MY GUARDIAN

Chapter 1 "Our First Meeting"

*Lucy Pov*

"Aku sudah selesai, Ayah. Terimakasih."

"Kau tidak menghabiskan makananmu, Lucy." Ucap ayahku yang menatapku sekilas kemudian mengerutkan dahinya.

"A-Aku sudah terlambat ayah~ Ittekimasu." Aku segera beranjak sebelum ada perkataan lainnya terlontar dari mulut ayahku, itu akan memakan waktu yang lama.

"Lucy! Tunggu supirmu belum siap!" Suara ayahku terdengar bahkan hingga aku tiba di gerbang rumahku.

"Aku berangkat naik bis saja ayah~ jangan khawatir." Ucapku sambil berlari menuju halte terdekat.

Namaku Lucy Heartfilia. Aku tinggal di rumah besar ini bersama Ayahku, Jude Heartfilia, dan banyak pembantu yang mengurus rumah ini. Aku, tidak suka di antar-jemput oleh supir seperti keinginan ayah, itu merepotkan. Aku ingin di anggap seperti siswi SMA pada umumnya. Aku ingin dilihat sebagai Lucy, bukan putri dari salah satu keluarga kaya di Magnolia.

Aku tiba di halte bis. Ketika aku melihat jam tanganku, ternyata aku memang sudah kesiangan. Aku akhir-akhir ini tidak bisa tidur. Sehingga aku selalu bangun terlambat. Mimpi buruk itu benar-benar menggangguku. Tunggu… mengapa tidak ada satupun bis yang lewat. Aku tidak ingin menjadi sorotan karena terlambat di hari pertama sekolah. Sial. Aku terus menatap jalan, berharap akan ada bis muncul, namun masih belum juga ada. Aku menghela nafas berat.

"Mengapa bis itu tidak datang juga…." Ucapku putus asa.

"Itu karena tidak akan ada bis yang melewati halte ini." Suara seseorang terdengar dari belakangku. Aku segera menoleh menuju sumber suaranya.

"A-apa maksudmu?" Tanyaku sedikit terkejut.

Aku melihat sesosok lelaki memasukan lengan kanannya ke saku celananya. Ia menggunakan headset dan baru saja melepasnya dengan tangan kirinya. Ia menatapku dari atas ke bawah, uhh menganggu.

"Huhh, sepertinya kau anak baru ya?" Ucapnya dengan nada santai. "Halte ini sudah tidak terpakai, kau tidak menyadarinya?"

Aku mengangkat alis mataku, mengingat pertanyaannya aku segera melihat ke sekeliling halte… dan memang… aku baru menyadarinya, halte ini sudah penuh dengan akar menjalar, debu, serta tiang-tiiang penyangganya yang berkarat seolah akan rubuh. Aku menelan ludahku.

"Aku…" Gumamku yang mungkin tidak terdengar olehnya.

"Hmm… merepotkan." Ucapnya memakai headsetnya lagi yang sempat ia buka. "Ikuti aku. Akan kutunjukan jalan menuju halte yang benar."

Apa-apaan laki-laki ini, bertindak seenaknya… aku berjalan di belakangnya. Ia mengenakan seragam SMA Fairy, berarti kita berada di sekolah yang sama? Dan mengapa dia setenang itu padahal, ini sudah sangat terlambat. Aku yang sedang bergelut dengan pikiranku terhenti, karena aku menabrak tubuhnya yang ada di depanku. Wajahku menabrak bahunya, tepatnya.

"M-Mengapa kau tiba-tiba berhenti berjalan?!" Teriakku padanya. Kesal.

"Mengapa kau tidak melihat kedepan ketika berjalan?!" Balasnya.

Dia menyebalkan. Ini tidak seperti aku yang memintanya untuk mengantarku atau apapun kan?

"Lihat, Haltenya, ada di sebrang jalan. Kau bisa melihatnya kan?" Tunjukknya pada sebuah halte. "Jangan banyak melamun, baka." Dengusnya.

"Hmph!" Aku memalingkan wajah darinya.

Sudah jelas dia yang membuatku melamun. Beraninya Dia menyebutku baka? Orang yang tidak kukenal sudah bertindak tidak sopan. Tanpa menghiraukannya, dengan kesal aku berjalan menyebrangi jalan di depanku.

"Oi!" Suara laki-laki itu terdengar lagi. Aku tidak peduli.

Namun, sesaat kemudian, Aku merasa tangan kananku tertarik oleh tangan seseorang, sebelum aku menyadarinya aku sudah tertarik ke belakang dan terjatuh di pinggir trotoar. Aku terkejut, baru saja sebuah truck melintas di depanku. Laki-laki itu masih memegang lenganku dari belakang. Aku bisa mendengar hembusan napasnya yang tersengal. Dia… menyelamatkanku…

"Baka! Bagaimana jika tadi kau tertabrak!?" Teriaknya semakin mengeratkan cengkraman tangannya. Aku ternyata mendarat di atas pangkuannya. Pantas saja aku tidak merasakan kerasnya trotoar. Posisiku kini membelakanginya.

"A-Aku minta maaf…." Ucapku tidak tahu harus berkata apa. Kepalanya menunduk aku merasakannya di pundak bagian belakangku. "H-Hey…?" Tanyaku gugup. Suaranya ketika membentakku terdengar bergetar, apa dia setakut itu aku akan tertabrak?

"jangan melakukannya lagi…." Ucapnya pelan.

Aku bergegas berdiri dan menatapnya. Ia masih belum beranjak.

"H-Hey, Aku tidak apa-apa." Aku meletakkan tanganku di bahunya. "Terimakasih karena telah menyelamatkanku." Ungkapku, aku tersenyum kecil kearahnya.

Ia akhirnya mengangkat wajahnya dan tersenyum padaku, Senyuman yang sangat berseri yang memperlihatkan semua giginya. Eh? Dia bisa seramah ini? Mengapa tiba-tiba?

"Baguslah." Ucapnya singkat. Kembali ke ekspresinya semula.

Dia menjadi menyebalkan lagi, jangan terpengaruh Lucy! Mungkin dia mempunyai kepribadian ganda? Ahh! Entahlah… Tapi dia menyelamatkanku… Aku mengulurkan tanganku padanya. Dia menatapku heran.

"Hey… Ayo berdiri." Ajakku. Dia menyambut uluran tanganku dan akhirnya berdiri.

"Gadis bodoh yang merepotkan." Keluhnya.

"Apa kau bilang?!" Ucapku sebal.

Aku mempercepat jalanku dan mendahuluinya. Aku tiba di halte dan sudah ada bis menanti disana. Pintu bis terbuka, tanpa ragu aku langsung berlari menaiki bis itu. Aku menemukan tempat dudukku. Tapi tunggu… mengapa laki-laki itu belum juga naik? Kurasa kita menuju tempat yang sama kan?

Aku melihat ke jendela, dia sedang berjalan, lambat sangat lambat sekali. Aku mulai kesal lagi, apa dia sengaja? Dasar... Aku membuka kaca jendela dan hendak menyuruhnya agar cepat naik, tapi… niatku terhenti karena semakin aku memperhatikannya aku tahu yang menyebabkan jalannya lambat adalah …. luka di kakinya, dia seperti kesulitan berjalan. Apa luka itu karena menyelamatkanku tadi?

Ia akhirnya menaiki bis, dia membungkuk cepat ke supir bis karena telah lama menunggunya. Bis pun perlahan mulai melaju. Laki-laki itu duduk di kursi yang berada di sampingku.

"Yo…" Ucapnya padaku seolah tidak ada yang terjadi.

"Hey… kau terluka?" Tanyaku merasa bersalah.

"Apa? Aku tidak mendengarnya." Ungkapnya sambil mengangkat kedua bahunya.

"Lepas dulu headset mu." Gerutuku.

Laki-laki itu melepas headset yang terpasang di telinga kanannya. Kemudian berkata, "Ada seorang wanita jahat yang berlari meninggalkan seseorang yang terluka karena ingin naik bis. Kejamnya."

"Jangan bercanda…" Aku menghampirinya.

"Kau mau apa?" Tanyanya ketika melihatku memegang pergelangan kakinya. Dia terlihat menahan sakit ketika tanganku sedikit menekan kakinya.

"Wanita itu merasa bersalah dan berencana menanyakan pada laki-laki menyebalkan itu apa dia baik-baik saja atau tidak. Dia akan memeriksanya sendiri." Ucapku.

"Pfft, kau meniruku." Ucapnya sambil menyilangkan kedua lengannya di depan perutnya.

"Hey… Lukanya membengkak! Kau seharusnya tidak berjalan dulu." Ucapku, menegadahkan wajahku menatapnya.

"Hah, itu bukan masalah besar." Ia memalingkan pandangannya ke luar jendela. Cih mengapa dia tidak jujur saja? Aku menekan lukanya cukup keras.

"U-ugh… Hey.. jangan memegangnya seperti itu." Rintihnya.

"Hee… padahal hanya luka kecil, tapi sakit kan?" Ejekku. Mendengar kalimat terakhir yang kuucapkan kulihat ia cemberut.