"Warga Distrik Konoha akhirnya bisa bernapas lega, distrik tercinta mereka tidak jadi digusur. Sekitar tujuh puluh persen anggota parlemen menyetujui rencana pembangunan kembali distrik tertinggal tersebut. Hal ini sebenarnya sudah dapat diprediksi mengingat anggota parlemen seperti Lord Shimura dan Lady Senju juga memberikan dukungannya. Bisa dibilang ini adalah kemenangan untuk penduduk Distrik Konoha."

Selanjutnya suara dari si pembaca berita sudah tak lagi terdengar, tertutupi oleh hingar bingar kebahagiaan dari para penduduk Konoha. Mereka turun ke jalan, berpelukan, berangkulan, saling menumpahkan air mata kebahagiaan. Padahal sebelumnya mereka menunggu dengan kecemasan yang sangat tinggi mengenai nasib distrik tersebut ke depannya. Dalam sekejap, nama Haruno Sakura didengungkan seperti seorang pahlawan. Wanita itu dianggap sebagai dewi penyelamat yang telah menyelamatkan masa depan mereka.

Penduduk Konoha menyimpan asa kalau kehidupan mereka yang penuh derita bisa ditinggalkan. Tetapi, yang terpenting saat ini adalah mereka telah lepas dari ancaman penggusuran. Tak terbayang jika mereka harus pindah dari Konoha, tempat tinggal mereka selama bertahun-tahun. Hidup di Konoha saja sudah sulit, apalagi harus pergi ke tempat lain. Konoha dibangun menjadi kota megapolitan sekali pun tidak akan memberikan kesempatan hidup untuk mereka. Karena itu proposal baru yang diajukan oleh Haruno Sakura seperti oase di padang pasir. Harapan terus membubung tinggi diiringi dengan pekikan bahagia dan penuh harapan.

.

.

.

BECAUSE OF YOU

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya hanya meminjam tokoh-tokohnya saja

Story by Morena L

Warning: AU, typo, OOC

.

.

.

"Memangnya kau harus pergi sekarang?" Karin bertanya sendu pada kekasihnya yang sedang membereskan barang-barangnya ke dalam koper. Keceriaan yang masih bergema di luar berbanding terbalik dengan suasana hatinya. Ia bahagia saat tahu distrik tempat tinggalnya tidak akan digusur, tapi seketika ia menjadi sedih saat tahu kekasih yang dicintainya akan pindah.

"Hn."

"Tapi kenapa harus ke ibu kota? Kenapa tidak di sini saja? Kau lihat sendiri kan di breaking news tadi? Konoha tidak akan digusur, Konoha akan membutuhkan arsitek sepertimu untuk memperbaiki ulang segalanya," bujuk Karin.

"Karin, kapan lagi aku mendapat tawaran bagus seperti ini," timpal Sasuke.

"Tapi―"

"Aku pergi," potong Sasuke yang telah selesai membereskan kopernya. Ia maju mendekati Karin dan sekilas mencium kening gadis itu.

"Kau akan sering menghubungiku, kan?"

"..."

Sasuke tak menjawab, ia keluar dari kamarnya lalu berpamitan pada ibunya. Wanita setengah baya yang masih cantik itu tampak berat mengiringi kepergian putra semata wayangnya.

"Jaga ibuku, ya," pesan Sasuke pada Karin sebelum memasuki mobil yang menjemputnya di depan rumah kecil yang ia tinggali berdua bersama ibunya. Bukan maunya juga harus pergi secepat ini. Sayangnya, perempuan Haruno itu berhasil membuktikan ucapannya, jadi sekarang saatnya Sasuke untuk memenuhi perjanjian mereka.

Karin melambaikan tangan beberapa saat pada mobil sedan hitam yang semakin menjauh itu. Normalnya, ia harus senang karena Sasuke mendapat pekerjaan bagus di ibu kota. Sasuke memang tak mengatakan detail pekerjaannya seperti apa, dia hanya bilang bahwa itu pekerjaan yang bagus, bahkan bosnya mengirim mobil untuk menjempus kekasihnya itu. Ada rasa tak nyaman yang menyeruak dalam hatinya.

Kau pasti kembali padaku, kan? Sasuke-kun?

.

.

.

oOo

.

.

.

"Jadi, kami berencana untuk kembali mengadakan penggalangan dana untuk penderita HIV/AIDS di Afrika. Yayasan kami sanggup memenuhi kebutuhan ODHA yang ada di negara ini, tapi kami tergerak juga untuk membantu ODHA yang ada di Afrika. Jumlah mereka semakin meningkat dan belum semuanya tersentuh oleh bantuan," ucap seorang lelaki dengan rambut yang menyerupai nanas.

"Aku setuju, masih banyak ODHA yang belum dibantu. Kampanye mengenai kesadaran dan kepedulian terhadap ODHA juga perlu ditingkatkan. Kebanyakan orang berpikir kalau ODHA harus dijauhi," timpal Sakura.

Wanita muda yang sedang berbincang di ruang rapat rumahnya bersama dengan koleganya berhenti berbicara sejenak saat Jiraiya mendekatinya. Lelaki paruh baya itu menunduk hormat sebelum berbisik, memberitahukan Uchiha Sasuke telah tiba di kediaman mewah tersebut.

"Suruh dia ke sini," titah wanita itu. Asisten pribadinya itu lalu undur diri untuk memanggil sang tamu. Wanita cantik itu tersenyum singkat pada pria dan wanita di depannya sebelum melanjutkan obrolan mereka lagi.

"Siapa yang datang?" tanya lelaki itu lagi.

"Salah satu orang yang akan membantu bisnisku, Shikamaru," jawab Sakura.

"Oh, mungkin sebaiknya kami pergi sekarang, yang penting kita sudah sepakat mengenai penggalangan dana tadi." Shikamaru dan wanita pirang di sebelahnya berdiri dan berjabat tangan dengan si pemilik rumah.

Sakura tertawa kecil. "Santai saja, Shikamaru."

"Kami tidak ingin mengganggumu dan rekan bisnismu. Iya kan, Temari?" ucap Shikamaru sambil meminta persetujuan wanita di sampingnya itu.

Tepat pada saat itu masuklah Uchiha Sasuke. Wajahnya agak kusut karena perjalanan yang ditempuhnya cukup jauh dan memakan waktu. Ia makin kesal karena wajah kemenangan Sakura seperti sedang mengejeknya.

"Ah, kau sudah datang. Shikamaru, Temari, kenalkan ini Uchiha Sasuke."

Shikamaru mengulurkan tangannya, hendak berjabat tangan dengan pria raven itu. Sasuke agak ragu untuk balas berjabat tangan. Dia tahu pria yang mengulurkan tangan itu adalah Nara Shikamaru, sang raja dunia IT saat ini. Hampir semua perusahaan menggunakan program-program yang diciptakan oleh lelaki itu. Namun, sesempurnanya orang, pasti memiliki kekurangan juga. Pria Nara itu punya satu kekurangan fatal yang sangat ditakuti banyak orang. Dengan enggan, ia membalas uluran tangan Shikamaru.

Sakura memelototi Sasuke saat kedua sahabatnya tadi sudah pulang. "Apa-apaan kelakuanmu tadi?"

"Aku―"

"Memangnya kau pikir kau akan mati kalau berjabat tangan dengannya? Shikamaru memang mengidap HIV, tapi tindakanmu tadi sangat menjijikan! Berjabat tangan tidak akan membuatmu tertular!" serang Sakura dengan sinis.

Wajah Sasuke merah padam karena kata-kata Sakura yang tepat sasaran. Nara Shikamaru memanglah seorang pengidap HIV, itulah yang menyebabkan Sasuke enggan bersalaman dengannya tadi.

"..."

"Kau lihat wanita yang disampingnya tadi? Itu istrinya. Mereka sudah hidup bersama selama bertahun-tahun dan istrinya itu sama sekali tidak tertular, bahkan mereka sudah punya anak yang normal dan bebas dari HIV. Dasar katak dalam tempurung! Kalian pasti orang-orang yang berpikir jika mengidap HIV pasti mati."

Jleb! Setiap kata yang keluar dari mulut wanita itu semakin menusuknya. Seperti ada beribu-ribu pisau yang melaju dengan kecepatan tinggi dan menikam tubuhnya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Sakura akan semarah itu. Hanya karena ia enggan bersalaman dengan Shikamaru, wanita itu menjadi sangat murka? Lucu sekali.

"Asal kau tahu saja, Shikamaru merupakan salah satu sponsor yang akan membantu pengembangan distrik kumuhmu itu."

Saat ini posisi Sasuke memang sulit. Ia ingin membalas semua penghinaan yang Sakura berikan padanya. Tapi, wanita itu memegang kelemahannya. Ia menyimpan semuanya dulu, membiarkan wanita itu berbuat sesukanya. Ada saatnya di mana ia bisa membalas, dan akan ia pastikan kalau serangan balasannya nanti akan sangat telak.

"Aku akan menjaga sikapku lain kali," seru Sasuke datar. Ia tidak memberikan ekspresi apa pun yang menunjukkan ia merasa bersalah, bahkan ia sama sekali tidak meminta maaf. Yang pasti, Sasuke tak ingin menunjukkan kalau dia tunduk pada perempuan itu.

Sakura menatap sinis lelaki yang membuat emosinya meninggi itu. "Aku jadi malas berurusan denganmu. Nanti Jiraiya yang akan menunjukkan apa saja yang akan kau lakukan, tunggu saja dia sini," ujar Sakura seraya pergi meninggalkan tempat ini. Daripada semakin emosi, sebaiknya ia pergi. Sejujurnya wanita dengan mata hijau jernih itu juga tidak mengerti kenapa ia menjadi lepas kendali seperti ini. Ia tahu banyak orang masih antipati dengan pengidap HIV/AIDS, apalagi sudah bukan rahasia kalau Nara Shikamaru, si raja dunia IT, adalah seorang penderita HIV. Ia hanya ingin Sasuke tidak memiliki pandangan sempit pada berbagai macam kenyataan di dunia yang kejam.

oOo

"Lady Haruno memang seperti itu orangnya. Dia sangat menghargai kemanusiaan," ujar Jiraiya. Lelaki tua itu masuk beberapa saat setelah majikannya keluar dengan wajah penuh kekesalan. Jarang ia bisa melihat majikan mudanya itu marah seperti tadi. Pemuda di dekatnya itu memang belum mengenal Sakura dengan baik, ada banyak sisi lain dari Sakura yang tak diketahui orang lain kecuali orang-orang terdekatnya.

"Hn."

"Ini adalah dokumen-dokumen yang Anda perlukan," kata Jiraiya sambil menyerahkan beberapa tumpukan dokumen yang sangat tebal. "Lady Haruno memberikan perusahaan konstruksi untuk Anda tangani. Perusahaan ini berada di luar Haruno Group. Anda harus membuat perusahaan ini memberikan profit karena bisa dibilang perusahaan ini berada di ambang kehancuran, nilai sahamnya juga sangat jeblok."

Sasuke menarik napasnya beberapa kali saat mendengar penjelasan Jiraiya. Sinting. Perempuan itu memberikan perusahaan yang hampir bangkrut padanya. Sasuke bukan orang dengan latar belakang bisnis. Ia adalah arsitek. Arsitek!

"Waktumu satu tahun untuk memperbaiki perusahaan ini, dan satu tahun lagi untuk memajukannya."

"Dua tahun?"

"Ya, Lady mengubah pikirannya. Kalian akan menikah dua tahun lagi, bukan setahun seperti yang direncanakan."

"Kenapa?"

"Rakyat negara ini sangat tertarik pada kehidupan para bangsawan. Kehidupan mereka disorot layaknya artis, terlalu beresiko kalau kalian menikah tahun depan. Bagaimanapun Lady tidak suka kalau rencana dibalik pernikahan kalian ini tercium oleh pihak luar, ini bisa menjadi skandal. Dia adalah orang yang perfeksionis, semuanya harus berjalan secara terkendali," jelas Jiraiya panjang lebar.

Sasuke tersenyum dalam hati. Bagus juga, semakin diperlama malah semakin bagus. Ia bisa menyusun rencana pembalasannya dengan lebih rapi lagi. Ia pasti akan terbebas dari cengkeraman perempuan licik itu.

"Saya akan mengantarkan Anda ke apartemen yang akan anda tinggali."

Jadi, dia tidak akan tinggal di rumah ini? Ini berkembang dengan semakin baik. Sasuke bisa membaca rencana perempuan itu. Perempuan itu sudah mengatur agar rencana mereka menikah dua tahun lagi dapat dilihat sebagai sesuatu yang alami oleh publik. Agar nantinya orang banyak tidak menyangka kalau pernikahan mereka sudah diatur sebelumnya. Licik.

.

.

.

oOo

.

.

.

Sudah berjam-jam Sasuke membolak-balik dokumen tebal yang menjelaskan mengenai kondisi perusahaan di dalam kamar apartemennya. Matanya lelah karena sedari tadi hanya menemui deretan kata-kata sulit yang tak ada habisnya. Ia tidak begitu mengerti soal bagaimana cara menjalankan perusahaan. Ia lebih suka berimajinasi mengenai bangunan-bangunan dan dituangkan ke dalam cetak biru. Bisnis sama sekali bukan bidangnya.

Ini sudah kesekian kalinya ia membaca mengenai penurunan saham. Dan kesekian kalinya pula ia tidak memahami apa yang telah dibacanya. Semuanya rumit dan membingungkan. Ia tidak paham dengan kurva-kurva yang ditunjukkan di dalam dokumennya, dan masih banyak hal lainnya yang tidak ia pahami.

"Aku pasti bisa."

Kembali ia membaca berlembar-lembar halaman dukumen tersebut, masih ada beberapa dokumen lainnya yang harus ia pelajari. Sasuke sudah menebak kalau isi dokumen yang lain itu akan sama memusingkan dan membingungkannya seperti dokumen yang ada di tangannya. Matanya juga sudah mulai mengantuk, waktu pun telah menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah lima jam berlalu sejak ia meninggalkan rumah perempuan yang sangat dibencinya itu.

Sasuke ke kamar mandi sebentar untuk mencuci muka sembari berharap rasa kantuknya bisa ditahan sebentar lagi. Ia menatap cermin yang berada tepat di atas wastafel. Cermin yang memantulkan refleksinya sendiri. Wajahnya terlihat cukup lelah.

"Baru beberapa jam, tapi kau sudah lelah?" tanya Sasuke pada dirinya sendiri. Ia memberikan tatapan sinis, lagi-lagi untuk dirinya sendiri. Menertawakan dirinya karena hampir menyerah padahal ini masih di awal. Bantuan besar dari perempuan itu memang harus dibayarnya dengan sangat mahal. Sasuke tak boleh menyerah sekarang, ia tak akan membiarkan perempuan itu tertawa di atas kejatuhannya.

Yang pertama ia lakukan adalah memulai segalanya dari dasar. Kalau mau membangun rumah maka harus membangun fondasinya terlebih dahulu, baru kerangkanya, dindingnya, dan yang terakhir adalah atapnya. Begitu juga dengan bisnis. Sasuke mengeluarkan laptop dan menyambungkan internet menggunakan WiFi dari apartemen yang ditinggalinya. Ia mencari semua informasi dasar mengenai bisnis konstruki secara umum. Perempuan sialan itu akan tahu kalau ia adalah orang yang tangguh dan sulit untuk ditaklukan.

oOo

Rasa penasaran mencari informasi ternyata tidak berbading lurus dengan kondisi fisiknya yang sudah sangat lelah. Sasuke tanpa sadar terlelap pada pagi buta. Saat bangun di siang hari ia memandang asing kamarnya. Masih belum sadar kalau itu kediaman barunya.

Setelah sadar di mana sekarang ia berada, sadar akan beban berat yang ia tanggung sekarang, pemuda itu kembali membaca dokumen yang semalam membuatnya pusing. Perusahaan konstruksi yang akan ditanganinya ini cukup bermasalah. Pegawainya terancam di-PHK, pemasukan sama sekali tidak ada, kerugian yang dialami semakin lama semakin besar, utangnya pun kian menggunung, sedangkan modal yang nanti akan Sakura berikan sangatlah kecil. Ia harus memutar otak untuk bisa melewati semua itu.

Ia sudah pernah melewati hal berat seperti kehilangan ayah dan kakaknya. Demi ibunya, ia berjuang keras untuk menjadi arsitek. Sejak kecil Sasuke dikenal sebagai anak yang sangat cerdas. Ia tertarik pada matematika dan ilmu pasti lainnya. Bisnis juga mengandalkan perhitungan pada peluang-peluang, jika sudah bisa menemukan peluang yang tepat, Sasuke pasti bisa melewati semua ini.

Ia melirik jam pada pojok bawah laptopnya. Sudah tengah hari. Perutnya juga sudah menuntut agar diisi. Ia lalu berjalan ke luar kamar dan mencari dapur sembari mengamati apartemen barunya. Apartemen ini cukup luas dan nyaman. Barang-barang yang ada di dalamnya sudah disiapkan dengan sempurna. Kulkas juga sudah terisi penuh dengan berbagai macam bahan makanan.

Sasuke menyalakan televisi di ruang tengah sambil menunggu ramen instannya matang. Matanya memicing tak suka karena wajah Haruno Sakura langsung menghiasi televisi besar tersebut. Perempuan itu tampak menikmati wawancaranya bersama salah satu reporter dari stasiun televisi terkenal. Haruno Sakura sepertinya sedang diwawancari di dalam ruangannya di dalam Gedung Parlemen.

"Lady Haruno, kami sudah mendengar bahwa Andalah yang mengajukan proposal baru mengenai rencana pembaharuan Distrik Konoha. Apa yang membuat Anda mengajukan proposal yang sangat berbeda dari yang diajukan sebelumnya?"

"Saya sudah beberapa kali meninjau langsung seperti apa Distrik Konoha. Kalau langsung digusur dan dijadikan wilayah megapolitan, itu akan membuat negara merugi. Saya menemukan beberapa potensi dari distrik tersebut. Ada beberapa titik di mana tanah pertaniannya ternyata sangat subur."

Beberapa kali meninjau? Penuh dusta sekali perempuan itu! Memangnya kapan dia datang dan meninjau Konoha? Tidak, bukan itu. Memangnya kapan orang parlemen atau pemerintah datang dan melihat Konoha? Bahkan pada saat ayah perempuan itu menjadi Perdana Menteri pun kondisi Konoha sama sekali tak berubah!

"Jika kita melakukan pendekatan yang berbeda, dengan membina penduduknya, memperbaiki sistem yang ada di sana, bukannya tidak mungkin kalau Distrik Konoha akan menjadi maju. Selain itu, potensi pariwisatanya juga bagus, ada beberapa titik air panas yang belum ditemukan sebelumnya. Ini sangat bagus dijadikan sebagai tempat pemandian air panas. Beberapa peneliti akan ditugaskan untuk meneliti keamanan sumber air panas tersebut."

Sasuke terus menatap sinis layar televisinya. Rasa laparnya terlupakan sudah. Ia benci sekali melihat senyum munafik perempuan itu. Ia tak dapat membayangkan kalau dirinya benar-benar harus menikahi Haruno Sakura. Kehidupan mereka setiap hari pasti akan seperti suasana perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet dulu.

"Anda luar biasa sekali, Lady Haruno. Negara Hi pasti sangat beruntung memiliki Anda. Muda, cantik, berprestasi, berwawasan luas, dan sangat berempati pada orang la―"

Sebelum siaran tadi selesai, Sasuke sudah menekan tombol power pada remote yang ada di tangannya. Ada yang bergejolak di dalam benaknya. Darahnya serasa mendidih. Mungkin sekarang perempuan itu dupuja oleh banyak orang, dianggap pahlawan oleh warga Konoha sendiri. Tapi bagi Sasuke perempuan itu tak lebih dari pedang bermata dua. Dia adalah penyelamat sekaligus penghancur.

Ada semangat baru yang menggelora. Getaran ingin menyelesaikan semuanya dan menghantarkan perempuan itu pada neraka yang paling dasar. Ia adalah Uchiha Sasuke, dan ia pasti bisa.

.

.

.

oOo

.

.

.

Karin menonton siaran wawancara Haruno Sakura di kedai tempatnya bekerja dengan sejuta pikiran yang melintasi kepalanya. Perempuan ini bisa berbicara semanis itu mengenai rencana pengembangan Konoha? Karin ragu. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh perempuan itu. Waktu mereka bertengkar dulu, Haruno Sakura menunjukkan ketidaksukaannya pada Konoha. Bagaimana mungkin ia bisa berucap semanis itu sekarang?

Perempuan itu licik. Matanya ramah tapi menyiratkan banyak rahasia. Senyumnya manis, tapi mengandung banyak arti. Karin bisa melihat semua itu. Tidak mungkin ia mau membantu Konoha secara cuma-cuma. Tapi siapa Karin yang mau menunjukkan keraguannya pada dunia? Ia tak punya cukup kekuatan untuk melawan perempuan itu. Terlebih lagi Haruno Sakura kini sangat dicintai warga Konoha. Karin berani bertaruh, jika Sakura datang ke Konoha, semua orang akan menyambutnya bak seorang ratu.

"Karin!" panggil Tayuya.

"Eh, i-iya!" sahutnya kaget.

"Kau sedang melamun, ya? Aku memanggilmu daritadi."

"Maaf, aku hanya sedang tidak fokus."

"Akhirnya kita bebas dari penggusuran. Aku senang sekali saat mendengar berita itu."

"Hn."

"Kau ini seperti pacarmu saja yang mengucapkan 'hn' terus. Nomong-ngomong aku iri pada Haruno Sakura. Padahal rambut kami sama, tapi nasib kami yang tak sama," keluh Tayuya. Matanya sama sekali tidak berkedip saat melihat Haruno Sakura di televisi. "Dia hebat. Padahal kita seumuran dengannya, tapi lihatlah bedanya, kita hanya pelayan di kedai kecil ini dan dia adalah anggota parlemen dengan warisan kekayaan dari ayahnya yang bernilai fantastis. Haaahhh ... kapan aku bisa sepertinya?"

"Bermimpilah," ejek Karin, berpura-pura menggoda sahabatnya itu.

Kalau merasa tidak adil, memang takdir sangat tak adil. Haruno Sakura memiliki segalanya yang tidak ia miliki. Mau bilang iri? Siapa yang tidak iri dengan perempuan itu? Bisa dibilang dia menggenggam dunia di dalam tangannya. Tidak. Karin Sadar ia tidak boleh berpikir seperti itu. Ia memang tidak memiliki apa yang dimiliki oleh Haruno Sakura. Tapi, perempuan itu juga tidak memiliki apa yang ia miliki. Ia juga yatim piatu, tapi ia punya Uchiha Sasuke dan Uchiha Mikoto. Orang-orang yang sangat berharga dan selalu menguatkannya. Karin tersenyum tulus.

Ya, ia punya mereka.

.

.

.

oOo

.

.

.

Sakura mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari telunjuk kanannya. Kadang ia memutar kursi kerjanya ke kanan dan ke kiri. Wawancaranya sudah selesai setengah jam yang lalu. Seperti biasa, ia melewatinya dengan sangat sempurna. Wajah kagum sang reporter dan kru televisi lainnya masih dapat ia ingat.

Kembali jarinya ia gerakan untuk mengetuk meja. Proyek rekonstruksi ulang Distrik Konoha bukanlah hal yang mudah. Perlu kontrol penuh darinya agar proyek ini sukses. Ia harus mengawasi semua aspek yang terkait agar rencana rekonstruksi ini lancar. Ia akan benar-benar mengawasi semua hal sampai sekecil-kecilnya. Sakura tahu kalau jajaran pemerintah daerah di Konoha banyak yang melakukan praktik korupsi. Ia sudah memasukan aduan mengenai siapa saja yang melakukan pratkik korupsi pada lembaga yang berwenang. Semua orang curang harus diberantas sampai ke tingkat terbawah. Ini semua demi masa depan Konoha juga. Perdana Menteri percaya sepenuhnya padanya dan menyerahkan proyek besar ini langsung di bawah pengawasannya. Ia tak ingin mengecewakan mereka karena tanggung jawab yang ia emban memang sangat berat.

"Baru memikirkannya saja aku sudah sakit kepala begini," ujar Sakura sambil memejamkan matanya. "Ayah, andai kau ada di sini," lanjutnya sendu.

Sakura merasa memikul beban yang sangat berat sejak ayahnya meninggal tiga tahun yang lalu. Ia harus mengelola perusahaan keluarganya, mengawasi yayasan-yayasan yang mereka miliki, belum lagi Senju Tsunde dan Shimura Danzo juga mendorongnya menjadi anggota parlemen. Sakura tak ingin dipandang sebagai orang yang mendompleng nama besar ayahnya. Ia ingin menunjukkan bahwa ia bisa sukses bukan karena nama Haruno yang disandangnya.

"Well, kau pasti bisa, Haruno Sakura. Kau Kuat!"

Sakura sedikit terhibur kala mengingat tentang Uchiha Sasuke. Mainan barunya yang pasti sangat menghibur. Ia senang karena Sasuke bukanlah orang yang gampang menyerah dan tunduk. Pria yang benar-benar sulit ditaklukan.

"Hei, Uchiha Sasuke. Apa jadinya kalau kau dan aku menikah nanti?"

Sakura tersenyum sinis saat membayangkan kehidupan pernikahan mereka nanti. Mereka sama-sama orang yang keras. Belum diketahui siapa yang akan lebih banyak mengalah nantinya. Ia menyeringai saat membayangkan Uzumaki Karin membaca berita soal pernikahannya dengan Sasuke di tabloid atau melihatnya di televisi.

"Kau jahat sekali, Sakura," ujarnya sinis. "Uchiha Sasuke akan kukembalikan jika aku sudah puas bermain. Maafkan aku, ya, Uzumaki Karin," kata Sakura sambil menyeringai tipis, seolah ia sedang berbicara dengan sosok Karin yang ada di hadapannya.

Jahat? Mungkin saja. Terkadang orang memang perlu sedikit melawan arus agar hidupnya tidak bosan. Rencana ini akan berujung seperti apa? Tak ada yang tahu. Yang pasti Haruno Sakura dan Uchiha Sasuke akan terjerat di dalam lingkaran yang sangat rumit.

.

.

.

Tbc

A/N:

ODHA: Orang Dengan HIV/AIDS, singkatnya ya penderita HIV/AIDS

Anggap saja Negara Hi ini menggantikan Jepang di peta dunia :3 so cuma ganti nama aja dari Jepang jadi Hi #ditebas

Nanti saya mau membuat spin off tentang ShikaTema yang muncul di chapter ini. Tentang Shikamaru si penderita HIV dan Temari yang merupakan perempuan sehat. Saya mau membahas soal HIV di fict ShikaTema itu nanti. Ada yang berminat membacanya? Kasih tahu ya biar saya PM kalau sudah dipublish.

Yosh, balas review dulu. Yang login cek PM ya ;)

Hiruka hime: makasih, ini udah update :D

Voc: thank you, chapter 2 update :D

Ai: yakin dengan persepsi2mu? :D

Guest: wkwkwk saya memang maunya perkembangan mereka pelan2 saja. Kan ga lucu kalau tiba2 saling cinta. Harus ada prosesnya :D

Guest: kalau jelek jangan dibaca ya ;)

Rikaochan: makasih ;)

Cebong: iyakah? Saya ga pernah nonton dorama itu, jadi pengen nonton nih :3

iiUchiha: makasih, chapter 2 update ;)

mysaki: makasih ;)

p.w: yup, akhirnya ya Sakura yang berkuasa :D

gain taichi kacow: hohoho pelan-pelan aja romancenya ;)

pitalica: iyup, sakura lebih kuat di sini

uchiha yui-chan: kenapa harus karin? Karena dia yang cocok ngambil peran itu di sini hehe

guest: makasih ;)

sasusakulunatic: salam kenal juga, makasih ya ;)

hachikodesuka: makasih, TR ga akan dilupakan kok ;)

my: aseeeeekk, sepikiran kali ya hehe

Natsumo Kagerou: makasih ;)

MH: hehe, aku lumayan suka Karin kok ;) apalagi kalau dipasangin sama Tobirama #plaaaaakkk ini udah update ;)

Erika liana: makasih ;)

Devia Purwanti?: Revenge? Bagus juga, tapi ini ga hanya seputar balas dendam kok ;)

Guest: makasih ;)

Rin Sahadako: yo, udah update :D

Ara-chan: penggemarku? / makasih

Haruchan: amiiiinnn... #dihajar

Tara ayugai: yang penting jangan merinding karena liat hantu #dihajar chapter 2 update

ReNa: mungkin hehe

Sweet and devil: eaaaaa ada yang panas karena karin #ditebas chapter 2 update ;)

Sridaily cherry: makasih, chapter 2 update ;)

Kazuran: salam kenal juga. Ibunya sakura udah meninggal sebelum ayahnya. Chapter 2 update ;)

Sasusaku: Beautiful Liar-nya hiatus dulu ya :'( chapter 2 update :D

Makasih buat semua yang dah baca, review, fave, dan follow, bagaimana dengan chapter ini? saya tunggu tanggapannya ya, makasih.

Rencana update berikutnya: Daun-Daun Gugur chapter 7