Dalam hitungan menit, isak tangis perlahan menggantikan tawa di ruang keluarga. Arthur dan Molly tidak pernah menyangka semua anaknya—ya, termasuk Fred dan George—bisa menitikkan air mata mendengar sisi kelam keluarga Weasley yang sebelumnya belum pernah mereka tahu. Melihat anak-anaknya masih sehat walafiat, Arthur kini benar-benar mengerti bahwa Billius, Fabian dan Gideon rela berkorban demi menjaga keutuhan rumah tangga yang dijalaninya bersama Molly. Kalau saja mereka membiarkan Molly ikut dan tidak melakukan Sumpah Tak Terlanggar, mungkin hari ini tidak akan pernah ada.
"Kami menceritakan semuanya pada kalian bukan hanya karena kita berada dalam situasi yang sama, anak-anakku. Kami ingin kalian tidak kehilangan harapan dan saling menjaga seburuk apapun keadaannya. Lagipula, " Arthur memandang Bill dan Fleur, lalu melanjutkan kata-katanya. "tidak ada waktu yang tidak tepat untuk punya anak. Justru kelahiran mereka saat perang masih terjadi akan membuat kita terpacu untuk segera mengakhirinya, kan? Selain membuat kita terhibur dengan tingkah mereka, tentunya." Bill dan Fleur hanya bisa tersipu malu mendengarnya. Wejangan Arthur membuat keduanya semakin siap untuk mengarungi biduk rumah tangga dan segala lika-likunya, lebih dari wejangan-wejangan lain yang pernah ditujukan kepada mereka.
Bill, Fleur, Charlie, Fred, George, Ron dan Ginny tak pernah membayangkan seperti apa rasanya jika ditinggal mati saudara dalam situasi yang serba pelik seperti saat ini. Walau Percy berada di luar jangkauan, setidaknya mereka berharap ia akan baik-baik saja di luar sana. Bergantian, mereka mengambil tisu untuk mengusap air mata masing-masing dan memandangi ayah dan ibu mereka tanpa berkedip. Diantara isakan pelan, terdengar satu isakan paling keras yang entah dari mana datangnya.
"Sssh! Diam, Hagrid! Mereka akan mendengarmu!" terdengar desis suara Alastor "Mad-Eye" Moody dari luar jendela. Di sampingnya, Hagrid menyeka air matanya dengan sapu tangan lusuh yang disimpan di saku rompinya.
"Biar saja! Cerita mereka kan indah, kau tahu!" balas Hagrid, suaranya cukup lantang untuk mengundang kesembilan anggota keluarga Weasley untuk mencari tahu ke luar rumah.
"Hagrid benar, Alastor. Kuakui, aku sedikit menitikkan air mata mendengarnya." celetuk Kingsley.
"Lho, kau terharu, Shacklebolt? Kenapa tidak kelihatan?" tanya Moody heran.
"Tadinya aku ingin bersandar di bahu Nymphadora, tapi aku harus tahu diri berhubung suaminya di sini, jadi aku berpaling saja." kata Kingsley datar. Hermione yang sedari tadi berdiri di sebelah Tonks dan Lupin memandang keduanya tidak percaya. "Ka-kalian sudah menikah?!"
"Yah, begitulah. Tadinya sih aku ingin memintamu dan Ginny untuk menjadi pengiring pengantin, tapi berhubung Remus inginnya sederhana, ya—"
"Maafkan kami, Hermione, kami tidak ingin membuat heboh. Hei, Kingsley, kau mau menyebarkan berita ini ke berapa orang lagi sih?" imbuh Lupin kalem.
"Yah, paling tidak sampai satu rumah ini yang boleh tahu. Dan Harry, tentu saja." balas Kingsley santai.
"Oh, kalian sudah di sini rupanya! Ayo masuklah!" kata Arthur dari balik pintu yang telah terbuka.
"Maaf ya, kalian sampai menunggu lama di luar. Oh ya, ngomong-ngomong, makan malam akan segera siap!" tambah Molly.
"Tidak apa-apa, Molly, justru kami ikut terhibur mendengar ceritamu dan Arthur. Ngomong-ngomong, Arthur, yang terakhir itu mudah-mudahan bermanfaat bagi kami juga.." kata Lupin, merangkul bahu Tonks mesra. Hermione dan Ginny nyengir, sedangkan Ron menganga tak percaya pasangan beda usia itu benar-benar menikah.
Kali ini, kedatangan beberapa anggota Orde ke The Burrow tidak membawa peringatan atau rencana baru untuk menyelamatkan dunia sihir, melainkan kehangatan bercampur haru setelah mendengar sebuah dongeng mengenai keluarga sang penghuni rumah...walau tanpa sengaja. Dongeng terakhir yang kelak menguatkan jiwa raga mereka di masa kelam untuk saling menjaga dan berbagi secuil momen kebahagiaan yang pernah dan selalu ada.
FIN
Akhirnya tamaaaaat! RnR jangan lupa yak!