Adventure Unexpected
.
.
.
Uzumaki Lavender
Naruto ® Masashi Kishimoto
.
.
.
Happy Reading
Diluar hujan semakin deras. Bulan yang bersinar terang tertutupi awan yang tebal. Mereka sibuk mencari kertas kedua, kertas yang menjadi jalan penentu bagi mereka. Shikamaru dan Temari berada di sebuah ruangan guru yang berantakkan.
Tampak raut wajah panik dan cemas ketika melihat ke luar ruangan -berbagai dugaan muncul dalam benak. Semua berubah begitu saja tanpa ada alasan yang jelas.
Rintik hujan yang terdengar bagaikan alunan musik alam -begitu tenang dan menyejukkan. Beberapa kali Temari membuka laci meja bahkan lemari kecil yang terletak di beberapa tempat di dalam ruangan itu.
"Temari." Panggil Shika saat dia berada tepat di sampingnya, mengabaikan tatapan kesal Temari. "Kita harus bergegas. Cepat atau lambat mereka akan menemukan kita," jelasnya lalu menutup tirai jendela yang tergantung rapi pada kaca pintu tersebut. Temari hanya menghela napas.
Kertas-kertas dan tumpukkan buku milik para guru berserakkan diatas meja dan lantai membuat pencarian mereka semakin menyusahkan -mengingat apa yang baru saja terjadi. Lampu yang tidak lagi hidup juga menjadi penghalang mereka untuk terus mencari petunjuk. Tidak ada yang penting, kebanyakkan kertas hanya tentang nilai, laporan guru dan sejenisnya.
Tepat pada saat itu, Temari tersentak kaget oleh suara petir yang menyambar. Menambah kesan horror yang dirasakannya di ruangan yang minim cahaya tersebut. Keringat dingin mengalir disekitar pelipis, membayangkan jika orang-orang itu mengetahui keberadaan mereka.
Gadis bersurai pirang kincir empat menghela napas. Dia sudah cukup pusing melihat kekacauan. "Sebaiknya kita pergi dari sini!" Katanya sambil menutup loker dengan keras. Dan itu mengakibatkan sebuah buku jatuh menimpa kepalanya.
Dirinya mendapati secarik kertas terselip didalam buku yang terjatuh dan mengambilnya. Cover buku memiliki warna ungu pucat dengan gambar kupu-kupu kecil dipojok kanan buku. Shika duduk dengan santai di samping Temari yang sebagian tubuhnya memasuki kolong meja.
"Shika lihat apa yang- ittai."
"Oy hati-hati."
Gadis berkuncir empat itu mendecih kesal seraya mengelus kepalanya yang terhantam meja.
"Nih!" Ujarnya dengan suara ketus yang disambut dengan malas oleh Shika. Mata yang selalu terlihat mengantuk dan tidak bersemangat itu bergerak mengikuti tulisan yang ada di atas kertas putih.
"Huh merepotkan. Temari, hubungi yang lainnya."
Ia mengangguk, dengan segera mengambil walkie talkie yang tersimpan di dalam saku roknya.
"Hei minna. Ini aku, kalian dengar?"
Hening.
"...Naruto... disini... ada ap... sssrttt... aku... ssrrttt... kalian dimana?"
"Hei Naruto aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas."
"Ssrrttt..."
"Ah kuso."
Shika hanya duduk termenung -berpikir keras. Dia tidak bisa menghubungi teman-temannya. Tidak ada pilihan selain mencari 'itu' sendiri.
"Begini," katanya mulai berbicara. "Semua yang tertulis di kertas petunjuk begitu penting. Kau tau cerita Queries?"
Temari menggeleng. Shika menghela napas. "Itu cerita legenda dari kaum Orheigs. Mengisahkan lima penyihir yang menjaga kerajaan Zikuo."
"Lalu?"
"Kita berada di dalam cerita itu sendiri. Ibaratkan sekolah ini adalah kerajaannya."
"Hoohh jadi semua ini hampir sama dengan cerita itu?"
"Ya, bedanya kita dalam keadaan tidak adanya penyihir."
Temari berpikir sejenak. "Dan itulah mengapa keadaan disini menjadi kacau."
"Tepat sekali."
Dahinya mengernyit bingung, kali inibeberapa pertanyaan muncul dalam benaknya. "Lalu... apa hubungannya dengan petunjuk tentang kertas kedua?"
Ia melirik dan menatap Temari. "Baca ini, kau mungkin bisa mengerti."
Ketika dia membaca selembar kertas itu, kelihatannya seperti catatan harian seseorang.
"Hmmm lima penjaga sekolah menghilang, begitu, dia menyangkutpautkan dengan legendanya. Tapi... ini aneh, bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi di sekolah. Hey Shika kau pasti tau sesuatu tentang hal ini. Jelaskan padaku," ujar Temari.
Alih-alih menjelaskan, Shika hanya menghela napas. "Kita harus pergi sekarang." Ujarnya. "Aku sudah dapat apa yang kita butuhkan." Ia menyeringai. Raut wajahnya terlihat tertarik dengan semua teka-teki ini.
"Hhh baiklah. Terserah padamu, kau yang mengerti. Aku hanya mengikuti instruksi," ujarnya.
Temari memperhatikan pemandangan sekitar setelah berada di luar ruangan guru. Kaca jendela pecah. di sepanjang dinding terlihat goresan memanjang tidak beraturan. Dia merasa ini adalah mimpi, seakan-akan apa yang dia lihat hanyalah ilusi.
Memastikan sekitarnya aman, mereka berjalan cepat menuju lantai dasar, dimana ruang kepala sekolah berada disana. Beberapa saat kemudian, dari sudut lorong -tangga menuju lantai dua berada- memperlihatkan sebuah bayangan yang semakin mengecil, menandakan orang yang yang menuruni tangga hampir sampai.
Suara besi yang menghantam pelan satu per satu anak tangga itu menimbulkan suara. Membuat Temari bergidik ketika suara itu semakin lama terdengar jelas. Pada saat yang bersamaan mereka melihat sosok tunggal berjalan di depan mereka dengan tatapan kosong.
"Tch." Bukan ini yang mereka harapkan, seorang pembunuh yang menyeringai -mendapat dua mangsa sekaligus. Mereka tidak bisa bertarung dengan keadaan satu tangan yang saling terikat.
Shikamaru berpikir seraya mengalihkan pandangannya kesegala arah, mencari alat yang bisa digunakannya untuk menyerang dan bertahan. Namun tidak ada satupun yang terlihat selain serpihan batu serta kayu entah darimana.
Ketika pikirannya tidak menemukan titik penyelesaian masalah, suara ribut dari lantai atas membuat Shika mengalihkan fokus sejenak. Kepalanya menengadah keatas -merasa yakin ada yang tidak beres. Dan setelah suara itu semakin jelas, dia sadar jika itu suara berisik teman seperjuangannya.
"HUWAA SAI BAKA. KENAPA KAU MENARIK PEMBUKA GRANATNYA?!" Pekik Naruto panik.
"Maaf, aku tidak sengaja Naruto." Sai menjawab dengan tampang polosnya seraya tersenyum palsu. Hal itu tentu membuat perempatan kesal muncul di kepala Naruto.
"AAH CEPAT LEMPAR SEBELUM MELEDAK," Naruto berkata dengan dengan geram disertai suara yang tergolong keras -menimbulkan kebisingan.
"Lempar kemana?"
"TERSERAH, KE BAWAH SANA PUN TAK APA, CEPAT!"
Shika menyeringai. Ini kesempatan, pikirnya.
"SAI LEMPAR KESINI."
Laki-laki berambut klimis itu menoleh dan sedikit membelalak kaget lalu tersenyum -dia mengerti maksudnya. Dalam hitungan detik benda berbahaya berukuran kecil itu berpindah tempat.
Bersamaan dengan terlemparnya granat, Shika menarik Temari menjauh. Sosok dengan tongkat baseball besi ditangannya hanya melihat benda berukuran kecil yang terlempar menghampiri sebelum akhirnya tubuh mungil itu terlempar karena ledakan.
Temari tercengang. "Apa dia mati?" Tanyanya.
"Dari jaraknya terkena ledakkan, sepertinya dia hanya pingsan untuk sementara waktu." Jelas Shika disertai pemikiran jeniusnya.
Sai berjalan mendekati mereka. Sejenak memandangnya sekilas dan tertawa kecil. "Kau beruntung kami berada disekitar sini."
Sai melihat kearah Temari seolah dia adalah pembawa keberuntungan, ekspresinya menunjukkan senyum palsunya. "Menurutku itu bukan keberuntungan." Kata Temari.
"Lalu apa?" Mereka saling bertatapan tajam dan sengit.
"Sudahlah jangan berdebat, itu tidak penting," Shika menekankan. "Dengar. Situasi semakin berbahaya, aku bisa menduga apa yang akan terjadi selanjutnya jika kita tidak segera menemukan kertas kedua." Shika berpikir sejenak.
"Singgasana penguasa," lanjutnya. Mereka semua memandangnya penuh tanda tanya, tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh laki-laki dengan rambut nanas itu.
"Aku dan Temari akan mencari kertasnya di ruang kepala sekolah. Kalian berusahalah hubungi Sasuke dan Neji." Perintahnya seraya berjalan.
"Walkie talkienya tak berfungsi." Ino membuka pembicaraan. Shika berbalik dan mendapatinya berdiri dengan jarak lima meter di belakangnya. "Kalau begitu berpencar dan cari mereka. Kita berkumpul di ruangan kepala sekolah," jelasnya.
Dengan begitu mereka berpencar, mencari teman-teman seperjuangan agar berkumpul. Shika merasa yakin, kertas itu ada disana setelah dia membaca dan menganalisis buku itu, tidak diragukan lagi.
...
Awan hitam masih terlukis pada langit malam. Embusan angin disertai hujan lebat membuat suasana semakin mencekam. Gudang sekolah yang berukuran sedang dipenuhi oleh debu yang berada di tumpukkan barang tak terpakai.
"Neji lihat kotak besi ini, terlihat aneh." Komentarnya dengan jari telunjuk menyentuh permukaan kotak. Neji berjalan mendekat dan berdiri disampingnya.
"Biar kulihat," sebuah ukiran lama membentuk tulisan menjadi fokus laki-laki bersurai coklat tersebut. "Ini huruf kanji," katanya lalu membuka kotak besi itu dengan raut wajah penasaran.
"Bukankah ini adalah sebuah kunci?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continue
Ah hallo semuanya. Maaf saya baru update sekarang karena selain ide saya juga kadang ngilang, saya juga mempunyai kesibukkan di dunia nyata.
Mungkin chapter ini agak berbeda dari biasanya dalam hal deskripsi kata-kata -karena saya mencoba sebisa mungkin untuk memperbaiki cara penulisan. Semoga sudah cukup bagus dan enak untuk dibaca ya. Terima kasih banyak karena sudah menanti fic ini meskipun mungkin kalian udah lupa sama ceritanya T﹏T
Dan sesuai perkataan saya, fic ini ga bakal discontinued ^…^ Tetap RnR ya semuanya~
~~~Balasan Review~~~
Blue-Temple Of The King Ini Udh Dilanjutin. RnR Lagi Yak ;)
Alta0Sapphire Makasih Bngt Ya, Kamu Udh Nungguin Fic Ini Dan Ngikutin Dri Awal. Makasih Bngt ;) Ini Udh Dilanjut, RnR Lgi Yah ;)
Oh-HaNi-chan Haruka Makasih, Ini Udh Dilanjut, RnR Lgi Yak ;)
Rumeko hanayuki Makasih, RnR Lgi Ya ;)
Oktaviani Iya Ini Udah Dilanjut, Makasih Ya Dan Salam Kenal Juga ;) RnR Lgi, Oke? ;)
alexandra. pratiwi. 5 Ini Udh Lanjut, Silakan Dibaca ;) RnR Lagi Yha ;)
TheDEFA Iya, Makasih Udh Sempat Review Di Fic Ini ;) Bagaimana Dengan Chapter Ini? RnR Lagi Ya ;)
FyCha HyuuRa Iya, Ini Udh Dilanjut. Makasih Banyak Udh Review Dan Berkenan Untuk Menunggu Lanjutannya ;) RnR Jngn Lupa Yha ;)
Bayu Makasih ;) Ini Dilanjut Kok, Ga Akan Discontinued Tapi Mungkin Update Agak Lama. RnR Lagi Yha ;)
Guest Makasih Ya Dan Silakan Dibaca Serta Reviewnya Jngn Lupa ;)
Makasih banget buat kalian yang udah dukung dan terus mengikuti. Mungkin chapter keempat akan segera di update, tapi saya tidak janji bakalan cepat -melihat situasi dulu apakah saya sempat menulis atau tidak. Sekali lagi terima kasih ;)
-Salam, Uzumaki Lavender-