Kelahiran anggota baru dalam keluarga adalah hal yang paling ditunggu-tunggu, terutama oleh sepasang orangtua yang sudah sangat menantikan kehadiran si bayi. Menunggu selama sembilan bulan sama sekali bukan halangan. Masa penantian ini justru membuat ikatan antara ayah dan ibu, serta si bayi semakin erat.

Karin begitu bahagia. Sangat. Dia bahkan tak menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikan kebahagiaannya. Masa kehamilannya dilalui dengan sangat menyenangkan. Semua hari berat sudah berlalu. Semua kesalahpahaman sudah mendapat penjelasan yang memuaskan.

Bukan hanya itu, dia bahkan berteman baik dengan Kurenai dan Hinata sekarang. Kurenai bahkan sering membagi tips seputar kehamilan padanya dan Hinata. Dan tak lupa perhatian dari Tobirama, walau calon suaminya itu terkadang harus ke luar kota. Calon? Tentu saja! Karin tak mau menikah dalam kondisi hamil begini! Tubuh gemuk di foto pernikahan adalah sebuah mimpi buruk. Untung saja Tobirama sama sekali tak keberatan dengan rencana pernikahan yang ditunda sampai anak mereka lahir.

Kebahagiannya semakin lengkap karena kedua sahabatnya—Sakura dan Ino—juga beberapa kali berkunjung. Yah, walau kunjungan Sakura tak sesering Ino, akan tetapi itu saja sudah lebih dari cukup.

Namun, tak dapat disangkal kalau beberapa kali wajah mendung Sakura tak luput dari penglihatannya. Sakura pasti ingin merasakan apa yang dia rasakan. Tapi, sahabatnya itu selalu meyakinkannya kalau semua baik-baik saja. Ya, Tuhan masih menyayangi Sakura. Wanita itu dikaruniai seorang suami yang luar biasa mencintainya dan seorang anak angkat—oh, jangan pernah menyebut Kenichi anak angkat di depan Sakura. Dia akan sangat marah—yang sangat menyayanginya.

Saat persalinan pun dilewati dengan lancar. Jangan tanyakan sakit yang dia rasakan! Semua perempuan yang melahirkan normal pasti akan merasakan sakit yang sama. Bayi itu lahir dalam suasana yang penuh dengan suka cita. Senju Hikari, putrinya yang cantik dengan masa depan bersinar yang menantinya.

.

.

.

.

.

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto

Story by Morena L

Main chara: Haruno Sakura, Uchiha Sasuke, Uzumaki Karin, Senju Tobirama

Warning: AU, OOC, typo, DLDR, rated M untuk konflik dan bahasan yang berat

.

.

.

.

.

.

.

Tak terasa gadis mungil Karin kini sudah berumur empat bulan. Semua orang yang melihatnya pasti tak akan ragu mengatakan kalau dia putri Senju Tobirama. Tampaknya gen Karin kalah telak dari gen suaminya. Dia hanya mewariskan bentuk mata pada putri kecilnya. Selebihnya adalah replika sang suami.

Musim dingin di awal tahun membuat siapa saja malas beaktivitas di luar. Sementara Hikari dijaga pengasuhnya, Karin minum teh dengan santai bersama Kurenai di ruang keluarga mereka. Sore ini didominasi warna putih karena sejak pagi salju turun tanpa henti. Sementara mereka menikmati teh dan beberapa kudapan, Rizuki tanpa henti mengusik pengasuh Hikari dengan berbagai macam pertanyaan seputar bayi mungil itu. Kurenai terkekeh pelan sambil bercanda kalau dia tak akan kaget seandainya Rizuki dan Hikari berjodoh di masa depan.

Seorang pelayan masuk dan memberitahu kalau ada titipan dari Nyonya Hyuuga. Karin menerimanya dengan gembira. Ah, siapa yang menyangka kalau mereka semua bisa berteman baik seperti ini?

"Apa itu?" tanya Kurenai penasaran.

"Ayo kita lihat." Dia membuka bungkusan berwarna kuning itu dengan rasa penasaran yang sama besarnya dengan Kurenai. Keduanya memandang takjub pada selimut tebal untuk bayi yang terbuat dari sutera berkualitas dengan motif bunga krisan yang indah.

.

Neji-san baru pulang dari perjalanan ke luar kota dan membawa selimut ini sebagai oleh-oleh. Kurasa selimut ini akan sangat bagus dipakai Hikari di tengah cuaca dingin. Putra kami juga punya selimut yang sama, tapi dengan warna yang berbeda.

Hyuuga Hinata

.

"Wah, kurasa anakku punya saingan, ya," canda Kurenai seusai mendengar pesan Hinata yang dibacakan Karin.

"Haha ... bisa saja. Hikari kami masih kecil."

"Saingan apa?"

Senyum sumringah langsung terbit di wajah Karin ketika mendapati suaminya masuk ke ruang keluarga. Dia tak datang sendiri, melainkan bersama Sarutobi Asuma, suami Kurenai. Mereka memang sedang melakukan kerja sama bisnis.

"Kami sedang membicarakan kemungkinan Rizuki, Hikari, dan putra keluarga Hyuuga yang mungkin berjodoh," jawab Kurenai. Dia saling melempar tatapan geli dengan Karin karena tahu kalau Tobirama sama sekali tak senang dengan gagasan itu.

"Dia masih kecil."

Oke, cukup bercandanya. Mereka tentu tak mau mencari masalah, bukan?

oOo

Setelah pasangan Sarutobi dan putra mereka pulang, Karin memanfaatkan waktunya dengan berendam air panas. Saat keluar, hatinya menghangat melihat pemandangan Tobirama yang sedang menggendong putri mereka. Jelas sekali kalau dia sangat menyayangi anak itu.

"Sayang, ayo kita makan malam dulu," ajak Karin.

"Hn."

Seolah tak memedulikan Karin, pria itu masih tetap memfokuskan perhatian pada putri kecilnya.

"Sayang ... Tobi?"

Aaaah, inilah yang sebenarnya tidak begitu Karin sukai. Tobirama mulai menomorduakan dirinya sejak Hikari lahir. Bukannya cemburu ... tapi, tetap saja tak enak kalau tidak diacuhkan seperti ini.

Pun setelah makan malam, pria itu lebih memilih memanjakan putri mereka. Kalau saja Tobirama hanya memeriksa dokumen atau laporan mengenai perkembangan bisnisnya, Karin tentu dengan mudah bisa merayunya. Demi Kami-sama, ini Hikari! Dia tak bisa mengalihkan perhatian sang suami dari gadis kecil mereka.

"Tobi ...," panggilnya sekali lagi.

"Ada apa?"

"Aku mau menyusui Hikari dulu."

Barulah dengan berat hati dia melepaskan putrinya. Kamar besar itu kini diliputi keheningan karena Tobirama mulai beralih ke dokumen bisnisnya. Dia duduk di sebelah Karin yang sedang menyusui. Padahal, di sofa itu jarak mereka hanya sekitar sepuluh sentimeter, namun rasanya mereka seperti berjarak sepuluh kilometer.

Di balik kebahagiaan Karin membangun keluarga kecilnya ini, sebenarnya dia menyimpan keluh kesah yang tak dapat dia ceritakan pada siapa pun. Dia bahagia, tak ada yang perlu meragukan hal tersebut. Hanya saja, dia merasa kurang kasih sayang dari suaminya sejak kelahiran sang putri. Dia cemburu? Mungkin saja, tapi bagi Karin adalah sebuah kekonyolan cemburu pada anak sendiri.

Akan tetapi, dia merasa begitu kering. Tobirama tetap bersikap mesra padanya—demi apa pun dia sama sekali tak menyangka dibalik sikap tegas itu, Tobirama adalah pria yang sangat penyayang—namun, entahlah, dia tetap merasa kurang.

"Ada apa, Karin?" tanya pria itu usai Karin menidurkan putri mereka.

"Tak ada."

Tobirama mendengus. Karin tak pernah belajar dari pengalaman rupanya, wanita itu bukan pembohong yang baik, terutama di depan sang suami. Sudut kiri bibir pria itu sedikit ditarik ke atas, meminta penjelasan.

"Aku hanya ... eeem ... hhh ...," desah Karin ragu. Dia sulit menemukan alasan yang tepat sementara pria itu terus menuntut jawaban pertanyaannya.

"Karin."

Wanita itu menundukkan kepalanya. Dia menggigit bibir bawahnya sembari terus mencari alasan yang tepat. "Kau ... kau tidak mencintaiku lagi seperti dulu."

Baiklah, dia sudah sukses membuat suaminya terkejut.

"Aku merasa perhatianmu tidak sebesar dulu, sebelum putri kita lahir."

Tanpa disangka pria itu tertawa terbahak-bahak. Karin bersumpah dia tak pernah melihat suaminya seperti ini.

"HAHAHA! Kau ...hmmph ... cemburu pada putrimu sendiri?"

Ugh, Karin semakin malu sekarang. "Ti-tidak! Bukan begitu!" bantahnya dengan wajah merah padam.

Pria itu kemudian mendekat dan memberikannya satu pelukan erat. "Aku sudah memberikan segalanya padamu, apalagi yang kautakutkan?"

Ini dia! Ini dia! Ternyata ini yang Karin cari selama ini! Dadanya kembali bergemuruh saat Tobirama mulai mencium bibirnya dengan penuh gairah. Oh, dia mungkin memang cemburu pada anaknya—atau apa pun itu, terserahlah! Tapi, yang paling utama adalah dia merindukan sentuhan suaminya yang seperti ini. Sejak Hikari lahir, Tobirama memang jarang menyentuhnya dengan intens.

"Aku tak mau anak kita—"

Omongan itu tak terselesaikan karena Karin sudah kembali menarik lehernya ke dalam satu ciuman panjang. Ekor mata wanita itu melirik sebentar pada putri mereka yang sedang tertidur pulas di atas ranjang. Sepertinya dia tak akan terbangun karena aksi kedua orangtuanya sekarang.

Jangan bangun, Hikari, Ibu sedang merindukan ayahmu. Hanya berbagi ciuman saja untuk saat ini. Karena itu, jadilah anak baik sekarang.

.

.

.

.

.

"Aku sudah memberikan segalanya padamu, apalagi yang kautakutkan?"

.

.

.

.

.

Fin

A/N:

Tinggal part 3 ya ... #menghilangkedalampelukanGaara