Semua karakter dan serialnya milik Rick Riordan. Kalau dia jual, ya udah. Tapi cerita ini resmi dan murni punyaku, meskipun inspirasinya dapet dari sebuah postingan di twitter, lupa username si empunya yang nge-post itu apa. Oh iya, setting cerita ini dibuat ketika mereka ada di Argo II, Percy dan Annabeth sudah terselamatkan. Ada yang saya ubah sedikit.
(Nico-centric.)
WHO SAID IT WAS A MISTAKE?
Aku memandang langit malam yang tampak damai. Sungguh tidak sesuai dengan suasana hatiku. Sebenarnya aku sendiri bahkan tidak tahu apa yang kurasakan. Campur aduk. Aku benci perasaan ini. Aku benci tidak bisa mengetahui diriku sendiri.
'Apa yang harus kulakukan sekarang?' pikirku. Semuanya sudah usai. Rahasiaku… persetan si Cupid itu. Masa bodohlah jika aku diledakkannya hingga berkeping-keping.
Dengan hati-hati aku menurunkan pandanganku. Aku tidak bisa melihat apa yang ada di bawah sana… di sekelilingku penuh dengan kabut. Aku melangkah ke arah tiang Argo II dengan perlahan. Dengan hati-hati aku mulai merangkak untuk mencapai puncak tiang itu.
Keringat dingin mulai menuruni pelipisku. Tanganku rasanya sedingin es. Angin malam menerpa rambutku, pakaianku… rasanya dingin. Rasa dingin yang biasa membuatmu ingin langsung buru-buru masuk ke dalam rumah dan bergelung di bawah selimut. Tetapi aku tidak peduli.
Jantungku berdetak dengan kencang. Ini saatnya, batinku.
Kusadari pipiku basah. Aku menangis. Entah untuk yang ke-berapa kalinya, aku tidak tahu. Siapa yang tahu sudah berapa kali aku menangis? Siapa yang peduli sudah berapa lama aku tidak tidur dengan nyenyak?
Kematian sudah sangat dekat. Atau setidaknya, aku yang akan menghampiri sang kematian. Kalau mundur sekarang… hal itu tidak mungkin. Aku tidak mau terlihat lemah. Aku benci menjadi lemah. Aku selalu gagal. Selalu. Setiap kali aku gagal, tidak ada yang disana untuk membantuku. Aku tidak bisa menyalahkan mereka. Ya, ini semua salahku. Aku selalu menghindari mereka. Aku menjauh, menjauh dan terus menjauh. Aku tidak layak mendapatkan orang lain, tetapi aku masih menginginkannya.
Aku terlalu takut mereka akan mengenalku terlalu jauh dan ketika mereka mengetahui diriku yang sebenarnya… mereka tidak akan pernah bisa menerimaku seutuhnya. Mereka pastiakan membenciku.
Aku sudah membuat terlalu banyak kesalahan.
Bianca meninggal, batinku. Aku melangkah mendekati tepi tiang.
Begitu juga Ibu. Ayah membenciku.
Aku sudah mengakibatkan terlalu banyak rasa sakit. Dan saat ini adalah saat yang tepat untuk memperbaiki semuanya.
Aku mengatur nafasku. "Haruskah kulakukan?"
Hening.
Kututup kedua kelopak mataku, Tenang saja, Nico. Tidak ada yang akan menangis untukmu jika kau mati.
Air mata perlahan-lahan menuruni pipiku lagi. Tanganku gemetaran sambil memegangi tiang tersebut.
Takut.
Kata itu menjelaskan semuanya.
Aku terlalu pengecut.
Tetapi setidaknya, dengan perginya aku, tidak akan ada lagi kesalahan bodoh, kegagalan, kekecewaan, rasa sakit.
Setiap kali aku melangkah mendekati tepi tiang, aku menghitung kesalahan yang telah kubuat selama hidupku.
Wajahnya muncul di dalam pikiranku. Suaranya. Senyumnya. Mata hijaunya…
Aku menggertakan gigi. Dia adalah kesalahan terbesar yang pernah ada di dalam hidupku. Aku menyadari aku terlalu bodoh dan muda untuk menyadari kesalahan itu.
Inilah pengakuan kesalahanku kepada dunia untuk yang terakhir kalinya.
"Aku jatuh cinta pada Percy Jackson," bisikku dengan nada gemetar. Aku nyaris akan melompat ketika aku mendengar sebuah suara yang sangat ingin kudengar berkata,
"Tetapi siapa bilang hal itu adalah sebuah kesalahan?"
THE END
Salam,
Krul Emiya