SUMMARY:Terlupakan, itu bukan masalah/ Melupakan diri sendiri? Itu lebih dari musibah/'Aku Kesepian'/'Kenapa menangis?'/YosukexChie/FIRST Publishing in Megami Tensei FANDOM/Romance & little piece of Drama/RnR?

.

.

.

DISCLAIMER: ATLUS

AUTHOR: Alp Arslan

For Second time i say, I'm not achieve anything from this fict, truly it just for fun ^_^


Yosuke bahkan tidak bisa percaya pada matanya sendiri. Sekali kemudian dia mengedipkan matanya, ingin memastikan. Namun celaka, ternyata objek yang dipandangnya malah murka.

Chie menggembungkan pipinya, "Heh, apa yang kau bayangkan, Hentai?"

Belum sempat menjawab, telinga Yosuke keburu tertarik ke atas. Chie menjewer tanpa ampun lelaki itu,

"A-aduuh... S-Satonaka sakit, -Auch!"

Chie menarik keras ujung kuping Yosuke, membuatnya nyaris berteriak. Yosuke mengelus-ngelus kesal kupingnya yang memerah memar. Sialan, batinnya. Meski mau jalan-jalan masih tetap saja Tsunde-

-Eh?

Yosuke berhenti mengelus kupingnya, dipikirnya Chie akan berkacak pinggang seraya menunjuk-nunjuk wajahnya dengan sekian omelan. Kalau sudah seperti itu biasanya Yosuke akan berpura-pura tidak dengar saja. Itu lebih baik daripada membuat telinganya bengkak karena omelan cerewet. Namun ternyata tidak. Chie malah berdiri gugup dengan kedua tangan dibelakang pinggang, mungkin memegang tas. Namun bukan itu yang Yosuke lihat, namun rona merah pipi itu. Barusan ketika dia mengetuk pintu sudah cukup mendebarkan jantungnya, namun sekarang justru lebih-lebih lagi. Rona merah itu manis alami, mewarnai pipi Chie dengan bumbu romansa luar biasa.

Padahal Chie tidak memberikan gubahan apapun pada gaya fashionnya, menggunakan tank top hijau favoritnya, menampilkan sedikit bagian dari dalaman gadis itu. Celana pendek, jauh di atas paha. Berwarna Ungu muda. Aksesoris yang dipakainya pun hanya kalung dan gelang manik. Murah boleh dikata. Orang sekedar lewat mungkin bakal bilang 'tidak menarik!'

Namun benarkah?

Chie terlihat benar-benar gugup, kakinya bergoyang-goyang. Sebetulnya Chie merasa kurang pantas jalan dengan Junes no Ouji. Itu saja yang tengah mengganggu pikirannya. Mereka memang sudah kenal hampir dua tahun ini. Namun jalan bareng?

Jangan ditanya, Chie tidak pernah membayangkan. Yosuke memang 'hanya' juga memakai baju sebagaimana dia. Selera fashion yang mungkin Chie sudah hafal luar kepala, dengan headphone di lehernya. Namun toh tetap saja, aura seorang pangeran Junes telah memancar dari diri Yosuke.

Chie menelan ludah, diberanikannya mendongak ke arah Yosuke,

"Ne, Hanamura, A-atashi o soba ni hazukashi janai?"

Yosuke mendelik mendengarnya, lantas kemudian tertawa tergelak-gelak,

"Hahaha! Bicara apa kamu ini? Kenapa mesti malu?"

Yosuke menahan mati-matian tertawanya, membuat Chie menahan perempatan urat di dahinya.

"Hahaha-Hehe... Maaf-maaf, Hehehe..." Yosuke mengatur nafasnya kemudian, kemudian katanya,

"Ore wa Chie ga kirei to omou." Kalimat itu keluar secara innocent, "Ada masalah?"

Mendengat jawaban tanpa dosa itu membuat wajah Chie panas bukan main. Namun Yosuke malah jadi kikuk, perubahan warna di pipi Chie tak diperhatikannya,

"Hora, tunggu apa lagi?" Yosuke menyahut kemudian, "Kita jadi pergi nggak nih?"

Chie buru-buru menjawab,

"H-Hai!"

Chie berjalan kemudian, menyusul Yosuke yang berjalan setengah langkah lebih dahulu daripadanya, berjalan sejajar dengan lelaki itu. Beberapa langkah di depan gerbang, Yosuke perlahan menggerakkan tangannya, mendekati telapak tangan Chie lantas menggenggamnya lembut. Sentuhan itu mau tak mau mengagetkan Chie, membuatnya mendongak memandang lelaki itu. Namun yang dilihatnya bukan sebagaimana yang dia bayangkan. Bukannya tampang mesum yang dia dapat, namun justru senyum manis nan bahagia. Chie kikuk, dia menimbang ragu sedetik. Genggaman tangan Yosuke sukses mendebarkan jantungnya, namun memberikan rasa hangat tersendiri bagi Chie. Entah rasa apa itu, Chie juga tidak paham. Namun ia sadari kalau ia ingin merasakan rasa ini lebih lama, Chie tersenyum diam-diam, sebelum di detik berikutnya dia sudah membalas genggaman tangan Yosuke.


"Whoaah! Sugoooi!"

Chie sibuk mendecak kagum, kemudian menoleh ke arah Yosuke,

"Darou?" Yosuke terkekeh, Chie sekali lagi hanya menggeleng penuh takjub.

"Aku tahu banget kalau malam ini kamu ingin ngajak aku ke festival, tapi aku nggak pernah nyangka kalau festivalnya Festival Western begini." Chie nyerocos kegirangan, dia kembali mendecak kagum.

" Keren banget, Hanamura!"

Lelaki jabrik itu sekali lagi meringis renyah, membiarkan Chie terbuai dalam tawa. Western Festival bukan berarti festival bertemakan 'Barat' saja bagi Chie. Barat, baginya adalah sumber kekayaan bela diri terbesar di dunia. Jadi, hari ini dia tidak akan hanya menikmati Kung-fu, namun semua aliran bela diri yang bahkan dia tidak tahu namanya!

Yosuke berkali-kali mendesah lega, Chie terlihat senang luar biasa. Bela diri sih, tentu saja hanya menjadi bagian kecil dari festival ini. Namun bagaimanapun, festival ini tetap luar biasa. Di kota ini bisa jadi festival sebesar ini hanya baru terlaksana sebanyak hitungan jari. Jadi wajar saja kalau keramaian hari ini sedemikian membludak, karena peminat Barat tentu saja jumlahnya luar biasa.

"T-Tunggu, Satonaka!"

Chie semangat sekali, baru di pintu masuk dia sudah nyaris berlari. Yosuke kewalahan mengejarnya, meliuk melintasi barisan orang dan lautan manusia.

"Hanamura, Hayaku!"

Yosuke menggelengkan kepalanya, baru detik pertama dan sudah sebegini merepotkankah Chie? Chie memang tomboy, sporty dan selalu high spirit. Bukankah itu sebenarnya sudah masalah besar bagi Yosuke yang easy going?

Pikiran macam-macam itu sejenak melintas di otak Yosuke, namun senyuman manis dan tawa lebar di depannya keburu menghapusnya.

Ya, karena bagi Yosuke senyuman Chie adalah segalanya.

"Osh!"

Yosuke berjalan mendekati Chie yang melambai-lambali girang, tidak perduli dengan tatapan aneh pengunjung sekitar. Yosuke masa bodoh, melihat kegembiraan Chie seperti itu keramaian seperti ini bak sudah seperti milik mereka berdua.

Lebih tepatnya lagi, dunia ini serasa milik mereka berdua.

.

.

.

"Uhm..."

"Mau yang mana?"

Chie yang tengah membungkuk lantas berdiri, jemarinya masih diletakkan di ujung bibirnya. Matanya tidak lepas dari kedua gelang manik yang tengah dipajang di display itu.

"Aku bingung."

Yosuke mendelikkan matanya, payah benar.

"Memangnya kenapa?"

"Dua-duanya cute."

Yosuke menepujk jidatnya, memandang pasrah pada Chie,

"Yang mana sih?"

"Yang ini, trus yang ini."

Yosuke menimang-nimang, meski lelaki namun seleranya lumayan buat aksesoris. Satu gelang manik itu berhiaskan berlian mungil, yang satunya bermahkotakan permata perak putih cemerlang. Namun yang memang juga menangkap perhatian Yosuke adalah desain dan seni untaian gelang manik-manik itu. Menarik memang, dan dalam hati pun Yosuke setuju kalau kedua gelang manik itu, manis secara keseluruhan.

Yosuke sudah menentukan pilihannya, dia berdehem,

"Memangnya nggak bisa pilih salah satu, yah?"

Chie menoleh sebentar,

"Kayak kamu bisa memberikan opsi saja, Hanamura."

Yosuke gemas, melihat lelaki itu gondok membuat Chie tertawa lepas,

"Ya sudah, ambil dua-duanya saja."

Tawa Chie langsung berhenti, namun garis wajah Yosuke jelas tidak bercanda,

"Dua-duanya 'cute' kan?" Yosuke menjiplak kalimat Chie barusan, "Ambil aja dua-duanya kalau gitu."

"S-So?" Chie jadi gugup, dia pura-pura berbalik melihat, namun diam-diam diliriknya gelang manik itu. Keruh sudah mukanya, harganya tidak sesuai benar untuk mahasiswa semester pertama. Bisa saja meski gelang manik-manik, namun batu alam penghias gelang itu ternyata murni.

Tiba-tiba Paman penjual gelang itu mengambil dua gelang itu, Chie bengong,

"Dibungkus?" kata Paman itu.

Yosuke menggeleng, "Nggak usah. Thank you, Oo-chan!"

Chie kaget, otaknya cepat mencerna.

"Eh, sudah dibayar?"

Namun pertanyaannya tidak digubris, alih-alih dijawab, Yosuke keburu menarik tangan Chie menjauh dari stand itu. Chie tetap bingung, ketika sempat menoleh ke Paman penjual manik-manik itu, orang tua itu hanya melambaikan tangannya dengan senyum lebar.

"Oke, selanjutnya ke mana?"

Yosuke bertanya pada Chie, membuatnya kemudian menimang. Bawaannya sudah banyak sekali, entah apa aja yang sudah dia beli, namun yang jelas cukup membuat tangan kanan-kiri Chie penuh. Yosuke sampai keheranan, karena setahu dia Chie bukan orang yang hobi belanja. Namun hari ini, sungguh hal yang tidak pernah disangka Yosuke bahwa Chie juga seorang gadis biasa yang sewaktu- waktu bisa gila belanja! Mulai dari belanja manga action, aksesoris, dan yang pasti Blu-Ray Film Jackie Chan dan Jet Li full episode!

"Hanamura nggak capek?" Chie balik bertanya,

"Capek, yah? Hm... kalau dipikir-pikir kita sudah lebih dua jam sih jalan-jalan."

Chie mengangkat jam tangannya, jam sembilan lebih dua puluh satu menit

"Aku ingin makan beefsteak." Cetusnya.

"Heh, stik lagi?" Yosuke menaikkan alisnya, "Nggak mau coba yang lain?"

Chie menggeleng, "Yang lain sih banyak, tapi takutnya nggak suka. Aku kan nggak suka coba-coba,"

Yosuke berpikir, benar juga. Pikirnya,selera kuliner seorang yang tidak bisa masak bisa jadi memang sedikit buruk.

"Ya sudah, aku punya opsi tempat makan stik enak di sini." Celetuk Yosuke.

"He? Hontou?" Chie bertanya girang,

"Yo," Yosuke mengambil sekantong belanjaan yang ada di tangan kanan Chie, menyatukannya dengan bawaan miliknya di tangan kanan lantas mengamit tangan kanan Chie dengan telapak kirinya.

"Iku."

Chie mengangguk riang, lantas menyambut uluran genggaman itu. Menganyam kemudian jemarinya erat.

.

.

"Gochisou-sama"

Chie menaruh pisau dan garpunya menyilang di piring stik, menyusul Yosuke yang sudah selesai daripadanya beberapa menit yang lalu. Gadis itu menyeruput jusnya, kemudian memanggil Yosuke.

"Hanamura?"

"Nani?"

"...Terima kasih, ya."

Yosuke mengerling kemudian,

"Domoo.." Jawabnya, "Lagipula nggak harus formal banget gitu, kan?"

Chie memainkan jarinya,

"Ya tetap saja aku harus terima kasih padamu, Baka."

Yosuke tertawa garing, membuat sedikit kesal pada Chie. Chie memandang menyeluruh pada pojok-pojok kafe Stik ini. Ramai bukan main. Pilihan Yosuke tepat juga rupanya, stik yang barusan dimakan mereka berdua enak sekali.

"Oh, ya Hanamura, kok kamu tahu kalau di sini ada kafe stik enak?"

"Oh itu?" Hanamura menjawab santai, "Ini kan kafe cabang Junes."

"He?" Chie mendelik, merasa dikerjain. Yosuke mengangguk-angguk sambil nyengir memastikan,

"Iya, ini cabang baru. Menunya juga ada yang baru jadi kita launching di sini, hitung-hitung sponsor."

Chie menyadari sesuatu, dia spontan menutup mulutnya,

"J-jangan bilang kalau festival ini-"

Yosuke menghirup jusnya, "Aku ketua EO-nya."

Chie menahan kejutnya. Jawaban Yosuke luar biasa santai. Lelaki di depannya itu barusan berucap seperti tidak terjadi apa-apa. Okay, dia memang anak pemilik Junes, namun tolong dengarkan ini; Pemuda 19 tahun ini telah mengetuai sebuah event organizer? Chie hanya bisa sibuk menggeleng-geleng kagum.

"S-Sugoi..." Chie menelan ludah, membuat Yosuke tergelak.

"Haha! Kok jadi galau gitu sih? Biasa aja dong!" Gumamnya, "Sudah waktunya aku mulai memperhatikan hal yang besar, kalau cuman sekedar memikirkan administrasi dalam Junes aku nggak bakal berkembang. Festival dan bazaar ini termasuk latihan buatku."

Yosuke berbicara panjang lebar, membuat Chie terperangah. Lelaki hentai nan berisik ini ternyata diam-diam sudah membawa amanat besar. Maklum saja, toh Junes adalah tempat bergembira seluruh masyarakat. Masih semuda ini, Yosuke sudah sedemikian sibuk dan bertanggung jawab.

Chie menekuk bibirnya,

"Aku jadi merasa bersalah-"

"–Itu lagi? Nggak usah dipikirkan banget, lah Satonaka." Yosuke memotong kalimat Chie. "Aku kan sudah bilang kalau aku yang ngatur. Mereka juga tahulah dimana tempat mereka."

Chie berupaya mencerna kata-kata Yosuke,

"Cara bicaramu itu seperti sudah jadi bos saja."

Yosuke nyengir, "Doain dong biar jadi kenyataan."

Chie tertawa,

"Arigatou, Hanamura."

"Yosuke." Sambar Yosuke. "Kita sudah kenal satu sama lain hampir lebih satu tahun, aku rasa kita tidak perlu canggung-canggungan lagi."

Chie menggoyangkan bahu, "Uhm, baiklah kalau itu maumu."

"Arigatou, Yosuke."

Lelaki gondrong itu tersenyum lebar,

"Do itashimashite, Chie."

Mereka tertawa lepas, lalu ngobrol ngalur ngidul sana sini. Mengenang masa-masa gembira dan lara. Mengingat-ingat waktu lampau untuk mereka sekedar bercengkrama. Tak terasa hampir pukul setengah sebelas malam. Mereka beranjak dari tempat mereka, berniat pulang.

Di tengah perjalanan, Yosuke mengajak Chie ke suatu tempat. Chie menurut. Toh malam ini malam minggu. Di seluruh Jepang akan ramai sana sini hingga bahkan lebih tengah malam.

Taman?

Di sebuah tempat nan asri dikelingin pohon-pohon, Yosuke berhenti. Chie memperhatikan, lampu-lampu di sekeliling tempat ini barusan terang benderang, namun di sini justru temaram. Chie jadi gugup, tempat ini bukan main sepinya. Berbeda dengan yang dia bayangkan barusan. Tempat ini lebih cocok jadi tempat berduaan daripada permainan.

Apa tadi? Berduaan-?

"Ini taman bermain milik Junes. Akan diresmikan besok pagi." Yosuke menjelaskan. Dia mengajak Chie duduk di salah satu bangku. "Nggak apa-apa kan kita mampir ke sini dulu?"

"O-oh, s-so? D-Daijobu, haha.."

Chie tertawa gugup, kemudian mengikuti. Dia duduk di sebelah Yosuke. Punggungnya langsung serasa panas dingin.

"Ini."

Chie menoleh getir,

"He?"

Chie melihat apa yang tengah diacungkan Yosuke. Kalung manik-manik itu. Yosuke kemudian menunjukkan pergelangan tangan kanannya, memperlihatkan kalung manik bermahkotakan perak tengah melingkarinya.

"Berikan tanganmu."

Chie menurut saja, entah apa yang sedang dipikirkannya. Namun yang pasti dirinya sedang kacau bahkan untuk mengendalikan dirinya sendiri. Yosuke seakan-akan sudah mampu menghipnotisnya, membuat gadis itu terbuai untuk senantiasa mengikuti perintahnya.

Yosuke memasangkan gelang berhiaskan berlian itu itu pada lengan kiri Chie.

"Oke, selesai tuan putri. "

Chie tertawa,

"Jelek sekali gombalmu, Yosuke."

Yosuke cengengesan, Chie mengangkat tangannya ke muka. Di tengah temaram malam gelang manik itu cukup untuk memantulkan cahaya seadanya, membuatnya bersinar. Cantik.

"Indahnya..."

Yosuke tersenyum lebar,

"Iya, kan?"

Chie tersenyum malu, rona merahnya di pipinya muncul perlahan. Terbiaskan tipis di minimnya cahaya bulan. Chie masih sibuk memandangi gelangnya itu tatkala menyadari sesuatu,

"Oh, ya Yosuke. Gelang yang satu lagi Yosuke yang pak-"

"–Chie tahu kenapa aku mengajak Chie jalan-jalan barusan?"

"Eh?"

Chie sontak bingung, pertanyaan itu terkesan mendadak. Chie menurunkan tangannya, raut wajah Yosuke yang barusan cengengesan seketika berubah menjadi sangat serius.

"Eng... Kenapa kok tiba-tiba-" Chie bertanya gugup, namun dipotong.

"Aku nggak mau kamu sedih lagi."

Mendengar itu tak ayal Chie merasa tertohok, ingat dia kemudian kejadian tadi pagi. Sekilas dia mendongak ke arah Yosuke, namun tatapan mata itu terlalu tajam. Chie jadi kikuk. Dia menunduk.

"Tatap aku, Chie."

Chie tidak berani, dia justru semakin mengalihkan muka dari Yosuke. Tiba-tiba Yosuke merapatkan duduknya mendekati Chie, kemudian mengambil kedua telapak tangan gadis itu. Perbuatan itu otomatis menarik tubuh Chie berbalik padanya. Wajah Chie memerah betul ketika mata cokelatnya bertemu dengan sewarna milik Yosuke. Tatapan langsung itu menghentikan segenap gerakannya. Yosuke menggenggam telapak mungil Chie erat-erat di depan dada.

"Aku nggak bakal membuat kamu kesepian lagi, Chie. Aku janji." Yosuke bergumam mantap, "Aku nggak bakal pernah meninggalkan kamu, nggak bakal membiarkan kamu menangis, ataupun nggak bakal membuatmu lupa akan dirimu sendiri..."

Wajah Chie tiba-tiba memanas,

"... Aku ingin mengajakmu membangun sebuah keluarga bahagia Chie..." Yosuke menarik nafas, pelan, ringan. Namun Chie justru merasa dadanya sesak, jantungnya berdegup tak keruan.

"... Aishiteru, Chie."

Lemas sudah badan Chie. Tak pernah sekalipun terlintas dipikirannya lelaki ini akan menembak-nya dengan sebegitu mendadak seperti ini. Romantis mungkin tidak, namun keseriusan Yosuke membuat Chie sungguh pangling. Chie mungkin cewek tsundere, namun dia tetaplah wanita yang bisa memilah-milah. Yosuke selama ini sahabatnya, seorang lelaki yang paling mengerti dirinya, seorang yang di waktu-waktu Chie mengadu padanya. Namun Chie terlalu takut, dia tidak siap, ini terlalu cepat. Tangannya bergetar, keringat dingin setetes melembabkan tubuhnya.

Yosuke bilang mencintainya.

Mungkinkah Chie menolak?

Dua detik berlalu, Yosuke termangu menunggu. Chie menunduk sesenti, berbagai pikiran berkecamuk, berputar dalam dimensinya. Dia sudah terlalu terbuai untuk sekedar berpikir logis. Dia lelah bukan main.

Dan ketika itu, tanpa sadar air matanya menetes, pelan. Chie menangis. Yosuke kaget, dibiarkannya Chie menarik tangannya perlahan dari genggaman Yosuke, berupaya menghentikan tangisnya sendiri.

"Maaf.. Yosuke..." Chie terisak, "A-Aku sudah merusak mood malam kita..."

Chie menangis sesenggukan, "Aku nggak pantas buat kamu, Yosuke... Kamu pangeran, aku jelata. Kamu berharkat, aku orang biasa..."

"...Meskipun kamu bilang akan membahagiakan aku, aku nggak yakin aku bisa membalas sebaliknya..."

Chie semakin menangis menjadi-jadi. Yosuke diam beberapa saat, kemudian berkata lantang,

" Siapa yang perduli semacam itu?"

Chie tersentak kaget, tangannya dijauhkan sesenti dari mukanya yang memucat karena tangis. Membuatnya mampu melihat Yosuke yang tengah menggeser dirinya lebih dekat. Mata Chie melebar, menyadari badan mereka yang tengah menempel sedemikian rapat. Wajah Yosuke tinggal beberapa senti saja, nafas hangat harum itu menerpa wajah Chie. Membuatnya kaku di tempat.

Yosuke mengecup lembut bibir Chie.

Chie hendak berontak, namun tak bisa. Batinnya ingin menolak, namun tubuhnya sendiri tak bergerak. Air mata kembali mengalir setetes dari masing-masing pupilnya.

Yosuke menarik ciumannya yang sekurun dua detik itu,

"Kalau kamu nggak yakin, aku akan meyakinkan kamu, Chie." Yosuke tergelak pelan,

"Itta darou? Aishiteru."

Chie belum sempat mencerna ataupun menjawab pertanyaan itu, ia hanya sempat menahan isak tatkala Yosuke mencium bibirnya lagi. Sedetik diam, Chie kemudian membalas ciuman Yosuke. Tangisan itu kian meredup, tergantikan oleh raut keduanya yang memekat. Ayal-ayal membalas, Chie justru menarik kerah jaket Yosuke, membuat pagutan itu lebih dalam. Panas di bibir itu memancing Yosuke melingkarkan tangannya ke belakang pinggang Chie, memeluk gadis kesayangannya itu erat.

Semenit lebih berlalu, keduanya menarik wajah satu sama lain. Chie menunduk malu, wajahnya blushing minta ampun.

"I love you, Chie."

Chie mendengus, namun gagap ala Tsundere itu membuat Yosuke tidak bisa berhenti tertawa,

"I-I love you too, B-Baka."

(LOVE comes from the BOND)

-anonymous-

(END)


VOCAB:

Ne, Hanamura, A-atashi o soba ni hazukashi janai?: Hei, Hanamura, n-nggak malu kan jalan bareng aku?

Ore wa Chie ga kirei to omou: Menurutku Chie cantik kok

Darou? : Iya, kan?

Hanamura, Hayaku! : Hanamura, ayo cepat!

He? Hontou ni? : Yang bener?

Itta darou? Aishiteru: I told you, i Love you ^/^

.

.

AN/ Okay, dan chapter dua pun usai hingga di sini. Terima kasih untuk segenap yang sudah membaca, khususnya Aika-chan ^_^, if not from your expressive feelling, saya mungkin akan lambat-lambat mempublish ini.

Regards,

Alp Arslan

(REVIEW?)

v

v

v