Umm... Saya tau fanfic saya sebelumnya belum ada yang ditamatin, dan dengan seenaknya nambah fanfic baru lagi... Tapi, saya gak bisa nahan buat gak nulis fanfic ini. Habis idenya udah lama bersarang dipikiran saya, dan saya gak mau ide ini menguap gitu aja gara-gara terlalu lama dibiarin... Jadi, gomen ya minna kalo saya bakal tambah lama ngelanjutin fanfic lainnya dan malah nulis fanfic-fanfic baru... Oke, semoga permintaan maaf saya dimaafkan...

Enjoy for read this fiction!

.

.

.

Namaku Lucy Heartfilia. Usiaku baru menginjak 17 tahun. Bersekolah di sekolah terkemuka Magnolia High School. Tapi, walaupun ini sekolah terkenal dan berisi murid-murid yang kaya raya, aku berhasil menembus Sekolah ini dengan kemampuan otakku meskipun aku dari kalangan rakyat jelata. Murid-murid di sekolah ini biasa memanggilku 'Betty Heartfilia'. Kenapa mereka memanggilku begitu? Kalian akan segera mengetahuinya.

"Oi, Betty! Bawakan tasku dong!"

Aku menoleh ke asal suara yang berteriak melengking memanggilku. Seorang gadis berambut orange panjang menatapku dengan tatapan memerintah.

"Kenapa malah bengong? Kau tuli, ya? Kubilang bawakan tasku!" teriaknya kasar.

Aku terkejut mendengar teriakkannya. Dengan segera aku berlari ke arahnya dan mengambil tasnya. Gadis-gadis di belakangnya juga ikut memberikan tas mereka padaku.

"Taruh tas kami ke kelas. Ingat, jangan sampai kau merusaknya! Kau tahu, bahkan jika kau menjual dirimu sendiri, kau tidak akan bisa menggantinya!" seru Flare tersenyum mengejek. Gadis-gadis di belakangnya tertawa mengejek ke arahku.

"Flare-chan, kau ini bagaimana? Bagaimana mungkin ada yang mau membeli tubuhnya yang berlemak itu. Bahkan aku yakin tidak ada pria yang mau melirik wajah buruknya itu!" teman Flare menatapku jijik.

Aku hanya menundukkan wajahku. Tidak mampu berkutik ataupun menyangkal perkataannya.

"Oh, benar juga, ya. Kenapa aku bisa lupa!" Flare menepuk jidatnya. "Baiklah, kalau begitu kami pergi ke kantin dulu. Dah-dah, Betty Heartfilia!" Dan setelah itu, mereka meninggalkanku sendirian bersama tas-tas mereka yang berat ini.

Menatap mereka tajam, aku bergumam dengan lirih. "Aku jelek bukanlah keinginanku,"

Aku benci mereka. Aku benci sekolah ini. Aku benci dengan diriku sendiri. Aku benci kenapa aku ditakdirkan memiliki wajah jelek dan bentuk tubuh seperti ini. Tapi, seberapa besar pun aku membenci diriku, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku ingin operasi plastik, tapi aku hanya dari kalangan rakyat jelata. Aku tak punya cukup uang untuk melakukan operasi. Bisa bersekolah di sinipun aku sudah sangat bersyukur. Aku tidak perlu membayar uang SPP sekolah, karena aku mendapatkan beasiswa. Tapi, karena penampilanku yang sungguh mengerikan ini, murid-murid di sekolah ini sering mengejekku dan bahkan membullyku kalau aku tidak mau melakukan apa yang mereka perintahkan. Aku pernah melapor pada pihak sekolah, tapi mereka sendiri pun tidak mampu melakukan apapun karena anak-anak yang membullyku itu dengan mudahnya menyogok pihak sekolah dan jadinya akulah yang disalahkan. Ini benar-benar tidak adil.

Aku ingin keluar dari sekolah ini, tapi melihat mamaku yang begitu bahagia ketika mendengar aku mendapat beasiswa di sekolah elit ini membuatku tidak tega untuk mencurahkan apa yang kualami ini. Aku hanya bisa pasrah, aku tak punya cukup dukungan untuk melawan mereka. Orang-orang kaya ini memang membuatku muak! Yang perlu kulakukan hanyalah tetap bertahan sampai hari kelulusan tiba.

Disclaimer: Hiro Mashima

Soul Mate Of Half-Devil Create by Minako-chan Namikaze

Pair: Lucy. H & Natsu. D

.

.

Aku membuka pintu kelas. "Ohayou..." ucapku pelan.

Tidak ada jawaban.

Mereka semua mengabaikanku seakan aku tidak ada di sini. Baik, ini sudah biasa. Lagipula, kenapa aku harus mengucapkan salam pagi kepada makhluk-makhluk sombong ini?

Aku menaruh tas-tas gadis-gadis sombong tadi di meja mereka masing-masing, lalu duduk di kursiku.

"Gray-sama, hari ini kencan sama aku, ya~~"

"Tidak, Gray-sama akan berkecan denganku hari ini!"

Aku segera menolehkan pandanganku ke arah dua orang gadis yang sedang berjalan mengiringi seorang laki-laki berwajah tampan. Wajahku sontak memerah melihat laki-laki itu. Dia Gray Fullbuster. Dia orang yang kusukai.

"Maaf, ya. Tapi, hari ini aku ada urusan jadi tidak bisa berkencan dengan kalian berdua." jawab Gray sambil memasang senyum bersalah pada dua gadis itu.

Gadis-gadis itu tampak kecewa, namun segera mengganti ekspresinya menjadi centil kembali. "Baiklah, kalau begitu besok saja, ya kita kencannya!"

"Ya, akan kuusahakan. Kalau begitu, kalian nona-nona manis, segeralah kembali ke kelas kalian masing-masing. Aku tidak mau gadis secantik kalian diskors gara-gara terlambat masuk kelas." ucap Gray sambil mencium punggung tangan kedua gadis itu.

Kedua gadis itu menjerit histeris lalu mengatakan sesuatu dengan sangat centil. Kemudian mereka kembali ke kelas mereka dengan perasaan bahagia.

Menjijikkan. Bahkan sikap mereka lebih menjijikkan dari penampilanku.

"Oh, Lucy. Ohayou,"

Aku tiba-tiba tersentak mendengar kalimat sapaan dari Gray. Aku segera membalas dengan gugup, "O-Ohayou, Gray-san!"

Dia tersenyum simpul lalu duduk di tempat duduknya. Aku menatapnya diam-diam dari balik kaca mata kebesaranku. Kulihat Gray sedang dikelilingi oleh banyak gadis yang meminta Gray agar berkencan dengan mereka, namun segera ditolak pemuda itu dengan alasan yang dia katakan pada dua gadis centil tadi. Para gadis itu bergumam kecewa, lalu kembali ke bangku mereka masing-masing. Gray memasang tampang bosan, lalu menolehkan wajahnya ke arahku. Sejenak tatapan kami bertemu. Aku segera mengalihkan tatapanku dan menunduk dalam-dalam.

Bodoh! Kenapa tadi aku tidak segera berpaling! Kan ketahuan kalau aku memperhatikannya! Aku menjerit dalam hati. Tanpa kusadari, Gray menatapku sambil tersenyum misterius.

XXX

Bruk!

Aku melemparkan tubuh gemukku ke atas tempat tidur. Sambil menghela nafas, aku menatap langit-langit sambil merenung.

"Andai aku cantik, pasti Gray mau melirikku dan aku pasti bisa dekat dengannya seperti gadis-gadis lain." gumamku.

Aku tahu, kalau Gray itu playboy dan suka mempermainkan gadis-gadis. Tapi, di mataku, dialah orang yang paling mengerti aku. Dia satu-satunya orang yang baik padaku. Dia pernah membelaku saat aku akan dibully oleh gadis-gadis murahan itu. Aku menyukainya. Dia satu-satunya alasan terbesarku menginginkan kecantikan. Dan dia alasan keduaku kenapa aku bisa terus bertahan di sekolah terkutuk itu.

Bangkit dari tempat tidur bobrokku, aku berjalan menuju cermin besar yang terpasang di lemari bajuku. Aku memandang pantulan diriku lama. Menghayati dan menghitung berapa banyak kekuranganku.

Wajah bulat, berjerawat, berkaca mata, ditambah lagi hidungku yang mancung membuatku terlihat seperti nenek sihir karena hidung ini sangat tidak kontras dengan wajahku. Intinya wajahku ini sangat jelek alias buruk rupa.

Mataku turun ke bawah, memperhatikan lekuk atau mungkin bentuk tubuhku yang sangat tidak sempurna. Perut besar, bahu lebar, kaki pendek, tubuh berlemak, dan tinggiku bahkan tidak sampai 160 cm. Mungkin cuma 150. Hah. Aku tidak heran kenapa aku bisa dipanggil Betty, mungkin aku ini Betty di dunia nyata.

Putus asa, aku membuka lemari pakaian dan mengganti baju sekolahku. Lalu aku kembali menghempaskan tubuhku di kasur. Baru saja aku ingin memejamkan mata, tapi suara mamaku memanggilku dari bawah.

"Lucy, kita kehabisan gula! Bisakah kamu pergi ke super market sekarang?"

Aku segera bangkit dari tempat tidur dan menyahut, "Baik!"

.

Dan di sinilah aku berada. Berjalan sendirian di bawah penerangan lampu jalanan. Sebuah kantung kecil berisi gula dan beberapa snack sudah berada di genggamanku. Di perjalanan ini, aku terus melamun dan berhayal seperti biasa.

"Andai aku cantik, pasti nasibku tidak akan setragis ini. Aah~ aku akan melakukan apapun agar aku bisa jadi cantik asalkan itu sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeserpun." aku bergumam tanpa sadar.

Huh, mana mungkin hal itu akan terjadi. Mana ada yang namanya bisa cantik tanpa mengeluarkan uang, kecuali memang ada keajaiban di dunia ini.

"Argh!"

Aku menghentikan langkahku. Apa itu? Seperti suara kesakitan. Aku menajamkan telingaku demi mendengar lebih jelas.

"Argh! Tch, siaaaall! AAARRGGGH!"

Benar, suara orang kesakitan. Tapi di mana?

Aku segera mengedarkan pandanganku. Mencoba mencari tahu dari mana asal suara itu. Ah, itu dia! Dari dalam taman ini. Aku segera berlari memasuki taman yang hanya diterangi satu lampu jalanan itu.

"Anu, Anda di mana?!" teriakku, menatap ke sekeliling.

Namun nihil. Tidak ada seorang pun di sini.

"Adakah orang di sini?!" teriakku lagi.

"S-Siapa itu?!" sebuah suara menyahut teriakkanku.

Aku segera menoleh ke arah semak-semak yang bergoyang. Sepertinya orang itu berada di sana. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari memasuki semak itu, dan betapa terkejutnya aku mendapati bahwa orang yang tadi mengerang kesakitan itu ternyata terbaring tak berdaya dan berlumuran darah! Perutnya berlubang, dan darah segar tak henti-hentinya mengalir keluar. Aku buru-buru mendekatinya.

"Ya ampun! Apa yang terjadi? Kenapa Anda bisa terluka begini?" tanyaku kepada pria itu.

Dia hanya meringis kesakitan, sambil mengumpat tidak jelas. "Diam! Pergi! Aku membencimu!" teriaknya.

Apa-apaan orang ini? Seburuk itukah diriku sampai-sampai orang yang baru melihatku 1 detik pun langsung mengatakan dia membenciku dengan terang-terangan. Aku kesal, hendak meninggalkannya, tapi melihat keadaannya yang sekarang, membuatku tidak tega meninggalkannya dan malah semakin mendekatinya. Kupapah lengannya dan berniat membawanya ke rumah sakit.

"Lepaskan! Aku benci manusia! Lepaskan, atau kubunuh kau!" teriaknya.

Oh, tidak bisakah dia diam? Apa gara-gara luka yang dialaminya, dia jadi gila, ya? Dan apa-apaan itu perkataannya? Bukankah dia juga manusia? Berarti dia juga membenci dirinya sendiri.

"Maaf, tapi Anda terluka parah, tuan. Saya tidak bisa meninggalkan Anda." ucapku.

"Dasar manusia jelek! Kubilang lepaskan aku!" teriaknya lagi.

Hey! Bisa tidak jangan teriak jelek tepat di depan wajahku?! Oh baiklah, aku memang jelek. Lantas mau diapakan? Kuharap aku mendapatkan keajaiban dan berubah menjadi cantik saat ini juga.

"Kubilang lepas—"

SIIING! JDUAR!

Aku segera membulatkan mataku ketika menyadari ada sesuatu yang melintas di sampingku dan sesuatu itu menghancurkan pohon di depanku menjadi debu. Tidak mampu berkata-kata, aku segera menoleh ke belakang. Kulihat, ada beberapa orang berjubah hitam dengan topeng seperti tengkorak berlarian ke arahku. Dari tangan mereka masing-masing, sebuah bola hitam yang kelihatan sangat panas muncul dan siap dilemparkan kapan saja. Aku merasakan laki-laki di sampingku mengumpat kasar. Dia mencoba berdiri dengan loyo, dia membuka telapak tangannya lalu menggerakkannya seolah sedang mengumpulkan sesuatu. Aku menatap tak percaya melihat ada api yang keluar dari telapak tangannya. Tapi, api itu sangat kecil dan mati dengan seketika.

"Hahaha! Kau bisa apa dengan api sekecil itu, Half-Devil?" Para orang berjubah itu menertawakan laki-laki berambut pink di depanku. Dia menggertakkan giginya, dan tiba-tiba terjatuh lemas di atas tanah. Aku segera menghampirinya.

"Tuan, Anda baik-baik saja?" Aku bertanya dengan panik. Aku sempat terkejut ketika melihat wajahnya yang SANGAT TAMPAN akibat terkena sinar lampu taman. Tadi aku tidak bisa melihat wajahnya karena gelap. Tapi, sekarang aku benar-benar yakin kalau ketampanan pria pink ini bahkan sudah mengalahkan ketampanan Gray.

"A-A-..." Tidak mampu berkata-kata, aku hanya tergagap sambil menatap wajahnya.

Mata pria ini terbuka, sambil menyerngit kesakitan, dia lagi-lagi mengumpat. "Kenapa aku harus terjebak dalam situasi ini?!" Dia tiba-tiba menatapku melalui mata merahnya. Aneh, padahal tadi aku sempat melihat matanya berwarna hitam.

Dia menatapku beberapa lama, lalu tanpa diduga-duga dia menarikku! Dan kalian tahu apa yang selanjutnya dia lakukan? DIA MENCIUMKU! Mencium bibirku dengan bibir seksinya!

Entah kenapa, aku tidak bisa berkutik. Tubuhku mati rasa, dan aku merasakan ada sesuatu dalam diriku yang berontak keluar. Bisa kurasakan, pria ini memaksa mulutku untuk terbuka, dan setelah terbuka, aku merasa ada sesuatu yang keluar dari tenggorokkanku dan itu terasa lembut dan hangat. Pandanganku mulai kabur, debaran jantungku mulai tak terasa lagi. Dan tanpa kusadari, pria itu melepaskan ciumannya dan membiarkan tubuhku ambruk di tanah. Pandanganku kosong, tapi aku masih sadar. Aku bisa melihat pria itu berlari dengan kecepatan kilat ke arah beberapa orang berjubah itu. Dia merentangkan tangannya ke atas, dan sebuah bola api besar bercampur kilatan petir muncul di kedua telapak tangannya itu. Dan dengan senyuman sadis, dia melempar bola besar itu ke arah orang-orang berjubah itu dan dalam sekejab, terjadi ledakan besar di taman ini. Aku bisa merasakan tubuhku terlempar ke belakang dan menabrak pohon besar di belakangku. Tidak mampu mengeluarkan suara, aku hanya bisa meringis kesakitan. Kenapa ini? Aku tidak bisa bergerak sedikitpun. Kemana suaraku? Aku tidak bisa bicara!

Kulihat pria berambut pink itu berjalan ke arahku dan berhenti tepat di depan wajahku. Dia menatapku dengan tatapan terkejut. Matanya berubah menjadi hitam.

Pria ini... Siapa dia?

Dan setelah itu, semuanya menjadi gelap.

XXX

Aku menyerngitkan mataku, merasakan pening yang amat sangat di kepalaku. Aku membuka mataku dan mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Aku mendudukkan diriku sambil memegangi kepalaku yang terasa sangat pening. Aku kembali menatap ke sekeliling, dan sangat terkejut mendapati kalau aku sedang berada di tempat yang sama sekali tidak kuketahui. Aku menoleh ke sampingku, dan terpaku di tempat. Aku melihat pria berambut pink semalam tengah tertidur di sampingku! Dan parahnya, dia sama sekali tidak memakai baju!

Sontak saja aku melihat ke arah tubuhku yang hanya mengenakan pakaian dalam. Wajahku langsung merah padam. Dan saat itu juga aku menjerit keras. Sangat keras sampai-sampai aku yakin kalau jendela di ruangan ini bisa pecah akibat teriakanku yang super melengking ini.

"KYAAAAAAAAAAAA!"

Sontak saja, pria berambut pink di sampingku terjatuh ke lantai akibat kaget mendengar jeritanku. Dan baru kusadari, kalau dia masih memakai celana panjang.

"Kau?! Beraninya kau mengganggu tidurku!" dia melotot tajam ke arahku.

"Heh?! Kenapa kau yang jadi marah-marah padaku, hah?! Di mana aku? Kau apakan aku semalam, hah?!" aku balik berteriak.

Dia tampak kesal. "Memangnya apa yang sudah kulakukan terhadap manusia rendah sepertimu?!"

"Apa maksudmu?! Kau kan juga manusia!" teriakku tidak terima.

"Kurang ajar! Aku iblis! Bukan makhluk rendahan sepertimu!" dia menatapku dengan matanya yang tiba-tiba berubah menjadi merah.

"Apa-apaan tatapanmu itu? Dan kenapa aku bisa ada di sini? Bukankah semalam aku ada di taman dan... Dan kau menghancurkan taman itu!" tunjukku.

"Cih, lalu kenapa? Kau tidak suka? Kau sekarang berada di tempatku. Kau sudah tertidur lima hari di sini. Cih, dasar manusia. Terluka begitu saja sudah langsung pingsan selama berhari-hari. Makhluk rendahan." ucapnya dengan suara sinis.

"Bisakah kau berhenti mengucapkan kata 'rendahan'? Kau sendiri juga manusia!"

"Aku iblis! Bukan manusia! Harus berapa kali kuteriakkan padamu! Dasar manusia rendahan! Sekarang aku benar-benar menyesal telah menjadikanmu Soulmate-ku." ucapnya sambil menghela nafas.

Aku menaikkan alisku. "Soulmate?" gumamku.

Dia mengalihkan matanya ke arahku, dan tersenyum lebar. Sesaat, senyumannya langsung membuatku terpesona.

"Benar. Mulai sekarang kau adalah Soulmate-ku. Jadi, bersyukurlah karena bisa menjadi Soulmate iblis sehebat diriku!" dia berkata dengan bangga.

"Hah? Ucapanmu membuat kepalaku yang sudah pusing bertambah pusing. Apa sih maksudmu?!"

"Bodoh! Itu artinya kau sudah menjadi belahan jiwaku! Lima hari yang lalu aku mengambil sebagian jiwamu, dan tanpa sadar aku menggunakan metode yang salah sehingga aku tanpa sadar menyedot setenga jiwamu dan menjadikanmu belahan jiwaku!" jelasnya, emosi.

"Hah? Aku tidak mengerti sama sekali! Ngomong langsung ke intinya!"

"Ck, kau ini! Coba lihat ke cermin!" perintahnya.

"Kenapa aku harus melakukannya?"

"Berani membantah?"

"Kalau iya, kenapa?"

"Argh! Manusia memang merepotkan!" pria itu berteriak kesal sambil menaiki tempat tidur. Aku segera terkesiap merasakan tangannya menarik lenganku dan membawaku keluar dari selimut. Dia menggiringku menuju cermin besar di ruangan ini.

"Ini. Lihat bayanganmu sendiri. Kau merasa ada yang aneh?" dia menunjuk bayanganku di cermin.

"Apa maksudmu? Aku tidak—" Aku tiba-tiba menghentikan ucapanku. Mataku melotot tak percaya dengan apa yang sudah kusaksikan di depanku ini.

"Bagaimana? Sudah merasa ada yang aneh?" Suara pria di belakangku ini bergetar di gendang telingaku.

Mataku masih terpaku pada sosok diriku di cermin. Ini tidak mungkin. Aku meraba wajahku sendiri. Lalu seluruh tubuhku. Tidak ada jerawat. Pandanganku sangat jelas tanpa kaca mata. Tidak ada lemak yang bersarang di perut dan pinggangku. Wajahku sudah tidak bulat lagi, melainkan oval. Dan yang lebih penting, aku mempunyai wajah yang sangat cantik dan bentuk tubuh yang sangat indah! Aku bisa melihat kalau diriku bertambah tinggi sekitar 15 cm lebih. Ada apa ini? Kenapa aku bisa berubah begini?

"Haha. Sudah sadar kalau dirimu sudah berubah drastis?"

Aku segera menoleh ke arah pria di belakangku. "Kau! Apa yang sudah kau lakukan padaku?!"

"Apa yang kulakukan? Aku hanya mengambil sebagian jiwamu. Dan sebagai imbalannya, kau mendapatkan apa yang kau inginkan." jawabnya santai.

"Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau terus mengatakan kalau kau sudah mengambil setengah jiwaku?" tanyaku.

"Tch, kenapa aku harus menjawab semua pertanyaanmu?" dia bertanya balik dengan wajah malas.

"Jawab aku sekarang juga." aku mendelik ke arahnya.

Kulihat dia sempat gentar menatapku, namun kembali stay cool. "Baiklah, 5 hari yang lalu seharusnya aku mengambil seluruh jiwamu untuk mengganti energiku yang sudah habis akibat pertarungan. Tapi, aku salah melakukan metode, seharusnya aku mengambil jiwamu melalui lehermu. Namun, aku malah mengambilnya dari mulutmu sehingga sebagian jiwamu masuk ke dalam tubuhku dan menjadikanmu sebagai Soulmate-ku." jelasnya.

"Apa maksudmu dengan Soulmate?" tanyaku, sedikit tidak mempercayai kata-katanya.

"Belahan jiwa."

"Bodoh! Kalau itu aku juga tahu! Maksudku, Soulmate seperti apa yang kau maksud!" teriakku tidak sabaran.

"Kau ini, intinya sekarang kau sudah resmi menjadi milikku!" jawabnya emosi.

"..." aku hanya diam.

"Masih tidak mengerti juga?" tanyanya.

Aku menggeleng.

Dia menepuk dahinya. "Intinya lagi, kau itu sekarang adalah ISTRIKU!"

Hening.

Apa tadi dia bilang istri? Siapa? Aku? Aku jadi istrinya? Istri dari psikopat pink ini? Apa? APA?

"APAAAAA?!"

"Tch, berisik! Diam!"

"Kau yang diam!"

Dan setelah itu terdengar teriakkan yang sahut-menyahut dari dalam kamar itu.

Bersambung...

AN: Fanfic pertamaku yang menceritakan dunia supranatural! Gini nih, ceritanya Lucy itu gadis yang cupu/culun/kuper/dll, mirip Betty La Fae gitu. Terus, dia itu kepingiiiiiiinn banget cantik, biar bisa deket sama orang yang dia sukai. Tapi, gara" dia itu dari kalangan miskin atau gak punya duit, yah dia pasrah aja. Nah, tapi malam itu semuanya berubah. Dia bertemu Natsu, dan tanpa sadar si Natsu ini mengambil jiwa Lucy melalui 'tempat' yang salah, padahal seharusnya dia itu ngambilnya melalui leher Lucy (maklumlah, diakan bodoh)

Nah, pada saat itu kan Lucy masih berharap supaya bisa cantik, nah akibat harapannya itu, teraktifkanlah proses pencampuran jiwa antara Natsu dan Lucy. Sehingga sekarang mereka berdua bisa dibilang Suami-Istri, kalo di dunia iblis. Oke, segitu dulu. Penjelasan rincinya, bakal dijelasin sama Mira-chan melalui pembicaraannya dengan Lucy. Hehe, aku semangat banget bikin ini! Apalagi cerita Suami-Istri muda kayak Lucy and Natsu! Kujamin nih cerita bakal bagus deh, itupun kalau para pembaca suka baca yang supranatural. Di sini Lucy gak bakal jadi iblis kok, gak kayak vampir kalau digigit langsung ikut jadi vampir. Haha! Penasaran dengan kelanjutannya? Review ya!

Oh iya, demi menebus kesalahan karena udah terlalu banyak nelantarin fanic, para pembaca boleh request deh maunya saya ngelanjutin fan fic yang mana dulu.. Apa You're Not Her Father, The World is Over, Stay With Me, Exchange Position, atau mau saya bikin sequel dari beberapa fanfic oneshoot saya? Mumpung saya lagi libur"nya sesudah bagi rapor selasa tadi.. Haha... Saya rasa, saya sudah banyak bicara deh di Author Note ini..

Bye-Bye!

Salam manis,

Minako-chan Namikaze