Sakura memutar tubuhnya dengan gusar di atas tempat tidur. Sebentar lagi matahari akan menampakan dirinya, namun gadis itu tidak bisa terlelap sama sekali. Kejadian dua malam yang lalu masih membayang dengan jelas di dalam ingatannya. Sakura merasa sangat malu karena kejadian di pesta yang diadakan keluarga Uchiha. Walaupun ia tidak melakukan kesalahan, tapi tetap saja ia merasa itu adalah hal yang memalukan.
"Kau sungguh bodoh, Sakura," ujarnya merutuki diri sendiri.
Kepalanya yang berhelaian merah muda itu kemudian menoleh ke samping untuk melihat keadaan Karin. Sahabat yang tidur bersebelah tempat tidur dengannya itu tampaknya belum mengubah posisi tidurnya. Sejak semalam, ia terus tidur membelakangi Sakura. Terlihat jelas dia tidak mau diganggu, Karin masih shock karena kabar pernikahan Neji. Di hadapan semua orang, dia tetap berusaha terlihat seperti Karin yang biasanya. Dia berusaha keras dan Sakura tahu itu.
.
.
.
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya hanya meminjam tokoh-tokohnya saja
Story by Morena L
Main chara: Haruno Sakura, Uchiha Sasuke, Uzumaki Karin, Senju Tobirama
Warning: AU, OOC, typo, DLDR, rated M untuk konflik dan bahasan yang berat
.
.
.
"Karin, kemarin Tsunade-sama memintaku untuk menyampaikan pesannya. Katanya kau diminta ke kantor yayasan hari ini," kata Sakura yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin.
"Memangnya sekolah sedang kekurangan tenaga pengajar?" Karin yang duduk di ujung tempat tidurnya kembali bertanya. Sejak lulus setahun yang lalu, Karin, Sakura, dan Ino memang sering membantu sebagai guru pengganti di sekolah tempat mereka menimba ilmu dulu.
"Sepertinya tidak, mungkin Tsunade-sama mau memberikan pekerjaan untukmu," jawab Sakura yang kini memasang pita berwarna merah di ikatan rambut belakangnya.
"Baguslah, biar aku memiliki banyak kegiatan dan melupakan hal yang tidak penting," sambung gadis itu tak acuh.
"Bukan hal yang tidak penting, Karin, tapi hal penting yang memang harus dilupakan," koreksi Sakura.
"Sudah bukan milikku berarti sudah tidak penting lagi," sahut Karin. "Aku mau mandi dulu," lanjut gadis beriris merah itu yang kemudian mengangkat tubuhnya dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.
Sakura tersenyum singkat sambil memandang punggung Karin. Sakura tahu sahabatnya itu berbohong, Karin tidak mungkin begitu cepat melupakan Neji. Gadis Uzumaki itu sangat mencintai pria yang kini sudah menjadi suami dari perempuan lain. Tapi, siapa yang tahu akan hati manusia?
Sakura lalu mengambil beberapa buku dari lemarinya dan memasukkannya ke dalam tas. Pagi ini ia diminta oleh Tsunade untuk mengajar private putra seorang perwira militer. Kabarnya anak itu sangat malas sehingga pengajar-pengajar sebelumnya memilih untuk mundur.
Gadis Haruno itu menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, itu berarti sudah saatnya dia berangkat karena sejam lagi waktunya untuk mengajar.
"Karin, aku berangkat," pamitnya pada sang sahabat yang sedang mandi.
oOo
Sakura melirik alamat yang tertera pada secarik kertas dengan rumah yang berjarak sekitar lima meter darinya. Ia melihat beberapa kali sebelum memastikan bahwa alamat yang ia tuju sudah benar. Bibirnya mengulum senyum saat melihat nama keluarga yang tertera di dekat gerbang rumah.
Nara.
Nama yang merujuk pada Kenichi, si bocah kecil yang sangat cerdas. Senyum itu seketika sirna karena ia mengingat kembali hal menurutnya sangat memalukan. Ia berpikir bahwa ia sudah sangat tidak sopan pada Uchiha Sasuke, sang empunya pesta.
"Permisi, apa benar ini kediaman Nara Temari?" tanyanya pada seorang penjaga yang berseragam tentara yang berjaga di depan gerbang.
"Benar. Maaf, Anda siapa?"
"Saya Haruno Sakura," jawabnya.
"Apa anda guru tuan muda?"
"Benar."
"Silakan masuk. Nyonya sudah menunggu di dalam," kata si penjaga yang kemudian membukakan pintu gerbang.
oOo
"Oh, apa Anda Haruno Sakura?"
Sakura yang mendengar suara si pemilik rumah segera berdiri dan menunduk hormat pada wanita pirang itu.
"Saya, Haruno Sakura," katanya memperkenalkan diri.
"Saya, Nara Temari," balas wanita itu.
Keduanya kemudian duduk di sofa sambil berhadapan. Wanita yang sedang hamil enam bulan itu melihat saksama gadis dihadapannya, sepertinya dia sedang menilai orang seperti apa yang akan menjadi pengajar sang putra.
"Tsunade-san merekomendasikan dirimu saat saya meminta sarannya untuk mencari seorang guru pribadi. Katanya kau adalah lulusan terbaik dari sekolah putri yang ia kelola. Selama setahun ini kau membantu mengajar di sana dan sedang mencari universitas yang bagus untuk melanjutkan pendidikanmu. Dia sangat membanggakanmu dan mengatakan kau gadis yang sangat pandai," puji Temari.
"Tsunade-sama terlalu memuji saya," kata Sakura merendah.
"Kuharap kau tahan dengan putraku. Dia bukan anak yang nakal, hanya saja dia sedikit malas," ujar Temari yang memberikan penekanan pada kata 'sedikit'.
"Anak-anak memang selalu seperti itu, Temari-san."
"Baiklah, akan kupanggil putraku dulu," kata Temari yang beranjak dari tempat duduknya.
Tak lama kemudian wanita itu datang dengan menggandeng seorang anak lelaki. Wajah anak itu terlihat tanpa minat dan matanya masih setengah terbuka. Sakura menaikkan alisnya saat melihat anak itu, bukankah dia Kenichi?"
"Haruno-san, ini put―"
"Nee-san!" seru Kenichi girang yang dibalas dengan senyum Sakura.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Temari bingung.
"Nee-san inu yang kutemui di pesta Sasuke-jisan," jawab bocah itu girang.
"Jadi, Haruno-san yang menemukan putra saya malam itu?"
Sakura mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Temari.
"Terima kasih banyak. Kami sangat khawatir karena dia hilang tiba-tiba. Berarti saya tidak salah memilih Anda sebagai gurunya," kata Temari sambil tersenyum puas.
Bocah bermata teal itu dengan gembira mengambil tempat di sebelah Sakura. Ia sepertinya sangat senang karena bisa bertemu dengan Sakura lagi.
"Kenichi, Kaa-san tinggal, ya. Ingat, tidak boleh tidur dan malas-malasan lagi," kata Temari memperingatkan sebelum akhirnya meninggalkan sang putra bersama Sakura.
oOo
Mengajari Kenichi ternyata bukan hal yang mudah. Bocah itu adalah anak yang sangat cerdas. Dia cepat menangkap apa yang diajarkan Sakura, hanya saja dia juga cepat bosan. Beberapa kali Kenichi menguap tanda bahwa ia sudah kehilangan minatnya. Jika sudah begitu, maka Sakura harus memutar otak untuk membuat anak itu tertarik lagi. Temari yang beberapa kali menengok sepertinya cukup puas, Sakura terlihat berhasil mengatasi kemalasan putranya.
"Nee-san, sampai kapan kita belajar? Aku bosan," rajuk Kenichi.
"Sampai jam makan siang nanti, Kenichi," jawabnya sambil meyentil dahi bocah itu.
Kenichi melirik jam dinding dan menghembuskan napas lesu. "Masih dua puluh menit lagi, Nee-san," keluhnya.
"Dua puluh menit itu tidak lama. Ayo anak pintar, kita belajar lagi," bujuk Sakura.
"Nee-saaaaan," rajuknya lagi.
"Ken―"
"Hai, Jagoan." sebuah suara berat menginterupsi perkataan Sakura.
"Ji-san!" Kenichi tampak sangat senang dan berlari menghampiri si pemilik suara.
Pria bertubuh tegap itu segera menangkap tubuh Kenichi dan menggendongnya dengan sebelah tangan. Sakura yang melihat pemandangan itu mulai memucat, sebab yang sedang menggendong Kenichi adalah … Uchiha Sasuke.
"Huh! Anakku melupakanku kalau sudah ada kau," kata Shikamaru yang muncul dari belakang tubuh Sasuke.
"Hn," jawab Sasuke ambigu.
"Apa kau gurunya?" tanya Shikamaru pada Sakura. Gadis itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya pada kedua lelaki berseragam militer itu.
"Ji-san, ayo kita main shogi," rengek Kenichi pada Sasuke. Saat ini tinggal mereka bertiga di dalam ruangan, Shikamaru sudah pergi untuk menemui istrinya.
"Bukankah kau masih belajar?"
"Sudah selesai, iya kan, Nee-san?" tanya anak berambut hitam kelam itu dengan wajah penuh permohonan.
"Iya," jawab Sakura yang akhirnya mengalah pada bocah itu. Kenichi yang senang langsung berlari keluar dan tak lama kemudian bocah itu datang membawa papan dan bidak-bidak untuk bermain shogi.
"Aku akan mengalahkanmu, Ji-san!" serunya bersemangat.
"Hn," gumam Sasuke yang seolah menjawab tantangan putra sulung Shikamaru itu.
oOo
"Sudah kubilang, kau masih terlalu cepat menantangku," ujar Sasuke meremehkan. Sudah empat putaran mereka bermain dan tidak sekali pun Kenichi berhasil mengalahkan Sasuke.
"Ji-san jahat!" mata Kenichi kini dipenuhi dengan air mata yang siap tumpah kapan saja.
"Anak laki-laki tidak boleh cengeng, Kenichi," kata Sasuke memperingatkan. Sakura tersenyum kecil melihat interaksi muridnya itu dengan sang paman.
"Ji-san tidak mau mengalah padaku … kalau begitu tepati janji Ji-san kemarin," rajuknya lagi.
"Janji apa?"
"Ji-san udah berjanji waktu itu, Ji-san kan mau mengajakku naik pesawat tempur." Kembali Kenichi memasang wajah memohon andalannya dengan mata yang berbinar-binar.
"Tidak. Kau akan mengacau nanti kalau duduk bersamaku di depan, tanganmu itu sangat jail dan pasti sembarangan menekan tombol. Kalau kau duduk di tempat duduk yang di belakang juga tidak ada bedanya," tolak sang paman.
"Kalau begitu Sakura-nee ikut saja, biar dia bersamaku di belakang," kata Kenichi sambil memandang Sakura dengan berbinar.
"Aku!?" tanya Sakura tak percaya.
"Yeeyy! Aku akan meminta izin pada Tou-san dan Kaa-san dulu." Tanpa meminta jawaban dari Sasuke dan Sakura bocah berusia lima tahun itu segera melesat untuk mencari orangtuanya.
.
oOo
.
Jika Sakura sedang terkejut karena Kenichi dengan seenaknya mengajak gadis itu untuk naik pesawat tempur, maka saat ini Karin sedang berdiri dengan gusar di pelabuhan. Tsunade dengan seenaknya memerintah Karin untuk menjemput sepupunya yang baru datang dari Korea hari ini. Cuaca yang cukup panas membuatnya kegerahan, apalagi ia lupa membawa kipas sehingga tubuhnya penuh dengan peluh.
"Kuso!" gerutunya karena berhimpit dengan banyak orang. Gaun kuningnya yang tadi rapi kini sudah sedikit kusut. Rambutnya yang dikepang dua juga terlihat berantakan. "Hei, pria tua sepupu Tsunade-sama, di mana kau berada? Tidak tahukah kalau di sini sangat panas?"
Berada di sini memang seperti mimpi buruk untuk Karin. Sial, dia bahkan tidak tahu seperti apa pria yang bernama Senju Tobirama itu. Tsunade hanya mengatakan padanya kalau Tobirama bertubuh tinggi, berambut perak, memiliki iris merah seperti Karin, dan memiliki wajah yang tegas.
"Tsunade-sama, ciri-ciri darimu sama sekali tidak membantu," keluhnya lagi. Sudah hampir dua jam dia berdiri, akan tetapi sosok yang dicarinya tak kunjung ditemukan. Penumpang kapal baik yang turun maupun yang akan berlayar sudah berkurang secara perlahan. Tsunade pasti akan memarahinya jika seperti ini terus.
"SIALAN KAU, SENJU TOBIRAMA! PRIA TUA SIALAN!" teriaknya kesal.
"Ada apa denganku?" seorang pria tinggi yang lewat disampingnya tiba-tiba berhenti dan menatap Karin bingung.
"Kami-sama!" Karin menutup mulutnya panik. Pria yang menatapnya itu tinggi, berambut perak, dan memiliki iris merah sepertinya. Jangan bilang kalau pria itu … Senju Tobirama?
"Siapa yang kau sebut 'pria tua sialan'?" tanya pria itu lagi dengan datar namun bernada tajam.
Karin secepat kilat membetulkan letak kacamatanya yang tidak miring dan memberikan senyuman terbaiknya. "Saya Uzumaki Karin. Senju Tsunade, sepupu Anda meminta saya untuk menjemput Anda di sini. Anda pasti Senju Tobirama," kata gadis itu dengan sangat santun.
"Aku tidak tahu jika Tsunade mengirimkan seorang pembantu," ujar Tobirama sambil melihat Karin dari atas sampai bawah.
Sialan! Pria ini sedang meremehkannya.
Karin secepat kilat melepaskan kepangan rambutnya dan menggeraikan helaian merahnya dengan anggun. "Saya salah satu murid di sekolah milik Tsunade-sama, jadi Anda salah jika berpikir saya adalah seorang pembantu. Tidak ada pembantu seintelek saya!" serunya percaya diri.
"Hn. Tunjukkan di mana mobilnya, aku sudah lelah dan inging segera beristirahat," perintah Tobirama tak acuh.
Karin melotot dengan tak puas. Pria itu seperti memandangnya dengan sebelah mata. Kurang ajar!
"Kau tuli? Sepertinya yang sudah tua itu dirimu," seru Tobirama sarkastik. Dengan rona merah yang tertahan di pipinya, Karin memandu Tobirama menuju parkiran mobil yang diikuti oleh beberapa kuli angkut yang membawa barang-barang si pria Senju.
oOo
Karin yang kini sudah duduk di dalam mobil terus memasang wajah cemberut. Pria di sebelahnya ini sangat irit bicara dan seolah tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya.
"Jepang sudah lumayan banyak berubah."
Karin secara diam-diam menatap sekelilingnya, mencari siapa yang diajak bicara laki-laki itu. Gadis Uzumaki ini sedikit terperangah saat melihat sosok Tobirama yang sedang menopang dagunya dengan salah satu tangan dengan siku yang bersandar pada kaca mobil. Pria itu sedang menatap pemandangan yang tersaji dari dalam mobil itu.
"Memangnya sejak kapan Anda meninggalkan Jepang?" secara refleks mulutnya bertanya.
"Aku sudah hampir sepuluh tahun meninggalkan negeri ini." Dan tanpa diduga juga Tobirama menjawab pertanyaan lawan bicaranya.
"Kenapa?" Ingin rasanya Karin menjahit mulutnya yang seperti berkhianat dari otaknya.
"Mencari tantangan. Perang tidak menyurutkan niatku untuk berkelana," jawab pria itu lagi.
"Apa Anda tidak merindukan keluarga Anda? Istri dan anak Anda … mungkin." Kali ini Karin bersumpah jika ada pisau maka ia akan meyobek mulutnya sendiri yang sudah dianggap sangat lancang. Ia berpura-pura tenang sambil terus memasang wajah percaya dirinya dan duduk dengan tegap seperti putri bangsawan. Sesekali ia membenarkan letak kacamatanya yang sama sekali tidak miring.
"Istri? Aku tidak butuh ikatan seperti itu. Hidup terikat hanya akan―"
"Menghambat dan mengekang." Lagi-lagi secara refleks Karin memotong jawaban si pria Senju. Tobirama sendiri menatap takjub dengan jawaban yang diberikan Karin.
"Kudengar banyak perempuan sekarang tidak ingin menikah karena tidak ingin kehilangan kebebasannya. Kupikir itu hanya opini kosong, perubahan undang-undang ternyata sangat mengerikan, ya," ucapnya sambil menyeringai.
Karin yang semakin salah tingkah dan merasa dipojokkan tentu tidak ingin kalah, pria ini harus dikalahkan. "Anda pergi meninggalkan negeri ini selama bertahun-tahun. Saya rasa nasionalisme Anda mungkin sudah berkurang, Tuan," ujarnya sambil memasang senyum percaya diri.
Tobirama menatap Karin dengan tajam. "Dengar ,Nona, karena aku mencintai negeri ini makanya aku kembali. Banyak hal yang harus dibangun dan dikembangkan di sini dan aku percaya akulah orang yang paling berkompeten untuk memulainya."
Sial! Karin merasa kalah telak. Kalau dipikir-pikir dia memang tidak tahu apa pekerjaan Tobirama dan latar belakangnya dengan baik. Yang Karin tahu, Senju Tobirama adalah saudara sepupu dari Senju Tsunade. Hanya itu!
.
oOo
.
Sakura memandang pesawat A6M5 itu dengan takjub. Seumur hidup ini pertama kalinnya ia melihat pesawat tempur dari jarak sedekat ini. Beberapa tentara angkatan udara yang melewati mereka memberikan hormat. Hal ini semakin membuat Sakura yakin bahwa Sasuke pasti memiliki pangkat yang cukup tinggi dalam dunia militer.
"Uchiha-san, bukankah pesawat ini sudah dipensiunkan sejak lama?" tanya Sakura penasaran.
"Nee-san, bagi Ji-san bukan hal yang mustahil. Madara-jiisan kan mantan jenderal angkatan udara, benar kan Sasuke-jisan?" ujar Kenichi dengan percaya diri.
"Hn. Kalian berdua sudah siap?"
Sakura dan Kenichi menganggukan kepala mereka. Ini adalah pengalaman pertama keduanya untuk naik pesawat tempur. Sambil bergandengan tangan keduanya mengikuti langkah panjang Sasuke.
"Nee-san, Sasuke-jisan itu angkatan darat lho, tapi dia hebat sekali karena bisa membawa pesawat tempur juga. Sasuke-jisan memang seorang prajurit yang sangat tangguh," kata Kenichi takjub pada sahabat baik ayahnya itu. Sakura yang mendengar itu semakin memandang kagum pada punggung tegap Sasuke. Benar-benar seorang laki-laki yang sangat membanggakan.
"Siap?" Sasuke menoleh ke belakang dan melihat keponakan serta guru keponakannya itu. Dia tersenyum tipis karena Sakura terlihat tidak nyaman. Siapa pun pasti tidak akan nyaman mengenakan kimono dan duduk di dalam pesawat tempur seperti ini.
"Roger!" teriak Kenichi bersemangat.
"Itu gaya tentara Amerika, Kenichi," tegur Sasuke.
"Maaf, Ji-san. Siaappp!" teriaknya lagi bersemangat.
Jantung Sakura berdetak semakin kencang saat pesawat itu mulai mengudara. Pengalaman mendebarkan seperti ini tak pernah ia alami sekalipun. Adrenalinnya terpacu dan memberikan ketegangan luar biasa padanya. Ia menatap kota Tokyo yang tampak seperti petak-petak dari atas sini.
Sakura adalah gadis yang sangat terkontrol. Emosinya bisa ia atur dengan sangat baik. Gadis Haruno ini sama sekali tidak pernah kelepasan akan segala hal.
"Kyaaaaa!" Ia berteriak histeris karena kaget saat Sasuke melakukan manuver berputar di udara dengan pesawat itu. Gila! Ini sangat gila! Penasaran dengan aksi pria itu, ketakutan karena mereka bisa jatuh jika ada kesalahan, rasa tegang karena manuver-manuver gila, semuanya bercampur menjadi satu. Haruno Sakura, akhirnya merasakan bagaimana rasanya kehilangan kontrol diri.
"Ji-san! Kau hebat!" teriak Kenichi puas.
Sakura dan Kenichi kemudian mendongakan kepala mereka ke bawah. Mozaik biru dengan pulau-pulau kecil yang dikelilingi garis pantai putih memukau mereka. Pemandangan yang sangat meneduhkan hati siapa saja yang melihatnya.
"Laut, sangat indah, kan?" Samar-samar terdengar suara Sasuke. "Tapi, di atas pesawat tempur dengan kecepatan tinggi, kau bisa berfatamorgana. Dan percayalah padaku, itu sangatlah berbahaya."
"Kenapa?" Sakura mulai antusias dengan pembahasan mereka sekarang.
"Laut dan langit sama-sama berwarna biru. Saat kau kehilangan konsentrasi, laut dan langit seolah tak ada bedanya. Salah-salah kau malah bisa menggerakan pesawatmu menuju ke laut dan kau tahu kan itu artinya apa?" Sasuke sedikit menolehkan kepalanya ke samping dan balas bertanya pada Sakura.
"Hm," gumam Sakura sambil mengangguk. Saat itu entah kenapa di mata Sakura, senyum Uchiha Sasuke yang dilihatnya dari samping sangatlah menawan dan … memesona.
Jika tadi jantungnya berdetak tak karuan karena tegang, maka sekarang jantungnya seperti menolak untuk berdetak. Begitu banyak hal luar biasa yang ia alami. Hari banyak pengalaman baru yang ia dapatkan dan yang paling membekas dalam ingatannya adalah senyum tipis Sasuke dari wajahnya yang kaku itu.
.
oOo
.
"Kau mau ke mana, Karin?" Sakura yang masuk ke dalam kamar mendapati sahabatnya yang kini sudah sangat rapih dengan mengenakan kimono berwarna ungu muda.
"Pergi dengan orang yang sangat menyebalkan," jawabnya ketus.
"Oh."
"Hei, Saku, ada apa dengan wajahmu? Kenapa merah sekali? Kau sakit?" tanya Karin khawatir.
"Tidak, Karin. Hari ini adalah pengalaman paling gila dalam hidupku!" kata Sakura takjub.
"Begitu pula denganku," timpal Karin dengan wajah cemberut. Gadis itu membuka laci Sakura dan bertanya, "Boleh aku pinjam kipas ini?" dan tanpa menunggu persetujuan, ia segera keluar meninggalkan Sakura. Si merah muda sama sekali tidak memperhatikan tingkah sahabatnya itu, ia masih sangat terpukau dengan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Ia sama sekali belum melupakan senyuman itu … senyuman Uchiha Sasuke … dan saat itu juga … Kaguya Kimimaro seolah terlupakan.
.
oOo
.
Karin memasuki ballroom hotel mewah dengan wajah yang tidak bersemangat. Senju Tobirama dan Senju Tsunade sama saja. Mereka sama-sama seenaknya! Pria itu menyuruh Karin menemaninya ke pesta karena biasanya pada pesta-pesta dengan koleganya seperti ini ia selalu membawa pasangan. Karin merasa ia seperti pajangan yang bisa dibawa kemana-mana. Sialnya lagi, laki-laki itu tidak menyukai gaun-gaun ala barat dan memerintahkan Karin untuk mengenakan kimono.
Gadis Uzumaki ini baru tahu kalau Tobirama adalah seorang kontraktor yang telah memegang banyak proyek besar dan lagi lelaki itu memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Perdana Menteri. Auranya memang sudah menunjukkan kalau dia adalah pria yang sangat berkuasa. Senju Tobirama berusia 38 tahun―usia Karin hanya setengah darinya―seorang kontraktor dan businessman handal, memiliki banyak kenalan orang penting dan petinggi negeri, dan memiliki banyak akses di berbagai bidang.
Kagum, kesal, tak suka, terpesona. Semuanya bercampur menjadi satu. Tobirama adalah orang yang sangat kuat dalam segala hal. Ia sangat percaya diri dengan kemampuannya dan susah untuk ditaklukan. Pria yang punya hak untuk menyombongkan diri atas segala pencapaiannya. Pria yang dikagumi sekaligus tidak disukai oleh Uzumaki Karin.
Karin memandang Tobirama yang saat ini sedang berbincang dengan beberapa orang. Gadis itu yakin bahwa orang-orang itu adalah rekan bisnis Tobirama. Merasa sedikit haus, ia berjalan mencari pelayan yang biasanya mengantarkan minuman.
"Karin." Sebuah suara yang sangat dikenal dan dirindukannya kini menyapa telinganya. Tubuh Karin menjadi kaku dan menolak untuk bergerak.
"Karin." Suara berat itu kembali memanggilnya.
Karin berbalik dengan berat hati, dipandangnya pria bermata amethyst yang sangat ia cintai. Iris merahnya memancarkan kesedihan yang amat mendalam.
"Hyuuga-san," sapanya.
Karin dapat melihat mata Neji menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. Tubuhnya ingin bergerak dan menghambur dalam pelukan pria itu. Mendekap Neji dalam rengkuhan lengannya.
"Neji-kun. Panggil aku Neji-kun, seperti biasanya, Karin," pintanya melirih sambil memegang kedua bahu Karin.
Karin ingin menertawakan dirinya sendiri. Wajah Neji yang penuh permohonan seperti itu benar-benar membuatnya ingin menangis. Karinlah yang ditinggalkan. Karinlah yang disakiti. Karinlah yang dikhianati. Karinlah yang paling menderita di sini. Tapi, kenapa? Kenapa ekspresi Neji seperti mengatakan bahwa pria itulah yang paling menderita? Kenapa mata Neji seperti meyorotkan penyesalan yang amat mendalam? Kenapa Neji masih menatapnya dengan ekspresi cinta yang penuh penderitaan? Kenapa?
"Lihat, gadis miskin itu mendekati Hyuuga Neji. Apa dia tidak tahu pria itu sudah menjadi suami dari Hyuuga Hinata?"
"Jadi, dia yang dibilang kekasih Hyuuga-sam dulu? Dasar tidak tahu kedudukan!"
"Gadis seperti itu sedang apa mendekati Hyuuga-sama? Mana pantas dia disamakan dengan Hyuuga Hinata?"
"Astaga! Lihat perempuan itu! Benar-benar tidak tahu malu!"
Karin menundukkan kepalanya. Ia tahu beberapa orang mulai mencela dirinya. "Jangan seperti ini, Hyuuga-san. Nanti bisa timbul berita yang tidak benar," jawab Karin yang melepaskan cengkeraman tangan Neji.
"Karin."
"Hyuuga-san. Sepertinya anda membuat pasangan saya terganggu." Pria berambut perak itu datang dan segera menggandeng Karin.
Neji mendelik tak suka pada lelaki yang beriris sama dengan Karin itu. Siapa laki-laki di hadapannya ini? Punya hubungan apa Karin dengan lelaki itu?
"Kami permisi, Hyuuga-san," kata Tobirama sambil menarik Karin.
"Tobira―"
"Angkat wajahmu, jangan tunjukkan raut sedih, terseyumlah dengan elegan, dan busungkan dadamu. Saat ini kau sedang bersama dengan Senju Tobirama. Tak akan ada lagi yang berani menghinamu di pesta ini," titahnya.
Karin melakukan perintah pria itu. Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum penuh kebanggaan. Tak ada seorang pun yang boleh menghinanya lagi malam ini. Karena di pesta ini, dialah pasangan Senju Tobirama yang sangat berkuasa!
.
oOo
.
Sasuke yang tertidur di atas futon-nya tampak sangat gelisah. Wajahnya dipenuhi keringat dan tubuhnya bergerak tidak tenang. Alam bawah sadarnya sedang memutar ulang kenangan pahit di Okinawa malam itu. Pertempuran berdarah di Okinawa yang menelan kurang lebih seratus ribu jiwa tentara Jepang.
"Sasuke, larilah ke gua yang ada di selatan tempat ini! Di sana aman!" teriak Hatake Kakashi.
"Tidak, Komandan! Apa pun yang terjadi saya akan tetap bertarung bersama Anda di sini! Pantang bagi saya untuk bersembunyi!" bantah Sasuke.
"Kita sedang terdesak, Sasuke! Kau adalah prajurit muda masa depan negeri ini! Kau harus hidup!" kata Kakashi berapi-api.
"Saya berani mati demi negeri ini! Mati dalam perang adalah kehormatan terbesar saya!" Sasuke masih bersikeras untuk tidak pergi.
Bunyi ledakan di mana-mana. Deru peluru yang saling bersahutan membuat suasana malam itu sangat ramai dengan gelora kengerian yang teramat sangat. Langit berwarna jingga karena asap ledakan, tanda bahwa perang akan semakin panas.
"Sasuke. Kau harus hidup demi negeri ini!" tanpa disangka Hatake Kakashi menembak lengan kanan Sasuke yang memegang senjata.
"KOMANDAN!"teriak Sasuke tak percaya.
"Yamato, bawa Sasuke pergi dari sini. Pastikan anak ini selamat!" perintah Kakashi pada bawahannya.
"Komandan! Tidaaakk! Komandan!" Sasuke terus berteriak tak percaya saat Yamato menarik tubuhnya pergi. "KOMANDAN!" Dan kegelapan menutupi pandangannya, sepertinya Yamato sengaja membuatnya pingsan. Ia tidak merasakan apa pun lagi, kegelapan sudah begitu erat membungkus kesadarannya. Sesaat sebelum ia kehilangan kesadarannya, ia melihat senyum tulus dari sang komandan.
Maret 1945, pertempuran berdarah Okinawa yang memakan begitu banyak korban jiwa. Pertempuran yang bagaikan neraka, pertempuran yang menewaskan Hatake Kakashi, orang yang paling dihormati Uchiha Sasuke.
.
.
.
Tbc
A/N:
Saya kembali lagi dengan chapter dua. Fufufu.. Babang Tobirama akhirnya muncul juga. Aih, hokage kece itu #pelukTobirama. Kenapa usia dari empat karakter utama di sini cukup jauh? Well, jaman dulu memang sudah biasa laki-laki 30an menikah dengan perempuan yang masih belasan. Satu lagi, jangan salah ya, tahun 1958 itu sudah ada mobil, siaran televisi juga sudah ada sejak tahun 1953. So, udah ga jadul2 amat di sini. Oh ya, satu lagi. Di sini Tobirama jadi sepupu Tsunade, jadi dia bukan adik dari Hashirama. Fufufufu :3
Wokey, saatnya balas review dulu. Yang login cek PM ya.
Natsumo Kagerou: hihihi iya, umurnya beda 17 tahun. Karin sama tobirama malah 19 tahun. Hehe
Senju A. Nagisa: Huee, makasih udah suka sama fict ini, Airin. Ini udah update ^^
Creposkya: iyap. Mereka beda 17 tahun. Ini udah lanjut ^^
Love foam: makasih / ane juga bayangin Sasuke kece banget dengan seragam militernya /
Hachikodesuka: yo, ini udah update. Mau bangkitin feel multichapter dulu dengan bikin fict ini ^^
Northernlight: seperti yang saya bilang di chapter 1, saya lagi kesulitan dan kehilangan feel untuk melanjutkan fict multichapter yang lama. Jadi, tunggu aja ya nanti ;)
Raditiya: jiah, malah curcol kamu wkwkwk… ini udah update dit ^^
Summer: makasih, jadi malu nih / ini udah update ^^
Guest: yosh! Umur hanya masalah angka! #semangatmasamudaaaaaaa
Sora: makasih ^^
Amu: Nanti bakal dijelasin kok Naruto ke mana.. hehehe.. iyap, yang lain akan update setelah feel saya kembali ^^
Lusyand: terima kasih, ini udah lanjut.
Yap, makasih untuk semua readers, reviewer, yang udah nge-fave dan nge-follow. Maaf atas segala kekurangannya, bersediakan memberikan review?