pelan, "Kami membutuhkan uang karena itu saat mereka menawarkan uang itu, kami tidak bisa menolaknya! Kami tidak bermaksud membuat Vongola marah! Ka-"
Tsuna menjetikan jarinya.
Takeshi yang dari tadi terdiam di sebelah Tsuna membuka pedang yang dari tadi dia sarungkan dan tiba-tiba pria itu mendapatkan hadiah katana runcing yang mengarah ke arah kerongkongannya. Walaupun mereka tidak berkata apa-apa, Tatapan dari pemain pedang itu mengatakan segalanya.
Dia akan mati jika bergerak
Dengan terbata-bata pria itu menjawab "Chiavarone! Don Chiavarone! Dino Chiavarone yang memerintahkannya!"
Muka Tsuna dan Takeshi langsung berubah saat mendengar nama itu, terutama Tsuna. Mata coklatnya di penuhi keterkejutan dan ketidakpercayaan. Kedua tangannya menutup wajahnya.
Takeshi menggertakan giginya dan menancapkan pedangnya tanpa ragu ke Mata biru kanan pria itu. Darah dan cairan berwarna transparant seperti air berhamburan dari songket Batu manikanya yang pecah. Teriakan minta tolong dan ampun bergema di ruangan namun terkalahkan oleh teriakan Takeshi, "KAU PASTI BERBOHONG! DINO TIDAK MUNGKIN MENGHIANATI TSUNA! CEPAT KATAKAN YANG SEJUJURNYA! ATAU LAIN KALI TENGGOROKANMU YANG AKAN KENA!"
Tangan pria itu memegang mata pedang Takeshi. Mencoba mengeluarkannya dari bola matanya yang sudah hancur tapi Takeshi tidak peduli. Dia tetap menekan pedang itu hingga mulai mengenai daging di balik Batu manikanya."Tidak! Aku bersumpah! Aku bersumpah pada Costra Nostra! Aku tidak berbohong!"
Tanpa ampun Takeshi mencabut pedangnya dari songket Batu manika biru yang sudah tiada itu dan menancapkannya lagi di Batu manika biru satu lagi yang masih bersinar. Lagi-lagi teriakan menggema di ruangan.
"CEPAT KATAKAN SEJUJURNYA!" Teriak Takeshi , "ATAU SELANJUTNYA AKAN LEBIH BURUK DARI PADA KEMATIAN ITU SENDIRI!"
"Takeshi"Kata Tsuna yang dari tadi diam. Nama Takeshi diucapkan dengan nada yang yang kosong. Kosong. Kosong dan parau. Dari suaranya Takeshi tau Tsuna menangis tanpa air mata dan suara. Setelah kejadian itu Tsuna tidak pernah meneteskan air matanya.
"Tsuna!" Teriak Takeshi dengan topeng yang dia gunakan saat mereka berdua bertemu, Bukankah seharusnya Takeshi tahu bahwa topeng yang ia gunakan tidak akan pernah dapat membohongi Tsuna? Tsuna hampir tersenyum, Dia tahu bahwa rain-nyamerasa panik dan tidak ingin melihat Tsuna di sakiti. "Aku akan membuat orang ini mengaku siapa yang menyerang Vongola! Walaupun dia sudah bersumpah dengan Omerta tapi pasti dia berbohong! Ti-"
"Takeshi" Potong Tsuna, dia benar-benar menghargai usaha Takeshi namun itu sudah cukup. Melihat guardiannya seperti itu sudah cukup membuat Tsuna terhibur. Dia masih bisa bertahan disini karena para guardiannya. Dia tidak perlu orang lain.
"Ti.. Tidak mungkin Dino mengkhianati Vongola! Kau adalah adik laki-lakinya dan Kyoya adalah muridnya! Tidak mungkin Tsuna! Orang ini pasti berbohong!"
Tsuna menghela nafasnya dan menatap Takeshi dengan pandangan , hampa dan bekelabu."Dia berkata sebenarnya Takeshi"
Senyuman Takeshi menghilang dan dia berteriak keras,Teriakannya dipenuhi dengan Kesakitan, Kemarahan dan kesedihan namun yang paling Tsuna dengar adalah Kebencian.
Sama seperti Tsuna. Takeshi benci dengan hidupnya.
Benci dengan dunia ini.
Benci dengan Mafia.
Dan benci dengan dirinya sendiri.
Dengan kasar Takeshi mencabut pedangnya dan mengayunkannya dengan membabi buta ke arah Antonio. Dia tidak peduli dengan teriakan dan darah Antonio yang membasahi seluruh tubuhnya. Takeshi telah menjadi tangan kiri Tsuna selama 10 tahun dan menjadi Hitman terbaik setelah Reborn selama 8 tahun. Dia tahu banyak cara membunuh orang dengan pelan, sakit dan brutal.
Saat orang itu tidak bisa bergerak lagi karena tangan dan kakinya telah Takeshi potong. Ia merobek perut orang itu dengan pedangnya dan mengeluarkan usus 12 jarinya dengan tangan kosong. Itu adalah salah satu siksaan yang sering Takeshi lakukan. Takeshi tahu manusia masih bisa hidup dan merasakan rasa sakit saat usus 12 jarinya dikeluarkan hingga sepanjang 10 meter.
Tanpa perasaan Takeshi menarik ususnya keluar melalu lubang kecil yang dia buat. Dia tarik perlahan sambil mendengarkan teriakan orang itu. Entah kenapa saat ini teriakan orang itu terdengar seperti musik di telinga mereka berdua.
Takeshi tidak peduli bahwa suara teriakan orang itu tidak terdengar lagi. Dia ingin melampiaskan amarahnya. Jadi dia tetap melanjutkan perbuatannya memulainya lagi dengan menusuk dan merobek mayat itu dengan pedangnya. Takeshi menikmati itu semua apalagi saat darah hangat orang itu mengenai tubuhnya.
Saat Takeshi selesai tidak ada yang bisa mengenali mayat orang itu. Takeshi masih membutuhkan darah. Dia butuh darah untuk menenangkan hatinya.
Jadi dia mulai lagi di mayat terdekat.
Tsuna hanya bisa melihat Takeshi dengan Batu manika kosong. Pikirannya melayang saat dia masih kecil. Saat mereka bahagia. Saat Reborn masih menjadi gurunya. Saat Dino masih menjadi kakaknya.
.
.
.
Tsuna mengedipkan matanya beberapa kali. Sekarang dia berada di taman lagi. Lelaki yang dapat membantai puluhan orang tanpa mengeluarkan keringat sedikitpun sudah tidak ada lagi di hadapannya. Dia sudah tidak di duduk di sofa berwarna merah yang nyaman lagi tapi di ayunan berwarna biru tua.
Tsuna merasa sangat lemas setelah mendapatkan penglihatan lagi. Perutnya terasa terisi kupu-kupu saat mengingat pria itu membunuh tanpa mengedipkan matanya sedikitpun, seolah-olah itu adalah hal yang terjadi di keseharian. Walaupun penglihatan ini tidak seburuk mimpi Tsuna, tetap saja dia merasa ingin muntah.
Tsuna mencoba bangun dari ayunan tapi kakinya mengkhianati dan dia terjatuh lemas ke terasa sakit terbentur sesuatu.
Dan lagi-lagi kegelapan menghampiri Tsuna
.
.
.
Takeshi sudah tahu dari awal bahwa pria yang duduk di sebelahnya akan membawa hal yang tidak biasa bagi keseharian Takeshi, namun takeshi tidak tahu akan secepat ini. Saat Takeshi menyapanya dan melihat Batu manikanya yang kosong, hampa dan tidak berisi. Takeshi tahu ada hal yang tidak benar. Jadi saat Takeshi menyapanya dia sudah memikirkan segala konsekuensi yang akan diterimanya. Mulai dari orang itu membalas sapaanya, berteriak histeris, menangis dan lain-lain. Tapi Takeshi tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat orang itu hanya menatapnya dengan Batu manika yang semakin kosong seiring dengan berjalannya waktu
Lalu tiba-tiba anak itu berkedip dan Batu manikanya yang tadinya seperti hantu dan mati mulai memancarkan kehidupan. Takeshi hampir menghela nafas karena lega. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan bila terjadi sesuatu.
"Hei.. Kau tidak apa-apa?" Tanya Takeshi kepada anak itu.
Tidak ada jawaban. Dilihat dari gerak-gerik anak itu, Dia pasti tidak sadar bahwa Takeshi bertanya kepadanya. Bahkan ada kemungkinan besar anak itu tidak sadar Takeshi berdiri di depannya. Anak itu berusaha berdiri namun gagal dan terjatuh ke tanah.
Karena terkejut Takeshi tidak sempat menangkap anak itu. Saat dia terjatuh Kepala anak itu terbentur dengan batu besar yang berada di depan mereka. Darah mengalir deras dari luka di kepala anak itu. Takeshi segera menghampiri anak itu dan membalikan tubuhnya.
Dia mengecek denyut nadi di pergelangan tangan dan leher. Takeshi menghela nafas saat mendapatkan mereka masih berdetak kencang tapi darah yang berada di kepala anak itu harus segera diobati karena darah yang keluar dari situ bisa dikatakan cukup banyak.
Takeshi menghela nafasnya lagi dan mengacak-ngacak rambut hitamnya. Hari ini akan menjadi hari yang panjang.
.
.
.
Tsuna membuka Batu manikanya lagi dan melihat ke sekelilingnya. Putih, Putih dan putih. Dia berada di suatu ruangan berbentuk kotak yang hanya berisi warna putih. Tidak ada meja , kursi ataupun barang di dalam ruangan ini. Yang ada hanya Tsuna di dalam ruangan itu.
Lalu tiba-tiba dinding putih itu terbuka dan keluar seorang pria dengan baju dan rambut serba putih keluar. Orang itu memiliki tato ungu di bawah Batu manika kirinya,Tsuna ingat pria itu pernah beberapa kali muncul di mimpinya,nama pria itu adalah Byakuran."Tsunaaaa~ Akhirnya kau disini!"Teriaknya lalu memeluk Tsuna dengan erat.
"A-Apa maksudmu?!" Teriak Tsuna sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Byakuran. Lalu tiba-tiba berhenti memberontak dan melihat ke arah kedua tangannya. Tangan yang begitu kecil dan lemah bila di bandingkan dengan mimpi-mimpinya. Itu adalah tangannya! Tangan aslinya!
A..Apa ini kenyataan?!
Sepertinya Byakuran menyadari kepanikan Tsuna, Dia tersenyum sambil tertawa kecil, "Kau benar-benar versi Mini Tsu-chan! Sejak Tsu-chan lulus SMP dia mulai menjaga imagenya sebagai penerus Vongola! Itu benar-benar menyebalkan! Tsu-chan jadi tidak seseru dahulu! Lalu! Lalu! –"
Tsuna mengerjapkan Batu manikanya bingung, "Tsu-chan?" Tanyanya.
Byakuran mengangguk dan tersenyum, "Iya! Tsuna di masa depan! Dia adalah orang yang kau selama ini mimpikan!Kau tahu kan bagaimana mimpi itu? Karena itu Tsu-chan memintaku dan So-chan membentu mesin untuk mengirimkan ingatan ke masa lalunya! Saat itu So-cha tahu, Dia benar-benar marah kepada Tsu-chan dan meminta Tsu-chan untuk –"
Kepala Tsuna semakin pusing dengan perkataan Byakuran,"Tunggu sebentar, Jadi aku bermimpi buruk karena menerima ingatan masa depan?" Byakuran mengangguk lalu Tsuna melanjutkan pertanyaannya,"Lalu kenapa aku baru bertemu kau sekarang?"
"Itu karena kau sudah memenuhi persaratan untuk pemindahan ingatan! Kata Tsu-chan dan So-chan ada sarat yang harus dipenuhi sebelum pemindahan ingatan! Dan mereka sama sekali tidak mau memberitahuku! Tsu-chan dan So-chan benar-benar jahat! Terutama So-chan! Dia adalah teman baikku kenapa dia berpihak kepada Tsu-chan? Dan Tsu-chan Sendiri –"
Satu hal yang Tsuna ketahui setelah bertemu Byakuran, Dia terlalu banyak berbicara dan berisik. Tidak heran dirinya dirinya di masa depan tidak terlalu menyukai Byakuran. Tsuna adalah makhluk yang menghargai ketenangan.
"Lalu ini dimana? Dan apa itu Vongola?" Putus Tsuna ditengah Byakuran berbicara.
"Oh!Ini adalah di Limbo!Tempat pergeseran dunia pararel! Dan karena aku sebagai penguasa dunia pararel jadi lebih mudah untuk bertemu disini"
Tsuna mengangguk,"Lalu apa yang kita lakukan disini?"
Kali ini Batu manika Byakuran berisi dengan rasa senang dan tidak sabar, Dia menaruh tangan berwarna putihnya atas rambut cokelat Tsuna,"Aku disini untuk memberikan ingatanmu kembali"
Cahaya bersinar dari telapak tangan Byakuran, Rasa sakit dan pusing bercampur menjadi satu. Rasanya seperti kepala di hantam dengan palu dan di belah dua oleh pisau. sakit kelamaan dunia di sekitar Tsuna berubah menjadi gelap.
Tsuna membuka Matanya perlahan. Cairan yang berasal dari matanya Matanya mulai menetes deras. Hatinya terasa sakit, sakit sekali bahkan lebih sakit dari kepalanya. Hatinya seperti terisi dengan emosi yang meluap-luap.
"Hei, Kau tidak apa-apa?" Tanya seseorang dari sebelahnya.
Tsuna melihat ke arah sebalahnya. Dia melihat Smoky quartz yang dia lihat di mimpinya. Tanpa peduli dengan keadaan tubuhnya Tsuna segera memeluk Takeshi dengan erat dan menangis. Dia menangis dan menangis.
Dia menangis seperti anak kecil yang terjatuh. Dia ingin melampiaskan seluruh emosi di hatinya. Dia ingin seluruh bebannya pergi.
"Maaf..Maaf..Maaf" Katanya berulang-ulang. Dia tidak peduli apakah orang di depannya tahu kenapa dia meminta maaf. Dia tidak peduli apakah orang di depannya tidak ingat tentang seluruh masa depannya yang hancur karena Tsuna. Dia tidak peduli apakah orang di depannya menganggapnya gila.
Dia hanya minta maaf dan meminta maaf. Mengalirkan penyesalan di setiap kata maaf yang dia ucapkan. Maaf karena telah merebut masa depan serta karirnya. Maaf karena telah membawanya ke tempat gelap bernama mafia. Maaf karena membuatnya merasakan pahitnya kehidupan.
Tsuna merasakan Takeshi mengangkat tangan kanannya. Dia menutup Batu manikanya, Siap untuk di dorong ataupun di pukul. Dia pantas mendapatkan hal itu semua. Tapi tidak tangan itu tidak melakukan hal yang dia bayangkan.
Tangan itu membelai pipi Tsuna dan menariknya agar kedua Batu manika Tsuna melihat tepat Batu manika Yamamoto. Batu manika Quartz-nya yang indah juga ikut menangis seperti Tsuna. Samar-samar Tsuna bisa mendengar Takeshi berkata
"Tidak ada yang perlu di maafkan Il mio amato Capo"
.
.
.
"I though i want to die"
I want to die more than ever before
There's no chance now of a recovery.
No matter what sort of thing i do
No matter what i do, It's sure to be a failure.
Just final coating applied to my shame
-Ningen shikkaku/ Failed as human being-
.
.
*Shigure Soen Ryu : (Nama lain : Shower in late Autumn, Blue Swallow Style)Teknik ini di mulanya diciptakan hanya satu buah dan seperti pohon akan dikembangkan oleh para penerusnya, beberapa orang berkata bahwa teknik ini tidak akan terkalahkan, Saat Tsuyoshi mengajarkan Takeshi Tekhnik ini dia hanya mengajarkan 8 buah style (4 penyerang dan 4 bertahan) Nanti akan di kembangkan oleh Takeshi sehingga sebanyak 12 buah.
* Scontro di Rondine : (Tipe : Offensive/ Penyerang ) Saat menggunakan teknik ini, pengguna diselimuti oleh air dan rain flame dalam jumlah besar. Saat menggunakan serangan ini Takeshi di bimbing oleh burung walet yang terdapat di box animal (Kojiro) , Berfungsi menyerang dengan kekuatan dan kecepatan yang tinggi.
* Don Cinque Serpent Famiglia : Boss ke lima keluarga Serpent (Reptil)
*Il mio amato capo : My beloved boss
...
A.N :
Ahahaha.. Maaf nih chapter keluarnya lama soalnya sempet kena block writer. Ahahaha.. Dan rasanya cape banget abis ngeluarin nih chapter soalnya sempet di tulis ulang beberapa kali terutama bagian Prolog Takeshi sendiri. di tambah kemarin baru ada ospek mana di suruh teriak-teriak sampe akhirnya suara abis. X(
Awalnya writer mau buat Takeshi seperti burung yang haus akan kebebasan tapi entah kenapa gak bisa ngebuatnya dengan baik jadi di ganti deh kaya gini. Di sini Takeshi tidak dapat mendapatkan perasaan terikat oleh orang lain. Dia tidak dapat merasakan rasa cinta ataupun sayang kepada orang lain namun dia bisa merasakan perasaan sedih. Marah, malu dan lain-lainnya.
Itu aku dapet ide setelah baca komik bungaku Shoujo(Girl literature) . Coba deh yang suka cerita dark kaya gini baca, Buat aku bagus banget soalnya walaupun agak aneh sekarang writer lagi baca buku yang judulnya Ningen Shikkaku, Yang artinya Failed as human being.
Dari awal aja ceritanya lumayan dark dan walaupun writer baru baca prolognya doang, Writer bilang itu ngena banget. Tapi sayang writer baru dapet yang translate-an inggrisnya. Kalau ada yang punya translate-an Indonesianya kasih tau ya
Thanks for reading
.
.
Jangan lupa review sebelum keluar. Apa aja di review bahkan author note pun kalau bisa di review! :D