Chapter 25

"Sebenarnya ada apa Hinata?" tanya Naruto bingung . Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun, kemarin semuanya baik-baik saja. Namun tiba-tiba Hiashi marah tanpa sebab padanya. Hinata hanya menggeleng lemah. Hinata telah membujuk Arata dan Kanata untuk bermain di gazebo belakang. Sementara itu ia dan Naruto bisa menyelesaikan entah masalah apa yang muncul.
"Saat pulang tadi ayah sudah terlihat marah seperti itu, dia berteriak-teriak marah mencari anda" jawab Hinata pelan. Hinata memungut baju ganti yang ia siapkan untuk Naruto. Yah... memang Hinata sama sekali tak berniat menjadi suami isteri pada umumnya dengan Naruto. Namun melihat Naruto tidak becus mengurus dirinya sendiri tentu saja dengan berat hati Hinata melakukan hal yang seorang isteri harus lakukan.
"Ah...terimakasih, apa kau pinjam lagi dari paman shisui?" tanya Naruto mengingat baju pink yang sekarang selalu ia pakai jika ia menginap di Roppan. Maklum saja kadang ia malas atau lupa membawa baju ganti saat ia ingin pulang ke Roppan. Ya...pulang, tanpa sadar ia memang sudah menganggap roppan sebagai rumahnya.

"Itu saya membelinya tadi pagi, um...anda kan Cuma punya dua baju disini. Jadi saya membelikan beberapa potong lagi." Jawab Hinata sambil membuka lemari dan mengeluarkan salep untuk mengobati luka Naruto.
"Oh...terimakasih, padahal aku kan belum memberikan jatah bulanan untukmu" kata Naruto tak enak. Selama ini memang Hinata menolak jika Naruto ingin memberikan uang kepada Hinata untuk membiayai si kembar. Hinata beralasan ia masih mampu membiayainya kebutuhan mereka sendiri. Semakin keras Naruto ingin memberikan uang semakin keras pula Hinata menolaknya. Namun sekarang kondisi mereka berbeda. Hinata secara resmi sudah jadi isterinya, otomatis tanggung jawab si kembar dan Hinata berada di tangannya.

"Aku sudah jadi suamimu, tak ada alasan lagi untuk menolak jika aku memberikanmu uang" kata Naruto sambil mulai memakai baju yang di angsurkan Hinata.

"Biarkan aku mengobati lukanya Naruto-san" kata Hinata mendekati Naruto yang kini sedang mengancingkan bajunya.

"Tak perlu sudah sembuh" kata Naruto sambil nyengir, Hinata baru menyadari kebodohannya. Tentu saja, Naruto kan punya kyuubi.

Hinata membalikkan badannya begitu melihat Naruto berniat menggunakan celana dalamnya. Naruto hanya nyengir melihat Hinata membalikkan badannya. Baginya tak akan aneh buka-bukaan, mereka kan sudah jadi suami isteri. Selain itu Naruto juga masih ingat bagaimana Arata dan Kanata di buat. Hinata memang menolak menjadi suami isteri yang normal dengan Naruto, tapi bukan berarti Naruto akan menurut begitu saja dengan kemauan Hinata. Ia akan berusaha agar mereka menjadi suami isteri yang normal. Jika dulu Hinata bisa jatuh cinta padanya tanpa ia berusaha maka sekarang jika ia berusaha ia pasti bisa membuat Hinata jatuh cinta dengannya lagi.

"Ayo kita temui ayah sekarang" kata Naruto sambil merangkul Hinata mesra.

"Saya rasa tak perlu seperti ini Naruto-san" kata Hinata sambil mengurai rangkulan Naruto. Naruto Cuma menghela nafas , mungkin walaupun Cuma rangkulan Hinata belum siap. Sepertinya ia harus bersabar. Mugkin seharusnya Naruto menggandeng tangan dulu tadi. Ia belum pernah merayu wanita. Ia harus bertanya pada Sai jika bertemu nanti, siapa tahu Sai punya buku tentang merayu wanita.

###

"Kenapa kau ikut kesini Hinata?bukankah tadi ayah bilang Cuma mau bertemu dengan bocah ini?" tanya Hiashi dingin melihat Hinata datang diekori oleh Naruto. Hinata menunduk seraya menggigit bibirnya menahan rasa gugup.

"Mungkin jika Hinata hadir maka bisa membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh ayah dan juga hokage-sama" jawab Hinata hati-hati. Hiashi main mendelik galak melihat putri sulungnya secara langsung menolak pergi.

Melihat maksud Hiashi yang hanya ingin berurusan dengannya Naruto pun tanggap. Ia meraih tangan Hinata seraya berbisik "Pergilah...ini urusanku dengan ayah, anak-anak pasti cemas melihat aku dan ayah bertengkar tadi. Susul mereka, setelah urusan dengan ayah selesai aku akan menyusul oke?"

Hinata Cuma diam berpikir. Menghela nafas sejenak dan memberi hormat pada ayahnya lalu melempar pandangan cemas pada Naruto sebelum berlalu pergi dari dojo.

Naruto memberikan senyuman menenangkan saat melihat pandangan cemas Hinata. Ia melhat sampai Hinata hilang dari pandangannya dan tiba-tiba saja ia merasa pukulan di dada yang membuatnya jatuh terjengkang sampai beberapa meter ke belakang. Naruto bangun perlahan-lahan dan melihat mertuanya sudah mengatifkan byakugan dan siap menggunakan jyuken-nya.

"A...ayah?" Naruto seakan tak percaya apa yang di lihatnya. Sejak pernikahannya dengan Hinata. Ia tak ingat telah membuat kesalahan fatal yang mampu membuat ayah mertuannya semarah ini.

"Ayo maju hokage-sama" kata Hiashi dingin dan sebelum Naruto paham apa yang sebenarnya terjadi Hiashi sudah maju menerjangnya.

###

Naruto duduk sopan dihadapan ayah mertuanya. Ia meringis menahan ngilu karena badannya lebam-lebam bertarung dengan mertuanya saja. Sebenarnya itu tidak dapat disebut pertarungan karena ia lebih banyak menghindar. Tentu saja ia tidak bisa membalas serangan, yang benar saja, menantu macam apa yang menyerang ayah mertuanya sendiri, bisa-bisa hubungannya dengan Hinata semakin rumit, tidak ada Hiashi saja ia sudah pusing.

"Apa kau berniat menghamili Hinata lagi?" tanya Hiashi dingin. Naruto mengerjapkan matanya beberapa kali , mencoba meraba arah pembicaraan mertuanya.

"Saya tidak menngerti maksud ayah?" kata Naruto sopan. Ia harus hati-hati bicara dengan Hiashi. Hiashi terdiam beberapa saat, ia menatap Naruto tajam, seakan mencoba membaca apa yang dipikirkan Naruto sekarang ini.

"Aku hanya ingin menegaskan sesuatu disini," Hiashi terdiam beberapa saat seakan memilih kata yang akan diucapkan pada Naruto. "aku mengijinkanmu menikahi Hinata bukan karena aku peduli pada reputasimu, aku melakukannya karena aku ingin mempunyai cucu dengan status yang jelas, selain itu aku tak ingin Hinata jadi bahan pergunjingan orang-orang." Jelas Hiashi panjang lebar. Naruto hanya menunduk mendengarkan, ia tahu ia yang paling salah dalam hal ini.

" Kau menikahi Hinata bukn berarti kau bebas menidurinya lalu kalau kau merasa tak sanggup kau kabur lagi saperti dulu" lanjut Hiashi ketus. Naruto membelalakan matanya. Tidak terima dengan pernyataan ayah mertuanya.

"Saya tidak akan pernah menelantarkan Hinata dan anak-anak" kata Naruto agak keras. "saya akui kalau saya salah menyikapi kehamilan Hinata dulu, waktu itu saya masih muda. Saya ketakutan dengan tanggung jawab yang harus saya pikul. Saya masih muda dan masih banyak cita-cita" lanjut Naruto pelan.

"Maafkan aku hokage sama...tapi aku tak bisa menyerahkan Hinata padamu, kalau dipikir-pikir sebenarnya kaulah penyebab Hinata selama ini tidak berani pulang kerumah bukan?" tanya Hiashi retoris. Naruto hanya terdiam, lidahnya kelu. Ia tahu apa yang dikatan Hiashi adalah hal yang benar.

"Aku ingin kau ceraikan Hinata" kata Hiashi lugas. Otot-otot tubuh Naruto menegang. Ia baru sehari mendapatkan keluarga utuh dan sekarang ia harus melepas mereka pergi.

"Hiashi-sama bisakah..."

"Tidak aku tidak bisa...apapun alasanmu untuk mempertahankan Hinata tidak akan kuterima. Siapa yang akan menjamin jika Hinata tetap bersamamu ia akan bahagia. Janngan-jangan kalau jadi isterimu malah kau tinggal selingkuh dengan murid tsunade itu...aku tak terima, kau tenag saja aku bisa menjodohkan Hinata dengan pria baik. Aku jamin cucuku tak kekurangan kasih sayang" kata Hiashi panjang lebar. Hiashi segera berdiri dan keluar dari dojo begitu saja. Sedangkan Naruto masih duduk kaku tanpa menggerakkan satupun bagian tubuhnya. Ia masih belum percaya dengan apa yang Hiashi katakan.

###

"Ayah hanya latihan dengan kakek?" tanya Arata untuk ketiga kalinya. Mau bagaimana lagi, Hinata juga bingung bagaimana menjelaskan pada anaknya tentang kakek mereka yang tiba-tiba menyerang ayah mereka.

"Tapi kakek sepeltinya mayah" kometar Kanata tak percaya. Kecedalan kedua anaknya memang berkurang setelah naruta dan ia berkali-kali mengajari pelafalan dengan jelas.

"Kakek bukan marah...kakek itu sedang serius..." kata Hinata memberi alasan. Ia tahu alasnnya bodoh. Tapi ia berdoa anaknya bisa percaya.

"Kakek itu seyiuuuus" ulang Arata pada Kanata, seakan meejlaskan pada adiknya atas kata-kata sang ibu.

"sudah-sudah jangan bicara terus...ayo dihabiskan sarapannya, Kanata itu sayuran jangan disisihkan..." kata Hinata mencoba mengalihkan perhatian anak-anaknya. Kanata hanya cemberut sambil menatang sebal pada sayurn segar yang disiapkan ibunya.

"Apa sarapannya enak?kakek mau sarapan juga ya sama kalian" kata Hiashi tiba-tiba duduk disamping Hinata. Hinata memang sengaja makan digazebo, tak menyangka ayahnya yang sangat menjunjung tinggi adat mau makan ditempat yang notabene bukan ruang khusus makan.

Kepala Hinata berputar-putar mencari keberadaan Naruto, tapi tak dapat menemukannya.

"kau mencari apa Hinata?" tanya Hiashi, Hinata dapat mendengar nada sebal pada pertanyaan Hiashi.

"Eh...um...Naruto kun?" kata Hinata ragu-ragu.

"Touchan mana kaachan?" Arata langsung enanyakan keberadaan ayahnya ketika mendengar ibunya menyebut-nyebut nama Naruto.

"Ayah tadi kecapekan katanya..."jawab Hiashi cepat, tiak peduli jawabnnya masuk akal atau tidak yang penting jangan sampai cucunya terlalu dekat dengan Naruto. Bisa susah ketika mereka hidup terpisah.

Hinata menghela nafas panjang. apapun yang terjadi antara Naruto dengan ayahnya pasti bukan sesuatu yang baik. Ia segera beranjak dari tempat duduknya. Beralasan ingin mengambil camilan untuk kedua anaknya, Hinata berkosentrasi mencari cakra Naruto. Ia mendeteksi cakra Naruto berpusat di kamarnya.

Hinata mengetuk beberapa kali. Namun tidak juga mendapatkan jawaban. Ia memutuskan masuk begitu saja. Toh ini kamarnya juga.

Hinata menggeser pintu kamarnya pelan. Ia melihat Naruto terpekur memandang foto dirinya yang tengah menggendong Arata dan Kanata seusai melahirkan.

"Hokage sama ..." Hinata mencoba manggil Naruto pelan. Sementara Naruto tak membuat tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa Naruto menyadari keberadaannya.

"Hokage sama " panggil Hinata lagi seraya menyentuh lengan Naruto yang memungguinya. Hinata terbelalak tak percaya ketika melihat lebam-lebam wajah Naruto.

"Ma...maafkan...ayah saya...um...itu pasti sakit, sebentar biar saya cari salep dulu " kata Hinata panik. Entah apa yang dipikirkan ayahnya, bisa-bisanya menghajar orang sepenting Naruto. Naruto akan segera sembuh jika terluka, jika lukanya tidak sembuh-sembuh berarti ayahnya sangat berniat ketika menghajat Naruto tadi. Belum saja Hinata melangkahkan kakinya, tiba-tiba Naruto menariknya dalam pelukan.

"Hokage sama?" panggil Hinata pelan.

"Maafkan aku...aku mohon...maafkan aku..." Naruto mengucapkan maaf berkali-kali, ia menyembunyikan wajahnya di leher Hinata.

"Hokage sama sebaiknya kita obati dulu lukanya...apapu yang ayah katakan bisa kita bicarakan setelah itu bagaimana?" kata Hinata lembut sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Naruto.

Bukannya meleepaskan pelukannya Naruto malah memeluk Hinata makin erat.

"Maafkan aku Hinata...aku mohon...apapun akan lakukan asalakan kalian tidak mengusirku dari khidupan kalian...aku mohon.." kata Naruto terus meracau panik.

Hinata menghela nafas panjang, ia memutuskan membiarkan Naruto memeluknya sementara ia kebingungan karena Naruto hanya meminta maaf tanpa menjelaskan apapun. Ia akan mencoba berbicara dengan Naruto ketika Naruto sudah tenang.

###

hai hai...lama tak berjumpa, anyway sebenernya agustus udah dibuat cuma ternyata baru masuk doc manager dan blm di publish

ya mmungkin salah gw jg si nggak ngecek,,,

jadi ini terpaksa ngetik ulang buat lagi...

setelah sekian lama nggak nulis nggak tahu dapet nggak feel nya

makasih bagi yang udah review and pm...maap nggak bisa bales satu-satu (mata siwer abis baca pm sama review)

seperti biasa ditunggu kritik dan saran...mau kasih kritik dan saran pedes atau kejam welcome bgt...

btw nggak ada editan *_*