Fairy Tail © Hiro Mashima
You're Not Her Father © Minako-chan Namikaze
Summary : Lucy Heartfilia sangat membenci Natsu Dragneel, pria yang telah menodainya dan selalu memanggil-manggil nama gadis lain bahkan ketika mereka sedang 'berhubungan'. Lucy memutuskan untuk menjauhi pria itu dan bersumpah untuk tidak akan menemui pria itu lagi. Tapi sayang... Takdir mempertemukan mereka kembali karena seorang anak...
Pair : Natsu D. & Lucy H.
.
.
NATSU POV.
Aku melangkahkan kakiku keluar dari bandara. Aku tersenyum puas karena berhasil menginjakkan kakiku kembali di tanah kelahiranku ini. Aku menyetop taksi dan memasukan tas koperku ini kedalam bagasinya. Lalu aku menaiki taksi itu.
"Ke kompleks Fairy Hill, pak!" aku menyebutkan tujuanku kepada supir taksi didepanku.
Supir taksi ini mengangguk lalu menjalankan mobilnya ketempat yang tadi kusebutkan. Oh iya, aku belum memperkenalkan namaku.
Ehem! Namaku Natsu Dragneel. Aku baru saja lulus kuliah S2 di London dan sekarang aku sudah kembali ke Jepang, kota kelahiranku. Sekarang ini aku sedang menuju kompleks perumahan Fairy Hill, untuk menemui pacarku yang sudah lama tidak pernah kutemui selama 4 tahun ini. Oh, aku benar-benar merindukannya! Bayangkan saja, aku harus meninggalkannya di Jepang selama 4 tahun karena tuntutan ayahku yang menyuruhku untuk melanjutkan kuliah S1 dan S2 ku di London. Kuharap sewaktu aku bertemu Lisanna nanti, dia tidak akan mengomeliku ataupun menceramahiku karena jarang menguhubunginya akhir-akhir ini.
Yah, mau bagaimana lagi, jadwal kuliahku sangat padat ditambah lagi sesudahnya aku harus mengurus ijazahku dan segala keperluan lainnya agar aku bisa cepat-cepat pulang ke Jepang. Oh iya, aku lupa memperkenalkan kepada kalian kalau nama pacarku adalah Lisanna Strauss. Kami sudah berteman sejak kecil, dan kami mulai pacaran sejak SMP. Tapi sesudah aku lulus SMA, aku terpaksa meninggalkannya di Jepang demi melanjutkan pendidikanku. Tapi walaupun begitu, kami tetap saling berkomunikasi dan tidak putus hubungan begitu saja.
"Anuu.. Kita sudah sampai." ucapan supir taksi didepanku langsung membuyarkan lamunanku.
Aku segera tersadar lalu turun dari taksi. Kuambil tas koperku dari bagasi mobil itu dan membayarkan uang ongkos taksiku. Setelah taksi itu melaju pergi meninggalkanku, aku segera menarik tas koperku menuju sebuah Apartement yang sudah sangat kuhafal dimana letaknya walaupun sudah 4 tahun ini tidak pernah kukunjungi lagi.
Namun langkahku langsung terhenti ketika aku melihat sebuah pemandangan didepan mataku. Aku melihat Lisanna dan seorang laki-laki yang tidak kukenal sedang berciuman.
BERCIUMAN?! Mereka berciuman didepan apartement Lisanna.
Lisanna... Bagaimana mungkin kau...
Aku mengepalkan tinjuku dan tanpa sadar aku sudah berlari menghampiri mereka dan melayangkan tinjuku ke wajah pria berambut hitam yang tidak kukenal itu. Kulihat raut wajah Lisanna tampak sangat terkejut melihatku yang tiba-tiba muncul didepannya.
"Natsu!" teriaknya. Namun aku tidak meresponnya, dan malah sibuk memukuli wajah laki-laki berambut hitam yang sudah terjatuh dibawahku.
Lisanna langsung menahan tanganku.
"HENTIKAN! Kumohon..." kulihat air mata jatuh dari kedua pasang matanya.
Aku dengan reflek menghentikan tindakanku yang terus memukuli laki-laki asing dihadapanku ini, dan beralih menatap Lisanna.
"Lisanna... Apa arti semua ini..?" aku bertanya. Kutahan semua amarahku, jangan sampai aku membentak gadis yang sangat kusayangi ini.
"Aku..." dia menggantungkan kata-katanya, atau memang dia tidak tahu harus mengatakan apa?
"JAWAB LISANNA! KENAPA KAU MENGHIANATIKU?!" kini aku sudah tidak bisa menahan emosiku lagi melihat kelakuannya barusan.
"Dia tidak menghianatimu. Dia justru jadi seperti ini karena perbuatanmu." suara laki-laki dibelakangku menginterupsi pembicaraan kami.
Aku menoleh kebelakang, dan siap melayangkan tinjuku kearahnya lagi. Namun Lisanna keburu menghentikanku.
"Jangan. Jangan pukul Rogue lagi. Akan kujelaskan. Kita masuk ke apartemenku saja dulu, yuk!" dia berusaha menenangkanku.
Segera kutepis tangannya, membuatnya tersentak.
"Tidak perlu. Jelaskan saja disini." ucapku dengan dingin.
Dia tampak terdiam.
"Kenapa? Kenapa kau menghianatiku? Bukankah kau bilang kalau kau akan menungguku? Bukankah kau bilang kalau kau tidak akan jalan dengan pria lain selain aku?" aku bertanya kepadanya.
Matanya membulat mendengar perkataanku barusan. Hatiku benar-benar sakit dibuatnya. Kenapa dia tega melakukan ini padaku? Aku benar-benar mencintainya. Bahkan aku berencana setelah aku kembali ke Jepang, aku akan langsung melamarnya. Tapi apa yang terjadi sekarang?
Aku benar-benar tidak menyangka, ternyata selama aku berada di London, dia diam-diam berpacaran dengan pria lain bahkan sampai bermesra-mesraan seperti tadi. Memangnya keberadaanku dikemanakan olehnya? Walaupun aku jauh darinya, tidak bisa jalan dengannya, ataupun tidak bisa memberikannya perhatian lebih lagi, tapi setidaknya dia bersabar. Bukankah aku sudah berjanji kepadanya kalau aku akan segera kembali? Jadi dia harus menungguku untuk itu. Tapi sekarang dia menghianatiku.
Aku marah. Aku kesal. Aku benci...
"Aku.. Aku tidak pernah menghianatimu. Aku menunggu seperti yang kau minta. Terus menunggumu. Aku terus menerus menunggumu untuk kembali bersamaku tapi kau tidak kunjung kembali. Dan itu hampir membuatku stres karena terus memikirkan dan mengkhawatirkanmu.." dia berkata dengan suara bergetar menahan tangis.
Aku diam saja mendengarkan.
"Kau tidak tahu bagaimana perasaanku selama kau meninggalkanku 4 tahun ini. Aku khawatir. Aku bimbang. Setiap aku ada masalah, aku selalu memikirkanmu! Membutuhkan pelukan kasih sayangmu! Tapi nyatanya kau tidak ada! Kau tidak ada disisiku... Aku kesepian. Dan.. Rogue datang menggantikanmu. Hatiku mulai terobati. Dan tanpa kusadari, aku mulai menyukainya.. Tidak, aku mencintainya.."
Bagaikan tersambar petir ketika mendengar kalimat terakhirnya. Dadaku bergerumuh seakan akan meledak. Begitu sesak.
"Jadi... Kau membuangku?"
"Aku tidak membuangmu. Aku hanya... Ingin melepasmu. Sekarang yang kuinginkan untuk menjadi pendampingku adalah Rogue..." ucap Lisanna.
Laki-laki dibelakangku yang baru kukenali bernama Rogue itu berjalan melewatiku dan memeluk Lisanna didepanku.
"Kau dengar itu? Kau mencampakannya selama 4 tahun, dan datang-datang kau sudah membentaknya dan menuduhnya dengan alasan yang tidak terbukti. Orang macam apa kau yang dengan beraninya menemui pacarnya dan langsung menuduhnya dengan tuduhan tidak jelas setelah kau mencampakkannya selama bertahun-tahun." kata-kata lelaki ini benar-benar menohok hatiku.
Kukepalkan tinjuku dan hendak kulayangkan lagi kearahnya, namun Lisanna kembali menahanku. Aku menundukan kepalaku dan tertawa melalu hidungku.
"Hn. Jadi begitu. Baiklah, kuucapkan selamat untuk hubungan gelap kalian berdua. Aku pergi."
Aku meninggalkan mereka, kudengar Lisanna sempat meneriakkan namaku, namun aku sama sekali tidak berniat menggubrisnya. Aku kembali menyetop taksi dan langsung menaikinya.
"Langsung jalan saja pak." ucapku kepada pak supir taksi ini. Dia sedikit bingung, namun tetap menjalankan taksinya. Aku pura-pura memainkan hpku ketika taksi ini melewati Lisanna dan Rogue yang masih berdiri di Apartemen Lisanna.
Cih, penghianat tetap saja penghianat!
XXX
Aku turun dari taksi, lalu membayarkan uangku. Kulihat papan nama tempat yang ada didepanku ini
Sebuah Bar.
Yah, aku berencana menghilangkan beban-beban pikiranku dengan beberapa alkohol. Maaf saja, aku belum pernah minum alkohol, tapi kudengar alkohol mampu menghilangkan beban pikiran diotak walaupun cuma sebentar.
Argh, aku tidak peduli lagi, mau sebentar atau semenit saja aku tidak peduli. Yang penting aku bisa melenyapkan pikiran dan sakit hati ini yang terus melukai dadaku
Aku masuk ke Bar sambil terus menyeret tas koperku.
Cih, koper sialan! Merepotkan saja!
Aku mengambil kursi disamping meja Bar.
"Aku minta sebotol Vodka." pintaku kepada pelayan Bar itu. Dia mengangguk lalu mengeluarkan botol Vodka dari lemari pendingin.
Kuambil botol itu lalu kutuangkan di gelas. Kuteguk sampai habis minuman berakohol itu, lalu menambahkannya lagi dicangkir. Sudah 2 botol aku meminum Vodka, tapi rasa sakit hatiku tidak kunjung hilang.
"Natsu...?" kudengar ada suara seorang gadis yang cukup familiar ditelingaku. Aku menoleh dan mendapati ada seorang gadis berambut blonde berdiri dihadapanku.
"Ooohh... Hai, pirang! Kau kenal aku?" tanpa sadar aku bicara ngelantur.
Sial! Gara-gara alkohol ini!
Kulihat gadis itu menaikkan alisnya.
"Natsu, kau mabuk." Katanya.
Aku langsung cengengesan tidak jelas.
"Tidak, aku belum mabuk. Buktinya aku masih merasakan rasa sakit didadaku." aku menjawabnya.
Dia menatapku khawatir lalu duduk di kursi disampingku.
"Natsu, apa yang terjadi? Bukankah kau sedang kuliah di London? Kenapa kau malah berada di tempat seperti ini?" dia bertanya kepadaku sambil memegang tanganku. Tepatnya mengambil botol Vodka ditanganku dan menaruhnya kembali ke meja bar. Kuambil kembali botol itu dan kutuangkan isinya di gelasku. Lalu kuteguk sampai habis.
"Minta satu botol lagi!" teriakku kepada pelayang Bar itu. Dia menurut lalu memberikanku satu botol Vodka lagi.
Aku hendak mengambil botol itu, namun gadis blonde di sampingku keburu meraihnya dan menyembunyikannya dibelakang punggungnya.
"Jangan. Kau sudah mabuk." ucapnya.
Aku langsung kesal.
"Berikan. Siapa kau berani mengatur-ngaturku?!" aku membentaknya.
Dia terkejut lalu menaruh botol itu diatas meja. Aku hendak mengambil botol itu dari atas meja, tapi gadis ini keburu memegang tanganku dengan kedua tangannya.
"Natsu, ini aku. Lucy. Lucy Heartfilia. Teman dekatmu sejak SMA..." dia menatapku dalam-dalam.
Aku hanya menatapnya dengan tatapan kosong.
"Ooh, Lucy.. Apa kabar Luce?"
"Natsu! Apa yang terjadi padamu? Aku tahu kau tidak suka minum alkohol, tapi kenapa sekarang kau... Kau—" aku langsung memotong perkataannya.
"Aku sedang sakit hati, Luce." Dia langsung melongo. Beitu juga denganku.
Bodoh. Kenapa aku bisa langsung ceplas-ceplos begini sih?! Ini pasti gara-gara pengaruh alkohol.
"Kau sakit hati? Kenapa bisa seperti itu? Apa yang dilakukan Lisanna kepadamu?!" Aku menggigit bibir.
Lisanna. Satu-satunya nama yang sangat tidak ingin kudengar saat ini. Aku menundukan kepalaku, dan tanpa sadar mulutku sudah menceritakan rincian kronologi kejadian tadi sore. Kulihat Lucy hanya diam mendengarkan. Lalu setelah aku selesai bercerita, dia langsung memelukku. Aku hanya diam.
"Tenang saja Aku selalu ada disampingmu untuk menghiburmu. Kapanpun dan dimanapun." Aku langsung merasa tenang ketika mendengarnya berkata seperi itu. Seakan beban-beban pikiran dan rasa sakit didadaku langsung hilang. Lenyap dengan seketika. Dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
NATSU POV END.
XXX
Lucy tampak menyadari kalau pria yang sedang dipeluknya tidak bereaksi. Dia melepaskan pria itu dari pelukannya dan mendapati kalau pemuda itu sedang tertidur dengan pulasnya. Dia tersenyum lembut melihat orang yang dicintainya ada dihadapannya. Tepatnya dipelukannya. Dia sudah lama menunggu kepulangan laki-laki ini dari London, dan tidak bisa menahan kerinduannya.
Karena itu, begitu dia melihat pria ini di Bar, dia langsung bisa mengenalinya dan tidak bisa menahan diri untuk langsung memeluknya. Tapi sayangnya, walaupun dia sangat mencintai pria ini bahkan sejak SMA, dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Dia tahu kalau itu percuma saja, pria ini tidak mungkin menjadi miliknya walaupun dia mengungkapkan perasaannya sekalipun.
Hati pria ini sudah tertaut untuk seorang gadis yang merupakan teman dekatnya. Dan itu sudah cukup membuatnya sakit hati. Dan sekarang, mengetahui kalau hubungan mereka sudah berakhir, dia menjadi sedikit berharap. Tapi setelah dia pikir-pikir lagi, apakah bisa dia mendapatkan hati pria ini sementara pria ini masih sangat mencintai mantan pacarnya itu?
Lucy menundukan wajahnya. Dia sedih. Lagi-lagi dia mengharapkan sesuatu yang mustahil. Segera diambilnya beberapa lembar uang dari dompetnya, dan menaruhnya di atas meja bar. Lalu digotongnya tubuh Natsu keluar dari bar, tentunya beserta tas koper Natsu yang menyusahkan.
Distopnya taksi yang kebetulan lewat, lalu segera memasukan Natsu kedalamnya diikuti oleh dirinya.
"Mau kemana, nona?" supir itu bertanya.
Lucy berpikir sejenak. Dia tidak tahu Natsu tinggal dimana, karena Beberapa tahun lalu orang tua Natsu bercerai dan ibu Natsu pergi keluar Negri sedangkan ayahnya pindah rumah ke daerah lain. Tidak mungkin dia membawa Natsu ke Apartemennya, bisa-bisa Erza mengamuk karena membawa laki-laki yang sedang mabuk ke dalam Apartemen.
"Ke hotel McGarden saja, pak." akhirnya Lucy memutuskan untuk membawa Natsu ke hotel milik keluarga sahabat dekatnya.
Supir itu mengangguk lalu membawa dia dan Natsu ketempat tujuan.
Setelah sampai, Lucy segera memesan kamar untuk satu orang dan membawa Natsu kesana. Dibaringkannya tubuh Natsu diatas tempat tidur. Lalu dia mengambil selembar kertas dan pena dari dalam tas kecilnya dan menuliskan memo untuk Natsu disana.
Setelah selesai menulis memo, Lucy hendak beranjak keluar untuk pulang, namun dia segera mengurungkan niatnya ketika melihat keadaan Natsu yang berantakan. Dihampirinya Natsu, lalu dibukanya jas hitam beserta dasi yang melilit leher Natsu. Dilepaskannya sepatu beserta kaos kaki Natsu dan ditaruhnya dibawa tempat tidur. Setelah selesai, Lucy mengelus kepala Natsu dan menatap wajahnya dalam-dalam.
"Ng..." Lucy tersenyum mendengar Natsu mengerang dalam tidurnya.
"Ng... Lisanna.. Aku sangat mencintaimu.. Kenapa kau meninggalkanku?" Senyum Lucy langsung sirna ketika mendengar Natsu menyebutkan nama Lisanna.
Bahkan didalam mimpipun, Natsu masih memikirkan Lisanna. Apakah memang tidak ruang di hati Natsu untuk Lucy? Lucy menarik tangannya yang sedari tadi mengelus kepala Natsu. Dia segera berdiri dan hendak berjalan kearah pintu ketika tiba-tiba ada sebuah tangan menariknya dan tanpa dia sadari dia sudah berbaring diatas tempat tidur dengan Natsu berada diatasnya.
"Na-natsu..." Natsu tidak menjawab, dan malah terengah-engah sambil menatap Lucy dengan pandangan yang sulit diartikan.
Mata Lucy membelalak ketika menyadari Natsu yang sudah melumat bibirnya dengan ganas. Rasa alkohol yang diminum Natsu tadi langsung bisa dirasakan Lucy dari lidah Natsu yang kini sedang bermain dengan lidahnya. Lucy langsung tersadar dan dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Natsu agar menjauh darinya. Namun percuma. Tenaga Natsu lebih besar darinya. Bahkan kini Natsu mengunci kedua tangannya disamping kepala Lucy.
Natsu menghentikan ciumannya dan menatap Lucy dalam-dalam.
"Jangan. Jangan tinggalkan aku, Lis. Aku benar-benar membutuhkanmu..."
Cukup sudah! Dia sudah muak! Lagi-lagi Lisanna... Kenapa Natsu tidak menyebut namanya bahkan ketika dia melakukan hal seperti kepada Lucy.
Air mata tak bisa terbendung lagi dari kelopak mata Lucy.
Dia menangis.
Ya, lagi-lagi dia tersakiti oleh pria ini. Ironis. Dia tetap mencintai pria yang sama sekali tidak mencintainya dan bahkan sering sekali menyakitinya bahkan sampai seperti ini. Tapi Lucy benar-benar merindukan pria ini. Sudah lama dia memimpikan mendapatkan kehangatan dari orang yang benar-benar dia cintai.
Dan sekarang dia sudah mendapatkannya. Dan dia sudah tidak peduli lagi akan konsekuensi yang akan didapatkannya karena telah terbuai akan kehangatan dari pria berambut pink ini. Hatinya benar-benar tidak bisa menolak sentuhan dari pria ini. Meskipun hatinya terus tercabik-cabik karena pria ini terus memanggil nama gadis lain padahal dia sedang 'mengencani' seorang gadis yang mungkin dia sudah tidak ingat lagi siapa namanya karena pikirannya sudah terpenuhi oleh nama seorang gadis yang bersama Lisanna.
Lisanna...
Lucy benci nama itu. Lucy menggigit bibirnya saat dia menyadari Natsu mulai membuka pakaiannya. Tapi dia tidak bisa memberontak, karena seluruh anggota geraknya sudah terkunci rapat oleh Natsu. Dan akhirnya dia hanya bisa pasrah.
XXX
Paginya Lucy langsung terbangun dan mendapati dirinya sudah tidak memakai apa-apa lagi. Dia menoleh kesamping, ada seorang pria berambut pink yang sudah sangat dikenalnya sedang tertidur pulas dengan keadaan tubuh yang tidak jauh beda dengan dirinya.
Lucy menggigit bibirnya. Berusaha menghilangkan pemikiran buruk yang sudah bermunculan diotaknya. Dia segera bangkit dan menyingkap selimut tempat dia tidur. Dan dia tidak bisa mempercayai penglihatannya.
Ada noda darah.
Itu bukan darahnya kan? Dia tidak mungkin melakukan suatu tindakan menjijikan seperti tadi malam bukan?
"Aduh!" Lucy merasa nyeri dibagian sensitifnya. Dan barulah dia menyadari kalau dia sudah tidak gadis lagi. Air mata langsung mengalir ke pipinya. Dia menutup mulutnya, menahan suara ledakan tangisnya yang akan segera pecah. Dilihatnya pria berambut pink yang masih enak-enakan tidur diatas kasur itu.
Bagaimana ini? Bagaimana kalau dia hamil? Mereka sama sekali tidak memakai pengaman!
"Lisanna..." Lucy membulatkan matanya. Bahkan setelah apa yang mereka lakukan semalam, pemuda itu masih tetap menggumamkan nama Lisanna. Sungguh, hatinya terasa tercabik-cabik.
Dia muak. Dia membenci pria ini. Dia membenci Lisanna. Dia benci dirinya sendiri karena tidak mampu melawan ketika dirinya dijamah oleh pria bajingan didepannya.
Segera diambilnya baju yang berserakan dilantai dan dipakainya dengan cepat. Setelah selesai memakai baju, dia segera meninggalkan kamar hotel tanpa mengatakan apapun kepada Natsu yang masih tertidur. Yang ada dipikirannya sekarang adalah melarikan diri dari pria itu.
Bagaimana ini? Aku harus bagaimana? Natsu tidak mungkin mau menerimaku karena dia masih sangat mencintai Lisanna. Lalu apa yang harus kulakukan? Bagaimana kalau aku hamil?
XXX
LUCY POV.
Aku pulang ke apartemenku dan langsung dihadiahi pelototan dari Erza.
"Dari mana saja? Kenapa baru pulang pagi ini?"
"Eh, itu. Semalam kami habis merayakan pesta ulang tahun teman kerjaku di Bar, dan karena sudah terlalu malam, jadi aku memutuskan untuk menginap di hotel." jawabku.
"Sudah ah, aku mau mandi dulu." aku berjalan melewatinya.
"Kenapa dengan cara berjalanmu itu?" dia kembali bertanya.
Aku menelan ludahku.
"I-ini tadi keseleo gara-gara tersandung batu diperkarangan. Sudah ah, aku mau mandi." aku menutup pintu kamarku lalu langsung bersandar disana.
Hampir saja, batinku lega.
Namun aku segera menunjukan ekspresi sedih. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan kalau aku benar-benar akan hamil?
XXX
Aku menjatuhkan alat tes kehamilan yang baru saja kubeli dilantai kamar mandi. Kututup mulutku agar suara tangisku tidak keluar.
Positif.
Tidak! Ini tidak mungkin terjadi! Aku tidak mau!
Aku menangis sejadi-jadinya ditoilet. Untung Erza sedang tidak ada. Jadi aku bisa menangis sepuas-puasnya. Kini sudah 2 minggu semenjak kejadian di hotel itu. Dan aku mengalami keanehan seperti mual-mual di pagi hari atau ketika aku memakan makanan seperti ikan. Aku mulai berpikir apakah aku hamil? Aku langsung pergi ke apotik dan membeli alat tes kehamilan ini. Dan hasilnya positif. Aku positif mengandung anak Natsu.
Bagaimana Ini? Dia tidak mungkin percaya ini adalah anaknya. Dia bahkan tidak mencariku sejak kejadian di hotel itu. Itu berarti dia sudah benar-benar melupakanku dan kejadian waktu itu. Mengingatnya membuat air mataku kembali menetes. Setelah berpikir keras solusi dari masalah ini, aku sudah memutuskan. Aku akan mempertahankan bayi ini. Aku akan membawanya ketempat yang tidak diketahui oleh Natsu ataupun teman-temanku yang lain.
Aku akan memulai hidup baru bersama anakku. Aku tidak akan membiarkan Natsu bertemu dengan anak ini dan aku tidak mau meminta pertanggung jawaban darinya. Aku benci pria itu. Aku muak mendengarnya yang terus memanggil-manggil nama Lisanna terus menerus.
Aku akan pergi menjauh darinya. Aku sudah membulatkan tekadku, lalu aku berdiri dari dudukku dan berjalan menuju kamarku. Kubereskan barang-barang beserta pakaianku dan kumasukan kedalam koper. Setelah semuanya selesai, aku membuat memo untuk Erza.
Erza, maaf ya aku pergi mendadak dan meninggalkanmu. Aku punya masalah yang sangat serius dan membutuhkan waktu untuk menyendiri. Jadi kumohon, jangan cari aku dulu untuk sementara. Sampaikan salamku kepada teman-teman dan juga Jellal. Mungkin untuk beberapa tahun ini aku tidak bisa kembali ke Fiore. Aku akan pindah dan menetap disuatu kota. Jadi, aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal, Erza.
Lucy Heartfilia.
Setelah menuliskan memo itu, aku segera menarik koperku keluar apartemen dan menyetop taksi. Aku masuk dan segera menuju bandara.
Selamat tinggal Fiore, selamat tinggal Natsu... Aku membencimu...
Bersambung...
AN : Hehe! Lagi-lagi saya bikin cerita lain padahal cerita sebelumnya belum ada yang pada kelar. Ah, tapi biarlah. Author gak bisa nahan buat gak nulis ni fanfic karena idenya udah mentok banget di otak. Hehe, jadi gimana fanfic satu ini? Jelekkah? Atau terlalu OC dan Feelnya gak kerasa? Mohon jawab di review, saran dan kritik kalian ada semangat bagi author untuk melanjutkan fanfic ini. Sekian...
Salam manis,
Minako-chan Namikaze