Naruto © Masashi Kishimoto

Love at First Chat © Nimarmine

Romance/ Drama

Rate T

NaruHina always and forever

Warning: Out of Character, Alternative Universe, Typo(s), bahasa kurang baku, cerita pasaran, dan warning standar lainnya.

Dipersembahkan untuk NHLicious. Tidak suka? Jangan menyiksa diri Anda.

Saya tidak mengambil keuntungan apa pun dari cerita ini. Jika ada kesamaan ide, saya tidak tahu apa-apa.

Yosh … Here we go!

.

.

.

Love at First Chat

….

Naruto menguap lebar. Lelaki berambut pirang ini baru saja bangun tidur. Masih dengan gontai, dia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga satu persatu. Ini hari sabtu, yang artinya kantor libur bekerja –walaupun tugas-tugas yang menumpuk tidak pernah libur untuk diselesaikan.

Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Tadi malam dia lembur menyelesaikan laporan mingguan dari divisinya, itulah sebabnya kenapa dia bangun siang hari ini.

Naruto baru saja mendudukkan pantatnya di kursi dapur untuk sarapan ketika suara yang begitu dikenalnya menyapanya. "Selamat pagi, Nart."

Naruto menoleh, "Selamat pagi, bu. Kapan datang?"

"Tadi malam ketika kau sedang sibuk mengerjakan laporanmu." Wanita berambut merah panjang yang dipanggil Ibu oleh Naruto ini menjawab.

"Oh, aku tidak sadar. Mana ayah?" Tanyanya ketika tidak melihat sosok pria paruh baya yang mewariskan gennya itu kepadanya.

Wanita yang diketahui bernama Namikaze Kushina menjawab, "Di kamar, sebentar lagi pasti turun."

Naruto hanya ber'oh' ria, kemudian melanjutkan menggigit roti yang telah diolesinya selai kacang.

Ayah dan ibunya jarang berada di rumah. Mereka biasanya mengurus pekerjaan yang berada di luar kota ataupun rapat bersama stockholder dan shareholder lainnya membahas bisnis perusahaan. Ini saja baru datang dari kota Suna, yang selama seminggu mereka gunakan untuk membahas kerjasama dengan Sabaku Corp di sana.

Pria yang diperkiraan berumur 46 tahun baru masuk ke dapur kemudian mengucapkan salam kepada anak semata wayangnya, "Pagi, Nart. Bagaiimana keadaan kantor?"

Belum juga duduk, pria dengan nama lengkap Namikaze Minato ini sudah menanyakan pekerjaan. "Sejauh ini baik-baik saja, ayah. Semua masih terkontrol dengan baik."

"Good. Senin besok ayah akan memantau keadaan kantor."

Naruto hanya menjawab dengan anggukan. Walaupun terlihat ugal-ugalan dan keras kepala, laki-laki dengan tanda lahir tiga garis di masing-masing pipinya ini sangat patuh kepada kedua orang tuanya. Dia anak tunggal, sehingga benar-benar diajarkan tata karma dengan baik.

"Nart, bisa tolong ibu belanja bahan makanan hari ini? Persediaan kita habis." Kushina baru saja akan berencana memasak apa hari ini ketika dia melihat bahan makanan di kulkas tinggal beberapa buah tomat dan seikat sawi, pun sudah layu.

"Kenapa harus aku?" Naruto senang melakukan apa saja, tapi kalau sudah disuruh belanja –apalagi belanja bahan makanan—dia paling malas.

"Memangnya siapa lagi yang bisa disuruh selain kau?"

"Bibi?" Wanita yang biasa membantu pekerjaan keluarga Namikaze itu menjadi pilihan Naruto.

"Bibi ada kerjaan lain. Cepat pergi, jangan malas!"

"Baik, baik." Sambil bersungut-sungut, Naruto menghabiskan jus jeruknya sebelum naik ke lantai dua untuk mengganti bajunya. Dia tidak mau diteriaki ibunya hanya karena masalah belanja. Please! Dia sudah terlalu besar.

.

.

Naruto sampai di pusat perbelanjaan Konoha, tepat pukul 9.15 waktu setempat. Perlu 30 menit untuk sampai ke distrik ini dari rumahnya menggunakan mobil. Dia mengambil troly dan mulai mendorongnya menuju jalur 17 dimana tempat penjualan bahan makanan berada. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, sambil mencari bahan yang ada dalam catatan yang telah diberikan ibunya kepadanya.

Dia hampir tersedak liurnya sendiri ketika membaca beberapa catatan kecil di kertas tersebut, seperti 'Beli ikan salmon, jangan tuna. Kau selalu salah membedakan antara salmon dan tuna!' atau 'Jangan banyak-banyak membeli ramen instan. Terakhir kali kau beli, kau memenuhkan lemari penyimpananku.' Bahkan ibunya sempat menuliskan, 'Jangan berkelakuan aneh kalau kau tidak mau disorot CCTV!"

Oke! Kali ini dia sependapat dengan ibunya. Setiap minggu di salah satu siaran TV Konoha, selalu ditayangkan kelakuan manusia yang tertangkap kamera CCTV. Bisa malu setengah mati dia kalau wajahnya sempat terpampang di acara tersebut, apalagi teman-teman kantornya paling senang menyaksikan acara yang bisa dikatakan direkam secara live itu. Diapun bergidik ngeri, "Hiiii..."

Tapi, dibanding ditulis begini, kenapa tidak langsung dikatakan saja?

Yosh! Petualangannya dimulai dari daging. Dia mengambil beberapa kotak daging sapi (yang sudah dikemas dengan wadah plastik persetengah kilo), kemudian meletakkannya ke dalam troly. Tidak lupa, dia juga mengambil beberapa potong ikan salmon yang juga sudah dikemas seperti daging tersebut. Ingat Naruto! Salmon, bukan tuna!

Dia kemudian menuju tempat buah-buahan untuk mengambil beberapa buah apel dan anggur kesukaan ayahnya. Tidak jauh dari tempat buah-buahan, dia menuju tempat penjualan sayur-sayuran. Tangan berkulit tannya mengambil beberapa ikat daun selada, beberapa buah tomat segar, dan beberapa buah wortel. Ibunya sangat suka membuat salad, sedangkan dia sendiri tidak begitu menyukai sayur-sayuran. Kecuali asparagus bakar, sebanyak apapun akan tandas dimakannya.

Naruto lanjut berkeliling untuk mencari bahan makanan yang tersisa di daftar yang dipegangnya, ketika mata sewarna batu sapphirenya menangkap sosok yang dikenalnya. Dadanya berdesir, hangat dan nyaman. Sosok itu berdiri menyamping, tangan kanannya memegang dagu sedangkan tangkan kirinya memegang pegangan troly. Dia tampak berpikir, menimbang-nimpang apa yang akan dibelinya. Dengan langkah tegas namun pelan, Naruto berjalan mendekati sosok yang kelihatannya tidak menyadari kehadirannya tersebut.

"Excuse me, Miss. Bisa tolong tunjukkan di mana letak makanan kaleng?"

Gadis yang rambut panjangnya di kuncir ponytail itu sedikit tersentak, kemudian menjawab. "Oh, tentu. Mari saya tun—" Dia menoleh ke asal suara dan keterkejutannya tidak dapat disembunyikan ketika dia melihat cengiran lebar seseorang yang bertanya padanya tersebut. "—jukkan." Wajahnya pun memerah. Pertemuan mereka yang tak terduga.

"Hello," sapa Naruto ramah. "Lagi berbelanja?" Dilihat dari manapun, juga tahu kalau gadis itu sedang berbelanja. Mungkin itu hanya sekedar basa-basi yang keluar dari mulutnya.

"I-iya." Gadis itu merutuk dalam hati, kenapa gugupnya selalu muncul jika berdekatan dengan laki-laki ini. "Na-Naruto-buchou juga berbelanja, ya?" Tanyanya yang juga sekedar basa-basi.

"Yap, ibuku menyuruh membeli bahan untuk persediaan makanan yang sudah habis." Jawab Naruto tanpa rasa malu. Sangat jarang seorang lelaki mau disuruh ibunya belanja bahan makanan sendirian, apalagi di umurnya yang sudah 25 tahun ini. Kebanyakan 'kan laki-laki itu gengsian. "Dan jangan panggil Naruto-buchou ketika berada di luar lingkungan kantor begini. Naruto saja, oke! Naruto-kun juga boleh." Lanjutnya dengan cengiran cerah yang tidak pernah lepas dari wajah tampannya.

Hinata –gadis itu— semakin merona wajahnya melihat cengiran secerah matahari tersebut, dia menundukkan wajahnya kemudian berkata, "Ba-baiklah, Naruto-kun." Kemudian dia teringat hal yang menyebabkan laki-laki ini muncul di hadapannya. "Ah! Bukankah Na-Naruto-kun mencari makanan kaleng? Mari saya tunjukkan."

Sebenarnya itu hanya alasan Naruto saja, dia sama sekali tidak memerlukan makanan kaleng itu. Tapi kalau dengan itu bisa membuatnya berbelanja bersama dengan Hinata, tidak masalah jika dia dimarahi ibunya karena membeli hal yang tidak diperlukan itupun.

Naruto mendengus geli, "Jangan terlalu kaku begitu, Hinata." Katanya ketika mendengar Hinata yang terlalu formal berbicara padanya. "Dan, Maaf merepotkanmu."

Gadis mungil itu mengangguk malu, "Um, ba-baiklah. Itu sama sekali bukan masalah, Na-Naruto-kun."

Mereka bercerita sepanjang jalan, tanpa menyadari secara tak langsung sudah menjabarkan kebiasaan satu sama lain. Semuanya mengalir begitu saja, bahkan Hinata sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Naruto di sisinya.

Naruto mulai tahu apa saja yang disukai Hinata, seperti sup macaroni, tumis wasabi, dan cumi goreng. Tapi yang paling Hinata suka adalah tempura, apalagi dengan sambal sebagai cocolan. Hinata tidak termasuk pemilih dalam hal makanan, asal makanan tersebut dimasak dengan benar. Toh yang masak juga dirinya sendiri.

Dan Naruto mencatat semua itu dalam kepalanya.

Begitu pula sebaliknya, Hinata juga mengetahui apa saja yang disukai maupun dibenci Naruto. Pemuda dengan darah bule itu paling tidak suka dengan sashimi, melihat orang-orang makan ikan mentah itu saja sudah membuat perutnya mual. Tetapi kesukaan Naruto terhadap ramen tidak pernah diragukan.

Setelah bahan yang diinginkan lengkap, mereka berjalan menuju meja kasir. Hinata menolak dengan halus ketika Naruto berniat untuk membayar belanjaannya. Dia berkata bahwa dia merasa tidak enak jika menerima tawaran tersebut. Oh, ayolah! Dia bukan perempuan yang memanfaatkan kesempatan. Mau tidak mau Naruto menerima penolakan tersebut agar Hinata juga tidak merasa tersinggung.

Setelah semua barang —baik masing-masing milik Naruto dan Hinata— dibayar, penjaga kasir memberikan dua buah tiket undian untuk ditukarkan lagi di roda pengundian. Hadiah langsung diambil sesuai warna bola yang keluar dari dalam roda.

Mereka menuju tempat yang ditunjuk. Naruto mempersilahkan gadis bermata amethyst tersebut terlebih dahulu menukarkan tiket undiannya. "Ladies first." katanya.

Satu tiket, satu kali putaran.

Hinata menunggu roda berhenti berputar dan menanti bola dengan warna apa yang akan keluar dari lubang roda tersebut.

Bola abu-abu artinya small. Hadiahnya hanya berupa sekotak tissue wajah dan tissue toilet.

Bola merah artinya medium. Hadiahnya berupa peralatan rumah tangga seperti pisau dapur, sendok, dan sebagainya.

Bola emas artinya extra large. Hadiahnya tiket VIP konser 'Konoha Band' yang saat inidigemari anak muda, yang akan dilaksanakan minggu besok. Tiketnya termasuk limited edition.

Roda berhenti berputar, mengeluarkan bola yang membuat Hinata lemas; abu-abu. Keberuntungan Hinata memang kecil dalam hal seperti ini.

Naruto hanya tertawa kecil melihat wajah murung Hinata –yang kini menerima kotak tissue tersebut—sambil menepuk-nepuk kepalanya pelan –yang malah membuat wajah Hinata semakin cemberut—tetapi juga dihiasi semburat merah tipis. Sangat imut.

Kini giliran Naruto menukarkan undiannya. Naruto tersenyum dengan sangat percaya diri sebab dia merasa bahwa dirinya adalah seseorang dengan tingkat keberuntungan yang cukup tinggi.

Roda pun berhenti berputar. Senyumnya semakin lebar ketika melihat bola yang keluar adalah bola emas. Tuh kan, tidak salah jika dia memang percaya diri. Orang-orang yang melihat bertepuk tangan heboh, sebab hanya laki-laki berambut pirang inilah yang berhasil mendapatkan bola emas.

"Naruto-kun, omedetou." Hinata juga ikutan senang karena manajernya ini berhasil memenangkan hadiah utama, dibandingkan dia yang hanya mendapatkan … tissue. Ugh!

Naruto menerima tiket konser tersebut dengan cengiran yang awalnya sudah lebar kini semakin lebar. Cengiran memang tidak pernah lepas dari diri Naruto. "Ahaha … terima kasih, Hinata." Dia tertawa senang. "Kuharap kau punya waktu minggu besok."

Hinata mengerjap bingung.

"Karena kau harus menemaniku menikmati hadiah ini." Naruto menggoyang-goyangkan dua buah tiket yang ada di tangannya.

Hinata menahan nafasnya. Apa dia tidak salah dengar? Manajer yang sekarang ada dihadapannya ini mengajaknya…

"Dan aku tidak menerima penolakan!"

Oh~! Hinata harus beli baju baru sore ini. Karena besok dia ada kencan.

Dengan pangeran bulenya.

.

.

.

T-B-C

.

.

.

A/N :

Entah kenapa saya merasa feelnya kurang dapat dan semakin membosankan. Alurnya lambat sangat ya, satu chapter isinya cuma mereka belanja di super market. :"v

Maaf kalau bahasanya gitu-gitu saja. Saya tidak terlalu suka menggunakan bahasa berbelit atau kosa kata latin yang menyebabkan pembaca berkerut kening, dan harus mencari kamus lagi untuk mengartikannya. :'3

Sekedar tambahan, orang-orang di Jepang (katanya) tidak pernah mandi pagi. Mereka selalu mandi di malam hari sebelum tidur. Karena tidur sama sekali bukan aktivitas yang menyebabkan banyak keluar keringat, jadi di pagi harinya mereka hanya cuci muka dan sikat gigi.

Jadi jangan heran kalau di sini tidak pernah diceritakan bahwa karakternya mandi di pagi hari. ^^v

Yosh! Terima kasih karena sudah meluangkan waktunya untuk sekedar membaca cerita yang (mungkin) membosankan ini. :v

20 November 2014

Love shower,

Maru