Tubuh gadis itu gemetar hebat ketika membanting pintu kamarnya. Segera setelah itu, dia mengunci pintu tersebut rapat-rapat. Suara beberapa langkah kaki tertangkap inderanya. Punggungnya bertemu dengan pintu. Kedua tangan dengan sigap menutup telinganya. Demi Tuhan, gadis itu berusaha keras untuk tidak menghiraukan panggilan dari luar.
Tubuhnya merosot ke lantai dengan perlahan. Matanya terpejam erat, seolah takut kalau sinar yang lolos ke dalam retinanya adalah jelmaan iblis pembawa mimpi buruk. Gadis itu bergeming, tak peduli seberapa besar dia mencintai lelaki yang memanggilnya di luar sana, dia tak akan membukakan pintu. Tanpa sadar, jemarinya mulai merayap, menyusup di antara helai-helai rambut panjangnya. Dia ingin merasakan sakit yang lain. Apa saja, asal bukan hatinya yang merana seperti ini. Jemari tadi mulai menarik rambut pada kedua sisi kepalanya. Berharap sakit yang dia rasakan itu bisa menggantikan kegundahannya.
"Sakura, buka pintunya."
Masa bodoh dengan semua ini. Mereka semua sama saja. Mereka semua sudah mengkhianatinya. Mereka semua menipunya!
Dikhianati orang yang paling dipercaya dan dicintai adalah hal yang paling menyakitkan di dunia ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dering suara ponsel mengganggu suasana hening yang sedari tadi menyertai mereka. Sai beranjak dari tempat duduknya. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis tatkala melihat nama si penelepon. Uzumaki Karin. Kembali perempuan itu menghubunginya. Dia memberikan kode hendak mengangkat telepon pada Sakura, setelah wanita itu mengangguk, Sai mulai berjalan menjauh. Pembicaraan mereka dibuka dengan obrolan ringan. Mereka sama sekali tak membahas gombalan Sai semalam.
"Omong-omong, ada apa menghubungiku lagi? Kupikir kau sedang marah karena pembicaraan terakhir kita?" tanya pria itu sambil terus mengatur langkah kakinya tetap pelan.
"Tidak ... hanya saja aku baru lewat ke pusat kota tadi. Katanya monumen yang ada di sana adalah hasil rancanganmu."
"Ya, lalu?"
"Bentuknya unik, sepertimu."
Sai tertawa kecil. "Kau jauh lebih unik dariku ... oh, jangan tersipu sekarang, itu kenyataannya." Sai dapat menerka kalau sekarang Karin menjauhkan ponsel dari telinganya. Mata wanita itu membeliak menatap benda berbentuk persegi panjang itu seolah itu adalah wajah percaya diri Sai di sana. "Karin ...," panggilnya lagi setelah menunggu beberapa lama. "... anakku sedang dalam keadaan kritis."
"Oh." Nada suara Karin terdengar tak tentu, antara ragu dan merasa kecewa sekaligus prihatin. Semua yang berhubungan dengan Sai memang selalu mengejutkan. Segalanya begitu spontan, tak terduga. "Aku tak tahu kalau kau sudah memiliki anak ... aku ... aku harap keadaannya bisa segera membaik. Kau dan istrimu harus kuat—"
"Karin, aku belum menikah," jawabnya dengan nada jenaka, dia tahu perempuan muda itu pasti makin bingung sekarang.
"Kau mempermainkanku!?" Tentu saja wajah murka Karin langsung terbayang. Dia adalah hal paling menyenangkan yang pernah Sai temui. Gelak tawa selalu terdengar jika itu menyangkut Uzumaki Karin.
Selanjutnya, bunyi yang tertangkap oleh telinga Sai hanyalah bunyi sambungan telepon yang terputus. Sama seperti kemarin, Karin memutus komunikasi mereka secara sepihak. Dia pasti benar-benar kesal sekarang. Sai mulai menggerakan jemarinya untuk kembali menghubungi Karin.
"Nona Uzumaki, apa kau mau ke sini? Kurasa anak-anakku akan senang bertemu denganmu."
.
.
.
.
.
BECAUSE OF YOU
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya hanya meminjam tokoh-tokohnya saja
Story by Morena L
Warning: AU, typo, OOC
.
.
.
.
.
Sekarang Sasuke sudah tak bisa menganggap keberadaan Haruno Sakura sebagai hal sepele. Intensitas yang terjadi di antara mereka sudah berubah, Sasuke sadar betul akan hal tersebut. Dia yakin seratus persen kalau bukan hanya dirinya yang merasa demikian. Hanya saja, dia tak ingin menyerah pada godaan tersebut. Harga dirinya masih begitu kuat membelenggunya. Harga diri itu pulalah yang membuatnya tak ingin kalah. Semua berbaur menjadi satu di dalam kepalanya sekarang. Banyak pemikiran yang berbenturan, saling pro dan kontra di dalam benaknya.
Sasuke menghempaskan tubuhnya ke belakang, punggung kokoh itu mendarat mulus ke sandaran kursi hitam yang selalu menemaninya di ruang kerja. Kalau dipikir-pikir, dia tidak begitu tahu tentang istrinya. Pria itu kembali memajukan tubuhnya, dengan sigap dia membuka mesin pencari dan menjadikan nama istrinya sebagai kata kunci. Dalam sekejap, hasil pencarian sudah memenuhi layar laptop-nya.
Haruno Sakura, tanggal lahir 28 Maret 19XX, zodiak Aries. Artikel yang terlalu biasa, Sasuke menutup tab tersebut dan berpindah ke hasil pencarian lain. Dia cukup tertarik dengan salah satu artikel yang memberitakan tentang kematian mendiang Perdana Menteri Haruno Kizashi—ayah mertuanya. Beliau meninggal dalam kecelakaan mobil belasan tahun yang lalu. Yang paling menarik perhatiannya adalah foto saat banyak orang melayat di kediaman Haruno. Logikanya, seorang anak perempuan yang ditinggal ayahnya akan sangat sedih, dia tak akan berhenti menangis. Tapi, tidak dengan Haruno Sakura. Wajahnya dalam foto itu sangat tegar—bahkan cenderung keras. Dia tidak seperti seseorang yang sedang berduka, namun lebih seperti seseorang yang memendam kekecewaan luar biasa. Otomatis pikiran Sasuke langsung terhubung pada sebuah pertanyaan, apa yang terjadi pada istrinya?
Dia semakin penasaran. Kali ini Sasuke mencari foto-foto dengan objek Haruno Sakura dan Haruno Kizashi. Wanita itu sepertinya sering menemani ayahnya ke pertemuan penting atau acara lainnya. Terbukti dengan keberadaannya yang setia menemani sang ayah di beberapa kesempatan. Semua foto yang Sasuke temukan di internet menunjukkan kalau wanita itu memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya. Segala fakta itu semakin memberikan rasa penasaran. Ada masa di mana Haruno Sakura mengalami perubahan signifikan. Wajah remaja Haruno Sakura penuh senyuman dan kelihatan bersahaja sungguh berbeda dengan ekspresi yang ditampilkannya sekarang. Berarti ada masa di mana perubahan signifikan itu terjadi dan semuanya pasti bermula dari kematian Haruno Kizashi. Sasuke berpikir selama beberapa saat, benang merah itu mulai terlihat. Sakura yang bahagia di masa remajanya, missing link dari semua perubahan itu, kematian sang ayah, Sakura yang keras hati. Baiklah, ini semakin menarik bagi Sasuke. Yang harus dia lakukan adalah mencari tahu tentang missing link tersebut. Itu pasti akan menjadi senjata yang hebat untuknya. Karena firasatnya mengatakan kalau hal tersebut adalah sebuah rahasia besar yang akan membuat Haruno Sakura tak mampu berkutik.
Sesekali perempuan itu memang harus mendapat pembalasan. Lalu, pemikiran kontra kembali menyerangnya. Kenapa dia harus melakukan sesuatu yang terlalu jauh seperti ini? Bukankah mereka terikat kontrak? Perempuan itu tak pernah melakukan hal yang melenceng, dia bertindak sesuai dengan dirinya. Selama mereka tak saling mengusik, semua pasti akan berjalan lancar sampai hari perpisahan mereka nanti. Apa yang Sasuke cari dengan semua ini? Apa yang akan dia dapatkan kalau sudah memecahkan misteri itu? Ini yang paling Sasuke benci. Pemikirannya saling berbenturan satu sama lain.
"Masuk," jawabnya setelah mendengar ketukan di pintu. Sekretarisnya masuk membawa sebuah amplop coklat yang cukup besar.
"Uchiha-san, ada seseorang yang mengirimkan ini, katanya Anda sendiri yang harus melihatnya," jawab sang sekretaris yang langsung pergi setelah menyerahkan amplop itu pada Sasuke.
Darah pria itu langsung mendidih saat menarik selembar foto yang terdapat di dalamnya. Istrinya sedang didekap pria lain. Oh, tidak, bukan pria lain, tapi sai. SAI! Sejak awal dia sudah menduga ada sesuatu di antara mereka. Hanya saja mereka berdua selalu menghindar dan mengelak. Tatapan mata Sai pada istrinya tak bisa berbohong. Foto itu menjelaskan banyak hal. Ada intensitas tak biasa yang terekam dalam selembar potret tadi. Sudut bibirnya sedikit berkedut. Pria itu melihat ke dalam amplop untuk melihat apakah ada pesan yang diselipkan. Tak ada, maka dia membalik foto tersebut. Ada nomor ponsel yang tertulis di sudut kiri bawah foto. Tak menunggu lebih lama lagi, dia segera menghubungi nomor tersebut.
"Sudah kuduga Anda akan segera menghubungi saya hahaha." Suara kekehan pelan seorang pria langsung terdengar sebagai jawaban panggilan teleponnya. Sama sekali tak ada pembukaan yang manis. Bagus, Sasuke juga tak berminat melakukannya. "Tadinya saya mau mengirimkannya pada istri Anda, hanya saja dia sepertinya sedang sibuk dengan kekasihnya yang lain."
"Apa maumu?" tanya Sasuke datar. Pria tak mau menunjukkan kalau sebenarnya dia ingin mencincang orang itu sampai menjadi potongan kecil daging dan tulang.
"Jam sebelas malam di gedung tua mall Y. Aku akan mengirim nominal uang yang harus kaubawa."
Ah, orang ini mau memeras rupanya. "Bagaimana kalau aku tak mau?"
"Maka aku akan mengirimkan foto ini ke majalah-majalah dan stasiun televisi. Ini pasti akan menjadi skandal besar." Jawaban itu tepat sesuai dugaan Sasuke.
"Baiklah, kirimkan saja jumlah yang kauminta, asal kauberikan file aslinya padaku."
Sasuke menggeram jengkel setelah mematikan sambungan telepon itu. Kenapa Sakura bisa seceroboh ini!? Padahal dia sendiri yang mengatakan kalau privasi pernikahan mereka harus tetap terjaga.
Brengsek! Paling tidak, perempuan itu harus lebih pintar kalau mau selingkuh! Sasuke mengumpat di dalam hati. Selama ini dia sudah melakukan semua kesepakatan mereka sebaik mungkin. Dia tetap berakting layaknya suami yang sangat mencintai sang istri saat mereka sedang berada di tempat umum. Sasuke bahkan tak pernah menghubungi Karin sekalipun setelah kesepakatan mereka dibuat. Apa susahnya melakukan hal yang sama, Haruno!?
Aura yang dia pancarkan semakin mencekam setelah nominal yang diminta si pemeras masuk. Orang itu benar-benar mengambil kesempatan. Bahkan, dia mengancam agar Sasuke tak melaporkannya pada polisi. Pria itu lalu menghubungi sekretarisnya. "Bilang pada Suigetsu untuk mencari besi berbentuk silinder, panjangnya satu meter, diameternya enam sentimeter. Besi itu harus dia masukan ke dalam koper yang sesuai. Dan suruh Naruto dan Juugo ke ruanganku. Sekarang!"
Orang itu bermain-main rupanya. Tak masalah, Uchiha Sasuke juga suka bermain. Malam nanti pasti akan sangat menyenangkan. Makan siang yang tinggal beberapa menit kini tak lagi menarik.
.
.
.
oOo
.
.
.
Seorang pria terlihat mondar-mandir tak sabar. Gedung tua yang terbengkalai itu adalah lokasi sempurna untuk pertemuan ini. Kondisinya yang tak terurus memberikan suasana yang menyeramkan. Sumber cahaya hanya berasal dari dua titik lampu yang menyala remang. Pria yang mengenakan topi hitam itu tersenyum senang saat orang yang ditunggunya datang.
Uchiha Sasuke tiba bersama seorang pria pirang. Senyum puasnya semakin lebar ketika menemukan si pria pirang membawa sebuah koper. Itu uangnya. Dia sama sekali tak mencurigai bentuk koper yang tak seperti biasanya. Lebar koper itu hanya sekita lima belas sentimeter, dan panjangnya lebih dari satu meter.
"Kau tidak membawa polisi, kan?" tanyanya sambil melirik sekeliling. Uchiha Sasuke—tambang uangnya—sudah berada di depannya.
"Seperti yang kau minta," ujar Sasuke sementara Naruto mengangkat kopernya. Sebuah seringai tipis terbentuk. Pria itu tak salah menduga, pemerasnya ini adalah seorang amatir. Dia memberikan begitu banyak celah untuk diserang. "Boleh kuminta file-nya?"
"Tentu." Orang itu tertawa kecil sebelum memberikan amplop pada Sasuke. "Berikan uangku."
"Aku meminta file aslinya, bukan cetakan foto seperti ini."
"Berikan dulu uangku!"
"Naruto, buka koper itu."
Pemeras tadi menggeram karena dia tak menemukan selembar uang pun di dalam. Satu-satunya benda yang ada di dalam sana hanyalah sebuah besi. "KAU—" belum sempat dia mengelurkan senjata yang ada di balik kantong jaketnya, dua orang sudah mencengkeram tubuhnya dari belakang. Pria itu tak bisa bergerak, Juugo dan Suigetsu sudah menahan lengannya.
Sasuke mengambil besi yang sudah dipersiapkan. Dia berjalan mengelilingi orang itu. Langkahnya diatur sedemikian rupa, sangat pelan. Dia terus melangkah sambil menilai lawannya yang terus meronta untuk membebaskan diri. "Orang payah sepertimu harus banyak belajar." Sasuke kembali ke posisinya yang semua, berhadapan langsung dengan pemerasnya. "Mana file asli yang kuminta?"
"Cuih!" Pria itu malah meludahi wajah lawan bicaranya.
Sasuke mengambil sapu tangan yang berada di saku celananya. Dia bersikap seolah tak terjadi apa-apa saat membersihkan pipi kanannya yang terkena ludah. "Bagus sekali, tak menarik kalau kau menyerah dengan mudah," ucapnya meyakinkan. Kali ini ujung besi yang berada di dalam genggamannya di arahkan ke wajah si pemeras. "Kauingin aku mulai dari mana? Kepalamu?" Ujung besi berpindah ke pundak orang itu. "Bahumu?" Ujung besi bergerak ke bawah. "Perutmu?" Gerakannya semakin turun. "Kedua lututmu?" Ujung besi kembali bergerak naik. "Atau testikelmu lebih dulu yang kuhancurkan?" ucapnya tanpa ampun. Orang itu bergidik ngeri saat ujung besi tepat berada di depan selangkangannya.
"A-ada d-d-di pon-ponselku."
Tak membuang waktu, Juugo langsung menggeledah kantong jaket dan celana pria itu. Dia melemparkan ponsel berwarna abu-abu tersebut pada Sasuke.
"Kalian, segera telanjangi dia."
"M-MAU APA KALIAN!?"
"Aku tak tahu kau masih punya salinan foto-foto ini atau tidak. Tapi, kalau aku mendengar atau melihat foto ini beredar di media mana pun. Maka foto memalukanmu ini akan segera diedarkan orang-orangku. Aku juga akan melaporkanmu ke polisi atas tuduhan pemerasan," seru Sasuke tenang sementara ketiga temannya melakukan tugas mereka. Pria yang berusaha memerasnya ini pasti mendapatkan pelajaran berharga. Satu masalah selesai, sekarang membereskan masalah lainnya. Mereka beruntung karena si pemeras bukanlah seseorang yang sudah ahli. Bisa bahaya kalau foto-foto ini jatuh ke tangan yang salah.
.
.
.
oOo
.
.
.
Satu persatu anak tangga dinaiki kaki jenjang wanita itu. Seharia berada di rumah sakit membuatnya semakin lemas. Dia sudah mengabaikan banyak pekerjaan demi Konohamaru, untung saja hari ini dia masih terhitung izin dengan alasan sakit. Jika tidak, maka dia bisa saja dituding melalaikan tugas karena hal yang dianggap sepele. Ck, saat kembali masuk kantor, tumpukan berkas sudah pasti menantinya. Beruntung dia memiliki Jiraiya, lelaki yang pada usia paruh bayanya masih membantu Sakura mengurus segala sesuatu—termasuk memantau jalannya perusahaan milik keluarga Haruno.
Hal pertama yang ingin segera dia lakukan adalah kembali beristirahat. Besok dia harus kembali bugar untuk memulai kembali semua aktivitas yang telah tertunda. Kerutan muncul di kening Sakura saat mendapati suaminya berdiri di tengah kamar mereka. Pria itu melipat tangannya di depan dada, akan tetapi Sakura dapat melihat beberapa lembar foto berukuran 10R yang terselip di antara ibu jari dan jari telunjuknya. Pria itu menunjukkan sinisme yang tak seperti biasanya. Sakura langsung tahu kalau ini bukan drama suami yang marah akibat istri pulang terlambat.
"Kau sudah melanggar kesepakatan kita."
Sakura mengerutkan keningnya. Otaknya bekerja mencari hal yang dimaksud sang suami, tapi dia sama sekali tak menemukan alasan atas tuduhan Sasuke. "Aku tak merasa melakukan pelanggaran apa pun."
"Tak sekalipun aku pernah menghubungi Karin setelah perjanjian itu kita sepakati. Tapi kau ... kau dengan seenaknya melanggar kesepakatan yang kau buat sendiri!" Suara pria itu dalam dan sangat menusuk. Sakura mematung di depan pintu, dia masih tak paham pada pembicaraan pria itu.
Wanita itu menghela napas. "Nanti saja, Sasuke. Ini sudah tengah malam, aku mau istirahat."
"Aku tahu kau punya hubungan misterius dengan Sai, tapi kau sebaiknya lebih berhati-hati agar tak ketahuan." Pria itu kemudian melempar empat lembar foto ke lantai, tak lama kemudian foto-foto itu sudah mendarat mulus di dekat kaki Sakura.
Mata Sakura membeliak. Siapa yang mengambil foto itu? Dan ... kenapa foto-foto itu bisa sampai ke tangan Sasuke? Sekali lihat saja dia sudah langsung tahu kapan dan di mana lokasi pengambilan foto tersebut. Skandal besar bisa ditiupkan media jika foto ini diperoleh pihak luar. Wanita itu mengambil napas panjang, dia menatap Sasuke tepat di matanya. "Foto pasti diambil di rumah sakit. Tadi siang," jawabnya sungguh-sungguh.
"Standar ganda. Tidak kusangka kau juga menerapkan hal itu. Aku tak meminta penjelasan omong kosongmu ... oh, aku lupa. Kau yang punya uang di sini. Aku tidak punya kekuasaan apa-apa untuk melawanmu. Hanya saja, jangan seret aku kalau di masa mendatang skandalmu ini terbongkar."
Sakura ingin menggeram, namun dia menahannya. Ini penghinaan. "Maksudmu aku berselingkuh dengan Sai?"
Sasuke mendengus. "Aku tak tahu." Tentu saja, kalau hubungan Sakura dan Sai sudah terjalin sebelum pernikahan, harus disebut apa jenis hubungan mereka? "Kenapa tidak kalian berdua yang menikah saja kalau—"
"Diam kau! Diam Uchiha Sasuke ...," desisnya penuh kemarahan. "Kau tidak berhak—"
Sasuke memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya. "Ah, ini dia ... Haruno Sakura yang mulai merendahkan lawan saat dia mulai terdesak," timpalnya santai.
"..."
"Lain kali lihat-lihat tempat kalau mau bermesraan dengan kekasihmu."
"ITU DI RUMAH SAKIT! ANAKKU SEDANG SAKIT!" pekik Sakura yang tak kuasa menahan emosinya. "Anakku, Konohamaru, satu-satunya anak yang kujanjikan akan sembuh sedang sekarat! Kaupikir apa yang akan kulakukan dalam keadaan seperti itu!?" Tanpa diduga, mata wanita itu mulai berkaca-kaca. Dia membanting pintu yang tadinya masih terbuka. Dengan langkah panjang, dia mendekati Sasuke, menarik kerah baju lelaki itu. Semua pengendalian dirinya kini menguap tanpa sisa. "Kau pria brengsek, jangan pernah menuduhku melakukan hal yang tak pernah kuperbuat!" Gejolak amarah sudah menguasainya. "Aku tidak akan berterima kasih karena kau yang mendapat foto itu! Aku tak pernah melanggar perjanjian apa pun yang sudah kita sepakati!"
"Hei ap—"
"Hanya karena foto itu kau merasa aku sudah malakukan kesalahan besar?" Cengkeraman itu semakin kuat. Mata hijau itu sudah basah akibat air mata. "Lalu, yang kaulakukan padaku kau sebut apa? HAH!? Jawab aku! KAU SEBUT APA PERBUATANMU YANG SUDAH MEMPERKOSAKU!?" Sakura langsung menutup mulutnya setelah meyadari kalimat terakhir yang keluar dari bibirnya. Dia sudah membuka hal yang disembunyikannya. Wanita itu mundur beberapa langkah. Tubuhnya menggigil karena ingatan buruk itu kembali menyambarnya.
Kali ini giliran Sasuke yang mematung di tempat. Apa yang baru didengarnya tadi? Dia melakuakn hal sebejat itu pada Sakura? Kapan? Sasuke tak mengingat dia pernah melakukan hal itu. Dia memandang tak percaya wanita yang sedang membelakanginya itu.
"Lupakan saja," isak Sakura. "Anggap saja tak pernah terjadi apa-apa."
Ingatan Sasuke otomatis terhubung pada kejadian di rumahnya dulu. Sakura mulai menghindarinya saat mereka di Konoha. Itu berati saat dia mabuk dulu ... tidak mungkin ... astaga, apa yang sudah dia perbuat?
Tapi, seingat Sasuke dia bangun dalam keadaan berpakaian lengkap.
Tunggu dulu ... saat dia bangun, kondisinya memang cukup aneh. Dalam sekejap, dia membalikkan tubuh Sakura dan memegang bahu wanita itu. Sakura memberontak, namun Sasuke menahannya. "Katakan ... apa kejadian itu saat aku mabuk dulu?"
Sakura menepis kedua tangan Sasuke yang menahan bahunya. Jelas sekali dia sedang terluka sekarang. Wanita itu menunduk sebentar dan mengusap air matanya. "Di situ," jawab Sakura sambil menunjuk lantai yang berada di sisi kanan ranjang. "Kau melakukannya di situ."
Benar saja, Sasuke ingat betul dia bangun di atas lantai yang sama dengan lantai yang sedang ditunjuk istrinya. Sakura menyembunyikan hal itu? Dia yang mengatur seolah tak terjadi apa-apa? Pantas saja Sakura menghindarinya saat mereka di Konoha.
Astaga, setelah hal itu, dia malah meminta Sakura menyetujui perjanjian dari pihaknya? DAMN! Dia sudah melakukan hal hina dan meminta Sakura untuk ... oh Tuhan, dia benar-benar brengsek! Sasuke berani bertaruh, kalau saja Sakura tak sakit kemarin, dia pasti tak mau berada begitu dekat dengannya. Pantas saja wanita itu berkeringat saat menjahit kancing kemejanya. Betapa bodohnya Sasuke yang menganggap kalau mereka sudah lebih dekat, dia bahkan merasakan gejolak aneh saat Sakura berada begitu dekat dengannya.
Setelah itu, Haruno Sakura masih bersikap seperti tak ada terjadi!? Dia tidak mengatakan apa-apa pada Sasuke, dia tidak menunjukkan kemarahan, dia menyamarkan keengganannya berada di dekat Sasuke. Dia bahkan tak sengaja membongkar hal itu karena sedang marah. Sebenarnya apa yang membuat Sakura melakukan semua ini? Kenapa dia masih saja memaksakan diri?
Saat Sasuke sadar dari pikirannya, Sakura masih di sana. Wanita itu kembali membelakanginya. Bahunya masih bergetar, beberapa isakan kecil lolos dari bibirnya.
.
.
.
Tbc
A/N:
Buat Nanda dan semua yang sedang berjuang, good luck buat SBMPTN-nya. buat yang sudah lolos SNMPTN, selamat.
Kemarin-kemarin sempat hilang mood buat lanjutin semua fanfict. Liat Ms. Words bawannya sudah langsung blank, padahal urusan sudah hampir semua diselesaikan. Apalagi alur untuk masing-masing fict malah kecampur-campur di kepala #hoi kalau sekarang bikin kontradiksi buat Sasuke dulu. Biar pusing dia mau ngapain ke depannya #hoi #dichidori
Tadi liat ulang review2 yang masuk, eh malah kepengen lanjutin. Ini ngecek juga sekali, jadi kalau nemu typo atau misstypo kasih tau aja.
Sampai jumpa di fict lain ;)