DAUN-DAUN GUGUR

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya hanya meminjam tokoh-tokohnya saja

Story by Morena L

Main chara: Haruno Sakura, Uchiha Sasuke, Uzumaki Karin, Senju Tobirama

Warning: AU, OOC, typo, DLDR, rated M karena pembahasan yang berat

.

.

.

Tokyo, tahun 1958 atau tahun 33 Showa. Sudah sebelas tahun berlalu sejak peristiwa mengerikan itu terjadi. Peristiwa pemboman di Hiroshima dan Nagasaki yang meluluhlantahkan Jepang. Negeri ini berduka, kemenangan besar pada saat penyerangan di Pearl Harbour beberapa tahun sebelumnya seolah terlupakan. Saat itu banyak orang seolah melihat apa itu yang disebut dengan neraka dunia. Jerit tangis, rintihan terluka, teriakan pilu, semuanya membaur menjadi satu. Peristiwa itu merupakan salah satu tragedi terburuk yang menyebabkan terenggutnya banyak jiwa.

Mari lupakan sejenak tentang sejarah kelam itu. Saat ini Jepang telah bebas dan mulai menata diri. Tidak ada lagi deru tank, tidak ada lagi bunyi senapan, dan tidak ada lagi ledakan bom. Mungkin masih ada konflik dengan Korea, namun konflik ini tidak seburuk Perang Dunia II. Perang telah berakhir dan membawa perubahan baru. Mental kerja keras sama sekali tidak luntur, semangat untuk membangun kembali negeri justru semakin menggebu. Akan tetapi, tak ada seorang pun yang menyangkal bahwa pola kehidupan telah jauh berbeda dengan masa-masa sebelum perang.

.

000

.

Seorang gadis muda, kira-kira berusia 19 tahun, berlari menuju ruang tamu panti asuhan tempat tinggalnya. Gadis berambut merah itu tahu jika salah satu sahabat baiknya pasti sedang duduk membaca novel di sana. Ia begitu bersemangat untuk memamerkan gaun indah pemberian sang kekasih.

"Sakura, lihat gaun ini bagus sekali kan?" Karin berputar-putar memamerkan gaun terusan panjangnya yang bermotif polkadot putih itu. Gaun berwarna biru terang itu akan mengembang pada bagian bawahnya jika sang pemilik berputar.

Sakura―seorang gadis berambut merah muda sebahu yang sedang membaca sebuah novel tebal―mengangkat kepalanya. Ia tersenyum kecil melihat tingkah sahabatnya itu. Karin memang selalu menyukai gaun ala barat yang memang saat ini sedang menjadi trend.

"Iya, Karin, gaunnya memang sangat cantik. Sayang sekali pemakainya tidak secantik gaun itu," ujarnya sambil tersenyum jail.

Karin berhenti menggerakan tubuhnya dan mendelik kesal pada Sakura. "Enak saja, kata Neji aku jauh lebih cantik dari gaun ini!"

Sakura menandai halaman terakhir yang dibacanya dan menutup novel itu. "Tentu saja Neji berkata seperti itu, kau kan kekasihnya. Masa dia mengatai kekasihnya sendiri jelek?"

"Huh! Bilang saja kau iri, Sakura," ujar Karin kesal sambil mengambil tempat di sebelah kiri sahabat merah mudanya itu.

"Aku tidak iri, Karin. Aku hanya belum menemukan yang tepat. Lagi pula, aku lebih suka mengenakan yang seperti ini daripada gaun itu," kata Sakura sambil menunjukkan tsumugi hijau yang dikenakannya. "Setelah menemukan pria yang tepat, aku akan langsung menikah dengannya," sambung Sakura lagi.

"Memangnya Kimimaro bukan orang yang tepat?"

Karin seketika menutup mulutnya menggunakan tangan karena tahu ia telah salah bicara.

"Aku belum tahu apakah Kimimaro orang yang tepat atau bukan, aku hanya ingin melihat kesungguhan hatinya, membuktikan bahwa dia tidak akan mengkhianatiku lagi dan menjadikan aku satu-satunya. Saat ini dia sedang ke Kobe untuk mengurus bisnis keluarga Kaguya, setelah dia kembali aku akan melihat kesungguhan hatinya," jawab Sakura sambil menatap tangannya yang telah terkepal di atas pahanya.

"Kauyakin?" Karin menyentuh bahu sahabatnya, "Kauyakin ingin memberikan kesempatan kedua pada Kimimaro? Kalau Neji melakukan hal yang sama padaku, menduakanku, aku tidak akan memberikan kesempatan kedua padanya."

"Karin, seorang pria yang menyesal karena telah menduakan pasangannya biasanya akan menjadi pria yang sangat setia. Aku percaya bahwa Kimimaro sungguh-sungguh telah menyesal dan tidak akan mengulanginya lagi," ujar Sakura dengan sorot mata meyakinkan.

"Baiklah, aku percaya Kimimaro bisa berubah. Tapi, apa keluarganya bisa …? Maksudku ... kautahu kan, keluarga Kaguya masih merupakan keluarga bangsawan sedangkan ki―"

"Karin, aku dan Kimimaro pernah membicarakan hal itu. Kami pasti bisa mengatasinya," sela Sakura. "Daripada berpikir tentang aku dan Kimimaro, bagaimana dengan kau dan Neji? Jangan terus-terusan menolak lamarannya, suatu saat kau akan menyesal," kata Sakura memperingatkan.

Karin melepaskan rangkulannya dari bahu Sakura. Gadis itu mengembuskan napasnya dengan berat.

"Entahlah Sakura, aku masih takut untuk hidup terikat. Kautahu sendiri bagaimana kehidupan perempuan dulu, apalagi keluarga Hyuuga adalah keluarga yang cukup keras. Aku hanya belum ingin kebebasanku direnggut," kata Karin lirih.

"Sistem ie sudah dihapus pada tahun 1947, undang-undang yang baru juga telah menjamin adanya kesetaraan gender antara pria dan wanita. Perempuan juga bisa bersekolah dan bekerja. Perempuan tidak akan menjadi seperti budak di dalam keluarga lagi. Aku paham, ketakutan pada kehidupan perempuan di zaman Meiji yang membuat banyak perempuan tidak ingin menikah, tapi tidak selamanya kita bisa bebas, Karin. Sebebas-bebasnya perempuan, mereka akan tetap membutuhkan kaum lelaki. Neji sangat menyayangimu, Karin. Jangan membuatnya menunggu terlalu lama," nasihat Sakura.

Karin tertawa kecil mendengar jawaban sahabatnya itu. "Haruno Sakura dan kekonservatifannya."

"Aku memang sedikit konservatif, Karin. Tapi, bukan berarti aku tidak bisa menerima perubahan."

Karin memutar bola matanya kemudian berkata, "Sedikit? Kau itu sangat konservatif, Sakura. Saat semua gadis memakai gaun-gaun cantik seperti ini, kau masih setia menggunakan kimono. Saat banyak wanita berpikir untuk tidak menikah agar tidak mendapat kekangan, kau malah ingin menikah dan membangun keluarga. Pola pikirmu memang lebih dewasa dari yang lain, tapi tetap saja masih banyak hal kuno yang kaupertahankan."

"Tidak selamanya tradisi lama akan membuatmu terlihat kuno. Dengan mengingat sejarah, tradisi, dan budaya, maka kita akan tahu batasan diri kita dan bagaimana kita menempatkan diri. Aku suka pada gaun-gaun ala barat, tapi aku lebih menyukai kimono warisan budaya kita. Dan Karin, jangan mengalihkan pembicaraan menjadi tentang aku. Kita sedang mebicarakan tentang masa depanmu bersama Neji," seru Sakura yang mengetahui maksud terselubung Karin.

"Aku ketahuan, ya?" tanya Karin sambil tersenyum jail, "Tenang saja, masih banyak waktu untuk memikirkan hal itu."

"Nona Uzumaki, saat seseorang berpikir dia masih punya banyak waktu, saat itulah dia sudah kehilangan waktunya yang berharga," tegur Sakura yang dibalas dengan delikan Karin.

"Sudah kuduga, yang sedang mengobrol itu kalian berdua," kata Ino yang memasuki ruang tamu panti. Gadis bermata biru itu kemudian duduk di sebelah kanan Sakura. "Aku punya dua berita. Mau yang baik atau yang buruk dulu?"

"Yang baik," sambung Sakura.

"Baiklah. Sakura, Tsunade-sama mengajakmu ke pesta yang diadakan oleh keluarga Uchiha. Pestanya diadakan besok malam. Kautahu sendiri kan keluarga Uchiha selain kaya raya mereka juga sangat memperhatikan pendidikan di Jepang," kata Ino menggebu-gebu.

"Kenapa aku?" tanya Sakura tak percaya.

"Kau kan lulusan terbaik di sekolah kita. Tentu saja Tsunade-sama mengajakmu."

Sakura mengangguk pasrah mendengar jawaban Ino. "Terus berita buruknya apa?"

Ino terdiam sejenak. Wajahnya terlihat begitu sungkan untuk memberitahukan berita itu. Ia menimbang-nimbang sebentar, sebelum akhirnya memberitahu mereka. "Karin, kapan terakhir kau bertemu dengan Neji?"

Karin tercekat. Tiba-tiba perasaan tak enak menyeruak di dalam dadanya. "Dua hari yang lalu, saat ia menghadiahiku gaun ini. Apa terjadi sesuatu pada Neji?" tanyanya panik.

"Hm." Anggukan Ino memberikan jawaban padanya. Saat itu juga Karin merasa dunianya runtuh. Benar kata Sakura, seharusnya ia tidak terus-terusan menolak Neji. Seharusnya ia langsung menerima saat Neji pertama kali melamarnya. Sekarang apa? Semuanya sudah terlambat. Air matanya sudah tidak sanggup ia pertahankan lagi di pelupuk matanya.

Banyak lelaki yang mengeluh kalau Karin terlalu cerewet. Banyak wanita yang juga tidak suka pada gadis beriris merah itu. Tapi, Hyuuga Neji berbeda.

Neji yang selalu ada di sisinya. Neji yang menerima dia apa adanya. Neji yang tidak pernah mempermasalahkan semua tingkah hebohnya. Neji yang selalu tersenyum lembut padanya. Neji yang selalu sabar padanya. Neji yang sangat dicintainya. Neji yang—

"Karin, bukan itu maksudku," kata Ino lagi, "kalau kau berpikir sesuatu yang buruk menimpa Neji, maka kau salah. Aku juga tidak tahu ini hal buruk atau baik," lanjut Ino lirih.

"Katakan saja apa yang terjadi Ino," ujar Sakura yang kini memegang sebelah tangan Karin memberikan kekuatan. Sedangkan gadis Uzumaki itu mencoba tegar dengan mengusap air mata yang membasahi pipinya.

"Kalian tahu kan kalau kemarin adalah hari pernikahan Namikaze Naruto dan Hyuuga Hinata?"

Karin dan Sakura mengangguk, akan tetapi, Ino seperti enggan untuk melanjutkan. Kabar yang akan didengar Karin ini mungkin akan jauh lebih buruk daripada mendengar kabar Neji meninggal.

"Tidak diketahui apa alasannya, tapi Namikaze Naruto tidak datang di pernikahan itu dan sampai sekarang dia tidak ditemukan."

"Kalau begitu pernikahan tidak jadi diadakan? Lalu, apa hubungannya dengan Neji?" tanya Karin tak mengerti.

Ino seperti merasa suaranya tertahan sesuatu sehingga tidak dapat keluar. Dengan sekuat tenaga gadis itu berusaha menjawab, "Pernikahan tetap diadakan, Karin. Sepertinya demi menyelamatkan nama keluarga Hyuuga, kemarin telah terjadi pernikahan antara … Hyuuga Hinata dan Hyuuga Neji."

Mata Karin melebar dan pandangannya menjadi kosong seketika. "Aku ingin sendiri," dugaan Ino salah. Tangisan Karin tidak pecah, gadis itu tidak menangis sambil menjerit-jerit. Karin melepaskan tangannya yang digenggam Sakura dan berjalan gontai meninggalkan dua sahabatnya itu.

"Sa-Sakura ... i-itu, Karin?" Bahkan Ino sampai kebingungan untuk mengatur perkatannya. "Apa yang harus kita lakukan?"

"Biarkan dia sendiri, Ino. Tidak ada air mata bukan berarti dia tidak sedih. Menangis tanpa air mata adalah kesedihan yang paling dalam."

Sakura tahu Karin sedang terpukul sekarang. Lebih baik mendengar berita kematian Neji daripada mendengar berita bahwa lelaki itu sudah menikah dengan perempuan lain. Perempuan dengan posisi yang sangat tinggi, bukan perempuan biasa seperti Uzumaki Karin.

.

oOo

.

"Hei, Sasuke. Ini pesta keluargamu, nikmatilah," kata Shikamaru sambil merokok di sebelah pria berwajah tegas di sebelahnya itu. Keduanya saat ini sedang berada di pojok ruangan tempat berlangsungnya pesta.

Pesta yang diadakan memang bergaya internasional karena banyak orang asing yang diundang. Berdamai dengan Amerika tampaknya cukup membawa keuntungan juga buat Jepang. Tapi Sasuke tidak suka pesta, dia lebih sukan ketenangan.

"Kau masih merokok? Tidak takut dimarahi istrimu?" tanya Sasuke dengan senyum mengejek.

"Asalkan Temari tidak tahu, tidak masalah," jawab Shikamaru santai.

"Dasar suami takut istri. Padahal istrimu lebih muda sepuluh tahun darimu," ejek Sasuke lagi.

"Setidaknya aku sudah punya keluarga, Sasuke, memiliki istri cantik dan putra yang sejenius diriku. Kita tidak muda lagi, usia kita sudah 36 tahun. Kapan kau akan menyusulku? Jangan sampai kau sudah memegang tongkat, tapi anakmu masih bayi," balas Shikamaru setengah mengejek.

"Aku tidak ingin menakuti pasanganku saat dia tidur nanti. Setiap malam aku masih sering memimpikan tentang masa-masa mengerikan itu," kata Sasuke sambil menatap kosong tamu-tamu yang datang.

"Sasuk―"

"Shika, Kenichi hilang," perkataan Shikamaru terpotong karena Temari menghampirinya dengan panik. Wanita yang saat ini sedang mengandung anak keduanya itu tampak hampir menangis.

"Hilang?"

"Tadi dia bersama Ibu, tapi sekarang keberadaannya tidak diketahui," jawab Temari yang semakin panik.

"Kubantu mencarinya," kata Sasuke. Ketiganya kemudian berpencar untuk mencari putra sulung Shikamaru itu.

.

oOo

.

Pesta keluarga bangsawan memang membuat Sakura tak nyaman. Apalagi, rumah induk Uchiha sangat besar dan penuh dengan benda-benda antik peninggalan zaman dulu. Sakura memang merasa risih karena ia adalah salah satu dari segelintir gadis muda yang masih mengenakan kimono di pesta seperti ini. Peradaban barat memang telah mengubah gaya berbusana mereka. Hanya gadis dari keluarga bangsawan tinggi yang masih mengenakan kimono di acara formal seperti ini, namun tak jarang pula yang mengenakan gaun.

Merasa sedikit kepanasan dan tak nyaman, diam-diam Sakura keluar menuju ke taman yang berada di halaman rumah induk keluarga Uchiha.

"Huuuft." Gadis itu bisa bernapas lega sekarang.

"Nee-san siapa?" Sakura sedikit terkejut karena seorang anak laki-laki tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Kau sendiri siapa, Bocah manis?" tanya Sakura sambil berjongkok menyejajarkan dirinya dengan bocah itu.

"Namaku Nara Kenichi, umur lima tahun, salam kenal Nee-san," kata anak itu memperkenalkan diri.

"Anak yang pandai. Namaku Haruno Sakura, salam kenal, Kenichi-kun." Gantian kini Sakura yang memperkenalkan dirinya. "Kenapa kau ada di sini, Kenichi-kun?"

"Bagaimana kalau kita duduk di bangku itu saja?" tawar Kenichi sambil menunjuk bangku taman yang tak jauh dari mereka. "Lutut Nee-sanbisa sakit kalau berjongkok lama-lama seperti itu," lanjutnya lagi.

"Kau ini cerdas sekali, ya," kata Sakura sambil mengacak rambut Kenichi. Kemudian sambil memegang tangan bocah itu, mereka berdua berjalan menuju bangku taman.

"Nah, Kenichi-kun, katakan kenapa kau bisa berada di sini? Apa orangtuamu tidak khawatir nanti?"

Bocah itu menggelengkan kepalanya dengan ekspresi yang menggemaskan. "Pestanya membosankan, terus aku mengantuk. Lagi pula, banyak orang dewasa di dalam, obrolannya tidak bisa kumengerti, bukankah itu sangat menyebalkan, Nee-san?" ujarnya sambil menguap malas.

Sakura terkekeh pelan mendengar jawaban dari Kenichi. Astaga, anak ini benar-benar sangat cerdas.

"Aku mengantuk, Nee-san." Dan tanpa permisi, bocah itu sudah meyandarkan kepalanya di pangkuan Sakura, lalu tidur dengan nyaman.

Selama beberapa saat Sakura mengelus rambut hitam pekat Kenichi. Menyamankan bocah yang sudah tertidur dengan sangat lelap itu. Anak-anak yang tertidur nyenyak pasti akan berwajah sedamai malaikat. Sakura sering memperhatikan itu saat menengok anak-anak panti yang tertidur pada malam hari.

"Kenichi."

Untuk kedua kalinya, Sakura harus terkejut pada malam ini. Kali bukan suara khas anak kecil yang mengejutkannya, melainkan suara berat nan tegas dari seorang pria. Gadis itu mengangkat wajahnya dan melihat si pemilik suara. Pandangannya menangkap sosok seorang pria yang mengenakan seragam militer dengan pangkat yang sepertinya cukup tinggi, wajahnya sangat tegas ala tentara, tubuh yang tinggi tegap, dan tatapan mata yang sangat tajam.

"Maaf, tapi anak yang sedang tertidur itu adalah keponakan saya," kata lelaki itu lagi.

"Saya juga minta maaf, saya baru bertemu dengan Kenichi tadi. Saat sedang mengobrol dengannya, tiba-tiba dia tidur," timpal Sakura.

"Ck, dasar Nara," gerutu Sasuke yang kemudian menggendong Kenichi yang masih asik tidur itu. "Lalu, Anda siapa?" tanyanya menyelidiki.

"Nama saya Haruno Sakura, saya bersama Senju Tsunade di pesta ini," jawab Sakura kikuk.

"Hn. Uchiha Sasuke. Terima kasih karena sudah menjaga keponakan saya," kata Sasuke yang langsung berlalu dari hadapan gadis itu.

Tunggu sebentar?

Uchiha Sasuke?

Uchiha?

Itu berarti … dia adalah pemilik tempat ini? Oh, Kami-sama!

.

.

.

Tbc

A/N:

Ulala… di tengah banyak utang, saya membuat MC baru. Maaf, bukan berarti menelantarkan MC yang lain, tapi saya memang sedang kesulitan untuk melanjutkan fict lama. Saya membuat ini untuk penyegaran saja. Fict ini tidak akan panjang, hanya 4 atau 5 chapter dan akan cepat diupdate karena saya memang sudah membuat plotnya sampai akhir.

Kenapa Sasuke pakai seragamnya di sini, err, baca manga2 jadul sepertinya habis PD II di pesta-pesta biasanya aparat militer masih make seragam kebesaran mereka. Hihihi… Oh iya, mau ngejelasin beberapa istilah asing di atas.

Tsumugi adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang sudah atau belum menikah. Walaupun demikian, kimono jenis ini boleh dikenakan untuk keluar rumah seperti ketika berbelanja dan berjalan-jalan. Bahan yang dipakai adalah kain hasil tenunan sederhana dari benang katun atau benang sutra kelas rendah yang tebal dan kasar.

Sistem ie itu sistem yang mengatur hidup perempuan pada zaman Meiji. Jadi perempuan sama sekali tidak memiliki kebebasan.

Fict ini memang berlatarbelakang kehidupan Jepang setelah Perang Dunia II, saya memang sudah lama mau mebuat fict yang seperti ini. Hehehe.. Terima kasih sudah mau mebaca sampai sini dan maaf atas segala kekurangannya, bersediakah memberikan review?