Tiga hari sebelum pernikahan Bill dan Fleur

Akhirnya, The Burrow sepenuhnya terbasmi dari rayap, debu dan jembalang setelah berhari-hari dibersihkan oleh seluruh anggota keluarganya—kecuali Percy dan Charlie. Percy berada di Kementerian, tentu saja, sejak kali terakhir menampakkan batang hidungnya di The Burrow Natal lalu, Molly dan Arthur tak lagi mendengar kabar dari putra ketiganya. Kakaknya, Charlie kabarnya akan pulang sebentar lagi demi menghadiri pernikahan Bill.

Melalui jendela dapur, Molly memandangi keempat putranya yang masih sibuk memangkas rumput agar tenda raksasa yang telah dipesan dapat didirikan besok malam. Ingatannya melayang ke masa lalu, dimana dari jendela yang sama Molly melihat Ron mengejar si kembar karena telah mengambil boneka beruang kesayangannya, kemudian mengadu pada Bill. Ah…baru kemarin rasanya mereka sekecil itu, batin Molly sembari menyeka keringatnya.

Tak jauh dari mereka, Ginny sedang membantu Fleur menjemur tirai-tirai berenda yang akan dipasang besok pagi. Walaupun tidak begitu akrab, setidaknya kedua gadis itu terlihat akur dan tenang. Ah..Fleur…perempuan yang sebentar lagi akan berikrar mendampingi Bill sepanjang hayatnya sebagaimana ia dan Arthur lakoni hingga saat ini. Belum lagi Ginny, si bungsu yang telah menjelma gadis jelita yang katanya menjadi salah satu "pujaan sejuta umat" di Hogwarts. Si kecil nan lincah laksana kijang yang dulu sering membuntutinya ke mana-mana kini melenggang bebas menikmati masa remajanya walau keadaan sudah tak sebaik dulu sejak Pangeran Kegelapan muncul.

Sentuhan tangan dan kecupan ringan di sudut kiri kening dari sang suami membuat Molly tersadar dari lamunan.. "Kurasa sudah saatnya kita ceritakan pada mereka, Mollywobbles." gumam Arthur sembari memandangi kelima buah cinta—dan calon menantu—mereka di luar sana dengan tatapan sendu. Molly mengangguk setuju. "Aku sudah tak sabar bagaimana reaksi mereka nanti. Perlukah kita panggil anak-anak sekarang?"

"Sebaiknya begitu. Kau istirahatlah dulu, aku yang akan panggil mereka, oke?"

"Kau ini, tumben sekali perhatian pada istrimu."

"Mumpung masih bisa dilakukan, kenapa tidak? Kan sudah jadi kewajiban suami…" kata Arthur, lalu ia keluar memanggil mereka semua untuk masuk ke dalam.

Senyum Molly merekah, kemudian ia beranjak ke ruang tamu, duduk di kursi tempatnya biasa merajut sweter sebagai salah satu wujud kasih sayang pada suami dan anak-anaknya, selain masakannya.

Ketika Bill, Fleur, Fred, George, Ron dan Ginny duduk di ruang tamu, Arthur duduk di sebelah sang istri, tersenyum padanya. Sebentar lagi, sebuah cerita tentang keluarga kecil yang mereka bangun siap menjadi dongeng terakhir untuk mereka.

"Mum? Ada apa?" tanya Bill, ada sedikit kekhawatiran di wajah tampannya.

Molly dan Arthur tersenyum. "Ayahmu dan aku punya cerita untuk kalian, anak-anak. Dengarkan baik-baik, karena ini kali terakhir kami mendongengi kalian di masa-masa seperti ini." kata Molly sembari menggenggam tangan sang suami.

Mata keenam muda-mudi itupun berbinar, siap mendengar Arthur dan Molly bercerita.