Title:
Brain
Cast:
Yamada Ryosuke as Yamada Ryosuke
Nakajima Yuuto as Nakajima Yuuto
Suzuki Airi as Suzuki Airi
Chinen Yuuri as Chinen Yuuri
Yabu Kouta as Yabu Kouta
Nakayama Yuma as Nakayama Yuma
Genre:
Friendship
Mistery
Sci-Fi
Rating:
T
Length:
Series, Ch 3 of 3
Author:
Akiyama Fuyuki
Disclaimer:
I own nothing beside the story
Summary:
Ketika kota Tokyo mulai diserang dengan teknologi yang merenggut banyak nyawa, Yamada Ryosuke juga terancam akan teknologi itu. Sampai ia diselamatkan oleh sekelompok orang yang menangani hal tersebut dan bertemu dengan orang yang tak terduga. Siapakah dia? Dan apakah Ryosuke dan teamnya dapat menyelamatkan Tokyo? Apa ia juga dapat mengetahui siapa orang yang ia temui tersebut?
A/N :
Akhirnya sampai pada chapter 3! ^^ Chapter 3 ini sebagian besar menceritakan kehidupan Ryosuke. Langsung aja lah..! Happy reading! ^^
.BRAIN.
-Complicated and the Last Explanation-
(Membingungkan dan Penjelasan Terakhir)
Ryosuke bertanya-tanya pada diri sendiri. Apa ia sudah salah bicara? Apa yang membuat Airi takut? Eh, mungkin takut itu hanya perasaan Ryosuke saja. Tapi yang pasti begitulah.
"Aku sudah selesai makan," gumam Airi dan beranjak sambil membawa mangkuk ramen instannya menuju dapur. Ryosuke menatap setiap langkah yang diciptakan Airi. Dan setelah itu ia meninggalkan ruang makan.
"Apa? Ada apa?" tanya Yuuri bingung.
Jujur saja. Hal itu juga ingin Ryosuke tanyakannya pada Airi.
"Lho, kalian tidak tahu ya?" tanya Yuuto sambil meletakkan sumpitnya.
Yang lain segera menoleh pada Yuuto, menatapnya dengan tatapan menuntut penjelasan. Padahal ia sama sekali tidak melakukan apa pun. Namun rasa penasaran telah menggerogoti perasaan mereka. Sehingga mereka tak berpikir lagi apa yang harus mereka lakukan atau bersikap pada Yuuto.
"Nakayama Yuma, si profesor muda, adalah kekasih Suzuki Airi," kata Yuuto yang membuat semuanya terpaku. Terutama Ryosuke. Ia tak pernah mendengar bahwa Yuma memiliki seorang kekasih. Dan hal itu juga tak pernah disinggung-singgung oleh media manapun.
"Kau serius?" tanya Kouta.
Yuuto mengangguk pasti. "Aku sudah mengenal Airi cukup lama. Jadi aku tahu banyak tentangnya. Ia bercerita padaku kalau dia sudah menjadi kekasih Yuma sejak beberapa bulan yang lalu," katanya sambil melirik Ryosuke.
Entah apa artinya, Ryosuke juga tidak tahu. Tapi yang pasti, Ryosuke memiliki firasat bahwa ia juga disangkutpautkan soal ini. Seolah dia seharusnya tahu apa hubungan Yuma dan Airi dari tatapan Yuuto. Dan apa pun itu, ia juga memiliki perasaan bahwa dia seharusnya mengenal Yuuto dan Airi. Jujur saja, setelah ia perhatikan, wajah Airi juga terlihat familiar baginya. Seolah mereka—Yuuto dan Airi—adalah bagian dari kehidupannya. Sekali lagi, siapa mereka sebenarnya?
Ryosuke mengernyitkan dahinya, berusaha mengingat-ingat. Tapi tak ada yang datang sama sekali pada pikirannya. Semuanya seolah hilang tak berbekas di ingatannya itu. Kosong. Apa hanya perasaannya saja ya, kalau ia mengenal Yuuto dan Airi? Mungkin ia hanya pernah berpapasan dengan mereka di jalan atau apa.
Jadi ia memutuskan untuk tak memikirkannya lebih lanjut dan melanjutkan makan malamnya dengan cepat. Ia ingin memastikan bahwa Airi baik-baik saja. Bagaimana pun juga, sekarang ini mereka adalah teman. Dan ini sangat mengganggu perasaan Ryosuke sekali lagi. Ada yang aneh di sini. Dan ia harus mencari tahu hal ini secepat yang ia bisa.
Ia jadi teringat pada manga yang pernah ia baca. Mangalama, sebenarnya. Judulnya Mukukai Short Stories. Atau lebih dikenal dengan judul World of Dreams yang dibuat oleh mangakaKozue Amano.
Bercerita tentang seorang pemuda yang lupa tentang sebuah janji dengan seorang temannya yang sudah dua setengah tahun tidak bersekolah karena leukemia. Ia tak ingat tentang janji yang ia buat dengan gadis itu, sampai pada akhir di sebuah pementasan drama sekolah yang mereka perankan bersama, ia teringat akan janji itu. Tapi ia sudah terlambat pada saat ia bertemu dengan temannya itu lagi. Ia sudah meninggal tepat pementasan berakhir, yang sebenarnya roh gadis itulah yang berperan sebagai lawan mainnya pada pentas drama sekolah.
Memang berbeda dengan apa yang dialami Ryosuke. Tapi entah mengapa rasanya ia seolah seperti sang pemuda dalam komik itu. Ia lupa pada teman-temannya yang sudah lama tak ia jumpa. Apa Yuuto dan Airi adalah teman-temannya dulu, dan ia tidak ingat pada mereka saat ini?
"Hei Yama chan."
Panggilan dengan suara lirih itu membuat lamunan Ryosuke terbuyar dan kembali pada kenyataan. "Ada apa, Yuu chan?" tanyanya sambil menoleh pada Yuuto.
"Eh?" heran Yuuri.
"Kenapa?" tanya Ryosuke bingung.
"Kok kau tahu yang memanggilmu Yuuto? Dan kau memanggilnya... Yuu chan?" tanya Kouta sambil menaikkan sebelah alisnya.
Ryosuke terkesiap dan kembali menoleh pada Yuuto yang menatapnya dengan pandangan yang lagi-lagi tak dapat diartikan oleh Ryosuke. Ada sinar kegembiraan, bingung, sekaligus terkejut di sana. "Benarkah?" tanyanya memastikan. Ia sendiri juga bingung. Mengapa ia tahu bahwa yang memanggilnya adalah Yuuto? Dan kenapa ia memanggilnya dengan sebutan yang seperti itu? Tapi, entah mengapa, rasanya begitu akrab di telinga dan hati Ryosuke.
"Ya. Eh... Tidak apa kok, kau memanggilku seperti itu. Aku sama sekali tidak keberatan," sahut Yuuto sambil tersenyum. Untuk sejenak, masalah Airi terlupakan.
"Kau juga memanggilku Yama chanseperti yang lain tadi, kalau aku tidak salah dengar. Benar kan?" tanya Ryosuke lagi.
Yuuto tak menjawab. Ia terlihat tidak tahu harus berkata apa.
"Tidak apa-apa kok. Aku senang kau memanggilnya seperti itu. Rasanya kita lebih akrab," sahut Ryosuke dan tersenyum lebar. Ia senang ada yang memanggilnya seperti itu. Sedari tadi Yuuto tidak memanggilnya dengan namanya. Mungkin masih merasa canggung? Entahlah. Tapi yang pasti, ia merasa akrab saat Yuuto memanggilnya seperti itu.
Ryosuke rasa, ia harus menggali ingatannya dalam-dalam untuk memecahkan masalah ini. Untuk kali ini. Ia harus tahu, siapa Nakajima Yuuto dan Suzuki Airi sebenarnya.
Hal ini benar-benar membuatnya bingung... dan penasaran. Dan ia menduga-duga, apakah rasa penasarannya kali ini akan berbuah baik.
x.x
Ryosuke dan Yuuto melangkah menuju ruang depan, ruang yang mereka duga adalah tempat tujuan Airi untuk duduk-duduk selepas makan malam tadi. Dan benar saja. Airi sedang duduk di sebuah sofa panjang berwarna krim yang menghadap sebuah televisi berukuran 21 inci, membelakangi pintu keluar dapur, sekaligus membelakangi Ryosuke dan Yuuto yang berjalan menghampirinya.
"Airi chan," panggil Yuuto dan duduk di samping kanan Airi.
Airi menoleh pada Yuuto dan tersenyum sekilas. Kemudian ia menoleh pada Ryosuke yang ikut duduk di samping kirinya dan turut tersenyum padanya. "Ada apa?" tanya Airi.
Pertanyaan bodoh sebenarnya. Airi jelas tahu kenapa dua pemuda itu menghampirinya. Mereka khawatir padanya dan itu adalah hal yang wajar. Namun ia tetap tersenyum menenangkan mereka. Entah mengapa, ia rindu suasana seperti ini. Suasana pada saat mereka duduk bersama. Terlebih, ia mengetahui bahwa Ryosuke juga duduk bersama mereka saat ini.
Ryosuke tak tahu harus mengatakan apa untuk mencairkan suasana seperti ini. Ia hanya ingin duduk di sana, menikmati saat-saat mereka hanya bertiga. Ia merasa, seolah ia selalu duduk bersama kedua orang ini. Ia merasa begitu akrab. Dan suasananya begitu nyaman. Ia rindu dengan suasana seperti ini, entah mengapa.
"Jadi.. kau kekasih Yuma?" tanya Ryosuke memecahkan kesunyian. Ia tahu pertanyaan itu tidak sopan. Tetapi ia ingin tahu yang sebenarnya dari mulut Airi sendiri, memastikan semuanya.
Airi menatap Ryosuke. "Yuuto memberitahumu ya?" tanyanya balik.
Ryosuke tak menjawab. Tapi ia rasa balasan tatapannya terhadap Airi sudah jelas.
Airi menghela napas. "Ya. Nakayama Yuma adalah kekasihku," jawabnya dengan sedikit ragu. Tidak. Memang ada nada ragu yang tersirat di sana. Ryosuke tahu itu, seolah ia sedang menutupi sesuatu. Apa mereka bukan sepasang kekasih lagi saat ini?
"Kenapa? Kau kedengaran tidak yakin," sahut Yuuto sambil mengerutkan keningnya, menghasilkan kedua alisnya terpaut. Ryosuke tadinya juga ingin menanyakan hal yang sama, tetapi sudah keduluan Yuuto.
"Entahlah, Yuuto. Aku tidak tahu perasaanku saat ini," ia menoleh pada Ryosuke, "Kami memang sepasang kekasih. Tapi entah kenapa, semuanya tidak berjalan dengan baik," lanjutnya.
"Maksudmu?" tanya Ryosuke.
Airi mendesah, lagi. "Ia selalu sibuk dengan urusan laboratoriumnya, dan.. ia terlihat menjauhiku. Lagi pula, aku merasa, aku tidak lagi menyukainya. Dia terlalu terkenal, aku hanya menyukainya sebatas kagum...," gumam Airi. Kemudian ia terkesiap. Ia mengutarakan alasan yang selalu ia ragukan selama ini. Ia mengutarakannya secara langsung, tanpa keraguan. Benarkah itu adalah alasannya mengapa ia merasa dirinya tak menyukai Yuma lagi?
"Bukankah sudah jelas?" tanya Yuuto sambil tersenyum kecil.
Airi menoleh pada Yuuto dan ikut tersenyum. Melihat itu, Ryosuke juga ikut tersenyum.
"Masalahmu sudah terpecahkan kini. Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Ryosuke.
Kedua orang yang ada di sebelahnya menoleh padanya. Kemudian Ryosuke dan Yuuto sama-sama menatap Airi, menunggu keputusannya.
"Aku akan memikirkannya nanti. Sebaiknya kita memikirkan masalah sekarang ini. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" sahut Airi.
"Aku rasa saat ini kita harus mencari Nakayama Yuma."
Kouta dan Yuuri yang sedari tadi mendengar percakapan mereka ikut bergabung dan duduk di sofa yang lain.
"Bukankah rencanamu tadi adalah menyelamatkan orang yang memiliki mind-readerjuga?" tanya Yuuri.
"Ya, tadinya. Tapi sekarang sudah ada pihak lain yang akan menangani hal itu. Tenang saja. Aku sudah memberitahu segala informasi yang aku ketahui pada mereka tadi. Termasuk bagaimana cara agar orang-orang itu tidak lagi dikejar-kejar oleh mereka yang menyebut mereka adalah agen yang berasal dari pusat laboratorium tempat Nakayama Yuma bekerja," jelas Kouta.
"Tapi bukan itu saja," lanjut Kouta. Ia mengeluarkan ponsel flip berwarna putih dari saku jaket yang kembali ia pakai, dan menekan beberapa tuts di sana, kemudian menunjukkan layar ponselnya pada yang lain. "Ini adalah masalah kita."
Mata mereka melebar. "Nanisore?" seru mereka kompak, kaget, sekaligus bingung.
Di layar tersebut tertera sebuah foto yang cukup besar. Di dalam foto tersebut terdapat tulisan-tulisan dan sebuah gambar. Terlalu kecil untuk dilihat. Mungkin mereka harus memperbesar gambar tersebut untuk melihatnya lebih jelas.
"Sebuah kode yang ditemukan salah seorang pihak polisi saat menemukan Ikuta Toma," kata Kouta. "Berupa gambar, kemudian discan lewat komputer. Kemudian mereka mengirimkan gambarnya padaku. Ini adalah tugasku saat ini. Memecahkan kode ini dan menemukan Nakayama Yuma. Diperkirakan ia dengan sengaja meninggalkan kode ini untuk menunjukkan di mana dirinya berada saat ini. Apa kalian akan membantuku?"
Mereka semua mengangguk. "Tentu saja!"
Kouta tersenyum puas. "Bagus. Besok kita harus mulai memecahkan kode ini. Jadi jaga stamina kalian. Oke?"
Mereka semua mengangguk. Kemudian menoleh pada Ryosuke, menunggu apa yang akan dikatakan olehnya saat ini.
Ryosuke yang merasa dirinya sedang ditatap menoleh pada ke-empat orang itu menatap mereka satu persatu. "Apa?"
Oh.
"Eh... Airi chanbisa tidur di kamar kakak dan adikku saat ini," jelasnya sambil menoleh pada Airi yang mengangguk mengerti. Kamar itu terletak di lantai dua, di sebelah kamar Ryosuke sendiri.
"Yabu kundan—"
"Aku saja," potong Yuuri cepat.
"Baiklah. Yabu kundan Chii bisa tidur di kamar tamu yang ada di lantai atas juga, di depan kamarku. Sementara aku dan Yuu chanakan tidur di kamarku sendiri," jelas Ryosuke lagi.
"Baiklah. Kita istirahat sekarang," putus Yuuto dan berjalan menyusul yang lain menuju lantai atas.
Saat sampai di lantai atas, di depan kamar Ryosuke, mereka saling menoleh dan mengangguk. "Oyasuminasai," kata mereka kompak dan memasuki kamar masing-masing yang akan mereka tempati malam ini.
Ryosuke dan Yuuto melangkah masuk ke kamar Ryosuke yang bernuansa laut itu. Langit-langit kamarnya dihias dengan gambar langit biru dan awan putih. Di beberapa sisi dindingnya merupakan gambar pasir dan hamparan laut luas, beserta beberapa hewan pantai yang sedang berjalan di atas pasir. Benar-benar indah.
Beberapa perabotan melengkapi tiap sudut ruangan itu. Sisi sebelah kanan ada sebuah rak buku yang berbingkai kaca yang isinya komik atau pun buku-buku bacaan lainnya. Di sebelahnya ada sebuah meja belajar sederhana beserta rak buku pelajaran. Dan di sebelahnya lagi merupakan sebuah lemari yang cukup besar berwarna krim susu.
Di sisi sebelah rak buku yang berisi komik merupakan sebuah pintu kaca yang dapat digeser menuju balkon yang memperlihatkan kebun belakang maupun pemandangan di kejauhan, dan tersambung pada balkon yang berada di luar.
Ryosuke melangkah pada lemari, membukanya, dan mengeluarkan dua buah futon. "Maaf ya, kamarku agak berantakan," kata Ryosuke dan meletakkan dua futon tersebut di dekat pintu kaca menuju balkon luar.
Yuuto bergerak untuk membantu Ryosuke membuka lipatan futonitu dan menebarkannya. Bagaimanapun, ia juga akan tidur di situ. "Tidak berantakan kok. Wajar kan, kalau kamar seorang lelaki itu berantakan?"
Ryosuke terkekeh dan kembali menuju lemari dan mengeluarkan dua lembar selimut. Ia memberikan salah satunya pada Yuuto yang sedang duduk bersila di atas salah satu futon biru dan kemudian ia duduk di atas futon-nya sendiri.
"Malam ini gelap ya," ujar Yuuto.
"Ya," sahut Ryosuke. Ia menguap, kemudian berbaring dan menarik selimut sampai ke dagunya. "Sudah malam. Selamat tidur," gumamnya, lalu mulai menutup matanya.
Yuuto yang melihat itu tersenyum. Kemudian ia juga ikut berbaring di sebelah Ryosuke dan menutup matanya, berharap ia bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
Ryosuke membuka matanya, melirik Yuuto yang matanya sudah terpejam, dan kembali menatap langit-langit kamarnya. Ia menduga-duga, apa ia akan bermimpi buruk saat tidur nanti. Ia mendesah perlahan, tidak ingin membangunkan Yuuto, dan kembali memejamkan matanya.
Dan beberapa menit kemudian, ia sudah jatuh tertidur, memasuki alam bawah sadar yang disebut alam mimpi.
x.x
Ryosuke berlari-lari kecil menuju rumahnya. Ia merapatkan jaketnya untuk melindungi tubuhnya yang kedinginan. Hujan gerimis turun dari langit yang ditutupi awan kelabu, dan itu membuat Ryosuke mempercepat larinya.
Kantong plastik yang ia bawa di tangan kanannya bergerak seiring langkah cepatnya, melantunkan suara berisik plastik beserta bunyi hujan yang turun membasahi tanah. Ia baru saja pulang adri minimarket di ujung jalan. Ia membeli beberapa bungkus roti dan selainya untuk sarapan bersama ke-empat tamu sekaligus temannya itu.
"Tadaima!" serunya begitu sampai di rumahnya dan membuka pintu. Ia meletakkan sepatunya di rak dan berjalan memasuki ruang makan. Di sana ia menemui teman-temannya yang sedang duduk menungguinya sambil berbincang.
"Oh, Yama chan, okaeri," sahut Airi sambil tersenyum.
Ryosuke balas tersenyum dan meletakkan barang bawaannya di atas meja. Ia melapas jaketnya dan menggantungnya di gantungan yang berada di dekat pintu dapur, dan bergabung dengan mereka setelah mencuci tangan dan membawakan beberapa piring dari dalam lemari.
Wajahnya tampak suntuk. Ada lingkar hitam di bawah matanya. Sepertinya ia kurang tidur—atau tidak bisa tidur? Tapi ia tetap terlihat sehat dan bugar. Walau wajahnya yang sedikit suram, ia terlihat bersemangat seperti biasa, tidak memperdulikan wajahnya yang seperti habis dihajar orang mengingat kejadian yang kemarin ia alami.
Ia berpikir bahwa itu hanya mimpi. Tapi saat ia melihat ada teman-temannya di sini, ia menyimpulkan bahwa kejadian kemarin bukanlah sebuah mimpi.
Inikejadiannyata.
Mereka membuka bungkus roti tawar yang pertama dan mulai mengoleskannya dengan selai stroberi kesukaan Ryosuke secara bergiliran. Dan mulai memakan sarapan mereka setelah mengucapkan 'selamat makan' sebelumnya.
"Jadi, setelah ini kita akan mempelajari kode itu bukan?" tanya Yuuto setelah meneguk tegukan susu cokelat terakhirnya yang dibuat oleh Airi tadi.
"Ya," jawab Kouta. Ia meletakkan gelasnya di atas meja dan bersandar pada sandaran kursi. "Aku akan mencoba menghubungi rekan kerjaku untuk membawakan kertas kodenya. Agar bisa dilihat secara keseluruhan dan lebih jelas." Ia menoleh pada Ryosuke. "Boleh kan?"
Ryosuke mengangguk. "Tentu saja," balasnya.
Setelah itu, Kouta menelepon salah satu rekan kerjanya, sementara Ryosuke dan yang lainnya membereskan meja makan dan membersihkannya. Dan begitu selesai, mereka berkumpul di ruang depan, menunggu Kouta yang masih berbincang dengan temannya di seberang sana.
"Katanya mereka akan tiba sebentar lagi," kata Kouta sambil melangkah masuk ke ruang tengah dan duduk di salah satu sofa bersama Yuuri.
Mereka mengangguk mengerti dan mulai menunggu kedatangan teman Kouta yang akan mengantarkan kertas yang berisi kode yang menunjukkan tempat di mana Nakayama Yuma bersembunyi, menunggu untuk ditemukan oleh mereka.
Tidak ada yang memulai pembicaraan. Semuanya berkutat dengan pikiran masing-masing. Lagi pula, mereka tidak tahu apa yang harus mereka katakan untuk memulai pembicaraan. Tidak ada ide. Semuanya seolah sedang buntu. Jadi suasana tetap saja sunyi sampai akhirnya bel pintu berbunyi.
Ryosuke berdiri dan berjalan menuju pintu depan dengan Kouta yang mengikutinya. Ia membuka pintu dan menemukan seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Kouta yang sedang memegang sebuah map. Ia memiliki paras yang lembut dan manis, ia hampir saja mengira orang itu seorang perempuan jika ia tak melihat pakaiannya.
"Oh, Inoo chan," sapa Kouta sambil tersenyum. "Ini Yamada Ryosuke, pemilik aparteman ini. Maaf ya, aku memintamu mengantar berkas pagi-pagi seperti ini."
Inoo Kei tersenyum pada Ryosuke. "Yo, Yamada kun!" sapanya. Lalu ia menoleh pada Kouta dan memberikan map yang ia bawa pada Kouta. "Ini. Tidak apa kok," jawabnya. "Lain kali kau harus mentraktirku," lanjutnya.
Kouta tertawa kecil. "Lain kali," janjinya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai jumpa lagi, Yamada kun. Bye, Kou!" sahut Kei, dan meninggalkan mereka berdua di depan pintu.
"Hati-hati," pesan Kouta.
Kei hanya melambai tanpa menoleh pada Kouta dan melesat pergi dengan mobil silvernya.
Kouta buru-buru membuka map itu sambil melangkah masuk kembali ke dalam apartemen Ryosuke. Ryosuke juga buru-buru menutup pintu dan masuk ke dalam menuju ruang depan.
Kouta mengeluarkan lima lembar kertas yang berisi tulisan dan gambar yang sama. Persis dengan gambar yang dikirimkan ke ponsel Kouta kamarin. Ia membagikannya pada setiap orang yang ada di sana termasuk dirinya.
Pada satu kotak yang berada pada gambar berupa kumpulan huruf-huruf acak, memenuhi ruang kotak itu. Di sebelahnya juga sama, hanya saja di sana merupakan kumpulan-kumpulan angka acak. Di bawah kotak dengan kumpulan huruf, ada sebuah gambar seekor angsa. Di samping kiri bagian atas angsa itu ada sebuah angka satu, dan di bagian kanan angsa di bagian bawah, merupakan angka empat. Di sebelah gambar itu, ada juga sebuah kotak yang berisi angka enam. Di bawah angka enam itu terdapat tulisan huruf n, di sampingnya bertulisan (S-N).
Di bagian paling bawah sebelah kanan gambar ke empat, ada sebuah tulisan, "P.s: Nichiyobi, 8 p.m," gumam Ryosuke.
"Itu... Hari ini kan?" sahut Airi.
"Ya," jawab Yuuri.
"Berarti kita harus menyelesaikannya hari ini juga, sebelum jam delapan malam nanti," Yuuto menyimpulkan.
"Baiklah kalau begitu, mohon bantuannya minna!" seru Kouta.
"Un!" seru yang lain kompak dan mulai berkutat dengan kertas yang sedang mereka pegang.
x.x
Ryosuke menggaruk bagian belakang kepalanya dengan bingung. Kini ia sedang duduk-duduk di beranda kamarnya yang sedikit lembab karena hujan pagi tadi. Hari sudah beranjak siang, tetapi langit masih saja seperti pagi tadi, mendung.
Ia kembali menaruh perhatian pada kertas yang sedang ia pegang, menatap kode yang ada di sana dengan pandangan menuntut penjelasan. Namun kertas itu bergeming.
Ryosuke mendesah. Menyadari kekonyolan yang baru saja ia lakukan. Mana ada kertas yang bisa menjelaskan sesuatu dengan cara berbicara. Ia hanya dapat menjelaskan semuanya lewat tulisan yang ada di sana. Dan masalahnya adalah, Ryosuke tak mengerti apa yang ada di dalam kertas itu.
Lagi-lagi ie mendesah, dan mulai membaca tiap deret huruf yang ada pada kotak pertama. Ia harus teliti.
NDSFK...WIU0NA—Eh?
Ryosuke kembali membaca dengan teliti. WIU0..."Rei?" Ia tersenyum cerah. Ia dengan cepat melesat menuju meja belajarnya dan mengeluarkan sebuah kertas dan pena. Ia menuliskan kata reidi sana, dan mulai mencari angka lainnya.
"KOI...HFSKA12SD," gumam Ryosuke sambil terus membaca. "Juni," gumamnya mulai menulis kata itu, dan lenjut membaca. "SOHFS...JKBGR3KD, san," gumamnya lagi dan kembali menulis.
"Reijunisan?" bingungnya. Ia menggeleng. Mana ada kata yang seperti itu. Jadi ia mencoret kemungkinan itu dan menulis angka-angka tersebut pada kertasnya. "0 12 3," gumamnya.
"0... O?" Ryosuke menulis lagi. 12menjadiR, 3... E?
Ryosuke tetap menulis dan berpikir, apa kemungkinan ini yang benar. "Ore," seru Ryosuke senang.
.
Airi mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di atas meja makan, masih menatap lembaran yang berisi kode dengan pandangan kosong dan bingung. Yuuto yang duduk di hadapannya juga tampak bingung. Namun pandangannya tetap terfokus pada gambar kode itu.
1479...10031484N2354—eh? N?
Yuuto mengerutkan keningnya. "Kenapa ada N?" gumamnya bingung.
"Apa? Ada apa?" tanya Airi bingung karenaYuuto bersuara.
Yuuto menoleh pada Airi. "Coba lihat kode ke dua. Di antara kumpulan angka itu ada hurufnya. Apa tidak aneh?"
Airi menoleh pada kertasnya dan mulai memperhatikan. "Ya. Ada huruf N dan... O kah itu?" sahutnya.
"No?" sahut mereka bersamaan.
"Dalam bahasa Inggris, no artinya tidak," gumam Airi.
"Dalam bahasa Jepang.. itu menunjukkan kepemilikan. Iya kan?" sambung Yuuto.
Airi mengangguk membenarkan. "Tergantung kata apa yang ada sebelum kata noini. Kita harus mencari tahu dulu baru akan mengerti," putus Airi.
Yuuto mengangguk. "Kita cari apa yang aneh di sini," katanya.
"Minna!Minna! Aku dapat sesuatu! Hup!" seru Ryosuke sambil menuruni tangga dan berlari menuju ruang makan. Di tangannya ada dua buah kertas dan sebuah pena. Ia duduk di kursi sebelah Yuuto dan memperlihatkan kertas itu pada mereka.
"Kode yang pertama, aku dapat. Kata tersembunyi yang terdapat di sana adalah kata 'ore'," sahut Ryosuke senang sambil tersenyum lebar.
"Kami juga dapat kode yang kedua. Kata yang ada di sana adalah kata no," sahut Airi.
"Aku tahu itu," balas Ryosuke lagi.
"Jadi, kalau digabungkan menjadi oreno," kata Yuuto.
"Ya," jawab Ryosuke. "Pasti ada di suatu tempat yang merupakan miliknya. Karena oreno adalah kepemilikan. Sesuatu yang merupakan miliknya."
"Berarti tinggal gambar angsa ini dan kode terakhir," simpul Airi.
Yuuto dan Ryosuke mengangguk. "Oh iya, di mana Yabu kundan Chii?" tanya Ryosuke.
"Mereka pergi membeli bahan masakan untuk siang ini di supermarket," jawab Yuuto.
"Tadaima!" seru Kouta dan Yuuri sembari memasuki ruang makan dengan semangat. Ada kantung belanjaan di tiap tangan mereka.
"Oh, okaeri," balas Ryosuke, Yuuto, dan Airi.
"Kalian beli apa? Banyak sekali," tanya Airi
"Ini?" tanya Yuuri sambil menunjuk salah satu belanjaannya yang ia letakkan di atas meja. "Beberapa pakaian ganti. Tadi kami membeli pakaian sekalian," jawabnya sambil tersenyum.
"Kita makan apa nih?" tanya Yuuto sambil mengeluarkan beberapa belanjaan dari kantong belanjaan yang dibawa Kouta.
"Hm... Dari bahan-bahannya, sepertinya mau masak kari ya?" tebak Airi.
Kouta tersenyum. "Ya," jawabnya. Ia memindahkan bahan-bahan itu menuju meja dapur dan kembali menatanya.
"Biar aku bantu masak makan siang ini. Semalam kalian sudah memasak untukku," kata Ryosuke sambil mengeluarkan beberapa peralatan untuk memasak dari dalam lemari.
Untuk saat ini, masalah pemecahan kode terlupakan sementara mereka semua sibuk dengan kegiatan masak memasak mereka di dapur.
x.x
Ryosuke meletakkan piring terakhir yang ia lap ke dalam lemari piring dan gelas. Kemudian ia menggantung kembali kain yang ia gunakan untuk mengelap piring dan gelas yang mereka gunakan untuk makan siang tadi di gantungan khusus.
"Jadi, kalian mendapat sesuatu tentang kode tadi?" tanya Kouta mengawali pembicaraan. Mereka masih duduk di ruang makan dan berbincang.
"Oh ya, benar juga," sahut Yuuto.
"Kami dapat kode yang kesatu dan yang kedua," lapor Ryosuke.
"Benarkah? Tadi kami dapat kode yang ketiga. Tapi tidak tahu pasti benar atau tidak," jawab Yuuri sambil menunjuk dirinya sendiri dan Kouta yang mengangguk-angguk.
"Benarkah? Wah! Hebat! Berarti hanya tinggal satu kode lagi yang belum kita pecahkan bukan?" sahut Airi senang.
Yuuri dan Kouta mengangguk.
"Jadi, apa yang kalian dapat dari kode yang ketiga?" tanya Ryosuke sambil mengambil tempat di sebelah Yuuto.
"Di sini, ada angka satu, dua ekor angsa, dan angka empat," mulai Kouta. Yang lain mengangguk dan menunggu kelanjutan kalimat Kouta. "Angsanya kita ambil satu saja. Coba perhatikan, angsa ini berbentuk angka dua bukan? Nah, jadi jika kita ambil angka-angkanya saja, menjadi 1,2, dan 4. Kalau digabung menjadi 124. 12 jika dijadikan huruf, menjadi huruf R. Sementara 4 menjadi huruf A. Jadi bacanya ra."
"Ra, ya. Hm...," gumam Yuuto. "Rasanya tidak ada tempat yang namanya 'Ra' kan?"
"Memangnya kenapa?" tanya Yuuri.
"Dari kode pertama dan kedua tadi, kami dapat kata 'oreno'," jawab Airi.
"Oreno ra...?" gumam Kouta. "Sekarang tinggal kode terakhir. Ini yang menentukan di mana tempat Yuma berada saat ini. Kita harus memecahkan kode ini sebelum malam tiba."
Yang lain mengangguk mengerti. Semuanya juga tahu hal itu. Jadi mereka hanya akantetap berpikir dan memperhatikan kodenya untuk memecahkan kode terakhir yang satu ini.
Ryosuke mengernyitkan dahinya. Ia memperhatikan gambar yang ada di tangannya saat ini. Ia memperhatikan lekat-lekat kode terakhir. Rasanya ia pernah melihatnya di suatu tempat. Terutama di bagian yang bertulisan (S-N). Di mana ya?
"Ada apa, Yama chan?" tanya Yuuto.
"Hah? Oh, tidak. Hanya saja, kode yang S-N ini rasanya familiar," jawab Ryosuke.
"Benarkah?" seru Yuuri antusias. "Coba ingat-ingat, di mana kau melihatnya!"
"Akan aku coba untuk mengingatnya," sahut Ryosuke. Ia beranjak menaiki tangga, hendak menuju kamarnya.
Ia membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk. Tujuannya saat ini adalah rak buku di dekat pintu kaca menuju beranda. Entah mengapa, pikirannya langsung tertuju pada rak buku, meminta untuk dibuka dan membaca salah satu buku yang ada di sana.
Ryosuke membuka pintu lemari kaca itu dan melihat-lihat manga-manga yang ada di sana. Memilih salah satu dari berderet-deret buku secara acak, dan menariknya ke luar. Ternyata yang diambil adalah manga Detective Conan volume 50.
Ia pun mulai membuka lembaran manga itu dan mulai membaca. File-file kasus pembunuhan atau pun penculikan dan pencurian. Ia membacanya dengan seksama agar dapat mengerti secara keseluruhan tentang kasus dan penyelesaiannya. Sekaligus menambah pengetahuan, bukan?
Ketika ia menyelesaikan satu buku itu, ia memutuskan untuk membersihkan diri. Setelah itu, baru melanjutkan pemecahan kode—atau membaca volume Detective Conan yang selanjutnya. Lagi pula, ia masih berpikir bahwa pemecahan kode terakhir ini ada hubungannya dengan manga Detective Conan. Jadi bisa saja ia menemukan sesuatu dari membaca mangaitu.
Ia mengambil pakaian ganti dan keluar dari kamarnya. Ia berjalan ke arah kiri, dan menemukan sebuah pintu berwarna biru langit dan masuk ke ruangan itu. Ia harus cepat.
.
Kouta membolak-balikkan kertas berisi kode yang ia pegang sedari tadi. Ia tak habis pikir, dan sama sekali tidak punya petunjuk tentang kode terakhir ini. Padahal hari sudah mulai beranjak sore, waktu mereka tidak banyak lagi.
Ia mendesah pelan sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi ruang makan. Ia sedari tadi masih di sana, betah dengan suasananya yang nyaman dan hangat, seperti sedang di rumahnya sendiri. Ia mengambil pensil dari atas meja yang selalu dibawanya dan mulai mencoret bagian belakang lembaran kertas kode itu.
Ia menggumamkan pemecahan tiga kode sebelumnya sambil menuliskannya. Kumpulan angkan yang menjadi kata ore, huruf yang membuat kata no, gambar angsa yang menjadi angka dan menghasilkan kata ra.
Berarti kode terakhir juga merupakan permainan angka. 6.. Bisa menjadi huruf b atau G. Ia tetap menulis.
Kalau n ini?
Ia menulis huruf n dan membuat tanda panah kemudian tanda tanya. Ia mengerutkan dahinya. Apa maksud dari SàN ini?
S... N...?
Sepertinya familiar. Tidak. Ini memang sudah umum sekali. Tapi apa arti S dan N? Ia mengacak rambutnya sambil terus berpikir. Di mana biasanya ia menemukan huruf S dan N!?
Kouta terkesiap.
Apa... yang itu?
.
Ryosuke kembali berkutat dengan bacaannya. Ia masih mencari tahu apa itu SàN, melewati sarana membaca manga. Hari sudah beranjak petang, dan Ryosuke belum juga mendapatkan petunjuk dari manga-manga yang ia baca.
Ia mendesah pelan dan mengambil volume selanjutnya, volume 55. Membaca sambungan dari volume sebelumnya yang akhirnya sedang seru-serunya. Sesekali ia menggumamkan kalimat-kalimat tentang analisis yang dilontarkan oleh si detektif terkenal itu.
Ia membuka lembaran demi lembaran, membacanya, dan terus membuka lembaran baru. Pandangannya fokus pada tiap kalimat yang ia baca. Ia merasa bahwa kali ini ia akan menemukan pemecahan kode tersebut, entah kenapa. Naluri seorang detektif?
Ryosuke memang bukan seorang detektif. Tapi, dia kan pernah membintangi film detektif seperti TanteiGakuenQ, FuruhataChuuGakusei, atau pun HidarimeTanteiEye. Jadi ia rasa, pemikiran pemain tersebut menular pada dirinya. Jadi ia bisa berpikir secara luas.
Kemudian ia berhenti pada satu halaman. Penjelasan cerita masa kecil Shinichi Kudo dan Ran Mouri yang Conan ceritakan pada teman-temannya, sebuah kasus yang mereka pecahkan bersama Profesor Agasa. Halaman yang memuat keraguan Conan tentang analisis sewaktu ia kecil.
Tentang arah mata angin.
Ryosuke tersenyum senang. "Gotcha!" serunya girang. Ia mengambil kertas yang ia coret-coret tadi dan kembali menulis. Angka 6 ini, pasti b atau G. Sedangkan huruf n (SàN). Coba saja. SouthtoNorth, bukan?
Jadi jika huruf n kecil ini dibalikkan, menjadi... u!
Ryosuke dengan segera mengambil kertasnya dan turun ke lantai bawah. Menemui teman-temannya yang pasti sudah menunggunya. "Minna!" serunya sambil memasuki ruang makan, sama pada saat ia mengetahui pemecahan kode yang pertama dan yang kedua.
Di sana yang lain sedang duduk mengelilingi meja makan. Mereka menatap kedatangan Ryosuke yang secara tiba-tiba itu, walaupun langkah kakinya memang sudah terdengar dari atas pada saat ia turun.
"Orenorabu!" sahutnya saat tiba di hadapan teman-temannya.
"Ya. Tapi.. apa maksud dari rabu?" tanya Airi yang sudah mendengar penjelasan kode itu dari Kouta.
"Rabu(Love)?" sahut Yuuri.
Mereka semua menatap Airi.
"Apa?" tanyanya. "Walaupun di sana tertulis rabu(love), aku sama sekali tidak ada kaitannya dengan ini. Aku tidak tahu di mana dia sekarang," sahut Airi tegas.
Yang lain mengangguk mengerti dengan takut-takut. Kalau didengar tadi, rasanya suara Airi sedikit ketus.
"Tempat kesukaannya bagaimana?" tanya Yuuto. "Kau tahu di mana?" tanyanya pada Airi.
Airi mengernyitkan dahinya. "Mungkin tidak. Dia tidak pernah mengatakannya padaku."
"Kalau kalian jalan-jalan, biasanya ke mana?" tanya Kouta.
"Kafe," ia mengerutkan dahi, "Taman kota. Dia tidak mau jauh-jauh dari laboratoriumnya."
Mereka tampak kecewa. Rabu yang mereka artikan menjadi love—dalam bahasa Jepang, love yang ditulis memakai huruf katakana, menjadi rabu— mengarah pada Airi. Karena Airi adalah kekasih Nakayama Yuma. Jadi lokasinya pasti berhubungan dengan Airi. Kira-kira, begitulah yang mereka pikirkan.
"Apa.. Kalian mau aku menghubunginya?" tanya Airi pelan. Ia menunduk dan menghela napas kecil. "Mungkin dia akan menjawab teleponku jika aku yang meneleponnya."
Yuuto menoleh padanya. "Tidak usah. Kalian bicara waktu bertemu nanti saja," katanya perlahan.
Airi balas menatapnya. Kemudian mengangguk dan tersenyum pada Yuuto. Yuuto hanya membalas pada senyumnya dan kembali fokus berpikir tentang pemecahan kode terakhir ini.
"Laboratorium. Laboratory," gumam Ryosuke.
"Lab, ra...bu..?" sahut Yuuri. "Dalam bahasa Inggris laboratorium adalah laboratory. Tapi kalau disingkat menjadi lab. Dan jika ditulis, akan menjadi rabukan?"
Mereka tersenyum.
"Benar juga, laboratoriumnya!" seru Kouta. Ia menoleh pada Yuuri. "Kau jenius, teman!" katanya sambil mengacak-acak rambut Yuuri.
"Hei, hei!" protes Yuuri yang rambutnya menjadi berantakan.
"Kalau begitu, ayo pergi! Mumpung belum jam 8!" ajak Ryosuke semangat dan melangkah keluar dapur menuju pintu depan. Yang lain mengikutinya dengan antusias dan senang.
Walaupun Airi tampak sedikit bimbang, tapi ia tak dapat menolak dirinya untuk tersenyum bersama mereka. Lagi pula, ia memang suka pada Yuma, tapi hanya sebatas kagum. Itu saja. Ia tak akan mempermasalahkan hal ini lagi, bukan begitu?
Dan mereka bersama-sama melangkah keluar menuju stasiun kereta yang berjarak beberapa blok dari apartemen Ryosuke. Dan setelah memesan tiket yang meenjadwalkan jadwal tercepat, mereka segera menuju tempat kereta akan berhenti.
x.x
Ryosuke mengendap-endap di belakang Kouta yang berjalan di depannya. Mereka berjalan di sekitar bangunan tinggi berwarna putih yang tempo hari dikunjungi oleh Ryosuke dan Yuuri untuk menemui Nakayama Yuma. Dan mereka rasa, jalan melewati pintu belakang lebih aman dari pada pintu depan. Karena itu, mereka melangkah menuju bagian belakang bangunan itu, mencari pintu masuk yang sepertinya tidak memiliki penjagaan khusus seperti di pintu depan yang memiliki resepsionis dan satpam penjaga.
"Aman," bisik Kouta pada yang lain setelah melihat keadaan di pintu berwarna gelap itu. Tidak ada penjaga di sana. Dan sepertinya pintu itu tidak dikunci. Jadi mereka, masih berjalan dengan pelan, memasuki bangunan dari pintu belakang yang memang tidak dikunci, seolah sudah direncanakan.
Ryosuke mengerutkan dahinya, curiga. Apa semudah ini saja mereka menangkap Yuma? Apa ini tidak terlalu aneh? Ia menggelengkan kepalanya, menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan pada daya imajinasinya, dan terus berjalan di koridor menuju keluar, sampai akhirnya mereka tiba di lobi utama.
Di sebelah pintu tempat mereka keluar tadi merupakan pintu lift. Jadi yang mereka lakukan hanyalah menunggu sampai pintu lift itu terbuka untuk mengantar mereka menuju lantai 5, di mana terdapat ruangan tempat Yuma bekerja seperti yang diceritakan Ryosuke dan Yuuri.
Ting...
Denting halus itu membuat mereke bersama menoleh ke arah pintu lift yang terbuka dan, syukurlah, kosong. Mereka segera masuk ke dalam dan menekan tombol lima pada panel yang tersedia.
Mereka tetap berdiam diri dan sibuk dengan pikirannya masing-masing, termasuk Yamada Ryosuke. Ia menduga-duga apa yang menyebabkan Yuma terjatuh waktu itu, ketika ia dan Yuuri mengunjungi Yuma yang memperkenalkan penemuan barunya. Dari cara terjatuhnya, ia seperti habis didorong seseorang. Tapi Yuma tidak menunjukkan tanda-tanda ia sedang berkelahi dengan salah seorang rekan kerjanya waktu itu. Apa Ryosuke hanya terlalu mengira-ngira? Dan saat ini ia sedang berpikir, apa Yuma akan sedang terjatuh pada saat mereka bertemu lagi kali ini.
Denting halus terdengar sekali lagi dan pintu lift terbuka. Mereka melangkah keluar dan menuju ruang laboratorium yang memiliki warna biru yang terkesan dingin dan merupakan pintu pertama pada sisi sebelah kanan pada saat mereka berbelok ke kiri pada koridor tersebut.
"Ini ruangannya," lapor Yuuri pada yang lain.
Ternyata pikiran Ryosuke yang membayangkan Yuma akan terjatuh lagi di depan pintu saat mereka datang tidak terjadi. Lagipula, pintunya saat ini sedang tertutup, tidak terbuka seperti saat itu. Jadi ia segera menghalau imajinasinya berkembang lebih lanjut.
Mereka melangkah menuju pintu itu.
"Kita buka sekarang?" tanya Kouta sambil memegang gagang pintu itu dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.
"Entahlah. Ini sudah jam delapan lewat. Apa dia masih menunggu?" kata Yuuto dengan suara yang tak kalah pelan.
Yang lain menghela napas dan menggeleng-geleng pasrah mendengar Yuuto. Entahlah. Mereka juga ragu apa Yuma masih menunggu mereka. Ini kan, baru telat lima menit saja, bukan beberapa jam. Jadi mereka rasa Yuma pasti masih menunggu mereka, entah apa alasannya. Mungkin dia berpikir bahwa mereka tidak akan menemukannya? Entahlah. Hanya dia dan Kami sama yang tahu.
Kouta membuka pintu itu tanpa mengetuk. Ia masuk ke dalam ruangan yang dingin akibat pendingin ruangan dan terang benderang akibat cahaya lampu.
"Kalian lama juga," kata sebuah suara yang berasal dari pojok kanan ruangan, dekat dengan jendela.
Mereka semua menoleh padanya, dan di sanalah ia, sedang berdiri dengan santai dan tangannya yang dimasukkan ke dalam saku mantelnya.
"Tapi kalian hebat juga, dapat menemukanku dari kode yang kukirimkan," lanjut Yuma. Ia menoleh pada mereka berlima dan tersenyum tipis. "Kenapa? Kalian mau menangkapku kan?"
Mereka diam, tak bersuara.
"Dan, sebelum itu, aku ingin minta maaf, mungkin, pada Ryosuke. Kupikir dia sudah mati karena dikejar salah satu agenku. Bukan begitu?" katanya pada Ryosuke.
Ryosuke menatapnya bingung sekaligus kesal. Apa maksudnya?
"Oh, kau tidak ingat padaku lagi ya?" tanyanya sambil menyeringai. "Mungkin kau sudah lupa dengan kejadian 8 tahun yang lalu. Tapi sepertinya dua temanmu ini ingat padaku," lanjutnya sambil mengarah pada Yuuto dan Airi.
Apa?
Ryosuke mengernyit, seringaian itu...
.Flashback.
8 tahun yang lalu...
Ryosuke melangkah dengan cepat di koridor sekolah. Pandangan matanya yang tajam menghalau semua murid yang ada di sana, memberinya jalan untuk lewat. Tas punggungnya ia sandarkan dengan asal-asalan. Seragamnya pun kusut dan tidak beraturan.
Ya. Yamada Ryosuke adalah siswa berandalan pada masa SDnya. Siapa yang tidak mengenalnya? Guru-guru bahkan terkadang segan padanya. Ia terlalu nakal untuk siswa yang berumur 12 tahun. Ia sudah bisa menghajar temannya bila ia menginginkannya atau pun karena ia diganggu. Tapi tak jarang juga ia membela teman sekolahnya jika sedang diganggu oleh siswa lain.
Seperti sekarang ini. Sebenarnya ia tak terlalu peduli dengan berita yang sedang sibuk dibicarakan oleh teman-teman sekelasnya. Ia tidak bermaksud menguping. Tapi karena suara mereka memang terdengar jelas di telinga Ryosuke, yang duduk di belakang mereka yang sedang bercerita bahwa ada seorang anak lelaki dan perempuan yang diganggu oleh anak kelas 5, lebih muda satu tahun dari mereka, tetapi memang sangat cerdas.
Ia juga mendengar bahwa orang yang diganggu itu padahal hanya dengan tidak sengaja menumpahkan bekal makan siangnya yang menyebabkan pakaian dan sepatu anak kelas 5 itu kotor. Tapi, ia dengan kepintarannya malah mengarang kejadian itu secara berlebihan dan menuntut mereka karena kejadian itu.
Ryosuke melangkah cepat menuju gedung bagian belakang sekolah. Menurut apa yang didengarnya tadi, mereka akan membalas kedua anak kelas 6 itu di sana. Jadi ia berhenti tepat di sela-sela gedung sekolah.
Ia melihat seorang anak lelaki. Ia memiliki rambut kepirangan dengan potongan rambut yang sedikit berantakan. Kalau tidak salah, dia adalah Nakayama Yuma, siswa terpintar di sekolah ini. Di belakangnya terdapat beberapa temannya yang berwajah sedikit suram. Ryosuke tak mengenal mereka. Tapi yang pasti, mereka akan membantu Yuma untuk membalas kejadian yang menurutnya menyebalkan pada kedua orang yang ada di hadapannya.
Yang satu merupakan seorang anak laki-laki yang berpenampilan biasa saja. Bahkan terkesan siswa baik-baik dan teladan. Ia adalah anak lelaki yang tampan, itu menurut Ryosuke. Dan di sebelahnya merupakan seorang anak perempuan berambut panjang dan memiliki paras yang manis dan menyenangkan. Mereka tampak biasa-biasa saja di hadapan kelima orang yang tampaknya benar-benar akan mengerjai mereka habis-habisan.
Ryosuke melihat pemuda itu berbicara. Tetapi ia tak dapat mendengarnya karena jarak di antara mereka yang tidak dekat. Tapi ia dapat menerka bahwa anak lelaki itu sedang kesal lewat raut wajahnya. Kemudian ia menyerukan sesuatu kepada teman-temannya yang lebih besar darinya. Kemudian mereka berlari menuju kedua anak itu dan siap menghajar mereka. Sedangkan anak kelas 5 bernama Yuma itu tetap diam di tempat sambil melipat tangannya di depan dada sambil memperhatikan teman-temannya dan kedua anak itu.
Ryosuke tentu tidak tinggal diam. Ia segera menghampiri kedua anak yang sedang dikerjai dengan lemparan air dan segala macam jenis barang yang tidak baik untuk dilemparkan pada seseorang.
Dan ia siap menghajar mereka yang mengganggu orang lain yang tidak bersalah pada mereka. Ia menoleh pada Yuma. Yuma menatapnya dengan pandangan kaget dan terkejut. Kemudian ia menyeringai, dan meninggalkan halaman belakang sekolah itu. Ryosuke memicingkan matanya. Lalu ia dengan segera membantu kedua anak itu.
x.x
"Terima kasih, sudah menolongku dan Airi," kata anak lelaki itu sambil memperhatikan Ryosuke yang sedang mengelap peluh yang mengaliri pelipisnya dengan lengan seragamnya yang tampak kotor.
Ryosuke tidak menjawab. Ia bangkit dari duduknya dan hendak beranjak meninggalkan kedua orang itu.
"Tunggu!" seru anak lelaki itu.
Ryosuke berhenti di tempatnya dan menoleh. "Ya?"
Anak lelaki itu tersenyum, "Bagaimana kalau kutraktir minum es sebagai tanda terima kasih kami?"
Ryosuke menatap anak lelaki itu sejenak, tidak menyangka bahwa ada seorang anak yang mau mengajaknya makan bersama. Biasanya orang-orang iru hanya menghindarinya karena takut. Ia menatap anak itu dalam-dalam, berusaha mencari kebohongan yang mungkin tersirat di sana. Tapi ia tak menemukannya.
"Tidak. Terima kasih," sahut Ryosuke. Dan kembali berjalan.
"Tunggu! Kumohon! Sekali ini saja!" seru anak lelaki itu lagi.
Ryosuke berhenti. Ia mengerutkan keningnya, heran. Tapi ia berpikir, tidak mungkin dia meninggalkan kedua anak itu dengan permintaannya yang sederhana. Bisa-bisa ia diteror terus oleh kedua anak itu. Jadi ia berbalik dan berkata, "Baiklah."
Kedua anak itu tersenyum senang dan segera berlari ke arah Ryosuke.
"Baju kalian basah," kata Ryosuke.
"Tidak apa. Kami bisa memakai baju ganti nanti," sahut anak perempuan yang tadi dipanggil Airi oleh anak lelaki tadi.
Ryosuke hanya mengangguk mengerti dan membiarkan dirinya berjalan diapit oleh kedua orang yang sama sekali tidak dikenalnya itu. Belum, tepatnya.
Mereka berjalan keluar gerbang sekolah dan berhenti pada sebuah kafe yang ada di sebelah sekolah mereka.
"Di sini saja, boleh?" tanya anak lelaki itu.
Ryosuke hanya mengangguk setuju. Mana mungkin ia menuntut untuk pergi ke kafe lain padahal anak lelaki yang sebayanya itu dengan suka rela ingin mentraktirnya. Jadi mereka masuk ke kafe itu dan memilih salah satu meja yang kosong di tengah ruangan.
"Nah, kami akan berganti pakaian dulu. Kau pesan saja apa yang kau mau. Pilihanmu merupakan pilihan kami juga," jelas anak lelaki itu kemudian meninggalkan Ryosuke yang masih heran.
Tak lama, seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan Ryosuke. "Eh.. Milkshake cokelat saja, 3," jawabnya. Setelah itu sang pelayan pergi untuk mengambil pesanan.
"Bagaimana, apa yang kau pesan?" tanya Airi yang sudah kembali dari mengganti pakaiannya bersama anak lelaki itu. Mereka mengambil tempat di depan Ryosuke.
"Milkshakecokelat," jawabnya.
"Oh, bagus! Kami suka cokelat! Benarkan, Yuuto?" sahut Airi sambil tersenyum lebar pada anak lelaki yang dipanggil Yuuto.
"Ya," sahut Yuuto. "Oh ya, aku Nakajima Yuuto. Dan dia Suzuki Airi, sahabat masa kecilku. Kami juga tetangga!"
"Begitu..," gumam Ryosuke. "Aku—"
"Yamada Ryosuke kan? Hei, siapa yang tidah mengenal dirimu, Yama chan!" sahut Yuuto sambil tersenyum. Kemudian ia sadar apa yang baru saja ia katakan. "Eh.. Maksudku..." Ia terlihat salah tingkah.
"Tidak apa. Panggil saja aku Yama chan," katanya sambil tersenyum kecil. Baru kali ini ada yang memanggilnya seakrab dan setenang itu. Dan ia merasa senang sekali. Bukankah ini berarti ia sudah menjalin hubungan pertemanan dengan dua orang yang ada di hadapannya ini?
Yuuto tampak lega. "Syukurlah," katanya. "Kau bisa memanggilku Yuuto, kalau kau mau."
Ryosuke mengangguk. "Yuuto kun. Ah, tidak. Yuu chansaja, bagaimana? Hahaha...," sahutnya sambil tertawa.
Yuuto dan Airi ikut tertawa. "Baiklah. Itu juga boleh," sahut Yuuto senang.
"Kau bisa memanggilku Airi, Yama chan!" timpal Airi sambil tersenyum.
Ryosuke mengangguk.
"Baiklah. Mulai sekarang, kita berteman, oke?" kata Yuuto sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang bersih dan rapi.
Ryosuke membalas senyuman itu dengan hangat.
Tak lama kemudian, sang pelayan kembali dengan membawa tiga gelas milkshake cokelat pesanan Ryosuke kemudian meninggalkan ketiga siswa Ringo Gakuen itu setelah mengucapkan 'Selamat menikmati' pada mereka.
Mereka segera meneguk cairan cokelat dingin itu dengan nikmat.
"Enak sekali!" sahut Ryosuke.
"Kalau sudah lapar semuanya selalu terasa enak kok, Yama chan!" sahut Yuuto.
Wajah Ryosuke sedikit memerah. "Dari mana kau tahu kalau aku sedang lapar?"
"Dari wajahmu sudah kelihatan kok!" sahut Airi sambil tertawa.
"Mau pesan makanan?" tawar Yuuto.
"Tidak apa-apa nih?" tanya Ryosuke ragu.
"Ya. Tenang saja. Tidak apa-apa kok," ujar Yuuto menenangkan.
Ryosuke ragu sejenak. "Baiklah. Kalian mau memesan apa?"
x.x
"Katamu, tenang saja, Yuu chan?" kata Ryosuke sambil melirik Yuuto yang berada di sebelahnya, menuntut penjelasan.
"Benar! Apanya yang tenang saja?!" sahut Airi yang berdiri di sebelah kiri Yuuto sambil terus mengelap piring yang dibilas oleh Yuuto, menyetujui ucapan Ryosuke.
"Hehehe.. Maafkan aku. Aku lupa kalau uangnya aku tinggalkan di rumahku tadi pagi," katanya sambil terkekeh tanpa dosa.
Ryosuke dan Airi menghela napas dan kembali sibuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh pemilik kafe itu: membersihkan piring-piring kotor bekas pakai di kafe itu untuk membayar tagihan yang tak dapat mereka bayar sepenuhnya hingga selesai.
"Tapi, hari ini kita dapat pelajaran baru kan?" sahut Ryosuke lagi.
Yuuto dan Airi menoleh padanya dan tersenyum. "Benar," sahut mereka kompak. "Menjadi buruh cuci piring untuk melunasi hutang! Hahaha.."
"Hei!" seru Ryosuke, tapi akhirnya ia tertawa juga bersama Yuuto dan Airi.
Sejak saat itu mereka berteman. Rasanya baru saja Ryosuke mengenal mereka. Pada saat cawu satu selesai, Ryosuke dan keluarganya harus pindah ke kota untuk memulai hidup baru di sana.
Yuuto dan Airi menyampaikan selamat tinggal untuknya pada saat hari keberangkatan Ryosuke ke kota. Dan sejak saat itu, mereka tidak berkomunikasi lagi.
.End of flashback.
"Kau Nakayama Yuma yang waktu itu?" seru Ryosuke tak percaya. "Tapi... Tapi.." Kenapadiabisa menjadi kekasih Suzuki Airi?
"Kenapa aku bisa menajdi kekasihnya?" tanya Yuma seolah membaca pikiran Ryosuke. "Hanya mencari informasi. Aku mengetahui beberapa hal tentang dirimu darinya dulu. Saat kau pindah ke Tokyo, kebetulan aku juga pindah karena pekerjaan orangtuaku. Aku bersekolah di tempat yang sama denganmu. Tapi kau tidak menyadarinya. Di sana kau banyak teman. Karena itu, aku yang ingin balas dendam padamu mengurungkan niatku.
Aku menjadi temanmu pada saat kita masuk pada universitas yang sama, walau pun berbeda jurusan. Aku menunggu saat yang tepat untuk membalas dendam. Dan aku menemukannya, pada saat aku menciptakan mind-reader, aku terpikir tentangmu. Hanya saja, pemimpin laboratorium—Ikuta Toma, memaksaku untuk mengedarkan alat ciptaanku di kota. Ia juga ingin memakai jasaku untuk membalas dendam pribadinya. Yaitu membalas pada teman-temannya dulu yang sering menindasnya," jelas Yuma panjang. Ia mendesah. "Jadi, tunggu apa lagi? Aku menunggu kalian hanya untuk menjelaskan ini kok. Tahan saja aku, Yabu Kouta san."
Kouta tak menunggu lagi. Ia berjalan ke arah Yuma yang mengulurkan tangannya dan memborgolnya. "Nakayama Yuma san, kau ditahan atas kejahatan yang sudah kau lakukan." Kemudian ia membawa Yuma untuk keluar dari ruangan itu menuju kantor polisi.
Yuma berhenti di samping Airi."Maaf," katanya.
"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, kita putus," sahut Airi.
x.x
Beberapa waktu kemudian...
"Jadi, kau sudah ingat padaku dan Airi?" tanya Yuuto girang. Mereka sedang duduk-duduk di kafe sat ini, bertiga saja. Yuuri harus pulang karena ada urusan, katanya.
"Ya. Kau masih tidak percaya, eh, tuan yang mengatakan tenang saja pada saat ingin mentraktirku dan Airi di kafe 8 tahun yang lalu?" sahut Ryosuke sambil mengaduk-aduk teh hangatnya. Ia menyeruputnya dengan tenang.
"Ahaha.. Dia ingat, Yuuto!" seru Airi sambil tertawa. Yuuto ikut tertawa bersamanya.
"Ngomong-ngomong, kita ke kafe, ada yang bawa dompet ga? Aku ga sempat bawa, tadi buru-buru," tanya Ryosuke lagi.
Kedua temannya terpaku. Kemudian menggeleng dengan ragu.
"EH?!"
.BRAIN.
-Complicated and the Last Explanation-
(Membingungkan dan Penjelasan Terakhir)
.End.
The End
Writer Desire :
Akhirnya selesai juga! Thanks buat para penyanyi dari playlistku yang sudah menemaniku untuk membuat fanfic yang akhirnya kelar ini!
Mini Glosarium:
Manga : Komik
Nanisore : Apa itu?
Oyasuminasai : Selamat tidur
Futon : Kasur lipat tradisional
Tadaima : Aku pulang
Okaeri: Selamat datang kembali
Nichiyobi : Hari Minggu
Minna : Semua
Rei : Nol
Juni: Dua belas
San : Tiga
Ore : Aku*informal
Kami : Tuhan
Ryu: Yohoo Minna~ =D Akhirnya saya memutuskan buat update cerita ini. U.U Setelah nunggu lama, eh, ternyata yang review cuma 2. xD
A.R: Weh, mending. Dari pada ga ada sama sekali? =P
Ryu: Iya, iya. Wkwk... Nah. Sesuai janji, kita bakal jelasin di ch tertakhir ini ya. Balasan reviewnya belakangan! ^^v
A.R: Yep. Nah, kita mulai dari masalah tahap percobaan. Kalau ada yang bertanya-tanya 'Lho, ini kan masih tahap percobaan, tapi kenapa udah dipublikasikan ke masyarakat Tokyo?', untuk jawabannnya adalah masalah percobaan yang diungkit di sini itu agak berbeda daripada yang terduga(?). Maksudnya, tahap percobaan di sini itu 'apa ada yang mau membeli produk ini atau tidak'! ^^ Kalau misalnya di Tokyo beredar dengan cepat dan banyak peminatnya, baru akan dipublikasikan ke luar kota. =D Terus alasan kenapa hanya beredar di kota Tokyo, itu karena masalah pribadi seorang Nakayama Yuma dan Ikuta Toma. Udah ada di ch ini kan? ^^ Selanjutnya silakan, Ryu~! X3
Ryu: Iya, iya! *buru-buru rapihin naskah. Oke. Masalah kedua yang mau dijelaskan adalah masalah dendam lama Ikuta Toma. Ini gak sempet dijelasin sama A.R di cerita. Ah, pasti karena malas.
A.R: Hoi! -_-
Ryu: Jangan hiraukan dia. Nah. Sebenarnya dendam lamanya ini adalah sama seperti Yuma. Tapi agak beda dikit. Si Toma ini adalah anak yang dikucilkan sama temen-temen sekolahnya dulu. Dia kan pinter banget, terus cupu banget waktu jaman sekolah! Jadinya dia dijadiin bahan olok-olok deh! Malangnya.
Terus sampe ada kejadian yang buat dia bener-bener naik pitam sama temen-temennya! Yaitu, dia difitnah! Gak tahu juga sih, difitnah dalam rangka apa. Hehe.. Tapi pokoknya itu parah banget. Makanya itu menimbulkan dendam sama temen-temennya yang secara kebetulan (dalam fic ini) semuanya pada tinggal di Tokyo.
Dan dia manfaatin Yuma untuk membuat mind-reader. Tapi dia juga bantuin dong, pastinya. Dan otak dari pembuatan alat ini sebenarnya si Yuma. Ada kan, adegan dimana si Yuma jatuh di pintu laboratoriumnya (baca Ch 2)? Itu mereka lagi berantem lho, sebenarnya. Si Toma pingin mind-reader cuma beredar di Tokyo. Tapi si Yuma pingin ngedarin di luar juga, soalnya temen-temennya banyak yang ke luar kota. Ah. Sebenarnya sih pokok balas dendam si Yuma cuma si Yama. Tapi entah kenapa dia pingin bunuh orang di luar juga. -_- Dasar. Psikopat.*plak
Oke, selanjutnya aku serahkan pada A.R. Capek ini. ._.a
A.R: Oke, itu dia dendam lama Ikuta Toma. Untuk mempersingkat, bahasan terakhir adalah masalah Mind-reader itu sendiri, dan apa hubungannya dengan 'Brain'. Jadi, sebelumnya aku pingin ngasih tahu dulu. Aku anak IPS(haha). Jadi kalau ada kesalahan mohon maaf. Lalu, ini hanyalah cerita fiktif. '.'/ Hasil rekayasa belaka, dan sangat tidak masuk akal. -_- Oke?
Oke. Jadi, sebenarnya headset yang sepaket sama mind-reader itu dirancang khusus. Saat pemakaian, akan ada reaksi gelombang otak yang dihantarkan lewat headset itu ke alat. Nah. Di saat yang sama, akan ada arus balik radiasi dari alat ke otak yang membuat arus tersebut menembus gendang telinga (yang menyebabkan telinganya tuli) dan mengenai otak. Makanya akan ada pendarahan lewat telinga, itu karena selaput gendang telinga sobek dan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang arus balik.
Yah, pokoknya gitu deh. Wkwk... xD
Ryu: Nah. Itu dia sekadar penjelasan-penjelasannya. =D Selanjutnya adalah pembalasan review! Yang pertama dari PandaMYP! Ini udah lanjut! Gimana, gimana? =D
A.R: Yang kedua dari rafiz sterna! ^^ Hai Sis! Wah.. Berkeringat?*ngasih tisu. Well, itu karena deskripsinya berlebihan, desu yo ne? xD Tapi aku seneng banget lho, kamu review! Ini chapter terakhirnya! Moga-moga memuaskan ya! ^^ Sankyuu udah mampir dari ch 1! ^^/ Dan soal pertanyaanmu itu, eh... sudah jelas kan ya, dari penjelasan-penjelasan di atas? ^^" Di sini ga ada alat pengendali waktu. =3 Tapi aku jadi keingat Fic Ryu yang judulnya The Time Labyrinth karena pertanyaanmu. Hehe... xD
Ryu: Nyakaka... Promosi. xD Oh iya. Sekalian deh! Yang suka sama Hey! Say! JUMP a.k.a tobikko atau Jumpers, baca Fic ku yang judulnya Romeo & Juliet ya! =D Eh, yang bukan juga boleh baca kok! =D
A.R: Wkwk... Lawak tuh, fic-nya. =D Tokoh utamanya juga Yamada Ryosuke. :3
Ryu: Gitu deh. :3 Nah sekian aja deh ya. =D
A.R: Iya. Malah kepanjangan banget ini. :3
Ryu: Tutup gih.
A.R: Oke. Dadah minna! Thanks buat Ryuzaki Miki udah publish fic gaje ini dimari. Wkwk.. ^^v Untuk selanjutnya, mampir ke Ryu ya! ^^v
A.R & Ryu: Jyaa!